Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124369 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eugenia Mardanugraha
"Dalam disertasi ini, akan ditemukan berbagai ukuran yang menjelaskan efisiensi perbankan yang diperoleh dengan mengestimasi fungsi biaya perbankan. Secara teoritis, fungsi biaya mengukur biaya minimum yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu tingkat output tertentu dengan menggunakan tingkat harga input tertentu. Sedangkan fungsi biaya yang diestimasi secara ekonometris digunakan sebagai frontier, untuk mengetahui efisiensi suatu bank, melalui ukuran-ukuran tertentu yang diturunkan dari fungsi biaya tersebut.
Skor efisiensi suatu bank pada suatu waktu tertentu diperoleh dengan menggunakan dua metode yaitu Distribution Free Approach dan Stochastic Frontier Approach. Kedua metode ini membandingkan error term dari bank yang paling efisien dalam sampel dengan error term dari suatu bank. Perbedaan asumsi distribusi error term menyebabkan perbedaan metode perhitungan keduanya. Dari hasil pengukuran efisiensi perbankan diperoleh kesimpulan bahwa kelompok Bank Campuran merupakan kelompok bank yang paling efisien dibandingkan dengan kelompok lainnya, yaitu Bank Persero, Bank Swasta Nasional Devisa, Bank Swasta Nasional Non Devisa, Bank Asing, Bank Pembangunan Daerah, Bank Tutup dan Bank Merger. Paling efisiennya Bank Campuran disebabkan oleh biaya yang dikeluarkan oleh bank campuran dan alokasi input nya lebih optimal dibandingkan dengan kelompok bank lainnya.
Proses merger menurunkan efisiensi tetapi meningkatkan stabilitas dari keefisienan bank merger. Kestabilan ini menunjukkan terbentuknya manajemen yang lebih kokoh dari bank basil merger. Adanya resiko yang harus ditanggung oleh bank hasil merger dan proses konsolidasi yang membutuhkan biaya tinggi, antara lain merupakan penyebab dari menurunnya tingkat efisiensi bank basil merger. Skala ekonomi bank setelah merger mengalami peningkatan.
Secara rata-rata, perbankan di Indonesia sudah mencapai economies of scale dan economies of scope. Namun, perbankan di Indonesia belum menunjukkan kemajuan teknis. Economies of scale, economies of scope dan kemajuan teknis baru dapat dirasakan oleh perbankan apabila bank sudah cult-up efisien. Dalam disertasi ini ditunjukkan bahwa apabila skor efisiensi DFA nya sudah mencapai 0,7, maka bank baru merasakan manfaat dari economies of scale, economies of scope dan kemajuan teknis untuk meningkatkan efisiensinya. Sementara rata-rata skor efisiensi DFA untuk periode 1994 - 2003 adalah 0,152. Hal ini berarti bahwa bank secara internal harus melakukan efisiensi terlebih dahulu, seperti meningkatkan produktivitas dan karyawan dan penggunakan teknologi, sebelum melakukan upaya-upaya external, seperti merger dan meluncurkan produk-produk baru, agar efisiensinya lebih meningkat lagi.
Efisiensi perbankan juga akan meningkatkan kinerja makroekonomi Indonesia, terutama ditunjukkan oleh meningkatnya pertumbuhan dari total investasi dan total kredit pada bank komersial apabila terjadi perbaikan efisiensi dalam industri perbankan.
Penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi: pertama, Bank Indonesia harus mengupayakan agar manajemen dari bank tetap baik, sehingga bank dapat menggunakan dan mengalokasikan biaya-biaya operasionalnya secara optimal. Kedua, harus adanya upaya untuk mempercepat pulihnya efisiensi bank setelah merger, sehingga tingkat efisiensinya kembali ke level semula. Ketiga, Bank Indonesia harus mendorong perbankan untuk dapat memanfaatkan teknologi dengan sebaik mungkin.
