Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 223234 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Ketut Wisnaya Widi
"Hukum waris adat yang merupakan ketentuan tersendiri tentang sistem kewarisan, asas-asas hukum waris, harta warisan dan ahli waris, dengan memperhatikan sistem kekeluargaan, garis keturunan dan perkawinan. Karena hal-hal tersebut menentukan cara-cara pembagian warisan, penetapan ahli waris serta penentuan hak dan kewajiban ahli waris penerima warisan terutama yang dibicarakan dalam penelitian ini yang menyangkut mengenai akibat hukum pewarisan terhadap ahli waris yang beralih agama berdasarkan hukum adat di Bali. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian hukum normatif yang bersifat analistis deskriptif, dimana bahan-bahan kepustakaan menjadi sumber utama untuk penyusunan tesis, namun untuk menambah lengkapnya tesis juga dilakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan tesis ini. Bahwa dalam hukum waris adat di Bali, apabila ahli waris yang beralih agama pada dasarnya menyebabkan kehilangan hak mewaris dari pewaris, karena pewarisan dalam sistem waris adat di Bali itu berhubungan erat dengan keagamaan seperti halnya ahli waris berkewajihan untuk melakukan pembakaran mayat (pengabenan) orang tuanya, melakukan sembah terakhir, melaksanakan upacara keagamaan (piodalan) di Pura. Hal tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh ahli waris yang telah beralih agama, tetapi pada kenyataan di Bali ahli waris yang beralih agama yang tetap melaksanakan kewajibannya sebagai ahli waris, maka ahli waris tersebut tetap diberikan bagian dari harta kekayaan pewaris yang mana pemberiannya bersifat sukarela."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranggapandu Cindarputera
"Penelitian ini membahas mengenai kedudukan hak mewaris perempuan yang statusnya sebagai purusa dalam hukum waris adat bali, di mana perempuan yang telah melakukan perkawinan nyentana tidak lagi berstatus pradana, melainkan statusnya berubah menjadi purusa dan berhak untuk mewaris dari harta peninggalan orang tuanya. Tidak diakuinya status purusa oleh ahli waris lainnya mengakibatkan sengketa terhadap harta peninggalan orang tuanya berupa beberapa bidang tanah yang dikuasai oleh ahli waris lainnya. Kasus tersebut dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Nomor 233/Pdt.G/2019/PN.Gin. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai hak mewaris perempuan yang tidak diakui sebagai purusa dalam hukum waris adat bali dan akibat hukum terhadap tanah waris dari perempuan yang berkedudukan sebagai purusa dalam putusan pengadilan ini. Untuk menjawab permasalahan hukum tersebut, digunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis dalam penelitian adalah kedudukan perempuan yang tidak diakui sebagai purusa menurut sistem hukum waris adat Bali tetaplah sah sebagai ahli waris, di mana perempuan yang telah melangsungkan perkawinan nyentana mengakibatkan statusnya berubah menjadi sentana rajeg, di mana status sentana rajeg dapat dikatakan sama dengan status purusa. Selain itu, akibat hukum yang timbul terhadap tanah waris dari perempuan yang berstatus sebagai purusa mengakibatkan beberapa tanah waris yang dikuasai oleh ahli waris lainnya menjadi tidak sah, sehingga perempuan yang berstatus sebagai purusa berhak untuk mendapatkan setengah bagian dari tanah waris tersebut, sehingga upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan haknya yaitu dengan mengajukan permohonan pembatalan hak atas tanah Perkaban 21/2020 Kantor Pertanahan setempat.

This study discusses the position of women's inheritance rights whose status is purusa in Balinese customary inheritance law, where women who have married nyentana no longer have pradana status, but their status changes to purusa and has the right to inherit from their parents' inheritance. The non-recognition of purusa status by other heirs resulted in a dispute over the inheritance of his parents in the form of several parcels of land controlled by other heirs. The case can be seen in the Gianyar District Court Decision Number 233/Pdt.G/2019/PN.Gin. The problems raised in this study are regarding the inheritance rights of women who are not recognized as purusa in Balinese customary inheritance law and the legal consequences of the inheritance of women who are purusa in this court decision. To answer these legal problems, a normative legal research method with an explanatory type of research is used. The results of the analysis in the study are that the position of women who are not recognized as purusa according to the Balinese customary inheritance law system is still valid as heirs, where women who have married nyentana resulted in their status changing to sentana rajeg, where the status of sentana rajeg can be said to be the same as the status of purusa . In addition, the legal consequences arising from the inheritance of women with the status of purusa resulted in some of the inheritance lands controlled by other heirs being invalid, so that women with the status of purusa were entitled to get half of the inheritance land, so that efforts made This can be done to obtain the rights, namely by submitting an apliciation for the cancellation of land rights to Perkaban 21/2020 at the local Land Office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurensia Lefina Mulauli
