Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179711 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jurita Harjati
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Dalam bidang kardiologi untuk menilai fungsi jantung sering digunakan pembebanan. Biasanya dilakukan pembebanan dalam bentuk kerja isotonik. Pada keadaan dimana tidak dapat dilakukan kerja isotonik, dapat dilakukan pembebanan dengan kerja isometrik (handgrip test) untuk menilai fungsi jantung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembebanan kerja isometrik dan isotonik yang sesuai terhadap fungsi ventrikel kiri dengan STI dan konsumsi oksigen miokardium dengan Tri-produk yang menimbulkan peningkatan frekuensi jantung yang sama.
Pemeriksaan dilakukan pada 50 pria sehat, usia 20-25 tahun terhadap STI (QS2, LVET, PEP dan ratio PEP/LVET), tekanan darah dan Tri-produk (FJ x TD rata-rata x LVET) dalam keadaan istirahat, waktu kerja isometrik (handgrip test) dan kerja isotonik (ergometer sepeda). Hasil penelitian dianalisis secara statistik.
Hasil dan Kesimpulan: Terdapat pemendekan bermakna (p<0,05) pads lamanya QS2, LVET dan PEP pada kedua jenis kerja dibandingkan istirahat. Pemendekan QS2 dan PEP waktu kerja isotonik lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kerja isometrik, sedangkan pemendekan LVET waktu kerja isotonik tidak berbeda bermakna (p>0,05) dibandingkan kerja isometrik. Tidak terdapat perubahan pada fungsi ventrikel kiri yang dinilai dari ratio PEP/LVET waktu kerja isometrik dibandingkan kerja isotonik. Tekanan darah sistolik, diastolik dan rata-rata waktu kerja isometrik lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kerja isotonik. Tidak terdapat perbedaan bermakna {p>0,05) antara tekanan darah diastolik waktu kerja isotonik dibandingkan istirahat. Tri-produk waktu kerja isometrik adalah rata-rata 30% lebih besar dibandingkan kerja isotonik dengan peningkatan frekuensi jantung yang sama, hal mans menatakan bahwa pembebanan jantung dengan kerja isometrik cukup berat dan dapat digunakan untuk menilai fungsi jantung.

ABSTRACT
Evaluation Of The Left Ventricular Function And Myocardial Oxygen Consumption During Isometric Work By Way Of Measurement Of Systolic Time IntervalsScope and Method of Study: Loading the heart during the evaluation of its function is a frequently used method. Usually the heart is loaded by isotonic work, like the ergo cycle or the treadmill test. But in cases where isotonic cannot be performed, loading the heart with isometric work (handgrip test) can also be used. The purpose of this research work is to examine the effect of isometric and isotonic work of equivalent intensity on the left ventricular function and on the myocardial oxygen consumption as evaluated respectively by the STI and Tri-product.
Examination of the STI (QS2, LVET, PEP and PEP/LVET), heart rate, arterial blood pressure and tri-product were performed on 50 young males, age 20 - 25 years, at rest and at the end of isometric work (handgrip test) and isotonic work (ergo cycle). The results are statistically analyzed.
Findings and Conclusions: A statistically significant (p 4 0.05) decrease in the duration of Q52, LVET and PEP is found during both kinds of work when compared to values at rest. The decrease in QS2 and PEP during isotonic work is greater as compared to those during isometric work, which is statistically significant (p 4 0.05). However, the duration of LVET during both kind of work. does not differ significantly. There is also no statistic-ally significant difference in the left ventricular function as evaluated by PEP/LVET between the two kind of work. The rise in systolic, diastolic and mean blood pressure is higher during isometric work as compared with isotonic work, which is statistically significant (p < 0.05). There is no significant difference in the diastolic blood pressure during isotonic work and rest (p > 0.05). The tri-product calculated for isometric work is on the average 30 % higher than for isotonic work, which means that loading the heart with isometric work will be sufficiently high for the purpose of evaluating the performance of the heart.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Ratnaningsih
