Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65330 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Weliana Salim
"PPAT mempunyai peranan yang besar berkenaan dengan peralihan hak atas tanah, turut membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah. Pokok permasalahan yang akan dibahas adalah berkenaan dengan peraturan mengenai tugas jabatan PPAT, peranan PPAT dalam peralihan hak atas tanah dan tanggung jawabnya atas akta yang dibuat, kemungkinan PPAT dituntut di muka hukum, peranan organisasi profesi PPAT terhadap PPAT serta pelaksanaan tugas dan tanggung jawab PPAT dalam praktek. Untuk itu diperlukan metode penelitian hukum normatif atau data sekunder dan data primer. Dari penelitian yang dilakukan maka jawaban dari permasalahan pokok adalah Peraturan mengenai jabatan PPAT sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1997 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sedangkan tata cara pembuatan akta PPAT diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam menjalankan jabatannya, PPAT harus berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Profesi. Jika ketentuan yang ada dilanggar sehingga merugikan pihak ketiga, maka PPAT dapat dituntut di muka hukum. Sebagai jabatan professional, PPAT selayaknya dihimpun dalam suatu perkumpulan yang dapat menciptakan terbentuknya seorang PPAT yang taat peraturan dan Kode Etik Profesi. Selain itu, PPAT juga mempunyai peran penting membantu pemerintah menjelaskan kepada pihak yang mengalihkan tanah dan bangunan mengenai kewajiban membayar pajak penghasilan dari perolehan tanah dan bangunan serta dari pihak yang menerima pengalihan tanah dan bangunan mengenai Bea Peralihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giffari Yahya Muhammad
"Semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, muncul ketentuan-ketentuan baru yang belum diatur sebelumnya. Salah satu ketentuan baru tersebut adalah mengenai hak atas tanah pada ruang atas dan ruang bawah tanah. Tesis ini akan membahas mengenai bagaimana implementasi dari ketentuan baru tersebut dan bagaimana peran dan tanggung jawab notaris dan pejabat pembuat akta tanah terhadap ketentuan baru tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, ketentuan baru ini masih belum dapat diimplementasikan secara sempurna karena masih diperlukan penyesuaian peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan juga Notaris dan PPAT memiliki peran yang penting berkaitan dengan hak atas tanah pada ruang atas tanah dan ruang bawah tanah namun beberapa peraturan saat ini masih belum memadai sehingga diperlukan perubahan peraturan.

Ever since the promulgation of the Law Number 11 of 2020 regarding Job Creation, there are new provisions that have never regulated before. One of the new provisions regarding land rights on underground space and overground space. This thesis is about how those new regulations can be implemented and how the notary and the official certifier of title deeds involved and what is their responsibilities. This research conducted using the normative method. Based on the result of this research, the new provisions regarding land rights on underground space and overground space for the time being can’t be properly implemented. If the new provisions about to be implemented, there are a few regulations that needed to be amended. The regulations concerning Notary and Official certifier of title deeds also needed to be amended to accommodate the new provisions regarding underground space and overground space"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ahimsa Dwiputra
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan jabatannya harus berhati-hati agar terhindar dari perbuatan melanggar hukum yang dapat merugikan dirinya sendiri dan PPAT lain, seperti dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB) yang berdasarkan perjanjian hutang piutang didasarkan surat kuasa mutlak sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 69/Pdt.G/2018/PN Bna. PPAT seharusnya paham bahwa surat kuasa mutlak tidak diperkenankan pada proses pemberian hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1982 dan Pasal 39 ayat (1) huruf d PP Nomor 24 tahun 1997 agar mencegah akta yang dibuatnya batal demi hukum, dan tidak merugikan pihak terkait ataupun PPAT lain. Persoalan mengenai bagaimana tanggung jawab PPAT atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan berdasarkan kuasa mutlak dan perlindungan PPAT Y yang terlibat atas AJB yang sebelumnya dibuat berdasarkan kuasa mutlak dihadapan PPAT lain menjadi dasar pembahasan penelitian ini. Guna mendapat jawaban atas kedua persoalan tersebut, sehingga metode penelitian yuridis normatif dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Adapun tipologi penelitian ini adalah eksplanatoris. Data sekunder didapat dari studi dokumen yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis bahwa PPAT IR terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum, dan dapat dimintakan pertanggung jawaban perdata dan administratif, sementara PPAT Y tidak terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum. Perlindungan bagi PPAT Y dapat dilakukan setelah pemanggilan oleh Majelis Kehormatan Daerah untuk memberikan keterangan sesuai dalam Pasal 9 Kode Etik IPPAT.

