Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41488 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Danu Bekti Robi`u
"Selama tiga dekade distribusi komoditi pupuk Urea diatur secara ketat untuk mendukung program pemerintah di bidang peningkatan produksi pertanian dan swasembada beras. Masalahnya adalah pemerintah telah membuat kebijakan penghapusan tata niaga pupuk dan pencabutan subsidi, namun di sisi lain pemerintah masih memberikan subsidi untuk daerah sulit dijangkau (remote area) dan mengawasi ekspor Urea. Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan formulasi, implementasi dan implikasi kebijakan distribusi pupuk Urea di Indonesia dengan cara menelusuri latar belakang yang mendasari kebijakan tersebut. Kerangka pemikiran ekonomi politik digunakan untuk menjelaskan latar belakang di dalam formulasi kebijakan, dan menjelaskan implementasinya serta implikasi kebijakan terhadap pelaku distribusi. Metode penelitian menggunakan analisis deskriftif dengan satuan analisisnya adalah Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia di bidang pengadaan dan penyaluran pupuk. Data yang digunakan adalah data sekunder dari berbagai publikasi dan hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam kebijakan distribusi pupuk pada departemen terkait dan pelaku distribusi yang terlibat sehingga mewakili untuk diolah, dianalisis dan diinterpretasikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) formulasi kebijakan distribusi Urea di Indonesia dilatarbelakangi oleh kepentingan masing-masing departemen terkait dalam mewujudkan misi yang ingin dicapai, (2) peranan Pemerintah sangat dominan di dalam pengaturan masalah pupuk mulai dari tingkat investasi, produksi, distribusi dan penetapan harga eceran, (3) peranan pemerintah secara bertahap mulai berkurang sejak desember 1998 dengan hanya mengatur masalah pengadaan untuk kebutuhan dalam negeri dan penetapan ijin ekspor Urea, (4) implikasi kebijakan terhadap pelaku distribusi adalah mereka menikmati monopoli di dalam pendistribusian pupuk Urea untuk tanaman pangan sehingga tidak memberikan kesempatan kepada pelaku lain untuk terlibat di dalam distribusi dan pemasaran pupuk Urea, dan (5) hapusnya tata niaga pupuk telah mampu menghilangkan distorsi yang selama ini terjadi di dalam distribusi pupuk Urea untuk tanaman pangan.
Penelitian menyarankan/merekomendasikan beberapa hal berikut : (1) dalam formulasi kebijakan yang menyangkut masalah pupuk Urea hendaknya diperhatikan aspek sosio ekonomi yang berdampak pada petani, (2) pengawasan mutu perlu diatur kembali dalam rangka menertibkan peredaran pupuk alternatif, dan (3) ekonomi-politik kenaikan harga pupuk perlu dikaji dalam penelitian tersendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T16728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haedar Akib
"Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan fenomena kelangkaan pupuk urea tabur dengan cara menelusuri faktor yang melatarbelakangi. Berawal dari deskripsi intermediate factors, sampai pada implementasi dan formulasi kebijakan yang mengatur, sebagai main factors. Sesuai pendekatan Ekonomi Politik yang digunakan, bertujuan: (1) menjelaskan peran policy makers dalam proses formulasi kebijakan distribusi pupuk di Indonesia, (2) menjelaskan pra-kondisi yang melatarbelakangi wajah ambiguitas kebijakan dilihat dari mekanisme koordinasi yang digunakan, (3) menjelaskan implikasi kebijakan tersebut terhadap kinerja pelaku distribusi dan konsumen. Satuan analisisnya ialah Kebijakan Distribusi Pupuk di Indonesia. Datanya diperoleh melalui indept interview dengan informan terpilih (?purposive") dari policy makers, untuk mewakili departemen dan pelaku distribusi yang terlibat ("snowball.), sehingga representatif untuk diolah, dianalisis dan diinterpretasikan.
Jawaban tujuan penelitian ini ada tiga. Pertama, peran policy makers dalam proses formulasi kebijakan distribusi pupuk di Indonesia didasarkan atas visi dan misi departemen dan atau pelaku distribusi yang diwakili. Kedua, pra-kondisi yang melatarbelakangi formulasi kebijakan distribusi pupuk di Indonesia, meliputi: (1) Pupuk dan beras merupakan komoditas bersifat "vital dan strategis". (2) Diharapkan distribusi pupuk memenuhi kriteria enam tepat. (.3) Para petani tidak semestinya diperlakukan sebagai "obyek". (4) Asumsi yang dianut policy makers ialah, pupuk "bukan komoditas komersial, melainkan barang yang didistribusikan". (5) Mempertahankan "rente ekonomi" yang dinikmati oleh departemen dan pelaku distribusi yang ditunjuk oleh pemerintah, yaitu "sebagian" dari fee, handling fee dan biaya distribusi yang disediakan. (6) Tanggung jawab utama pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat, serta (7) heterogenitas visi dan misi atau orientasi nilai policy makers.