Permasalahan-permasalahan yang sudah mengemuka namun belum sempat diuji dalam penelitian ini, antara lain resiko perbankan, akses informasi bank terhadap nasabah dan pemanfaatan teknologi dalam perbankan dapat menjadi topik-topik yang bermanfaat bagi penelitian yang akan datang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
D533
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadliah Mirnawati
"Kondisi kinerja perbankan sangat penting. Beberapa analisis kinerja perbankan adalah analisis rasio keuangan dan tingkat efisiensi perbankan. Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerja yang cukup popular (Hadad, et.al, 2003), Menurut Mardanugraha (2005), pengukuran efisiensi perbankan yang dilandasi dengan konsep yang tepat sangat dibutuhkan dalam meneliti dan mengukur kinerja sebuah bank.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi perbankan yang listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Secara khusus, tujuan umum tersebut dijabarkan sebagai berikut (1) Meranking dan menganalisis efisiensi operasional masing-masing bank sebelum dan sesudah menjadi bank listed. (2) Menganalisis perubahan efisiensi perbankan secara umum sebelum dan sesudah menjadi bank listed.(3) Menganalisis hubungan antara analisis rasio dengan analisis efisiensi.
Sampel penelitian adalah bank yang go public setelah tahun 2000 dengan total sampel berjumlah sebelas bank Berdasarkan uji normalitas data, diketahui bahwa data sampel penelitian berdistribusi tidak normal sehingga analisis yang digunakan adalah analisis nonparametrik Analisis nonparametrik yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA), Uji Wilcoxon, dan analisis korelasi Kendall. DEA digunakan untuk menganalisis tingkat efisiensi perbankan. Uji Wilcoxon digunakan untuk mengetahui perbedaan kinerja sesudah menjadi bank listed. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui korelasi antara penilaian kinerja dengan menggunakan analisis rasio dan analisis efisiensi.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya dampak bervariasi pada kinerja efisiensi dan kinerja rasio keuangan bank setelah menjadi bank listed. Kinerja efisiensi yang mengalami peningkatan pada bank listed adalah efisiensi berdasarkan pendekatan asset. Sedangkan rasio keuangan yang mengalami peningkatan adalah rasio NPM dan BOPO. Analisis efisiensi dan analisis rasio keuangan bersifat saling melengkapi.

Banking performance is very important Some of analysis that used to evaluate banking performances are financial ratio and efficiency level. Efficiency level in banking industry is popular enough (Hadad, et.al, 2003). Based on Mardanugraha (2005) view, banking efficiency measurement together with the appropriate concept is needed in measuring the banking efficiency level.
Generally, the aim of this paper is getting the information about going public bank performance. Specifically, the purposes of this paper are: (1) Analyzing and ranking the performance of listed banks before and after going public. (2) Analyzing the difference between bank performance before and after going public. (3) Analyzing the correlation between financial ratio measures and efficiency measures.
The samples are bank that are going public after 2000. The samples consist of 11 banks with total 198 observations. Based on Normality test, the distribution of data isn 't normal. It means that this study should use nonparametric analysis. The analyses that are used are Data Envelopment Analysis, Wilcoxon Signed test, and Kendall correlation. DEA is used to measure the bank efficiency level. Wilcoxon Signed test is used to know the difference of banking performance before and after going public. Correlation analysis is used to analyze the correlation between financial ratio and efficiency level.
The results found that there are variations of banking performance before and after listing at the Jakarta Stock Exchange (JSX). This study found that there was efficiency growth in the bank industry after listing in the Jakarta Stock Exchange (JSX) using the asset approach. However those efficiencies declined using the intermediation and operating approach. In addition, using financial ratio measures found that the financial performance of Indonesian banking sector after listing was also deteriorated. This result implies that banks ' financial performances provide a consistent measure with the production efficiency measures. It means that financial ratio measures and efficiency measures are complementary.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T17851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmanta
"Kredit yang disalurkan oleh sektor perbankan pasca krisis 1997 mengalami penurunan yang sangat tajam sehingga angka Loan to Deposit Ratio (LDR) mencapai titik terendah pada bulan Maret 2000. Sementara itu meskipun LDR tahun 2003 sudah menunjukkan peningkatan sehingga menjadi sebesar 48,53% pada bulan Desember 2003 namun angkanya masih jauh di bawah angka LDR sebelum krisis. Kredit yang disalurkan belum cukup memadai untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kembali pada level sebelum krisis, yang berarti fungsi intermediasi perbankan masih belum pulih atau terjadi disintermediasi perbankan.
Belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan antara lain disebabkan oleh belum mampunya sektor riil menyerap kredit dan masih berlangsungnya konsolidasi internal perbankan. Studi Iiteratur menunjukkan bahwa sebab-sebab menurunnya penyaluran kredit perbankan kepada sektor swasta di Asia pasca krisis 1997 masih menimbuikan perdebatan. Sebagian ekonom menganggap menurunnya penyaluran kredit perbankan disebabkan oleh "credit crunch" yang menimbulkan fenomena credit rationing sehingga terjadi penurunan penawaran kredit. Ekonom lain berpendapat menurunnya penyaluran kredit perbankan lebih disebabkan oleh menurunnya permintaan terhadap kredit sebagai konsekuensi logis terjadinya kontraksi permintaan agregat.
Mengetahui penyebab menurunnya penyaluran kredit perbankan apakah Iebih dipengaruhi dari faktor permintaan kredit atau faktor penawaran kredit mempunyai irnpiikasi penting terhadap kebijakan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut di atas, studi ini mengkaji faktor-faktor (variabel ekonomi) yang menyebabkan menurunnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia pasca krisis 1997 apakah lebih dipengaruhi oleh faktor penawaran kredit atau oleh permintaan kredit melalui analisis empiris. Berbeda dengan pendekatan ekonometrik tradisional Walrasian yang mengasumsikan pasar dalam kondisi equilibrium, dalam penelitian ini digunakan pendekatan new-Keynesian yang mengemukakan bahwa pada dasarnya pasar keuangan, seperti pasar kredit, seringkali tidak berfungsi secara sempurna sehingga pasar dalam kondisi disequilibrium.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas persoalannya adalah bagaimana mengidentifikasi bahwa kredit yang disalurkan perbankan lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor penawaran atau oleh permintaan kredit tersebut. Identifikasi ini dilakukan dengan metode "switching regression" untuk memperoleh informasi apakah kredit yang disalurkan dapat dihubungkan dengan fungsi penawaran kredit atau permintaan kredit. Sebagai konsekuensinya model mengasumsikan pasar kredit dalam kondisi disequilibrium. Dengan asumsi bahwa dalam kondisi tidak adanya informasi berkaitan dengan proses penyesuaian suku bunga dan asumsi bahwa residu merupakan variabel acak yang terdistribusi normal, penggunaan metode estimasi Maximum Likelihood (ML) dengan sendirinya dapat mendeterminasi "probabilitas" setiap observasi kredit aktual apakah Iebih ditentukan oleh persamaan penawaran kredit atau oleh permintaan kredit.
Data yang digunakan dalam mengestimasi model tersebut adalah data time series variabel makro dan mikro ekonomi. Data tersebut merupakan data bulanan dari Januari 1993 s.d. Desember 2003. Data dimulai dengan rentang waktu 5 tahun sebelum dan 5 tahun setelah krisis ekonomi tahun 1997/98 dengan pertimbangan untuk meiihat perbedaan perilaku penyaluran kredit antara periode sebelum krisis dan setelah krisis. Sumber data berasal dari Bank Indonesia, Bursa Efek Surabaya, dan Badan Pusat Statistik.
Hasil estimasi Maximum Likelihood terhadap persamaan permintaan kredit dan penawaran kredit Bank Umum pada periode sampel Januari 1993 s.d. Desember 2003 (sebanyak 132 observasi) menunjukkan bahwa nilai fungsi maximum likelihood adalah Sebesar 181,5O. Nilai maksimum fungsi likelihood tersebut tercapai setelah dilakukan evaluasi terhadap 236 fungsi dan tercapai konvergen setelah dilakukan 66 iterasi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindhita Septrina W.
"Thesis ini menganalisa level efisiensi biaya pada Bank Muamalat Indonesia dan PT. Bank Syariah Mandiri den gan menggunakan data keuangan bank tersebut periode bulan Juni 2001 sampai dengan bulan Desember 2005. Teknik perhitungan efisiensi biaya yang digunakan adalah stochastic frontier. Penelitian ini menguji hubungan antara tingkat efisiensi biaya dan beberapa komponen pengukuran tingkat kesehatan bank rnelipuli NPL dan BOPO dengan menggunakan pendekatan granger causality seperli yang diteliti oleh Berger dan De Young (1997).
