Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204422 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joko Pamungkas
"Dalam upaya menginduksi kekebalan berspektrum luas yang responsif terhadap subtipe-subtipe HIV-1 yang berbeda, telah diteliti imunisasi vaksin DNA menggunakan vektor plasmid DNA dan virus fowlpox rekombinan dengan memanfaatkan gen-gen HIV-1 yang dirancang dari runutan konsensus turunan subtipe-subtipe HIV-1 di dunia yang mengekspresikan semua protein dari genom HIV-1 dengan peptida berukuran 30 asam amino yang overlapping dan tersusun secara acak (scrambled antigen vaccines, atau SAVINE).
Tiga grup hewan coba yang terdiri dari masing-masing tujuh beruk (Macaca nemestrina) diimunisasi dengan regimen vaksin DNA standar dengan veklor plasmid DNA pHIS-64 dan vektor virus fowlpox rekombinan (rFPV) berbasis gen gag dan pol dan HIV-1 subtipe B, regimen vaksin DNA SAVINE dengan vektor pHIS-64 dan vektor rFPV berbasis genom HIV-1 yang diacak, serta vektor plasmid pHIS-64 dan FPV yang tidak mengandung gen sebagai grup kontrol. Respon kebal selular diamati dengan teknik ELiSpot dan pewamaan silokin intraselular, sedangkan respon kebal humoral diamati dengan teknik ELISA. Pada ketujuh hewan coba yang diimunisasi dengan vaksin DNA HIV-1 standar, secara umum hasil penelitian menunjukkan terinduksinya respon kebal selular terhadap protein Gag HIV-1 serta respon kebal humoral yang ditunjukkan dengan terdeteksinya antibodi terhadap protein p24 HIV-1. Respon kebal selular silang terhadap protein Gag HIV-1 dari subtipe yang berbeda juga ditunjukkan pada grup yang sama. Namun upaya melakukan imunisasi boosting ke-dua dengan vektor rFPV tidak menunjukkan perbaikan induksi respon kebal. Berbeda dari grup hewan coba yang menerima regimen vaksin DNA HIV-1 standar, pada grup yang menerima regimen vaksin DNA HIV-1 SAVINE secara umum tidak menunjukkan adanya induksi respon kebal, kecuali pada satu ekor hewan yang menunjukkan respon kebal selular yang lebih luas terhadap protein Pol dan protein-protein lain HIV-1 meski pada tingkat induksi yang amat rendah. Pengembangan teknologi vaksin SAVINE terus diperbaiki dan disempumakan dengan kemungkinan melibatkan vektor virus aktif yang lain sehingga induksi respon kebal yang diharapkan bisa tercapai.
Specific Immune Responses to the Human Immunodeficiency Virus Type-1 (HIV-1) Proteins In Pigtail Macaque (Macaca nemestrina) Immunized with Whole Gene and Whole Virus Scrambled Antigen Vaccines
T cell immunity plays a critical role in controlling HIV-1 viremia, and encoding a limited set of HIV-1 genes within DNA and poxvirus vectors can, when used sequentially, induce high levels of T cell immunity in primates. However, a limited breadth of T cell immunity exposes the host to potential infection with either genetically diverse HIV-1 strains or T cell escape variants of HIV-1. In an attempt to induce maximally broad immunity, we examined DNA (prime) and recombinant Fowlpox virus (rFPV, boost) vaccines encoding all HIV-1 genes derived from a global HIV-1 consensus sequence, but expressed as multiple overlapping scrambled 30 amino acid segments (scrambled antigen vaccines, or SAVINEs).
Three groups of 7 pigtail macaques (Macaca nemestrina) were immunized with sets of DNA and rFPV expressing Gag/Pol antigens only, the whole genome SAVINE antigens, or no HIV-1 antigens. T cell immunity was monitored by ELISpot and intracellular cytokine staining, while the humoral immune response was monitored by p24 antibody capture ELISA. High levels of cross-subtype HIV-specific T cell immunity to Gag were consistently induced in the 7 macaques primed with DNA and rFPV vaccines expressing Gag/Poi as intact proteins. The humoral immunity was also induced in the animals from the same group. It was however, difficult to repeatedly boost immunity with further rFPV immunizations, presumably reflecting high levels of anti-FPV immunity. Unfortunately, this vaccine study did not consistently achieve a broadened level of T cell immunity to multiple HIV genes utilizing the novel whole-virus SAVINE approach, with only one of 7 immunized animals generating broad T cell immunity to multiple HIV-1 proteins. Further refinements are planned with alternate vector strategies to evaluate the potential of the SAVINE technology.