Kinerja konsumen (petani). Kenaikan harga dasar pupuk urea yang diikuti kenaikan harga dasar gabah tidak menguntungkan petani. Jadi, harapan petani tidak tercapai dan memposisikan memenuhi kebutuhannya dalam batas subsistensi. Disamping itu, meneguhkan superioritas pelaku distribusi, dibandingkan inferioritas petani dalam melakukan jual-beli komoditas input dan output pertanian. Selanjutnya, produsen pupuk (PT PUSRI) diuntungkan dengan tanggung jawab "formal" menyalurkan pupuk sampai lini IV karena hanya menyediakan sampai lini III. Sementara itu KUD berada pada posisi kunci, sekaligus krusial, karena menerima imbal tanggung jawab "aktual" penyediaan pupuk setelah lini III. Akibatnya, resiko ketidakefektifan distribusi pupuk sesuai kriteria enam tepat ditujukan kepada KUD. Kemudian, peran swasta dalam distribusi pupuk "mengaburkan asumsi" bahwa pupuk bukan komoditas komersial dan HET yang ditetapkan hanya berlaku di atas kertas.
Rekomendasi penelitian: (1) Untuk memperbaiki sistem distribusi pupuk diperlukan terobosan kebijakan yang mengakomodasikan kepentingan tetap departemen dan pelaku distribusi pupuk Indonesia. (2) Diperlukan insentif dari pemerintah kepada petani, terutama kemudahan memperoleh pupuk sesuai prinsip enam tepat. (3) Campur tangan langsung pemerintah diarahkan untuk menindaklanjuti fungsi regulasi dan pengendalian yang dilakukan dan kebijakan yang mendukung harus tepat waktu. (4) Perlu dilakukan institusional arrangement pada berbagai level, agar terjadi keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab departemen dan atau pelaku distribusi pupuk, balk secara formal maupun secara aktual."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bustanul Arifin
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001
330.959 8 BUS e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Didik J. Rachbini
Jakarta: Granit, 2004
330.1 DID e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kwik, Kian Gie
Jakarta: Kompas, 2006
338.959 8 KWi k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Didik J. Rachbini
Jakarta: Granit, 2004
330 DID e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kwik, Kian Gie
Jakarta: Buku Kompas, 2006
330.9 KWI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Said Zainal Abidin
Jakarta: Suara Bebas, 2008
330 ABI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Asri Wahyudi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi jaringan sistem distribusi eksisting pupuk urea bersubsidi PT X, khususnya antara gudang distributor dan gudang pengecer. Pada penelitian ini dilakukan optimasi jaringan eksisting dengan menggunakan beberapa skenario untuk memperkuat analisa dengan didasarkan pada model minimum cost flow, dengan tujuan untuk meminimasi biaya transportasi di dalam jaringan. Berdasarkan optimasi dengan beberapa skenario didapat efisiensi biaya distribusi sebesar 61% s/d 89% terhadap eksisting. Apabila biaya satuan transportasi prediksi bias +20% maka efisiensi biaya distribusi menjadi 70% s/d 106% terhadap biaya eksisting, sedangkan apabila biaya satuan prediksi bias -20% maka efisiensi biaya distribusi menjadi 51% s/d 71% terhadap biaya eksisting. Berdasarkan hasil optimasi ini terlihat bahwa kondisi jaringan sistem distribusi eksisting masih dapat diperbaiki dengan melakukan restrukturisasi rayonisasi gudang pengecer.

This study aims to evaluate the distribution system of existing networks of subsidized urea fertilizer in PT X particularly between distributor warehouses and kiosk ones. In this study, the optimization of existing networks is carried out by using several skenarios to strengthen the analysis and it is based on minimum cost flow model which is aimed to minimize transportation costs of the networks. The optimization finds cost efficiency about 61% up to 89% of the existing costs. When the predicted unit cost is biased +20% thus the cost efficiency be 70% up to 106% of the existing costs. On the other hand, when the predicted unit cost is biased -20% thus the cost efficiency be 51% up to 71% of the existing costs. From the optimization is shown that the current system still could be improved by restructuring the clustering system of kiosks of the existing networks.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58618
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Sasongko
"Tesis ini berangkat dari pertanyaan pokok yang intinya mempertanyakan bagaimana interaksi antara negara, media dan civil society dalam bingkai ekonomi-politik negara Orde Reformasi (Era Transisi). Penulis melihat adanya pertarungan berbagai macam kepentingan dalam menyusun kebijakan penyiaran di. Indonesia yang ternyata sangat dipengaruhi oleh dinamika interaksi ketiga komponen tersebut. Secara lebih spesifik, penelitian ini mencoba menyajikan realitas empiris menyangkut kebijakan penyiaran yang diterapkan oleh pemerintah terhadap stasiun TVRI.