Hasil dari pengolahan data diperoleh nilai rata-rata efisiensi Bank Muamalat lebih besar 0.2% dibanding nilai efisiensi rata-rata Bank Syariah mandiri (92.1265%) dengan nilai input price beban tenaga kerja Bank Syariah Mandiri lebih besar 0.453% dibanding input price beban tenaga kerja Bank muamalat (0.995%). Sedangkan nllai input price beban bagi hasil Bank Syariah Mandiri lebih kecil 0.515% dibanding input price bagi basil Bank Muamalat (3.405%). Berdasarkan hasil uji nilai rata-rata dengan uji Z diperoleh nilai rata-rata antara nilai BOPO BSM dan BMI sama, begitupula dengan nilai rata-rata tingkat efisiensi kedua bank syariah tersebut yang sama secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Hal yang sama juga menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata antara nilai BOPO dengan tingkat efisiensi biaya walaupun dengan metode yang berbeda. Namun sannasama menggunakan biaya operasi pada pengolahannya. Sedangkan berdasarkan granger causality test ditemukan tidak ada hubungaa antara NPF deagan BOPO ataupun biaya efisiensi. Walaupun dipenelitian lain ditemukan hubungan antara NPLdengan nilai tingkat efisiensi.

This Thesis analyst cost efficiency level at Bank Muamalat Indonesia and PT. Bank Syariah Mandiri using banking financial data since June 2001 train December 2005. measurement technic of cost efficiency that used is stochastic frontier. This research is causality test between cost efficiency level and some part of Sounding level measurement bank including NPL and BOPO which use granger causality approach like research by Berger dan De Young (I997).
The result of this processing data are average of efficiency value Mttamalat Bank bigger about 0.2% than efficiency value of Bank Syariah Mandiri (92.1265%) with input price value of wages of human resources bigger about 0.453% than input price wages of human resources Bank muamalat (0.995%). And then the input price value of interest Bank Syariah Mandiri lower about 0.515% than input price interest of Bank Muamalat (3.405%). Based on value of mean test with z test is resulted same average value between BOPO BSM and BMI, average value of efficiency level both of sharia bank also have same result. It also treat for average level of efficiency in trust rate 95%, The same result for mean value between BOPO and cost efficiency level unless the difference iuetthode but together using operating cost in processing_ Based on granger causality test fnd no relationship between NPF and BOPO and Cost efficiency. Unless in other research there are relation ship."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 17556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli indrawati
"Skripsi ini membahas efisiensi bank umum di Indonesia periode 2004-2007 dengan menggunakan data 127 bank umum. Metodologi yang digunakan adalah non parametrik, Data Envelopment Analysis, untuk menganalisis efisiensi teknikal. Analisis efisiensi dilakukan secara keseluruhan dan per kelompok bank berdasarkan kepemilikannya. Kemudian, menggunakan uji Korelasi Spearman untuk melihat determinan efisiensi. Hasilnya menunjukkan bahwa bank umum di Indonesi relatif belum efisien dengan rata-rata nilai efisiensi sebesar 0,569 selama periode penelitian 2004-2007. Hasilnya juga menunjukkan bahwa bank milik Pemerintah menjadi kelompok bank yang paling efisien. Hasil lainnya juga menunjukkan bahwa profitabilitas dan aset bank berhubungan positif dengan efisiensi.