Land Deed Making Officials (PPAT) in carrying out their positions must be careful to avoid unlawful acts that can harm themselves and other PPATs, such as in the making of a Sale and Purchase Deed (AJB) which is based on a debt agreement based on an absolute power of attorney as stated in the Decision. District Court Number 69/Pdt.G/2018/PN Bna. PPAT should understand that absolute power of attorney is not allowed in the process of transferring land rights in accordance with the provisions of the Instruction of the Minister of Home Affairs Number 14 of 1982 and Article 39 paragraph (1) letter d of PP Number 24 of 1997 in order to prevent the deed he made is null and void, and does not harm related parties or other PPATs. The issue of how PPAT is responsible for unlawful acts committed based on absolute power and protection of PPAT Y involved in AJB which was previously made based on absolute power before other PPATs is the basis for the discussion of this research. In order to get answers to these two problems, so that the normative juridical research method is carried out through document studies (library). The typology of this research is explanatory. Secondary data obtained from the study of documents which were analyzed qualitatively. Based on the results of the analysis, PPAT IR is proven to have violated the law, and can be asked for civil and administrative responsibility, while PPAT Y is not proven to have violated the law. Protection for PPAT Y can be carried out after being summoned by the Regional Honorary Council to provide information in accordance with Article 9 of the IPPAT Code of Ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Dian Asri Utami
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, salah satunya akta jual beli. Dalam proses pembuatan akta tersebut calon penjual dan pembeli diwajibkan untuk membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) terlebih dahulu sebelum akta jual beli dapat diproses dan ditandatangani dihadapan PPAT. Terhadap harga jual yang disampaikan para penghadap yang tidak sesuai dengan harga jual sebenarnya yang bertujuan untuk mengurangi pajak adalah diluar/bukan merupakan tanggung jawab PPAT. PPAT tidak membuktikan kebenaran material dari akta tersebut, dan hanya bertanggung jawab atas kebenaran formal. Bahwa dalam pengenaan BPHTB di Kabupaten Tabanan, akibat adanya pasal-pasal dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 9 Tahun 2010 tentang BPHTB yang isinya saling bertentangan mengenai saat terutangnya pajak, yaitu Pasal 9 ayat (1) dengan ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1), maka aturan yang digunakan adalah Pasal 9 ayat (1) dan (2) dimana pajak harus dilunasi sebelum terjadinya perolehan hak dalam hal ini pembuatan dan penandatanganan akta jual beli. Hal ini juga sesuai dengan aturan Pasal 103 ayat (2) huruf h dan i Peraturan Menteri Negara Agraria (PMNA) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mewajibkan PPAT untuk meminta kliennya untuk menyerahkan bukti pelunasan PPh dan BPHTB sebelum akta jual beli dibuat dan ditandatangani.

Land Deed Official (PPAT) is a general officers that have the authority to make the deed of land and/or building assignment, one of it is deed of purchase. In the process of making such deed, the future seller and buyer are obliged to pay Income Tax (PPh) and Land and/or Building Acquisition Rights duties (BPHTB) prior from the deed of purchase could be processed and signed in front of PPAT. In this research there are two main issues, which are what is the responsibility PPAT towards the price of purchase which is given by the appearers which is not in accordance with the real purchase price which is aimed to reduce the tax, and which regulation is used to pay the PPh and BPHTB connected with the the deed of land and/or building assignment (deed of purchase) which is made in front of the PPAT in related to Law No. 28/2009 regarding local tax and retribution. The answer to that issue is that the responsibility of PPAT is the activity to draw up (in this case filling the form that have been prepared by the Land Office, read and sign the deed, therefore PPAT can not prove the material truth from the deed. PPAT guarantee the content of the deed based on what the parties have stated, meaning that what is registered by the PPAT is correct is the will of the parties, including in deciding the price of the object purchase. Notary/PPAT can?t meddle or intervene the parties in deciding the price, PPAT will only responsible for that price only if PPAT join the decision on the price of transaction which is not in accordance with its real price. The Second issue is about the regulation that is used with the conflicting articles, the regulation that is used is better to refer to the arrangement of article 9 (1) and (2) where tax need to be paid before assigning the right, in this case the making and signing of deed of purchase. It is in accordance with the arrangement of article 103 (2) (h) and (i) State Minister of Agrarian Affairs Regulation (PMNA) No. 3/1997 regarding the Provision of the Implementation of Government Regulation No. 24/1997 regarding Land Registration that obliged PPAT to ask their client to give the evidence of payment of PPh and BPHTB before the deed of purchase is been made and signed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28977
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prittagustya Anggyani Permana