"
2005
D754
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Pamungkas
"Dalam upaya menginduksi kekebalan berspektrum luas yang responsif terhadap subtipe-subtipe HIV-1 yang berbeda, telah diteliti imunisasi vaksin DNA menggunakan vektor plasmid DNA dan virus fowlpox rekombinan dengan memanfaatkan gen-gen HIV-1 yang dirancang dari runutan konsensus turunan subtipe-subtipe HIV-1 di dunia yang mengekspresikan semua protein dari genom HIV-1 dengan peptida berukuran 30 asam amino yang overlapping dan tersusun secara acak (scrambled antigen vaccines, atau SAVINE).
Tiga grup hewan coba yang terdiri dari masing-masing tujuh beruk (Macaca nemestrina) diimunisasi dengan regimen vaksin DNA standar dengan veklor plasmid DNA pHIS-64 dan vektor virus fowlpox rekombinan (rFPV) berbasis gen gag dan pol dan HIV-1 subtipe B, regimen vaksin DNA SAVINE dengan vektor pHIS-64 dan vektor rFPV berbasis genom HIV-1 yang diacak, serta vektor plasmid pHIS-64 dan FPV yang tidak mengandung gen sebagai grup kontrol. Respon kebal selular diamati dengan teknik ELiSpot dan pewamaan silokin intraselular, sedangkan respon kebal humoral diamati dengan teknik ELISA. Pada ketujuh hewan coba yang diimunisasi dengan vaksin DNA HIV-1 standar, secara umum hasil penelitian menunjukkan terinduksinya respon kebal selular terhadap protein Gag HIV-1 serta respon kebal humoral yang ditunjukkan dengan terdeteksinya antibodi terhadap protein p24 HIV-1. Respon kebal selular silang terhadap protein Gag HIV-1 dari subtipe yang berbeda juga ditunjukkan pada grup yang sama. Namun upaya melakukan imunisasi boosting ke-dua dengan vektor rFPV tidak menunjukkan perbaikan induksi respon kebal. Berbeda dari grup hewan coba yang menerima regimen vaksin DNA HIV-1 standar, pada grup yang menerima regimen vaksin DNA HIV-1 SAVINE secara umum tidak menunjukkan adanya induksi respon kebal, kecuali pada satu ekor hewan yang menunjukkan respon kebal selular yang lebih luas terhadap protein Pol dan protein-protein lain HIV-1 meski pada tingkat induksi yang amat rendah. Pengembangan teknologi vaksin SAVINE terus diperbaiki dan disempumakan dengan kemungkinan melibatkan vektor virus aktif yang lain sehingga induksi respon kebal yang diharapkan bisa tercapai.

T cell immunity plays a critical role in controlling HIV-1 viremia, and encoding a limited set of HIV-1 genes within DNA and poxvirus vectors can, when used sequentially, induce high levels of T cell immunity in primates. However, a limited breadth of T cell immunity exposes the host to potential infection with either genetically diverse HIV-1 strains or T cell escape variants of HIV-1. In an attempt to induce maximally broad immunity, we examined DNA (prime) and recombinant Fowlpox virus (rFPV, boost) vaccines encoding all HIV-1 genes derived from a global HIV-1 consensus sequence, but expressed as multiple overlapping scrambled 30 amino acid segments (scrambled antigen vaccines, or SAVINEs).