This thesis investigate the efficiency of the Indonesian Banking Industry between 2004-2007. Methodologhy utilises is the on-parametric approach, Data Envelopment Analysis, to analyse the technical efficiency. Efficiency analysis is conducted across individual banks and bank types. We then used Spearman Correlation test to investigate the determinants of efficiency. Our Results indicates that bank efficiency in Indonesia is relatively low with average efficiency score 0,569 for period 2004-2007. The results also found that state?s banks are the most efficient group in the last four years 2004-2007. The results also suggest that profitability and bank?s assets is significantly and positively correlated to efficiency measures."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
S6627
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mahyuddin Ramli
"Keberadaan lembaga perbankan yang eisien tidak hanya penting artinya bagi industri perbankan tetapi juga bagi perekonomian nasional secara keseluruhan. Dari sudut pandang mikro, sebuah bank harus efisien agar bisa hidup dan berkembang dalam suasana persaingan yang sangat ketat. Sementara dari sudut pandang makro, industri perbankan yang efisien akan dapat membawa dampak positif yang kuat terhadap perkembangan sektor-sektor lain mengingat peran yang sangat strategis sebagai lntermediator dan produser jasa-jasa keuangan. Sehubungan dengan pentingnya aspek efisiensi tersebut, maka sejak awal dekade 90an terlihat timbul perhatian yang semakin besar mengenai hal ini, khususnya dari para peneliti.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang dikenal dengan "two-step approach". Step pertama yaitu pengukuran tingkat efisiensi bank, sedangkan step kedua adalah pengkajian variabel-variabel penjelas (explanatory variables) yang mempengaruhi tingkat efisiensi bank tersebut. Step pertama menggunakan model Data Envelopment Analysis (DEA), sementara step kedua memakai dua model analisa regresi, yaitu model regresi Tobit dan model regresi Translog Bentuk-S.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi bank komersial di Indonesia berkisar antara 70-80 % dari kondisi optimal. Terdapat tiga variabel penjelas yang cukup kuat pengaruhnya terhadap tingkat efisiensi bank, yaitu size, CAR, dan NPL. Ketiga variabel ini memperlihatkan hubungan yang sangat signifikan dengan tingkat efisiensi meskipun bentuk hubungannya tidak sama. CAR memperlihatkan hubungan positif, sementara NPL memperlihatkan hubungan negatif. Berbeda dengan CAR dan NPL, size memperlihatkan hubungan yang agak unik, yaitu berbentuk kuadratik dengan nilai maksimum. Pada tahap awal peningkatan size cenderung berdampak positif terhadap peningkatan efisiensi, tetapi pengaruh positif tersebut tidak dapat berlansung selamanya. Melewati suatu tingkat tertentu (titik maksimum) peningkatan size tidak lagi berpengaruh positif tetapi sebaliknya cenderung mengakibatkan penurunan tingkat efisiensi.
Agak diluar dugaan, kelompok bank pemerintah temyata lebih efisien dibandingkan dengan kelompok bank swasta nasional, khususnya dalam tiga tahun terakhir (2000-2002). Kelompok bank pemerintah kelihatannya diuntungkan oleh adanya hubungan yang kuat dengan lembaga-lembaga pemerintahan dan sesama BUMN yang hingga saat ini masih merupakan sumber-sumber bisnis patensial industri perbankan. Dalam pada itu, sesuai dugaan, kelompok bank yang sudah go public terbukti lebih efisien dari pada kelompok bank yang belum go public. Namun, temuan yang menarik yaitu perbedaan tingkat efisiensi di antara kedua kelompok bank ini tampaknya tidak disebabkan oleh status go public tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor size karena kelompok bank go public pada umumnya terdlri dari bank-bank berskala besar.
Tingkat efisiensi kelompok bank pmerintah pada tiga tahun setelah krisis terlihat mengalami perbaikan yang cukup signifikan dibandingkan dengan kondisi dua tahun sebelum krisis. Namun, pada waktu yang sama tingkat efisiensi kelompok bank swasta nasional belum memperlihatkan kemajuan, bahkan terlihat sedikit lebih rendah dari keadaan sebelum krisis. Secara keseluruhan, tingkat efisiensi industri perbankan Indonesia setelah krisis belum mengalami perbaikan yang berarti dibandingkan dengan keadaan sebelum krisis."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D655
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Iswari Wulandari
"Kompetisi di Industri Perbankan menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan, karena kompetisi merupakan sumber utama dari adanya efisiensi pada Industri Perbankan Indonesia. Studi ini mengestimasi tingkat kompetisi di industri perbankan pada bank persero, bank umum swasta nasional devisa dan non devisa, bank pembangunan daerah, bank campuran , dan bank asing selama periode tahun 2005 sampai 2014. Estimasi dilakukan dengan mengaplikasikan pendekatan Panzar-Rosse model untuk mendapatkan nilai H-Statistik yang menggambar tingkat kompetisi dari industri Perbankan. Studi ini juga menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pola kompetisi dan memberikan gambaran umum tentang industri perbankan Indonesia.