"Setelah keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) maka setiap peralihan hak atas tanah harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang yaitu PPAT. Hal ini disebutkan antara lain dalam peraturan pelaksanaan UUPA yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (PP 24/1997) tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 (PP 37/1998) tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Salah satu peralihan hak atas tanah yang harus dilakukan di hadapan PPAT adalah perjanjian hibah atau pemberian seseorang kepada pihak lain tanpa adanya imbalan. Dalam pembuatan akta hibah terkadang timbul suatu sengketa, karena ahli waris tidak menerima pewaris memberikan hibah kepada orang lain. Salah satu sengketanya, dimana sengketa tersebut telah diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan memberikan pertimbangan hukum bahwa hibah yang telah dilakukan oleh pewaris dengan pihak lain di hadapan PPAT adalah sah, karena ahli waris dalam gugatannya hanya mempermasalahkan mereka adalah ahli waris yang sah dari pewaris.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah praktik PPAT dalam perjanjian hibah sudah sesuai dengan PP 37/1998 serta peraturan-peraturan lainnya terkait dan untuk mengetahui bagaimana akibat dari peralihan hak atas tanah dalam perjanjian hibah yang dilakukan tanpa pembuatan akta PPAT. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan peranan PPAT dalam praktik hibah ditinjau dari PP 37/1998. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, artinya pendekatan yang mengutamakan tentang peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peranan PPAT dalam praktik hibah sudah sesuai dengan PP 37/1998, karena dalam sengketa ini PPAT menurut Kantor Pertanahan setempat telah membuat akta Hibah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan untuk itu. Akibat dari peralihan hak atas tanah dalam perjanjian hibah yang dilakukan tanpa pembuatan akta PPAT menurut PP 37/ 1998 tidak akan memperoleh izin pemindahan hak dari Kantor Pertanahan dan Kepala Kantor Pertanahan akan menolak untuk melakukan pencatatan peralihan haknya.

After the enactment of the Agrarian Law Number 5 Year 1960, every land right transfer must be executed before an authorized Land Conveyancer. This provision is provided inter alia under Implementation regulations of the Agrarian Law Number 5 Year 1960, namely Government Regulation Number 24 Year 1997 regarding Land Registration and Government Regulation Number 37 Year 1998 regarding The Regulation on the Land Conveyancer Duties. One type of land right transfers that must executed before the Land Conveyancer is deed on grant of land right or land right transfer to someone without consideration. Sometimes there is a dispute in the process of the execution of the land right deed caused by any heirs that does not agree the said grant of land right to other party. The Supreme Court of Indonesia in one case held that any grant performed by the deceased to other party before the Land Conveyancer is legally valid for the heirs in their lawsuit dispute only the validity of their status as legal heir of the deceased.
The objective of this research is to get information whether the Land Conveyancer in practice has performed her duties in compliance with Government Regulation Number 37 Year 1998 and to get information in relation to legal consequences on the transfer of a land right performed without deed of Land Conveyancer. This research is based on analysisdescriptive, that is a research describing the role of Land Conveyancer in the practice of grant of land right in accordance to Government Regulation Number 37 Year 1998. the approach method used in this research is normativejuridical, means that the approach that weighs on the laws and regulations.
Based on the result obtained from the research, it is known that the role of a Land Conveyancer in the practice of grant of land right has been in accordance with Government Regulation Number 37 Year 1998, for in this the lawsuit Land Conveyancer according to the Land Registry Office has executed the deed of Land Right Deed in compliance with the applicable procedure. The legal effect of the transfer of land right in the grant of land right agreement performed without a Land Conveyancer deed according to Government Regulation Number 37 Year 1998 is that the Land Registry Office shall not give an approval to said transfer and the Chief of Land Registry Office shall deny to record the transfer of land right."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T23496
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Chintya Odang
"PPAT sebagai satu-satunya pejabat umun yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan hukum tertentu berkenaan dengan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Aktaakta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik, sepanjang seluruh unsurunsur dari akta otentik terpenuhi. Namun sangat disayangkan, bahwa dalam prakteknya masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaranpelanggaran dalam pembuatan suatu akta PPAT, yang dapat menyebabkan keotentikan dari akta tersebut menjadi hilang. Penulis memfokuskan pada permasalahan yang terjadi dalam perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, yaitu bagaimana peran dan tanggung jawab PPAT dalam APHT, apa saja pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan APHT terkait dengan kasus tersebut, dan apakah putusan dari perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku? Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian penulis dapat membuat simpulan bahwa mengenai peran dan tanggung jawab PPAT telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada, peran dan tanggung jawab serta ketelitian seorang PPAT sangat penting agar terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, adapun kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut dalam pembuatan APHT, dikarenakan PPAT tidak memeriksa dan tidak teliti terhadap dokumendokumen yang ada, sehingga menyebabkan akta menjadi cacat hukum dan dapat dibatalkan, dan apa yang telah diputuskan oleh Hakim atas perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang mana adanya penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut yang menyebabkan dapat dibatalkan APHT yang telah dibuatnya.