Three groups of 7 pigtail macaques (Macaca nemestrina) were immunized with sets of DNA and rFPV expressing Gag/Pol antigens only, the whole genome SAVINE antigens, or no HIV-1 antigens. T cell immunity was monitored by ELISpot and intracellular cytokine staining, while the humoral immune response was monitored by p24 antibody capture ELISA. High levels of cross-subtype HIV-specific T cell immunity to Gag were consistently induced in the 7 macaques primed with DNA and rFPV vaccines expressing Gag/Poi as intact proteins. The humoral immunity was also induced in the animals from the same group. It was however, difficult to repeatedly boost immunity with further rFPV immunizations, presumably reflecting high levels of anti-FPV immunity. Unfortunately, this vaccine study did not consistently achieve a broadened level of T cell immunity to multiple HIV genes utilizing the novel whole-virus SAVINE approach, with only one of 7 immunized animals generating broad T cell immunity to multiple HIV-1 proteins. Further refinements are planned with alternate vector strategies to evaluate the potential of the SAVINE technology."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D585
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almadinah Hakim
"

Hazard mikrobiologis, khusunya virus, memiliki kontribusi yang cukup besar pada penyakit, terlebih lagi dengan ukurannya yang mikroskopik. Penilaian risiko mikrobiologis merupakan cara untuk mengestimasi probabilitas suatu virus menyebabkan suatu efek pada manusia, dan sebagai rujukan untuk melakukan manajemen risiko yang sesuai dan tepat. Namun, pelaksanaan penilaian risiko mikrobiologi s lebih kompleks karena sifat mikroorganisme yang berbeda dengan hazard kimia. Kajian ini bertujuan untuk mengumpulkan dan mesintesis informasi terkait penilaian risiko mikrobiologis dengan menggunakan metode kajian kepustakaan naratif. Hasil kajian menunjukkan bahwa penilaian risiko dilakukan berdasar tujuan manajemennya. Penilaian risiko kualitatif dan semi-kuantitatif dapat dilakukan untuk sebagai awalan sebelum melakukan penilaian kuantitatif, karena pelaksanaannya yang cepat dan sederhana. Penilaian kuantitatif juga disesuaikan dengan konteks penelitian untuk perhitungan exposure assessment dan dose-response. Manejemen risiko dari hasil penilaian juga perlu diverifikasi dengan kembali melaksanakan penilaian risiko.

 


Microbiological hazard, particularly virus, contributing highly in disease, moreover with its microscopic size. Microbial risk assessment is a tool to estimate a probability of virus causing effect to human body, and as reference to generate appropriate and precise risk management. However, conducting microbial risk assessment is more complex because of its microorganism nature that is different from chemical hazard. This review aims to collect and synthesize information regarding microbial risk assessment using narrative literature review method. This review suggests that microbial risk assessment conducted based on its management purpose. Qualitative and semi-quantitative risk assessment can be performed for initial assessment before assessing quantitatively, due to its speed and simplicity. Quantitative assessment also executed based on its context for quantifying the exposure assessment and dose-response. Risk management from risk assessment result needs to be verified by reenacting risk assessment.

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentsia Hanum Nugroho
"ABSTRAK
Latar Belakang: rasio mahkota-akar gigi adalah merupakan kondisi gigi yang penting dalam penentuan prognosis dan rencana perawatan kedokteran gigi. Belum ada data mengenai nilai ini pada populasi di Indonesia. Tujuan: mengetahui nilai rerata rasio mahkota-akar gigi insisif, premolar, dan molar permanen pada pasien laki-laki dan perempuan di RSKGM FKG UI rentang usia 15-25 tahun. Metode: panjang akar dan tinggi mahkota diukur menggunakan modifikasi metode Lind pada 196 radiograf panoramik digital. Uji realibilitas menggunakan uji technical error of measurement. Uji hipotesis menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney U. Hasil: nilai rerata mahkota-akar gigi terbesar pada kedua jenis kelamin dijumpai pada premolar dua rahang bawah laki-laki 1:2,12, perempuan 1:2,10 dan yang terkecil pada gigi molar satu rahang atas laki-laki 1:1,50, perempuan 1:1,44 . Rasio gigi rahang bawah lebih besar dibandingkan gigi rahang atas. Tidak ditemukan perbedaan rasio bermakna antara laki-laki dan perempuan p.