"operasi anak dapat meninggal akibat spell hipoksi berulang tromboemboli otak, abses serebri, maupun endokarditis ( 3, 7 ) . Keberhasilan suatu total koreksi tidak hanya tergantung pada berkurangnya tekanan pada ventrikel kanan, hilangnya defek residual, tapi juga preservasi miokard ventrikel kiri (1). Seperti diketahui bahwa pada Tetralogi Fallot beban yang terjadi pada ventrikel kanan, tetapi ventrikel kiri yang hipoplasi ~erupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang dan k:ualitas hidup (9, 15,39) bahkan peneliti lain menyatakan bahwa ventrikel kiri merupakan faktor penting untuk morbiditas dan mortalitas. (12,41). Di Indonesia, khususnya di RSJHK kebanyakan anak yang datang untuk dioperasi sudah berusia 5 tahun atau lebih, dan jumlah ini terdapat sekitar 60% dari seluruh pasien Tetralogi Fallot pada periode maret 1986 sampai Desember 1992 .Secara histopatologi semakin besar umur anak semakin lama terjadi hipoksia, sehingga akan terjadi fibrosis miokard yang pada akhimya akan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi ventrikel kiri . Jadi meskipun hasil segera pasca bedah cukup baik tetapi prognosis dan r isiko jangka panjang perlu diteliti. Selain itu temyata fungsi ventrikel kiri pasca bedah dipengaruhi oleh beberapa faktor prabedah, dan penilaian fungs i Ventrikel Kiri pasca bedah masih terdapat kontroversi antara berbagai peneliti (11-18). Tujuan penelitian kami adalah memperoleh bukti ada atau tidak adanya disfungsi ventrikel kiri pasca bedah pada penderita Tetralogi Fallot dan faktor faktor prabedah yang mempengaruhinya. Hipotesis kami ialah bahwa pada penderita Tetralogi Fallot pasca bedah mungkin terdapat disfungsi ventrikel kiri dan disfungsi tersebut akan dipengaruhi oleh beberapa faktor prabedah. Penelitian ini bersifat pengamatan sesaat ("Cross Sectional") dilakukan antara tanggal 15 Juni 1993 s/d 15 september 1993. Terdapat 35 pasien, dari jumlah ini dikeluarkan 3 orang oleh karena pacta satu pasien terdapat aritmia (2: 1 AV blok) dan 2 pasien lainnya tak kooperatif. Dari jumlah 32 orang ini diperoleh 20 laki laki (62,5 %) dan 12 perempuan(37,5%), semua FC klas I (NYHA) dengan umur tennuda saat penelitian 9 tahun dan tertua 36 tahun, (16,5 ± 5,1. tahun). Kisaran umur saat operasi antara 5 sd 30th, (13,1 ± 5,2 th). Janik waktu antara operasi sampai saat penelitian antara 6 bulan s/d 6 tahun (3,3 ± 1,8 th). Dari populasi penelitian (n = 32 orang), 23 orang (72 %) tidak terdapat disfungsi ventrikel kiri terdiri dari 15 laki- laki dan 8 perempuan dikategorikan kelompok 1, sedangkan 9 orang terdapat disfungsi ventrikel kiri (28 %) yang terdiri dari 5 laki laki dan 4 perempuan, dikategorikan sebagai kelompok 2. Kriteria disfungsi ventrikel kiri yang dipakai ialah bila pacta keadaan istirahat fraksi ejeksi ventrike1 kiri kurang dari 50 % atau pacta uji 1atih beban jantung tidak terdapat kenaikan fraksi ejeksi ventrikel kiri lebih dari 5 %( 28,29 ). Tidak terdapat perbedaan bennakna antara kelompok 1 dan 2 pacta, denyut jantung istirahat ( P = 0,593 ), denyut jantung uji latih (P = 0,322), tekanan darah istirahat maupun uji latih (PI 0,05), produk ganda, lamanya uji latih, maupun jarak antara operasi dengan saat penelitian. Hasil pemeriksan Radionuklid ventrikulografi, tidak terdapat perbedaan bermakna pacta fraksi ejeksi ventrikel kiri saat istirahat, kecepatan ejeksi sistolik istirahat, kecepatan maksimum pengisian diastolik ventrikel kiri saat istirahat dan uji latih. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 2 pacta fraksi ejeksi ventrikel kiri (P = 0,001) dan kecepatan ejeksi sistolik uji latih (P = 0,012) . Faktorfaktor pra bedah yang berpengaruh secara bermakna terhadap terjadinya disfungsi ventrikel kiri adalah saturasi 02 (P = 0,029) sedangkan faktor faktor lainnya seperti umur, kadar hemoglobin, hematokrit, lamanya klem aorta, lamanya prosedur pintas jantung paru tidak berpengaruh secara bermakna ( P > 0,05 ) pada penelitian kami. Kesimpulan penelitian kami, dari populasi penelitian n=32 terdapat 9 orang disfungsi ventrikel kiri ( 28 % )dan disfungsi ventrikel kiri tersebut dipengaruhi secara bermakna oleh kadar saturasi 0 2 prabedah. Saran kami berdasarkan hasil penelitian ini , pada Tetralogi Fallot dengan saturasi 02 yang rendah operasi lebih awal sebaiknya dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya disfungsi ventrikel kiri. Pad a kelompok disfungsi ventrikel kiri perlu tindak lanjut untuk melihat prognosis jangka panjang."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1993
