Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161848 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soehartono Soeryoprastowo
"ABSTRAK
Di dalam Pola Umum Pelita IV yang merupakan kelanjutan dari Pelita III, dalam rangka usaha bertahap mencapai suatu sasaran dalam bidang hukum Pembangunan Jangka Panjang, telah dinyatakan sangat perlunya mewujudkan kesadaran serta kepastian hukum masyarakat yang semakin mantap. Hal ini dapat dilihat dalam GBHN Pada Tap
MPR-RI Nomor II/MPR/1983, khususnya yang menyangkut Wawasan Nusantara, yang dapat dijadikan dasar dari pembangunan Nasional di bidang hukum, karena di dalam bidang hukum dinyatakan bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional. Dalam pola umum pelita IV, khususnya yang mengenai arah dan kebijaksanaan pembangunan bidang hukum ditegaskan :
a. Pembangunan dan pembinaan hukum dalam hukum Indonesia didasarkan atas Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
b. Pembangunan dan pembinaan hukum diarahkan agar dapat:
1. Memantapkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.
2. Menciptakan kondisi yang lebih mantap, sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati suasana serta iklim ketertiban dan kepastian hokum yang berintikan keadilan.
3. Lebih memberi dukungan dan pengamanan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran.
c. Dalam pembangunan dan pembinaan hukum ini akan dilanjutkan usaha-usaha untuk :
1. Meningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum nasional dalam rangka pembaharuan hukum dengan antara lain mengadakan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hukum yang berkembang dalam masyarakat.
2. memantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing.
3. Memantapkan sikap dan perilaku para penagak hukum serta kemampuannya dalam rangka meningkat kan citra dan wibawa hukum serta aparat penegak hukum.
4. Meningkatkan penyelenggaraan bantuan hukum dan pemberian bantuan hukum bagi lapisan masyarakat yang kurang mampu.
5. Meningkatkan prasarana dan sarana yang diperlukan untuk menunjang pembangunan bidang hokum.
d. Meningkatkan penyuluhan hukum untuk mancapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam rangka tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum sesuai Undang-Undang Dasar 1945?
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paulus Hadisuprapto, 1949-
"ABSTRAK
Proklamasi 17 Agustus 1945, yang merupakan pernyataan Kemerdekaan bangsa Indonesia pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dengan cita-cita pembaharuan hukum. Pernyataan kemerdekaan tersebut sekaligus terkandung di dalamnya pernyataan untuk merdeka dan bebas dari ikatan belenggu penjajahan hukum kolonial. Ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, di samping merupakan rahmat Allah Yang Maha Kuasa juga didorong oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas. Keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas itu ingin dicapai de ngan membentuk pemerintah negara Indonesia yang disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar. Dengan demikian cita-cita atau keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan tersebut, bukan sekedar cita-cita untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas tetapi "berkehidupan yang bebas dalam keteraturan" atau "berkehidupan yang bebas dalam suasana tertib hukum". Ini berarti proklamasi kemerdekaan seperti terungkap dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan juga usaha pembaharuan hukum di Indonesia.
Usaha pembaharuan hukum di Indonesia yang sudah dimulai sejak lahirnya Undang-undang Dasar 1945 tentunya tidak boleh dilepaskan dari landasan dan tujuan yang ingin dicapai, yaitu "melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila". Inilah garis kebijaksanaan umum yang menjadi landasan dan sekaligus tujuan pembaharuan hukum di Indonesia."
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barda Nawawi Arief, 1943-
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2010
345 BAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009
R 345.025 98 IND k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Radjagukguk, Erman
Jakarta: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
345.023 RAD t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kif Aminanto
Jember: Jember Katamedia, 2017
345.023 KIF p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Death sentence is one of some main criminal sentences regulated in article 10 of penal code and President Decree No.2 of 1969 on process of execution of death sentence. Death sentence regulated in Penal code is the hardest compared with other main sentences. But in the draft of National penal code, death sentences is excluded from the group of main sentences, and regulated in a special paragraph as a specific penalty."