ABSTRACT
Background tooth crown root ratio is one of the most important condition in determining prognosis and treatment planning in dentistry. There are no data of this value in Indonesia. Purpose to obtain the average crown root ratio value on insisive, premolar, and molar permanent teeth of male and female aged 15 25 in RSKGM FKG UI. Method root length and crown height of teeth were measured by modified Lind method on 196 digital panoramic radiographs. Reliability test was assessed by technical error of measurement test. Independent t test and Mann Whitney U test was applied to test the hipotesis. Results the highest mean crown root ratio in both arches and sex was found in mandibular second premolar male 1 2,12, female 1 2,10 and the lowest in maxillary first molar male 1 1,50, female 1 1,44 . Ratio is higher in mandibule than in maxilla. There are no significant different in ratio between male and female p"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Suryo Aji
"Latar Belakang: Pengaruh sering kontak dengan white spirit di lingkungan kerja menjadi salah satu hal yang dicurigai sebagai pencetus penurunan atensi/konsentrasi/ingatan para mekanik sehingga terjadinya kecelakaan. Dari toxicological profilenya zat tersebut memiliki efek terhadap susunan saraf pusat yang kronis salah satunya adalah gangguan memori jangka pendek.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek penelitian para mekanik kontraktor pertambangan batubara PT.A di Kalimantan Selatan, berjumlah 80 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemberian kuesioner serta pemeriksaan fungsi memori dengan RAVL dan ROCF test.
Hasil: Dari 80 sampel 57 (71,3%) mengalami gangguan memori jangka pendek. Tingkat pajanan ≥2,64 memiliki risiko 3,1 kali terjadi gangguan memori jangka pendek dibanding tingkat pajanan <2,64 (nilai p=0,048; OR=3,109; CI=1,012-9,551). Secara statistik faktor risiko yang bermakna adalah status gizi (nilai p=0,026; OR=0,276; CI=0,089-0,858) dan usia (nilai p=0,045; OR=0,310; CI=0,099-0,972)
Kesimpulan: Prevalensi gangguan memori jangka pendek para mekanik kontaktor PT.A sebesar 71,3%. Tingkat pajanan ≥2,64 memiliki risiko gangguan memori jangka pendek 3,1 kali lebih besar dari tingkat pajanan <2,64. Secara statisitik status gizi dan usia bermakna dalam risiko gangguan memori jangka pendek.
Kata kunci: gangguan memori jangka pendek, white spirit, tingkat pajanan.

Background: The effect of white spirit chemicals suspected as the cause of
attention/concentration/memories decreasses of mechanics. It can occurs the accidents. Having known of the toxicological profile that these chemicals have chronical effects on the central nervous system. Then one of the disorders examined is something related to the function of the central nervous system is impaired of short-term memory. Methods: This study used a cross-sectional design. The subjects are PT.A coal contractor mechanics in South Borneo, totaling 80 people. Data collected through interviews, physical examinations, questionnaires and examination administration with memory function RAVL and ROCF test.
Results: There are 80 samples of 57 (71.3%) experiencing short-term memory impairment. The white spirit exposure level ≥2,64 has risk 3,1 times bigger than white spirit exposure level <2,64 become a short term memory loss (p value=0,048; OR=3,109; CI=1,012-9,551). Statistically the factors that has a significant association are nutritional status (p value=0,026; OR=0,276;
CI=0,089-0,858) and age (p value=0,045; OR=0,310; CI=0,099-0,972)
Conclusion: 57 (71.3%) from 80 people experiencing short-term memory impairment. White spirit exposure level ≥2,64 has risk 3,1 times bigger than white exposure level <2,64 become a short term memory loss There are statistics relations between age dan nutritional status with short term memory loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novriantika Lestari
"Latar belakang : Fibrosis hati ditandai dengan penimbunan berlebihan matriks ekstraseluler pada cedera hati kronik. HSC memegang peranan sentral dalam proses fibrosis hati. HSC yang teraktivasi merupakan sumber miofibroblas yang berkontribusi terhadap fibrogenesis. Asetaldehid memiliki efek langsung terhadap HSC karena meningkatkan sintesis TGF- , sitokin profibrogenik utama yang berperan dalam transformasi HSC menjadi aktif. Asetaldehid juga mengaktivasi PKC dan menghasilkan ROS yang selanjutnya mengaktifkan transduksi sinyal ERK1/2. Saat ini belum ada terapi standar fibrosis hati. Alfa mangostin diketahui memiliki aktivitas antiproliferatif dan antioksidan secara in vivo. Penelitian ini menggunakan alfa mangostin untuk mengetahui aktivitasnya pada jalur TGF- dan ERK1/2 dengan sorafenib sebagai kontrol positif.