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Purcahyo
"Tujuan akhir yang diharapkan dari pemberian trombolitik adalah terbukanya arteri koroner penyebab infark (Patency Infarc Related Artery), perbaikan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan penurunan angka kematian. Pada saat pemberian trombolitik yaitu dengan streptokinase terjadi defibrinasi awal yang hebat yang dapat dievaluasi dengan pemeriksaan waktu trombin dan kadar fibrinogen. Defibrinasi awal yang hebat setelah pemberian streptokinase yang ditunjukkan dengan adanya perpanjangan waktu trombin merupakan jaminan lebih efektifnya trombolisis dan lebih besar terbukanya arteri koroner penyebab Infark (Patency Infarc Related Artery) sehingga dengan demikian lebih baik menjaga fungsi ventrikel kiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara waktu trombin dan kadar fibrinogen dengan fungsi ventrikel kiri pada infark miokard akut yang diberikan streptokinase. Dilakukan penelitian pada 24 pasien penderita IMA yang diberikan streptokinase dengan onset kurang dari 12 jam, terdiri dari laki-laki 22 orang (91, 8%) dan wanita 2 orang (8,28) dengan umur rata-rata 57,7 (SD 9,89) tahun. Pemeriksaan dilakukan terhadap waktu trombin dan kadar fibrinogen sebelum pemberian streptokinase dan 1 jam setelah selesai pemberian streptokinase. Didapatkan penurunan yang bermakna kadar fibrinogen dari 360,4 (SD 100,5) mg/dl menjadi 32, 10 (SD 7,52) Mg/d1 setelah pemberian dengan p < 0,001. Waktu trombin memanjang secara bermakna dari 12,95 (SD 1, 11) detik menjadi 51,5 (SD 23,9) detik setelah pemberian (p < 0,001) Terdapat hubungan antara waktu trombin setelah pemberian streptokinase dengan FEVK pada seluruh pasien infark, dengan r = 0, 42 dengan nilai kemaknaan p = 0,04 dan lebih bermakna pada pasien infark anterior, r = 0,59 p = 0,023. Berarti bahwa perpanjangan waktu trombin berhubungan secara bermakna dengan tingginya nilai FEVK walaupun hubungan tersebut tidak kuat. Sedangka untuk infark inferior hubungan tersebut r = 0,48 lemah namun p = 0,1 tidak bermakna. Terdapat hubungan lemah tidak bermakna antara variabel fibinogen dengan FEVK, dengan r = -0,18, p = 0,39. Tidak terdapat hubungan bermakna antara onset dengan perpanjangan waktu trombin (p=0, 36) dan tingginya nilai FEVK (p = 0,24). Kesimpulan: Perpanjangan waktu trombin 1 jam setelah pemberian streptokinase berhubungan secara bermakna dengan tingginya nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Wilson MCH Puar
"Latar belakang. Pengaruh Diabetes Melitus Tipe-1 (DMT1) terhadap massa dan fungsi ventrikel kiri pada anak masih menjadi perdebatan.
Tujuan. Untuk mengetahui gambaran massa dan fungsi ventrikel kiri pada anak DMT1.
Metode. Dilakukan penelitian potong lintang dengan membandingkan massa, fungsi diastolik dan sistolik ventrikel kiri 30 anak DMT1 berusia 4 sampai dengan 18 tahun dengan 30 anak sehat sebagai kontrol yang bersesuaian jenis kelamin dan umur. Massa dan fungsi ventrikel kiri diperiksa dengan ekokardiografi.
Hasil. Massa ventrikel kiri anak DMT1 lebih besar dari pada anak sehat, perbedaan ini bermakna. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan massa tersebut adalah lama sakit dan tekanan darah. Fungsi diastolik pada anak dengan DMT1 berbeda bermakna dibanding anak sehat. Pola perubahan parameter fungsi diastolik anak DMT1 sesuai dengan gambaran disfungsi diastolik gangguan pola relaksasi. Faktor yang berhubungan dengan perubahan fungsi diastolik pada anak DMT1 adalah lama sakit. Untuk fungsi sistolik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan. Pada anak dengan DMT1 terdapat peningkatan massa ventrikel kiri dan gangguan diastolik pola relaksasi. Perubahan massa jantung dan gangguan fungsi diastolik tersebut berhubungan dengan lama sakit dan tekanan darah.

Background. The impact of Diabetes Mellitus type 1 (DMT1) on the left ventricular mass and functions in children remains controversial.
Objective: The aim of the study is to measure the left ventricular mass and function in children with DMT1.
Methods. A cross-sectional study was conducted to compare the mass and diastolicsystolic function of the left ventricle of 30 children with DMT1 and normal children aged 4 to 18 years that matched in sex and age. The left ventricular mass and diastolic-systolic function was assessed by echocardiography.