"Di negara Indonesia dikenal adanya pluralisme hukum waris sebagaimana terdapat 3 (tiga) sistem hukum waris yang berlaku, antara lain hukum waris Islam, hukum waris perdata barat, dan hukum waris adat yang beraneka ragam mengikuti sistem kekeluargaan yang dianut oleh masing-masing suku bangsa di masyarakat. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal dan berfokus pada keberlakuan hukum waris adat Batak. Tulisan ini menganalisis bagaimana penyelesaian sengketa kewarisan yang terjadi pada keluarga Batak saat ini, apakah Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya masih memberlakukan ketentuan hukum waris adat Batak secara penuh, sebagai masyarakat bercorak patrilineal, yang hanya memberikan bagian waris kepada anak laki-laki saja, atau turut mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan berdasarkan pada kaidah hukum Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 179 K/SIP/1961 yang mempersamakan kedudukan dan hak ahli waris perempuan dan laki-laki dalam sistem waris adat patrilineal. Pertimbangan Majelis Hakim yang menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan, serta membagi proporsi warisan secara adil dan merata, dalam beberapa putusan penyelesaian sengketa kewarisan keluarga Batak saat ini, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai suatu bentuk peleburan hukum waris adat Batak terhadap konsepsi hukum waris perdata barat yang secara prinsip tidak membedakan kedudukan dan hak ahli waris menurut jenis kelamin. Majelis Hakim tetap memberlakukan hukum waris adat Batak terhadap keluarga berperkara dengan mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal sebagaimana kaidah hukum Yurisprudensi MA dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan, sebab sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat adat Batak akan selamanya bersifat mengikat secara turun-temurun dan tidak dapat diubah di mana pun masyarakat adat Batak tersebut bertempat tinggal.

In Indonesia, there is known to be a pluralism of inheritance law as there are 3 (three) applicable inheritance law systems, including Islamic inheritance law, western civil inheritance law, and customary inheritance law which varies following the family system adopted by each ethnic group in the community. This paper is prepared with doctrinal research methods and focuses on the enforceability of Batak customary inheritance law. This paper analyzes how to resolve inheritance disputes that occur in Batak families today, whether the Panel of Judges in its legal considerations still applies the provisions of Batak customary inheritance law in full, as a patrilineal society, which only gives a share of inheritance to sons, or also heeds a shift in the value of patrilineal customary inheritance by contributing to giving a share of inheritance to daughters based on legal rules Supreme Court Jurisprudence No. 179 K / SIP / 1961 which equalizes the position and rights of female and male heirs in the patrilineal customary inheritance system. The consideration of the Panel of Judges who equalize the position of men and women, and divide the proportion of inheritance fairly and equitably, in some decisions on the settlement of Batak family inheritance disputes today, cannot necessarily be said to be a form of integration of Batak customary inheritance law to the conception of western civil inheritance law which in principle does not distinguish the position and rights of heirs according to sex. The Panel of Judges continues to apply Batak customary inheritance law to litigant families by heeding the shift in the value of patrilineal customary inheritance as the rule of Supreme Court Jurisprudence law by also giving a share of inheritance to daughters, because the patrilineal kinship system adopted by the Batak indigenous people will forever be binding for generations and cannot be changed wherever the Batak indigenous people live."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinneke Dewi Wahyuningtyas
"Pembangunan Nasional yang kita lakukan selama hampir seperempat abad ini adalah untuk seluruh penduduk Indonesia yang hidup di Tanah Air ini. Keberhasilan pembangunan juga ditentukan oleh penduduk karena penduduk merupakan sumber daya manusia bagi kegiatan pembangunan dan juga pemakai hasil pembangunan. Tetapi kadang-kadang kita kurang memperhatikan apa dan bagaimana pengaruh pembangunan tersebut terhadap penduduk. Sasaran utama Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang dimulai pada Repelita VI adalah pembangunan kualitas manusia dan masyarakat. Agar pembangunan tersebut dapat berhasil dengan baik kita harus memahami pengaruh timbal balik antara setiap sektor dengan perkembangan kependudukan. Dalam program pembangunan di sektor kependudukan pemerintah terus menerus menggalakkan program Keluarga Berencana (KB) dan pada tahapan sekarang ini memperkenalkan suatu pola yang disebut Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dengan penekanan pada jumlah anak cukup dua orang dan memberikan nilai sama kepada anak laki-laki dan perempuan. Dari segi prinsipnya, NKKBS ini tampak kurang sejalan dengan norma hukum waris adat Bali dengan sistem kekeluargaannya yang patrilineal. Oleh karena itu timbul kekhawatiran adanya kemungkinan NKKBS itu terhambat pelembagaannya dalam masyarakat di Bali sehingga perlu diteliti sejauh mana pengaruh timbal balik antara keduanya. Berdasarkan penelitian kepustakaan yang dilakukan diharapkan akan diketahui apa dan bagaimana pengaruh hukum waris adat Bali tersebut terhadap NKKBS. Tulisan ini diharapkan akan dapat meningkatkan pemahaman tersebut dan menjadi dasar untuk pengembangan dan pembangunan penduduk serta memberikan gambaran tentang potensi kependudukan kita di masa depan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S21062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003
346.05 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1980
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Alumni, 1983
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Alumni, 1989
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2015
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>