The competition in banking industry has become one of the most important issues that we need to pay more attention to since it is the main resource of efficiency in Indonesian banking industry. This study estimates the level of competition in banking industry, specifically State-owned banks, foreign exchange and non-foreign exchange private banks, regional banks, joint venture banks, and foreign banks from the year 2005 to 2014. The estimation is calcuated by using the Panzar-Rosse model approach to obtain the H-Statistic that respresents the level of competition in banking industry. This study also analyses the factors causing the changing pattern of competition and gives a general picture of Indonesian banking industry."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S62291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Irwan
"Sektor perbankan memiliki peranan penting dalam perekonomian. Peranan perbankan ini terkait dengan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. Dampak dari aktivitas intermediasi bank ini akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan sumber dana untuk pembiayaan investasi dan modal kerja kepada sektor swasta. Dengan kata lain, efek dari pembiayaan bank ini akan mendorong kegiatan sektor rill melalui interaksi berbagai pelaku ekonomi sehingga mengakibatkan peningkatan permintaan input produksi yang pada akhimya akan mendorong terjadinya peningkatan output produksi nasional.
Namun fungsi intermediasi perbankan terganggu sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Melemahnya nilai tukar rupiah yang berkepanjangan telah menimbulkan kesulitan likuiditas perbankan yang sangat besar. Depresiasi rupiah yang kemudian diikuti dengan kenaikan suku bunga sebagai konsekuensi upaya menstabilkan harga dan nilai tukar rupiah telah memperburuk kinerja debitur sehingga kredit bermasalah semakin menumpuk. Bank-bank mengaami negative spread sebagai akibat peningkatan suku bunga dana (borrowing rate) yang lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan suku bunga pinjaman (lending rate). Situasi tersebut telah menggerogoti permodalan bank sehingga banyak bank yang mengalami kekurangan modal (under capitalized).
Dalam upaya menyehatkan sistem perbankan dan meningkatkan peran intermediasi bank, salah satu langkah yang ditempuh pemerintah adalah melakukan peningkatan permodalan bank atau yang dikenal dengan istilah "rekapitalisasi perbankan" yang dimulai pada tahun 1998 dan selesai tahun 2000 yang menelan biaya sebesar Rp431,1 triliun.
Berdasarkan kondisi diatas, menjadi menarik untuk mengkaji fungsi intermediasi perbankan setelah program rekapitalisasi. Kajian dibatasi pada enam bank besar di Indonesia yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, Bank BTN , Bank BCA dan Bank Danamon (BDI) yang menerima 89% dari total dana rekapitalisasi dan menguasai lebih kurang 65% dari total aset perbankan nasional. Kajian ini untuk mengetahui sejauh mana pengaruh rekapitalisasi terhadap intermediasi bank serta untuk melihat faktor-faktor internal dan eksternal perbankan yang mempengaruhi fungsi intermediasi perbankan.
Data yang digunakan adalah laporan neraca publikasi bank dan data sekunder dari Bank Indonesia secara series bulanan dari September 2000 (setelah program rekapitalisasi berakhir) sd September 2003 dengan sampel enam bank besar tersebut diatas. Selanjutnya dilakukan analisis data dengan Cara (1) menghitung rasio keuangan yang terkait dengan tujuan penulisan yaitu rasio CAR, LDR, BOPO, NPLs, pertumbuhan kredit, pertumbuhan dana, pertumbuhan aktiva produktif non kredit dan rasio kredit terhadap aktiva produktif, (2) melakukan estimasi fungsi kredit menggunakan model regresi linear berganda dengan dua persamaan tunggal (single equation) dan enam persamaan sistem (system equation) melalui metode pooled least square dan seemingly unrelated regression estimation dan (3) melakukan uji statistik Wald-test dan F-test untuk rnelihat pengaruh faktor internal dan eksternal secara bersama-sama terhadap kredit perbankan serta uji statistik T-test untuk melihat pengaruh parsial dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel terikat adalah kredit, sedangkan variabel bebas, untuk faktor internal adalah modal, dana pihak ketiga (DPK), aktiva produktif non kredit (APNK) dan non performing loans (NPLs). Sedangkan variabel bebas faktor eksternal adalah pertumbuhan produk domestik bruto, suku bunga SBI dan perubahan wholesales price index.