Results. Ventricular mass of children with DMT1 were significantly heavier than healthy ones. Factors associated with increased mass were the duration of illness and blood pressure. Diastolic functions in children with DMT1 were significantly different compared to healthy children. The patterns of changes were appropriate with the relaxation pattern of diastolic dysfunction. The factor associated with the change of diastolic parameters is the duration of illness. Significant differences were not found in the systolic function.
Conclusion. In children with DMT1 there was an increase of left ventricular mass and also diastolic dysfunction with the relaxation pattern. Changes in cardiac mass and diastolic dysfunction are associated with duration of illness and blood pressure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ali
"TUJUAN: (1) Mengetahui perubahan fungsi sistolik dan diastolik serta massa ventrikel kin pada remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor dibandingkan dengan remaja dan dewasa muda normal. (2) Mengetahui hubungan antara kadar feritin serum dan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri yang diperoleh dengan pemeriksaan ekokardiografi pada remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor.
TEMPAT PENELITIAN: Divisi Kardiologi dan Divisi Hematologi Anak FK UI/RSCM Jakarta
SUBYEK PENELITIAN: Remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor yang menjalani pemeriksaan dan transfusi rutin di Pusat Talasemia RSCM sejak bulan Agustus - Desember 2005.
METODOLOGI: Dilakukan penelitian observasional dengan rancang bangun cross sectional. Data meliputi parameter hematologis pasien Talasemma mayor dan parameter fungsi sistolik ventrikel kiri (EF dan FS), fungsi diastolik ventrikel (E, A, rasio E/A, IVRT), serta massa ventrikel kiri (LVDDi, LVDSi, LVMi) dengan menggunakan mesin ultrasonografi Sonas 4500, transduser 8 MHz. Data diolah dengan SPSS versi 10. Dilakukan uji t, analisa regresi liner dan analisa multivariat dengan regresib multiple. Nilai a yang dipakai adalah 0,05. Jumlah subyek minimal yang diperlukan adalah 28.
HASIL : Dan 32 subyek Talasemia mayor yang diperiksa, 30 subyek diikutsertakan dalam penelitian. Fungsi sistolik dan diastolik Talasemia mayor lebih rendah dibanding kontrol dan perbedaan ini secara statistik bermakna. Rerata EF Talasemia mayor dan kontrol masing-masing adalah 66,1% (SB 4,9) dan 71,6% (SB 5,6) ; p < 0,0001. Rerata FS 36,0% (SB 3,7) dan 39,8% (SB 5,5) ; p = 0,003. Rerata rasio E!A Talasemia mayor dan kontrol masing-masing 2,14 (SB 0,4) dan 1,83 (SB 0,3); p = 0,002. Massa ventrikel kin Talasemia mayor secara bermakna lebih berat dibanding kontrol. Rerata LVMi (g/m2) Talasemia mayor dan kontrol masing-masing 111,1 (SB 30,8) dan 75,4 (SB 14,5); p < 0,0001. Dengan regresi linier sederhana dan regresi multipel dijumpai hubungan yang cukup kuat dan bermakna antara fungsi diastolik ventrikel kiri (rasio FA) dengan kadar feritin serum (r = 0,71;p < 0,0001).
KESIMPULAN: Fungsi sistolik dan fungsi diastolik remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor telah mulai mengalami perubahan dan abnormalitas. Massa ventrikel kin remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor lebih berat dari pada orang normal. Semakin tinggi kadar feritin serum semakin besar kemungkinan penderita Talasemia mayor untuk menderita gangguan fungsi diastolik.

OBJECTIVES: To detect the left ventricular systolic and diastolic functions and mass alteration among adolescents and young adults with Thalassemia major compared to those of normal adolescents and young adults, and to find out the relationship between serum ferritin level and left ventricular functions which are obtained from echocardiography examination.
SETTING: Division of Pediatric Cardiology and Hematology Department of Child Health, Medical Faculty, Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta
SUBJECTS: Adolescents and young adults with Thalassemia major whose got blood transfusion in Thalassemia Center Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta between August to December 2005.
METHODS: A cross-sectional study was conducted. The data includes the Thalassemia major patients' hematology data, left ventricular systolic function (EF and FS), and diastolic function (A, E, F/A ratio, IVRT), mass (LVDD1, LVDSi, LVMi) by using an ultrasonography Sonos 4500, transducer 8 MHz. That data were processed with SPSS version 10. The t test, liner regression and multiple regression analysis were performed. Statistical significant was assumed with a 0.05. The minimal number of subjects needed was 28.
