Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156061 dokumen yang sesuai dengan query
cover
J. Loekito Kartono
"BAB I PENDAHULUAN
Religi dan upacara religi merupakan salah satu sistem keyakinan yang hidup dalam masyarakat manusia sejak masih dalam bentuk yang sederhana dan primitip. Sistem ini timbul karena manusia yakin adanya kekuatan supranatural, mahluk harus (roh) dan akan adanya kelangsungan hidup jiwa manusia sesudah tubuh jasmaninya meninggal ( Koentjaraningrat, 1987 _ 57-65 ).
Dalam upacara religi biasanya dibutuhkan bermacam-macam sarana dan peralatan, seperti : tempat/gedung pemujaan (arsitektur), patung, alat bunyi-bunyian serta pakaian yang harus dikenakan karena dianggap suci.
Arsitektur yang berfungsi sebagai prasarana upacara religi, pada hakekatnya mengungkapkan ruang yang akan digunakan untuk menampung kegiatan manusia, baik secara fisik maupun psikis, dengan maksud agar manusia dapat berbahagia,serta mempunyai perwujudan nyata sebagai sebuah bangunan (Romondt, 1954 3 ). Dari segi kepercayaan dan agama ada 2 jenis konsep ruang. Pertama ialah ruang yang sudah "dikonsekrasikan" ( disucikan ) dan disebut sebagai ruang kudus (sacred), yakni ruang yang mereka diami dan dikenal sebagai dunia yang sudah teratur. Sedangkan ruang yang lain adalah ruang tidak kudus ( profan ), yakni ruang yang dianggap tidak mempunyai keteraturan, tidak berbentuk dan khaos. Maka yang menjadi pembeda utamanya adalah masalah kekudusan dari suatu ruang ( Eliade,1959 : 20-24 ).
Menurut Vitruvius, suatu karya arsitektur harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
Commoditas ( komoditi ), Firmitas ( kekokohan ) serta Venusitas ( keindahan ). Jadi dalam mendisain bangunan sebagai kelengkapan upacara keagamaan, masyarakat tidak dapat mengabaikan aspek keindahan ( estetika ), disamping aspek-aspek yang lain.
Berbicara mengenai disain ( mulai dari proses imajinasi, implementasi dan pengkajian ulang ) ( Zeisel, 1984: E ) manusia akan selalu terlibat sesuai dengan peranan serta pengetahuan masing-masing individu, sebab design is everybody's bussiness (Grillo,1960:9,26).
Adapun hasil dari disain tiap individu ( designer ) akan selalu berbeda-beda. Karena sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan budaya yang telah dimiliki maupun aspirasi yang hidup dalam pribadi masing-masing.
Dalam masyarakat tradisional, pembuatan bangunan/ disain dilakukan secara berkelompok (jarang sendiri), dengan bantuan seorang perancang (seorang yang dianggap tua dan memiliki pengetahuan tertentu) atau secara kolektip serta didahului dengan berbagai upacara-upacara ritual ( Rykwert,1981 : 14-22 ).
Ada beberapa fungsi bangunan menurut arsitek-arsitek Hiller, Musgrove dan O'Sullivan ( 1972 ) antara lain 1. Sebuah bangunan adalah suatu perubah iklim dan " saringan " lingkungan yang komplek.
Manusia pada hakekatnya akan selalu berusaha untuk beradaptasi terhadap lingkungannya, baik secara tingkah laku, fisiologis maupun secara genetis dengan bertahap ( Moran,1979: 65-103 ). Salah satu bentuk perwujudan adaptasi tingkah laku manusia dalam menghadapi pengaruh lingkungan alam seperti hujan, matahari, suhu, salju, topografi, keadaan tanah serta pengaruh flora dan fauna, ialah membuat suatu lingkungan khusus di sekitar dirinya yaitu sebuah bangunan. Atap, dinding dan lantai bangunan diharapkan mengurangi pengaruh suhu serta melindungi dari hujan, salju dan angin. Jendela (pembukaan) untuk memasukkan cahaya agar menerangi bagian dalam dan memberikan kesegaran untuk bernafas. Jadi lingkungan buatan manusia ini merupakan suatu bentuk perwujudan adaptasi untuk mengurangi stress climatic agar tercipta lingkungan " micro climate " yang sesuai dengan tuntutan tubuh untuk memudahkan proses homeostasis?."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T3420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhi Satya Himawan
"Gereja Katolik sebagai tempat ibadah pada umumnya memiliki ritual ibadah (liturgi) yang sama. Liturgi merupakan pokok kehidupan gereja. Misi penyebaran agama(Gospel) dan pengajaran menimbulkan kontak budaya(akulturasi) dan studi terhadap masalah-masalah sosial dan kebudayaan. Terdapat suatu pernyataan agar ?asumsi budaya Iokal? sebaiknya diekspresikan dan diwujudkan kedalam transaksi liturgi jika pembauran ini dapat mengarah kepada penerimaan dan kepercayaan. Misi untuk mempelajari budaya setempat untuk kemudian memasukkannya dalam ritual ibadah ini kemudian dikenal dengan sebutan inculturation.