Dari hasil pengujian statistik memperlihatkan rekapitalisasi perbankan berpengaruh dalam meningkatkan pemberian kredit. Hasil yang sama juga terIihat dari pengujian statistik secara individual (T-tets) dimana masing-masing variabel bebas juga berpengaruh terhadap pemberian kredit. Sementara dari hasil pengujian Wald-tets dan F-test, faktor internal dan faktor eksternal secara bersama-sama juga berpengaruh terhadap pemberian kredit.
Untuk mendorong intermediasi perbankan, kiranya perlu dilakukan kebijakan yang dapat menjadi stimulus bagi peningkatan pemberian kredit perbankan seperti aturan yang bersifat mandatori bagi bank untuk menyalurkan UKM, menerapkan good corporate governance pada usaha bank, relaksasi aturan kualitas kredit oleh Bank Indonesia, restrukturisasi kredit dan tidak melakukan reprofiling terhadap seluruh obligasi rekap yang jatuh tempo."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalia Nansih Widhiastuti
"ABSTRAK
Industri perbankan di Indonesia telah mengalami beberapa kali deregulasi, mulai dari deregulasi 1 Juni 1983 yang terkenal dengan liberalisasi dunia perbankan , PAKTO 88 hingga PAKMEI 1993 tentang peningkatan penilaian kesehatan bank. Dari deregulasi-deregulasi yang telah digulirkan tersebut, yang merupakan deregulasi yang paling mendasar dalam industri perbankan adalah PAKTO 88. Dengan adanya kemudahan izin mendirikan bank, para investor pun mulai berlomba mendirikan bank-bank baru. Hal ini tentunya lelah merubah struktur pasar industri perbankan di Indonesia. Perubahan struktur pasar ini akhirnya akan mempengaruhi kinerja.
Smirlock (1985) pernah melakukan penelitian tentang hubungan antara struktur pasar dengan kinerja pada industri perbankan di Amerika. Dia mengajukan dua hipotesa Pertama, Efficient Structure Hypothesis (ESH) yang mengatakan bahwa profit yang tinggi disebabkan oleh efisiensi bank-bank yang menjadi pemimpin, kedua Traditional Structure Hypothesis (SCP) yang mengatakan bahwa profit yang tinggi disebabkan oleh pasar yang terkonsentrasi. Penelitian Smirlock ini telah diikuti oleh peneliti-peneliti Iain, misalnya Clark (1987), Whalen (1987) dan sebagainya. Hasil peneliti-peneliti tersebut ada yang mendukung ESH dan ada yang mendukung SCP.
Penelitian ini pada dasarnya adalah mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Smirlock, hanya ada beberapa modifikasi sebagai penyesuaian terhadap kondisi di Indonesia. Lebih jauh lagi penelitian ini juga akan melihat dampak PAKTO 88 lerhadap hubungan antara struktur pasar dengan profitabilitas, baik secara nasional maupun per kelompok bank.
Hasil analisa hubungan antara struktur pasar dengan profitabilitas pada industri perbankan secara nasional , menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia mendukung SCP. Selain itu ditunjukkan juga bahwa aset dan rasio giro terhadap deposit berpengaruh secara positif terhadap profitabilitas. Jika dilihat per kelompok bank, kelompok bank pemerintah mendukung SCP, ada suatu indikasi bahwa aset bank pemerintah kurang produktif. Kelompok bank swasta besar tidak mendukung kedua hipotesa tersebut, koeiisien MS yang negatif mengindikasikan bahwa kelompok bank swasta besar belum efisien, aset berpengaruh secara positif terhadap profit. Kelompok bank swasta menengah cenderung mendukung SCP (kelihatan jelas jika profit diukur dengan ROE) dan cenderung menentang ESH (jika profit diukur dengan ROA maupun ROR), rasio giro terhadap deposit serta aset berpengaruh secara positif terhadap profit.