RESULTS: Out of 32 Thalassemia major patients, 30 were enrolled to study. Left ventricular systolic and diastolic function of Thalassemia major patients were lower than the control and it was statistically significant.[ EF 66.1% (SD 4.9) and 71.6% (SD 5.6); p < 0.0001, FS 36.0% (SD 3.7) and 39.8% (SD 5.5); p = 0.003, E/A 2.14 (SD 0.4) and 1.83 (SD 0.3); p = 0.002], respectively. Left ventricular mass of Thalassemia major patients was greater than control, and it was statistically significant [LVMi (g/m2) 111.1 (SD 30.8) and 75.4 (SD 14.5); p < 0.0001], respectively. Linier and multiple regression analysis showed that there was significant and powerful relation between left ventricular diastolic function (E/A ratio) and serum ferritin ( r = 0.71; p < 0.0001).
CONCLUSION: The systolic and diastolic functions of adolescents and young adults with Thlassemia major have started to alter and abnormalities. The left ventricular mass of adolescents and young adults with Thalassemia major more than heavier that of a normal person. The higher the level of serum ferritin is, the more likely it is for Thalassemia major patient to suffer from diastolic abnormalities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Wilson MCH Puar
"Latar belakang. Pengaruh Diabetes Melitus Tipe-1 (DMT1) terhadap massa dan fungsi ventrikel kiri pada anak masih menjadi perdebatan.
Tujuan. Untuk mengetahui gambaran massa dan fungsi ventrikel kiri pada anak DMT1.
Metode. Dilakukan penelitian potong lintang dengan membandingkan massa, fungsi diastolik dan sistolik ventrikel kiri 30 anak DMT1 berusia 4 sampai dengan 18 tahun dengan 30 anak sehat sebagai kontrol yang bersesuaian jenis kelamin dan umur. Massa dan fungsi ventrikel kiri diperiksa dengan ekokardiografi.
Hasil. Massa ventrikel kiri anak DMT1 lebih besar dari pada anak sehat, perbedaan ini bermakna. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan massa tersebut adalah lama sakit dan tekanan darah. Fungsi diastolik pada anak dengan DMT1 berbeda bermakna dibanding anak sehat. Pola perubahan parameter fungsi diastolik anak DMT1 sesuai dengan gambaran disfungsi diastolik gangguan pola relaksasi. Faktor yang berhubungan dengan perubahan fungsi diastolik pada anak DMT1 adalah lama sakit. Untuk fungsi sistolik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan. Pada anak dengan DMT1 terdapat peningkatan massa ventrikel kiri dan gangguan diastolik pola relaksasi. Perubahan massa jantung dan gangguan fungsi diastolik tersebut berhubungan dengan lama sakit dan tekanan darah.

Background. The impact of Diabetes Mellitus type 1 (DMT1) on the left ventricular mass and functions in children remains controversial.
Objective: The aim of the study is to measure the left ventricular mass and function in children with DMT1.
Methods. A cross-sectional study was conducted to compare the mass and diastolic-systolic function of the left ventricle of 30 children with DMT1 and normal children aged 4 to 18 years that matched in sex and age. The left ventricular mass and diastolic-systolic function was assessed by echocardiography.
Results.Ventricular mass of children with DMT1 were significantly heavier than healthy ones. Factors associated with increased mass were the duration of illness and blood pressure. Diastolic functions in children with DMT1 were significantly different compared to healthy children. The patterns of changes were appropriate with the relaxation pattern of diastolic dysfunction. The factor associated with the change of diastolic parameters is the duration of illness. Significant differences were not found in the systolic function.
Conclusion. In children with DMT1 there was an increase of left ventricular mass and also diastolic dysfunction with the relaxation pattern. Changes in cardiac mass and diastolic dysfunction are associated with duration of illness and blood pressure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Farhan Fathoni
"Latar Belakang: Arteriovenous fistula telah menjadi akses hemodialisis yang direkomendasikan. Namun tidak semua arteriovenous fistula dapat digunakan dengan baik, National kidney disease outcome quality initiative (NKDOQI) telah merekomendasikan pasien pascaoperasi arteriovenous fistula untuk melakukan latihan tangan, saat ini belum adanya evaluasi serta bentuk program latihan ekstremitas atas terhadap pasien gagal ginjal dengan diabetes melitus yang telah menjalani arteriovenous fistula radiochepalica di RSCM.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimental yang membandingkan data yang memiliki karakteristik sama, subjek yang menjalani arteriovenous fistula radiochepalica pada rentang waktu Februari 2020 – Februari 2021 telah diikutsertakan.
Hasil: 23 subjek yang menjalani operasi arteriovenous fistula radiochepalica dilakukan pengamatan, program latihan dapat meningkatkan ukuran diameter draining vein secara bermakna dengan nilai p = 0,006 pada minggu keenam setelah operasi. Dan secara bermakna dapat meningkatkan blood flow rate di minggu keenam setelah menjalani operasi arteriovenous fistula sebesar 210% dengan rerata 616,56 ± 88,80 mL/menit dengan p = 0,002. Selanjutnya dapat menurunkan jarak draining vein dengan kulit pada minggu keempat (p = 0,015), namun hasil menjadi tidak bermakna pada minggu keenam setelah operasi.