Metode : Penelitian menggunakan sel HSC LX-2. Sel dibagi dalam 6 kelompok yaitu kelompok normal, asetaldehid, asetaldehid sorafenib10 M, asetaldehid alfa mangostin10 M, asetaldehid alfa mangostin20 M, dan alfa mangostin10 M. Sel dipanen setelah induksi obat selama 24 jam. Proliferasi sel dihitung menggunakan tryphan blue exclusion method. Ekspresi Ki-67, TGF- , dan TGF- R diukur dengan qRT-PCR. Ekspresi -SMA dan pERK menggunakan Western-Blot. Kadar TGF- medium diukur menggunakan ELISA. Kadar ROS intraseluler dengan spektrofotometri.
Hasil penelitian : Asetaldehid meningkatkan proliferasi sel dan ekspresi marker fibrogenik pada HSC. Pemberian sorafenib dan alfa mangostin menurunkan viabilitas sel, ekspresi Ki-67 dan pERK. Penurunan tersebut juga diikuti dengan menurunnya ekspresi TGF- , TGF- R, and -SMA, dan penurunan kadar TGF- dalam medium dan ROS intraseluler. Pada kelompok yang hanya diberikan alfa mangostin, terdapat penurunan viabilitas sel namun penurunan ekspresi biomarker belum terlihat jelas dibandingkan kelompok normal.
Kesimpulan : Alfa mangostin menghambat proliferasi dan aktivasi pada HSC yang diinduksi asetaldehid pada jalur TGF- dan ERK1/2. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caroline Christina
"ABSTRAK
Telur merupakan salah satu makanan yang dinikmati oleh seluruh kalangan di dunia. Hal ini menyebabkan cangkang telur menjadi salah satu limbah terbesar yang disebabkan oleh unggas. Limbah dapat mengotori lingkungan padahal cangkang telur ayam yang salah satu penyusunnya membran cangkang telur, memiliki manfaat sebagai sumber kolagen. Membran cangkang telur merupakan bagian yang berada tepat pada lapisan dalam telur. Ekstraksi perlu dilakukan untuk mendapatkan kolagen dari membran cangkang telur ayam. Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino sekunder yang merupakan penanda adanya kolagen yang perlu diderivatisasi menggunakan FMOC-Cl (9-Fluorenilmetoksikarbonil-klorida) untuk dianalisis dengan KCKT. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode optimal dalam ekstraksi kolagen dalam membran cangkang telur ayam dan analisis penentuan kadar kolagen hasil metode optimal menggunakan KCKT-detektor fluoresensi. Ekstraksi kolagen dari membran cangkang telur ayam perlu dioptimalisasi untuk menghasilkan jumlah yang optimal. Optimalisasi ekstraksi pada penelitian ini dilakukan dengan tiga parameter yaitu, metode (hidrolisis asam, hidrolisis enzim, dan campuran keduanya), suhu (4oC dan 22-23oC), dan ada atau tidak adanya pengadukan. Berdasarkan penelitian ini, didapatkan metode paling optimal adalah pada ekstraksi dengan hidrolisis asam pada suhu 4oC tanpa pengadukan yang menghasilkan rendemen 0,608% dengan kadar kolagen 2,4666% dari total hasil ekstraksi.