Dapatkah konsep inkulturasi diterapkan dalam bentuk-bentuk arsitektural? Konsep inkulturasi adalah bagian dari ibadah dan keimcman Kristiani yang mendasar, namun konsep ini berusaha memasukkan budaya setempat sebagai bagian dari ibadah ritual. Dalam kerangka berpikir seperti ini tentunya akan didapati berbagai masalah bahkan mungkiri kontradiksi antara kedua kebudayaan (pendatang dan setempat), meninjau bahwa ada kebudayaan yang sudah memiliki suatu tatanan spiritual, yang tatanan spiritual ini juga mereka terapkan dalam arsitektur."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S47887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48286
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Milla M.
"Gereja Katolik sebagai tempat beribadah umat Katolik memiliki suatu karakter atau ciri khas yang terkandung di dalam ajaran-ajarannya. Ciri khas tersebut adalah adanya empat sifat gereja yang terdiri dari satu, kudus, katolik, dan apostolik yang melandasi Gereja Katolik.
Arsitektur sebagai seni dan ilmu merancang bangunan, timbul karena dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan untuk mewadahi kegiatan-kegiatan tertentu, untuk menampakkan status, kekuasaan atau privasi, untuk menyiratkan sistem nilai, dsb.
Apakah nilai-nilai yang terkandung dalam Gereja Katolik seperti empat sifat gereja yang menjadi ciri khas Gereja Katolik diterapkan / dicerminkan ke dalam arsitekturnya? Seperti apa bentuk atau cara penerapan tersebut?
Setiap arsitek memiliki ide dan cara-cara tersendiri dalam merancang, tetapi nilai-nilai atau esensi yang terkandung dalam suatu bangunan harus tercermin pada arsitekturnya sehingga setiap orang dapat membedakan fungsi bangunan yang satu dengan bangunan lainnya. Nilai-nilai atau esensi yang terkandung dalam suatu bangunan tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai cara. Perkembangan jaman yang melahirkan suatu trend atau gaya-gaya tertentu pada suatu masa dapat mendukung penerapan nilai-nilai tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masmedia Pinem
"Artikel ini ingin menggambarkan sejarah, bentuk, dan arsitektur Gereja GPIB Bethel. GPIB adalah singkatan dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, berdiri sejak tahun 1948 dan terletak di Jalan Wastukencana No. 1, Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung, Kotamadya Bandung. Model arsitektur yang didesain oleh Schoemaker seorang arsitek Belanda yang merupakan sintesis dari kebutuhan, konsep, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing aliran-aliran dalam perkembangan arsitektur dunia sebagai produk arsitektur pada zamannya yang merupakan “essential expression†bagi kekristenan di Eropa. Elemen-elemen yang ada merupakan adaptasi dari pengaruh zaman yang berkembang saat itu. Elemen pada tatanan massa dan ruang serta elemen pelingkup ruang yang dijumpai memiliki makna kerohanian sebagai perwujudan nilai-nilai Kristianitas. Begitu juga elemen-elemen dekoratifnya merupakan suatu produk zaman yang dipengaruhi oleh arsitektur art deco yang sangat berkembang pada zaman itu. Gereja ini adalah termasuk salah satu tipe bangunan yang berkualitas ‘A’ dan telah dikonservasi tanpa perubahan bentuk dan fungsi yang signifikan, sehingga ia termasuk dalam kategori bangunan Cagar Budaya yang dilindungi oleh Undang-Undang."