JPIH 21 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soeparman
Bandung: Refika Aditama, 2007
347.01 PAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Taufik Makarao
"Masalah pidana dan pemidanaan merupakan suatu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari hukum pidana. Pembicaraan tentang pidana dan pemidanaan ini dapat dikatakan setua umur manusia. Terdapat berbagai istilah, arti pidana yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskannya. Pidana dan pemidanaan ini juga merupakan masalah yang terus dikaji dalam rangka pembaharuan hukum pidana. Di Indonesia dewasa ini sedang dilakukan proses pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang baru yang tentunya di dalamnya juga berkaitan dengan pembaharuan bentuk-bentuk pidananya. Penggunaan sanksi pidana ini dalam rangka penanggulangan tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat merupakan hal yang selalu menimbulkan perdebatan yang tiada hentinya. Di satu pihak ada yang setuju menggunakan sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan atau tindak pidana yang terjadi, namun di pihak lain ada yang tidak setuju menggunakan sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan, dengan kata lain pidana tersebut supava diganti dengan tindakan lain.
Selain itu terdapat pula teori-teori yang menjelaskan tentang pidana dan pemidanan serta pembenaran pidana untuk menjelaskan permasalahan dan persoalan yang paling mendasar dengan penggunaan sanksi pidana adalah apa hak kita untuk menghukum atau memidana orang lain. Pidana dan pemidanaan ini juga merupakan suatu mata rantai dengan persoalan mengapa seseorang melakukan tindak pidana. Oleh karena itu suatu hal yang tidak kalah pentingnya yang terlihat dalam membicarakan tentang pidana ini adalah mencari sebab-sebab terjadinya kejahatan. Selain itu juga yang berkaitan erat dengan pidana dan pemidanaan ini adalah suatu rangkaian kerja sama antara pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung apa yang dikenal dengan bahasan sistem peradilan pidana.
Dari segi makna, arti atau hakekat pidana itu sendiri dilihat dari pihak yang mengalami atau yang menjalani pidana, pidana tersebut merupakan suatu nestapa, ketidak - senangan, ketidak - enakan, suatu penderitaan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu bentuk pidana atau tindakan apa pun namanya, baik berupa pidana penjara, pidana denda atau tindakan perawatan misalnya, merupakan sesuatu yang hal bersifat nestapa, ketidaksenangan, dan lain sebagainya. Dilihat dari tujuan pidana dan pemidanaan, maka apa pun bentuk pidana yang diterapkan dimaksudkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman masyarakat, mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna serta mampu untuk hidup bermasyarakat, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat serta membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Secara juridis, filosofis bentuk pidana cambuk sebagai salah satu bentuk pidana mempunyai perbedaan pendapat, di satu pihak ada yang mengatakan bahwa pidana cambuk tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang tertinggi (grund norm) dari bangsa Indonesia yaitu Pancasila, dan di pihak lain ada yang mengatakan bahwa pidana cambuk bertentangan dengan Pancasila. Sedangkan secara sosiologis, maka bentuk pidana cambuk sebagai salah satu bentuk pemidanaan dikenal dalam beberapa daerah atau masyarakat adat di Indonesia.
Di Indonesia pidana cambuk mempunyai relevansi yang perlu dipertimbangkan untuk diberlakukan, karena bentuk pidana cambuk ini merupakan salah satu bentuk pidana yang dikenal dalam beberapa daerah atau masyarakat adat di Indonesia. Pelaksanaan pidana cambuk ini akan dapat dilakukan, apabila didukung oleh sistem nilai yang ada dalam masyarakat, dan adanya kebijakan legislatif dari pemerintah. Oleh karena itu kepada pemerintah disarankan untuk secara cermat untuk melihat nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat untuk kemudian dijadikan hukum positif di masa yang akan datang. Mengingat masih timbulnya problematika tentang perbedaan persepsi berlakunya pidana cambuk ini, maka hendaknya pemerintah secara lebih lanjut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan melakukan penelitian mengenai studi bentuk-bentuk pidana, dalam rangka menyempurnakan bentuk pidana yang ada saat ini dan mewujudkan bentuk pidana yang baru yang sesuai dengan peraaan keadilan yang terdapat dalam masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>