PPAT as the only public officer given authority to make authentic deeds with regard to specific legal acts concerning land security rights and condominium ownership right, the deeds which made by PPAT is an authentic deed, as long as the entire elements of an authentic deed has fulfilled, however it is unfortunate, that on practice there are still many mistakes and violations found in the making of PPAT deed, which can render the deed authentication becoming lost. The writer focus on problems occurred on case Number 18/PDT.G/2010/PN.GS, which is how PPAT role and responsibility on APHT, what is the violations performed by PPAT in the making of APHT related to that case and whether the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS verdict are already compliance with the provisions of the applicable law? Research are conducted by the literature research which is normative juridical by collecting data sourced from the literature and analyze the data in qualitative by conducting a systematic on the application of the applicable regulations. On that such basis writers can make a conclusion that the roles and responsibilities of the PPAT have been regulated in the provision of regulations that already exists, the role and responsibilities as well as the thoroughness of a PPAT are very important to avoid the mistakes that can be harm to certain parties, As for mistakes that has been performed by the PPAT in making APHT, due PPAT not examine and not thorough to the existing documents, thereby render the deed being law deformed and may be annulled, and what has been decided by the Judge of the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS, already comply with the provisions of the applicable law, which deviations that has been performed by the PPAT can render the APHT which has been made may be annulled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Beta Avissa
"Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah yaitu melalui perbuatan jual beli, dalam pelaksanaannya diperlukan adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum sehingga perjanjian jual beli dilakukan di hadapan PPAT. Banyaknya kasus mengenai jual beli tanah yang melanggar hukum, menunjukan pentingnya pembahasan mengenai perbuatan PPAT yang mengalihkan hak atas tanah menggunakan akta jual beli yang didasari perikatan jual beli cacat hukum yang termuat dalam Putusan Pengadilan Negeri No 150/Pdt.G/2019/PN.JKT.TIM. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan akta jual beli yang dibuat dengan dasar perikatan jual beli cacat hukum, dan pertimbangan hakim terkait keabsahan akta jual beli tersebut. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa keabsahan akta jual beli yang pembuatannya didasari perikatan jual beli cacat hukum yang disebabkan tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian mengenai kesepakatan, kecakapan, dan kausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata, tidak terpenuhinya sifat tunai dan terang jual beli menurut hukum adat, serta tidak terpenuhinya syarat materil dan formil jual beli yang diatur dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No 123K/Sip/1970, mengakibatkan akta jual beli tersebut batal demi hukum, sedangkan perbuatan PPAT tersebut dinilai lalai dalam menjalankan tugas. Kemudian majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan batal akta jual beli tersebut dan menyatakan PPAT R melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, PPAT dalam melakukan peralihan hak atas tanah sebelum dibuatkannya akta jual beli seharusnya lebih hati-hati, teliti dan mempelajari keabsahan dokumen, keabsahan perbuatan hukum, untuk menghindari adanya pembatalan akta dikemudian hari.