ABSTRACT
Chicken eggs are one of the food that most enjoyed by all people in the world. The consumption of eggs cause eggshell to be one of the biggest waste. However, the eggshell has its own benefits. The eggshell membrane, located right in the inner layer of the egg, contains collagen. Extraction needs to be done to obtain collagen from the chicken eggshell membrane. Hydroxyproline, a secondary amino acid, is a marker of collagen that needs to be derivatized using FMOC-Cl (9-Fluorenylmethoxycarbonyl-chloride) so, it could be analyzed with HPLC. This study aims to obtain an optimal method for collagen extraction from chicken eggshell membranes and its optimal method collagen content analysis using HPLC-fluorescence detector. Collagen extraction from the chicken eggshell membrane needs to be optimized to produce an optimal amount. Extraction optimization in this study was carried out with three parameters, which were, method (acid hydrolysis, enzyme hydrolysis, and mixture of both), temperature (4oC and 22-23oC), and the presence or absence of stirring. Based on this research, the most optimal method was extraction with acid hydrolysis at 4oC without stirring which results in 0,608% yield with collagen content of 2,4666%.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Elitha Sundari
"Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue (DENV) yang tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis di dunia. DENV merupakan virus RNA rantai tunggal yang mengkode tiga protein struktural, tujuh protein non-struktural, dan dua daerah yang tidak ditranslasikan (UTR). Protein non-struktural 1 (NS1) DENV diketahui memiliki peran yang sangat penting dalam patogenesis infeksi DENV dan sebagai pengembangan vaksin dengue yang menjanjikan. Saat ini, pengembangan vaksin baru dengan DNA yang diimunisasikan memberikan perspektif baru karena aman, stabil, dan imunogenik. Pada penelitian sebelumnya, kami telah berhasil mengonstruksi vaksin rekombinan DNA yang mengkode protein NSI dari DENV-2 (pUNS1) dan diekspresikan secara in-vitro. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat kemampuan pUNS1 dalam menginduksi respons imun humoral dengan imunisasi in-vivo. Sebanyak 16 mencit Balb/c yang berumur 4 minggu diimunisasi sebanyak 3 kali dengan 100 μg pUNS1 atau pUMVC4.a dalam interval waktu 1 minggu. Pengambilan sampel darah mencit dilakukan sebelum imunisasi dan dilakukan terminasi 1 minggu setelah imunisasi terakhir. Titer antibodi dari serum masing-masing mencit diukur dengan ELISA in-house. Titer IgG total, antibodi subkelas IgG2a dan IgG2b dari kelompok mencit yang diimunisasi dengan rekombinan pUNS1 menunjukkan perbedaan yang signifikan antara serum pre-imunisasi dengan terminasi. Hal ini membuktikan kemampuan pUNS1 dalam menginduksi respons imun humoral terhadap NS1 DENV-2 secara in-vivo

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus (DENV) which spread widely in tropical and subtropical regions of the world. DENV is a single-positive strand RNA virus which encodes three structural proteins, seven non-structural proteins, and two untranslated regions (UTR). The non-structural protein-1 (NS1) of DENV is known to have important role in dengue pathogenesis also promising to be developed as dengue vaccine. Lately, novel vaccine approach by DNA immunization have given new perspective for a safe, stable, and immunogenic vaccine platform. Previously, we have successfully construct DNA vaccine encoding NS1 protein of DENV2 (pUNS1) which express recombinant NS1 protein in-vitro. Thus, in this current study the ability of pUNS1 to induce humoral immune response will be further analyzed by in-vivo immunization. Sixteen Balb/c mice aged of 4 weeks were immunized 3 times with 100 μg of pUNS1 or pUMVC4.a on 1 week time interval. Blood sampling was carried out just before immunization and termination was done 1 week after last immunization. Titer from individual mice sera against DENV-2 were measure with in-house ELISA. Total IgG titers, subclass IgG2a, and IgG2b antibodies from mice group immunized with recombinant pUNS1 showed a significant difference between pre-immunization and terminated serum. This is proven the ability of pUNS1 to induce humoral immune response against NS1 DENV-2 in-vivo.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galoyan, Armen A.
"In addition to presenting a full overview of the neuroimmune system, it emphasizes the antibacterial, neuroprotective, and neuroregenerative properties of proline-rich polypeptides. It investigates the mechanism of galarmin?s action during different infectious processes, where it targets such dangerous pathogens as bacillus anthracis, clostridium perfringens, mycobacterium tuberculosis, and methycillin resistant staphylococcus aureus. This research is important from both a theoretical and a clinical point of view, creating new prospects for the modern pharmaceutical industry and neuroendocrine, neuroimmunological sciences.
"
New York: Springer, 2012
e20401425
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"This book describes the basics of bone biology and of the immune system and provides insight into the molecular mechanisms of bone diseases. In addition, clinical data is presented and put into context with the newest research findings. "
Wien: Springer, 2012
e20417999
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>