Kesimpulan: Program latihan isotonik, isometrik dan restriksi parsial ekstermitas atas pascaoperasi dapat meningkatan diameter draining vein, mempengaruhi jarak draining vein dengan kulit, dan meningkatan blood flow rate arteriovenous fistula radiochepalica.

Background: Arteriovenous fistulas have become the recommended access for hemodialysis. However, not all arteriovenous fistulas can be functional. National kidney disease outcome quality initiative (NKDOQI) has recommended hand exercises for patients following arteriovenous fistula surgery. To date, there has been no evaluation and exercise program for the upper extremity in diabetic patients with kidney failure who have undergone radiocephalic arteriovenous fistula surgery in RSCM.
Methods: This study had a quasi-experimental design, comparing the data which had the same characteristics. Subjects who underwent radiocephalic arteriovenous fistula surgery in February 2020 to February 2021 were included.
Results: Twenty-three subjects who underwent radiocephalic arteriovenous fistula surgery were observed. The exercise program could increase the diameter of the draining veins significantly (p = 0.006) in the 6th week following the surgery. There was also a significant increase in the rate of blood flow as much as 210% with an average of 616.56 ± 88.80 mL/minute (p = 0.002), observed in the 6th week after the operation. Subsequently, there was a decrease in the draining vein-to-skin distance in the 4th week (p = 0.015), however the result was not significant in the 6th week following the surgery.
Conclusion: The upper extremity isotonic, isometric, and partial restriction exercise program following the surgery could increase the diameter of the draining veins, affect the draining vein-to-skin distance, and increase the rate of blood flow in the radiocephalic arteriovenous fistula.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Partogi, Rynaldo
"Latar belakang dan tujuan: Infark miokardium akut merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan membutuhkan diagnosis yang tepat untuk menentukan rencana tatalaksana. Modalitas diagnostik yang sering digunakan untuk menilai adanya infark adalah ekokardiografi dan MRI. Penelitian ini bertujuan menilai kesesuaian hasil pengukuran dari ekokardiografi dan MRI dalam evaluasi infark miokardium, serta menilai perubahan ketebalan dinding ventrikel kiri pascainfark.
Metode : Dilakukan ligasi LCx pada 13 jantung babi untuk mengkondisikan infark miokardium. Setelah ligasi LCx dilakukan penilaian regional wall motion abnormality dan ketebalan dinding ventrikel kiri pada pemeriksaan ekokardiografi, dan penilaian area infark serta ketebalan dinding ventrikel kiri dari pemeriksaan MRI. Temuan regional wall motion abnormality diuji kesesuaiannya dengan temuan area infark di MRI menggunakan uji Kappa. Ketebalan dinding posterior ventrikel kiri dari ekokardiografi diuji kesesuaiannya dengan ketebalan dinding posterior ventrikel kiri yang didapatkan dari pemeriksaan MRI menggunakan uji interclass correlation. Untuk perubahan ketebalan dinding ventrikel kiri diuji dengan ANOVA.
Hasil: Perubahan LVPWd praligasi dengan pascaligasi memberikan hasil p = 0,703 yang menunjukkan tidak ada perubahan bermakna. Uji kesesuaian antara area regional wall motion abnormality dengan area infark memberikan hasil κ = 0,14 – 0,27 yang menunjukkan kesesuaian antara ekokardiografi dengan MRI masih kurang. Uji korelasi ketebalan dinding ventrikel kiri dengan ketebalan dinding posterior ventrikel kiri memberikan hasil r = 0,573 dengan p = 0,029 yang menunjukkan bahwa pemeriksaan ekokardiografi memberikan hasil yang sama dengan MRI.
Simpulan: Terdapat penurunan nilai ketebalan dinding ventrikel kiri setelah 6-8 minggu pascaligasi LCx. Penggunaan ekokardiografi terbukti dapat memberikan keyakinan bahwa akan menunjukkan hasil yang sama dengan MRI dalam menilai ketebalan dinding posterior ventrikel kiri. Namun, dalam evaluasi area infark, hasil pemeriksaan ekokardiografi memiliki reliabilitas yang rendah dibandingkan dengan MRI.

Background: In Indonesia, myocardial infarction accounts for most deaths, and require immediate diagnosis to determine the treatment. The diagnostic modalities used to evaluate myocardial infarction is echocardiography and MRI. The aim of this study is to evaluate the compability between echocardiography and MRI in evaluating myocardial infarction, and to evaluate the changes of left ventricular posterior wall thickness post infarction.
Method : A total of 13 pig heart had their LCx ligated to make the infarct heart model. Echocardiography and MRI were performed after the ligation of LCx. The compability between regional wall motion abnormality found in echocardiography compared to infarct area found in MRI was tested using Kappa test. The compability between left ventricular posterior wall thickness obtained from the echocardiography and MRI was tested using interclass correlation. The changes of left ventricular posterior wall thickness was tested using ANOVA.