This research discusses the validity of the Sales and Purchase Deed. One of the cases that became the issues in this research is the act of the Land Titles Registrar (PPAT)’s who transfers land rights using a sales and purchase deed which was based on a legally flawed sales and purchase agreement listed in the District Court Decision No.150/Pdt.G/2019/PN.JKT.TIM. The issues in this research are regarding the validity of the sales and purchase deed which was made based on the basis of a legally flawed sales, and purchase agreement and regarding the judge's consideration regarding the validity of the sales and purchase deed. To answer those issues, this research used normative juridical research methods and analyzed using the qualitative data analysis. The results of the analysis are that the validity of the Sales and Purchase Deed, which is made based on a legally flawed sales and purchase agreement caused by the non-fulfillment of the subjective elements of the validity of the agreement and the material requirements of the sales and purchase resulted in the cancellation of the sale and purchase deed, while the the Land Titles Registrar/PPAT’s action was considered negligent in carrying out its duties. Then the judges in their consideration, declared that the Sales and Purchase Deed is canceled and declared that Land Titles Registrar/PPAT R had committed an act against the law. Therefore, in transferring the land rights before the sale and purchase deed is drawn up, the Land Titles Registrar/PPAT should be more careful, thorough and study the validity of documents, the validity of legal acts, to avoid any claims for cancellation of the deeds that have been made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nitama Farsia
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap akta autentik yang dibuatnya apabila pihak yang menghadap kepadanya bukanlah pihak yang berwenang dan menyebabkan terjadinya sengketa pertanahan sehingga status Akta Jual Beli dan Sertipikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Pejabat Umum dan Kantor Pertanahan terkait menjadi tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan hukum. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tanggung jawab dari Pejabat Pembuat Akta Tanah atas Akta Jual Beli yang dibuatnya apabila pihak yang telah menghadap kepadanya telah memberikan keterangan palsu sehinnga dapat dikatakan bukanlah pihak berwenang, kemudian perlindungan hukum terhadap pembeli beritikad baik karena kehilangan hak untuk menguasai objek tanahnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang menitikberatkan bahan pustaka sebagai sumber penelitiannya. Adapun analisis data dilakukan secara sekunder, yaitu data yang tidak diperoleh langsung di lapangan melainkan berdasarkan studi kepustakaan. Hasil analisa adalah bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah terkait tidak turut terlibat dalam Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh pihak penghadap, sehingga Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak dapat diminta pertanggungjawabannya namun dapat diberikan sanksi administrasif, sedangkan karena Negara Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang bertedensi positif sehingga Negara tidak memberikan perlindungan kepada pembeli beritikad baik apabila objek tanah yang dikuasainya diakui oleh pihak lain yang berhak secara sah untuk menguasainya. Namun, pembeli beritikad baik dapat mengajukan gugatan baru baik secara perdata maupun laporan pidana kepada pihak yang merugikannya. Kata kunci: Pejabat Pembuat Akta Tanah, Sengketa Pertanahan, Pembeli Beritikad Baik.

This research discusses the responsibility of the Land Deed Official to the authentic deed he made if the party facing him is not the authority and causes a land dispute so that the status of the Deed of Sale and Ownership issued by the Public Official and the relevant Land Office becomes invalid and has no legal force. The problem raised in this research is the responsibility of the Land Deed Official for the Deed of Sale and Purchase that he made if the party who has faced him has given false information so that it can be said that it is not the authorities, then the legal protection of the buyer is in good faith because of the loss of the right to control the object of his land. To answer the problem is used normative juridical research method, which is a research that emphasized library materials as the source of research. The data analysis is done secondaryly, namely data that is not obtained directly in the field but based on literature studies. The result of the analysis is that the relevant Land Deed Official is not involved in the Unlawful Acts carried out by the accuser, so that the Land Deed Official cannot be held accountable but can be given administrative sanctions, while because the State of Indonesia adheres to a system of negative publications that have a positive effect so that the State does not provide protection to the buyer in good faith if the land object he controls is recognized by other parties who are legally entitled to control it. However, good-faith buyers can file new lawsuits both civilly and criminally to those who harm them. Keywords: Land Deed Official, Land Dispute, Good Faith Buyer.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Srihani Prasetyowati
"Dalam setiap perkawinan yang dilakukan apabila memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasti akan ada harta campur atau harta bersama dalam perkawinan kecuali diperjanjikan lain sebelum perkawinan dilangsungkan dengan membuat suatu perjanjian kawin. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dalam hal ini selaku pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk membuat bukti akta otentik berupa akta dalam hal adanya suatu peralihan terhadap suatu harta tak bergerak khususnya tanah dan bangunan, akan menghadapi banyak kendala dalam pembuatan suatu akta peralihan terhadap harta bersama. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dituntut untuk bersikap pragmatis serta dengan tingkat keakuratan yang tinggi dalam memeriksa setiap dokumen ataupun harus menyelidiki dengan baik posisi pihak-pihak yang terkait yang akan melaksanakan peralihan terhadap objek tanah tersebut. Selain itu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus memberikan penyuluhan hukum, menganalisa dan meneliti data yang diterima, menyatakan dengan tegas persetujuan yang diberikan oleh suami atau istri dan menentukan bentuk surat persetujuannya, karena gugatan secara perdata maupun tuntutan secara pidana tidak dapat dikesampingkan jika terjadi kelalaian yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam rangka membuat suatu akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap objek harta tak bergerak sebagaimana dimaksud diatas. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>