Analisa pengaruh PAKTO terhadap hubungan antara struktur pasar dengan profitabilitas menunjukkan bahwa secara nasional adanya PAKTO telah menurunkan kualitas aset. Pada kelompok bank pemerintah mengindikasikan adanya perubahan bentuk persaingan ke persaingan bukan harga (koefisien CR negatif), pengaruh giro menurun, pengaruh aset terhadap ROE berubah menjadi positif. Pada kelompok bank swasta besar jika profit diukur dengan ROA maupun ROA, tidak menunjukkan adanya perubahan, tetapi jika profit diukur dengan ROE ada suatu indikasi menumnnya kualitas aset. Pada kelompok bank swasta, menengah adanya PAKTO telah menurunkan pengaruh market growth terhadap ROA, pengaruh proporsi giro terhadap ROE juga menurun.
Hasil analisa perbandingan hubungan antara struktur pasar dengan profitabilitas antar kelompok bank menunjukkan bahwa selama periode 1984-1993, dari segi market share, bank pemerintah paling efisien dan bank swasta menengah paling tidak efisien (jika profit diukur dengan ROA maupun ROR). Dari segi aset, untuk kelompok bank swasta besar dan menengah mengindikasikan aset berpengaruh secara positif terhadap profit, sedangkan pada kelompok bank pemerintah, aset berpengaruh secara negatif terhadap profit. Pada periode sebelum PAKTO, bank pemerintah paling efisien dan bank swasta menengah paling tidak efisien. Dari segi aset, bank swasta besar dan menengah menunjukkan aset pengaruh aset terhadap profit positif, sedangkan pada bank pemerintah, pengaruhnya negatif. Pada periode setelah PAKTO, bank pemerintah paling efisien,kualitas aset bank pemerintah dan bank swasta menengah lebih bagus dibanding bank swasta besar.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viciwati
"Semenjak Deregulasi Perbankan diluncurkan maka Perbankan di Indonesia mengalami pertumbuhan yang demikian pesat, dimana banyak sekali bermunculan Bank dan cabang-bank baru hal ini dikarenakan ditetapkannya syarat yang begitu mudah di dalam peraturan deregulasi Perbankan. Namun pada saat krisis datang terlihat bahwa bank-bank yang dihasilkan setelah digulirkan Deregulasi Perbankan tidak tahan akan efek dari krisis, Hal ini terlihat banyak sekali bank-bank yang mengalami negatif spread sehingga dalam operasionalnya tidal( mengalami keuntungan, bahkan banyak bank yang pada akhirnya harus di tutup (co/aps).
Melihat kondisi ini penulis ingin melihat bagaimana kinerja perbankan pada periode 1995-2001, dimana periode tersebut dipilih untuk membedakan bagaimana kinerja perbankan sebelum krisis terjadi (1995-1997) hingga datangnya masa krisis 1998-2001). Data yang dipakai adalah data sekunder yang didapat dari hasil peratingan bank-bank yang dilakukan oleh majalah Infobank. Data dipakai oleh penulis karena data ini sudah dipublikasikan kepada masyarakat sehingga kebenaran datanya sudah diakui oleh masyarakat, terutama pemilik bank.
Dalam penelitian penulis juga ingin melihat bagaimanakah kinerja perbankan berdasarkan kepemilikan dengan maksud agar terlihat bank-bank pada kelompok mana yang berkinerja paling baik selama krisis terjadi, begitu juga penulis juga ingin mengetahui pengaruh kelas asset pada kinerja perbankan kita dengan maksud agar terlihat pengaruh kelas asset manakah yang mempunyai kecenderungan dapat mempengaruhi kinerja perbankan kita selama krisis tcrjadi.
Hasil penelitian membuktikan bahwa selama krisis terjadi perbankan kita rata-rata mengalami penurunan pada profitabilitasnya, yang berarti bahwa kinerja perbankan kita mengalami menurunan selama masa krisis tcrjadi. Adapun bank yang cukup kuat bertahan selama krisis terjadi adalah bank pada kelompok bank asing. Sedangkan kelas asset yang paling mempengaruhi kinerja perbankan kita adalah kelas asset dengan jumlah diatas 5T, dimana kinerja perbankan kita dengan jumlah asset tersebut mengalami penurunan yang cukup berarti pada kinerjanya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>