Result: The changes of left ventricular posterior wall thickness value showed p value = 0,703 which means that there is no significant changes in left ventricular posterior wall thickness post infarction. The compability test using Kappa in comparing the regional wall motion abnormality with infarct area showed κ = 0,14 – 0,27, which means that the level of compability is low. The correlation test between left ventricular posterior wall thickness with the left ventricular posterior wall thickness showed r = 0,573 with p value = 0,029 which means that the echocardiography gave the same result with MRI.
Conclusion: There is a decline in left ventricular posterior wall thickness value after 6-8 weeks post ligation. The use of echocardiography in evaluating myocardial infarction showed that the echocardiography gave the same result with MRI in the measurement of the left ventricular posterior wall thickness. However, echocardiography was not reliable compared to MRI in evaluating the infarct area.
"
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lontoh, Susy Olivia
"ABSTRAK
Latihan fisik intensif dan berkepanjangan menimbulkan adaptasi sistem kardiovaskuler
berupa hipertrofi ventrikel kiri (Left ventricle hypertrophy = LVH), yang
merupakan ciri khas respons adaptasi atau kompensasi jantung terhadap
peningkatan tekanan maupun volume berlebih pada ventrikel kiri. Hipertrofi
ventrikel kiri ini dikategorikan sebagai athlete’s heart dan dianggap sebagai
remodeling jantung yang fisiologis, tetapi beberapa penelitian menganggap
perubahan ini juga dikaitkan dengan konsep maladaptif hipertrofi jantung.
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh latihan fisik anaerobik dan
detraining terhadap morfologi miokardium ventrikel kiri jantung tikus Wistar.
Penelitian ini menggunakan tikus galur Wistar jantan (8 minggu), dibagi menjadi
2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Kelompok perlakuan latihan
fisik anaerobik dibagi menjadi kelompok perlakuan latihan fisik anaerobik 4
minggu, 12 minggu, 4 minggu latihan anaerobik detraining 4 minggu dan 12
minggu latihan anaerobik detraining 4 minggu. Latihan anaerobik dilakukan
selama 4 minggu dan 12 minggu dengan kecepatan kecepatan 35 m/mnt selama
15 menit dengan diberikan selang waktu istirahat selama 90 detik setiap 5 menit
berlari. Pada akhir perlakuan dilakukan pemeriksaan morfometrik dan struktur
histopatologi miokardium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan anaerobik
selama 4 maupun 12 minggu serta kelompok detraining menyebabkan perubahan
morfologi miokardium ventrikel kiri tikus Wistar .

ABSTRACT
Regular physical training induces cardiovascular adaptation such as left
ventricular hypertrophy (LVH), which is a characteristic adaptive response of the
heart towards pressure or volume overload. This left ventricular hypertrophy is
called “athlete’s heart” and also determines physiologic remodelling heart, but in
a few study findings myocardial hypertrophy was maladaptive forms of
hypertrophy. The purpose of this experiment is to study the morphologic changes
of the left ventricular myocardium in anaerobic physical training and detraining.
This experiment uses young adult Wistar rats (8 weeks old) and were divided into
2 groups: control group and anaerobic exercise group. Each anaerobic exercise
group was divided into 4 weeks exercise, 4 weeks exercise followed by 4 weeks
detraining, 12 weeks exercise and 12 weeks exercise followed by detraining
respectively. The anaerobic group was exercised on a treadmill with a speed of 35
m/minutes for 15 minutes, with a 90 seconds period of rest after 5 minutes
running. The morphometric and histopathologic myocardial structures were
examined, then conclusion anaerobic physical training during 4 and 12 weeks
exercise with detrain group have caused morphologic changes of the left
ventricular myocardium"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang: Komplikasi sirosis hati pada jantung masih sedikit diketahui. Mekanisme patofisiologi sirosis hati yang melibatkan hipertensi portal memungkinkan terjadinya disfungsi diastolik ventrikel kiri.
Tujuan: Mengetahui proporsi disfungsi diastolik ventrikel kiri pada pasien sirosis hati dengan kriteria ASE-EAE 2009 dan konvensional, korelasi positif antara beratnya derajat disfungsi diastolik ventrikel kiri dengan beratnya derajat disfungsi hati melalui skor Child Turcotte Pugh ( CTP ) dan menilai hubungan parameter beratnya derajat disfungsi diastolik menurut kriteria ASE-EAE 2009 dengan skor CTP numerik.