Jakarta: Kementerian Agama, 2016
297 JLK 14:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Stepani Puji Nauli
"Semarang merupakan salah satu kota yang menjadi salah satu wilayah penjajahan Belanda. Peninggalan belanda terlihat dari bentuk bangunan yang mencirikan gaya bangunan di Eropa, yaitu gereja. Bangunan gereja Santo Yusuf merupakan hasil adaptasi kebudayaan asli Belanda dengan Indonesia. Penelitian ini membahas tentang penerapan seni bangunan gaya Neo Gotik pada bangunan gereja Santo Yusuf di Semarang. Tujuannya adalah untuk menjelaskan mengenai ciri gaya Neo Gotik yang terapkan pada bangunan gereja Santo Yusuf serta pemaparan fungsi bangunan gereja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar.

Semarang is one the city under Netherlands colonialism. One of the memory from colonialm shown in the building architecture which smiliaar to the European building which is Church. ST. Yusuf Church is adapted by Netherlands & Indonesia culture. This research is talking about Neo Gothicbuilding architecture application in ST. Yusuf church located in Semarang. The purpose is to explain about Neo Gothic building architecture which apply in ST. Yusuf church and an explanation of the functionally of church.The methodology which being used in this research is a qualitative methodology. The result from this research shows most of the church in Netherlands colonialism are applying European type of building architecture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Maisyarah
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S48228
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Sujana
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Tornado Gregorius
"Jakarta memiliki banyak sekali peninggalan arsitektur kolonial, yang tersebar di seluruh wilayah kota. Arsitektur kolonial mempunyai gaya berbeda dengan bangunan lainnya sesuai dengan masa didirikannya bangunan tersebut. Terutama gaya arsitektur kolonial Belanda di Jakarta yang dibangun pada awal abad ke-20. Pada masa tersebut muncul suatu gaya arsitektur yang disebut gaya Indis. Skripsi ini membahas mengenai gaya bangunan yang diadopsi oleh gereja Pniel. Metode penelitian dilakukan dengan cara membandingkan elemen-elemen yang ada pada gereja Pniel dengan bangunan yang ada di Eropa dan Indonesia. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diketahui terdapat beberapa macam unsur gaya yang dipadukan pada bangunan Gereja Pniel. Perpaduan dua gaya antara Eropa dan tradisional Indonesia ini disebut dengan arsitektur Indis. Maka dari itu, diperoleh kesimpulan bahwa gereja Pniel di Pasar Baru merupakan salah satu bangunan bergaya Indis.

Jakarta have a lot colonial architecture building all over the city. They have many different style and characters. This colonial architectural style is mostly developed during the first half of the twentieth century. A new phenomenon occurs in the field of architecture, usually called as the Indische style. The focus of this thesis is architectural style were adopted by Pniel Church. Method used in this research is comparison of elements of the Pniel Church with building from similiar period in Europe and Indonesia. Analysis result shows that there some architectural style applied in Pniel Church. There is a mixture of European style with tradisional style. The mixture of those architectural style called as Indische Architecture. This research conclude that Pniel Church is one of the Indische architecture building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S60
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Narendra Pandya Satwika
"Willemskerk atau gereja Immanuel Jakarta adalah salah satu dari gereja-gereja peninggalan masa kolonial. Bangunan gereja ini memiliki bentuk yang unik. Willemskerk dibangun menurut rancangan Johan Hendrik Horst dan pembangunannya dimulai tahun 1835. Willemskerk dapat dibangun dengan usaha dan prakarsa Raja Willem I yang menginginkan persatuan dari jemaat Protestan di Hindia Belanda. Unsur bangunan yang sangat mencolok dari bangunan ini adalah penggunaan pilar-pilar yang megah serta atap yang berbentuk kubah. Kedua unsur ini adalah bentuk adaptasi dari gaya bangunan Parthenon, Pantheon serta teater Yunani klasik. Pada bangunan ini kita akan menemukan gaya neo-klasik. Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan unsur neo-klasik pada bangunan Willemskerk.

Willemskerk or Immanuel Church Jakarta is one of churches from colonial time. The Building has an unique form. Willemskerk were built according to Johan Hendrik Horst’s design and started to be build in 1835. Willemskerk were able to be established by the struggle and initiative of King Willem I for the unification of Protestant congregation in Dutch Indies. The outstanding parts of the building is the usage of majestic pillars and dome. Both are an adaptation of Parthenon, Pantheon and also Greek Classic Theater. We will find neo-classic style on this building. The aim of the research is to explain neo-classic elements of the building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>