Metode: Potong lintang pada pasien yang berobat secara konsekutif di Unit Rawat Jalan Hepatologi dan Rawat Inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Penelitian dimulai di bulan November 2013 hingga tercapai 96 subjek sirosis hati berusia 18-60 tahun. Anamnesis, pemeriksaan fisik, rekam medik dan pemeriksaan penunjang dilakukan. Pemeriksaan dengan ekokardiografi dilakukan oleh dua pemeriksa. Uji kesesuaian Kappa dan uji beda rerata dilakukan antar pemeriksa. Data kemudian diolah untuk diperoleh nilai proporsi, uji normalitas sebaran data, analisis uji korelasi Spearman dan analisis multivariat regresi linier.
Hasil: Sebanyak 54,17% pasien mengalami hipertrofi konsentrik ventrikel kiri. Proporsi disfungsi diastolik ventrikel kiri dengan kriteria ASE-EAE 2009 sebesar 34,3% namun 21,9% ditemukan fungsi diastolik normal dengan indeks volume atrium kiri meningkat, dengan kriteria disfungsi diastolik konvensional proporsi menjadi 68,8%. Seluruh parameter fungsi diastolik menunjukkan perubahan abnormal pada CTP B 8-10. Korelasi beratnya derajat disfungsi diastolik ventrikel kiri kriteria ASE-EAE 2009 dengan beratnya derajat disfungsi hati melalui skor CTP skala numerik adalah 0,42 ( p = 0,000 ). Bila penderita diabetes dan pengguna spironolakton dieksklusi, r menjadi 0,51 ( p = 0,000; ASE-EAE 2009 ). Parameter beratnya derajat disfungsi diastolik yang berhubungan dengan beratnya derajat disfungsi hati skor numerik CTP adalah selisih Ar-A, volume atrium kiri dan nilai lateral e’ ( p < 0,005 ).
Kesimpulan: Semakin berat disfungsi diastolik ventrikel kiri maka semakin berat sirosis hati. Parameter disfungsi diastolik ventrikel kiri yang berhubungan dengan beratnya sirosis hati adalah tekanan pengisian diastol intraventrikel beserta kekakuan miokard, remodelling atrium kiri dan kecepatan alir balik vena pulmonalis dalam menghadapi tekanan pengisian. Deteksi dini disfungsi diastolik pada sirosis hati dapat dimulai pada CTP B 8., Background: Cardiovascular complication of liver cirrhosis is relatively obscure. Liver cirrhosis pathophysiology involving portal hypertension made the possibility of cirrhosis complication manifested as left ventricular diastolic dysfunction.
Objective: To determine proportion of left ventricular diastolic dysfunction among liver cirrhotic patients according to American Society of Echocardiography-European Association of Echocardiography ( ASE-EAE ) 2009 and conventional approach, to determine any correlation between left ventricular diastolic dysfunction severity stages with severity stages of liver dysfunction in cirrhotic patients represented by Child Turcotte Pugh ( CTP ) score, also to asses relationship between severity stages of parameters of diastolic function according to ASE-EAE 2009 with liver cirrhosis severity evaluated by numerical CTP score.
Methods: In this cross sectional design, we targeted 96 liver cirrhotic patients within age of 18-60 year old consecutively due to any cause who admitted to ambulatory unit of Hepatology and Internal Medicine Cipto Mangunkusumo General Hospital wards into intended sample. The study started in November 2013 until proper sample size wasobtained. Echocardiography examination was performed by 2 operators. Interobserver validity was assesed with level of Kappa aggrement and mean difference. Data was extracted to find prevalence, normality test, Spearman correlation test and multivariate linear regression test.
Results: Left ventricular concentric hypertrophy was found in 54,2% of source population. Left ventricular diastolic dysfunction proportion among liver cirrhotic patients according to ASE-EAE 2009 is 34,3% and 21,9% of normal diastolic function subgroup has left atrial volume index ≥ 34 mL/m2. Conventional approach resulted in 68,8% of diastolic dysfuncation. All diastolic parameter showed abnormalities on CTP B 8-10. Spearman’s r values of stage of diastolic dysfunction severity according to ASE-EAE 2009 with severity of numerical CTP score is 0,42 ( p = 0,000 ). Exclusion of diabetic patients and spironolactone treated patients resulted in r 0,51 ( p = 0,000; ASE-EAE 2009 ). Parameters of diastolic function that have relation with liver dysfunction severity in cirrhosis measured by numerical CTP are Ar-A ( p = 0,004 ), left atrial volume index ( p = 0,005 ) and laterale e’ ( p = 0,026).
Conclusion: Severity of left ventricular diastolic dysfunction with severity of liver cirrhosis is correlated positively. Diastolic parameters relate with severity of liver cirrhosis are diastolic ventricular filling pressure with left ventricular chamber stiffness, left atrial remodelling and regurgitant of pulmonary venous flow velocity to oppose filling pressure. Early detection for diastolic dysfunction can be started on CTP B 8.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>