Metode yang digunakan untuk menggambarkan secara rinci dan jelas topik yang dibahas adalah metode Studi Kasus. Sedangkan pendekatan yang digunakan sebagai dasar pemikiran dalam studi ini adalah pendekatan ekonomi-politik kritis. Pendekatan ini umumnya berangkat dari perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur kepemilikan. dan mekanisme kerja kekuatan pasar media (McQuail, 1996:63). Selain itu, implikasi bagi kepentingan publik hanya dapat dipahami secara lebih komprehensif jika digunakan pendekatan ekonomi-politik kritis karena era transisi ditandai oleh adanya tarik-ulur dan benturan kepentingan antara variabel-variabel ekonomi dan variabel-variabel politik.
TVRI digunakan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini mengingat selarna ini keberadaannya masih dianggap penting dan ternyata TVRI memiliki dinamikanya sendiri ditengah maraknya industri pertelevisian di Indonesia. Selain itu, eksistensi TVRI akan semakin diperhitungkan seiring dengan perubahan status yang disandangnya sebagai lembaga penyiaran publik, sebuah lembaga yang mempunyai posisi sangat strategis di era demokrasi.
Penibahasan tentang W No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran digunakan untuk melihat lebih tajam bagaimana realitas empiris kebijakan yang ditempuh oleh negara dalam interaksinya yang dinamis dengan media dan civil society/publik dalam konteks era Orde Reformasi. Sebagai sebuah produk hukum, UU Penyiaran ini ternyata masih mengundang kontroversi yang begitu dahsyat karena bersinggungan langsung dengan kepentingan berbagai kelompok.
Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa ada penibahan yang cukup mendasar menyangkut pola hubungan kekuasaan antara negara - media -- dan masyarakat. Namun dernikian, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa perubahan struktur ekonomi-politik telah memunculkan peran kekuatan masyarakat dan media dalara mengontrol kekuasaan negara (state power). Perubahan pola hubungan ini tercermin dalam kebijakan penyiaran di Indonesia: Pertarna, intervensi pemerintah dalam bidang penyiaran sudah tidak terlalu dominan. Indikasi ini terlihat dengan dihapuskannya lembaga penyiaran negara dan diakuinya lembaga penyiaran publik, juga lembaga penyiaran komunitas. Selain itu, pemerintah juga tidak bisa lagi mengatur lembaga penyiaran melalui sebuah lembaga khusus bentukan negara atau lembaga di bawah departemen negara. Pengaturan institusi penyiaran diserahkan kepada sebuah lembaga independen yakni Komisi Penyiaran Indonesia (PI) yang tidak bertanggungjawab kepada Pemerintah tetapi bertanggungjawab kepada DPR/DPRD sebagai representasi rakyat.
Kedua, kontroversi seputar pengesahan UU Penyiaran No. 32 Tabun 2002 mencerminkan masih adanya benturan kepentingan antara negara dan publik. Di antara kelompok masyarakat/publik sendiri muncul pro-kontra khususnya antara kelompok pemilik modal dan praktisi penyiaran yang menolak tegas UU ini dengan beberapa pihak yang mendukungnya. Implikasi praktis situasi seperti ini adalah semakin meningkatnya kesadaran publik akan hak-hak mereka dalam penyelenggaran penyiaran. Paling tidak, ada peluang munculnya civil society yang kuat sehingga publik bisa lebih berperan dalam proses pelembagaan referensi etik, normatif, dan regulatif bidang komunikasi massa.
Secara teoritis, deregulasi bidang penyiaran yang dilakukan oleh pemerintah bersama DPR belum sepenuhnya mencerminkan model penyiaran yang demokrass. Dalam hal ini, filosofi kepentingan publik (public interest) sebagai konsep kunci demokrasi masih akan sulit diwujudkan. Dalam masyarakat demokrass, regulasi penyiaran harusnya memenuhi kriteria: Pertama, akuntabilitas publik (accountability), yang berarti lembaga penyiaran bertanggungjawab memenuhi kepentingan publik. Kedua, kecukupan (adequacy), berwujud keanekaragaman program yang menyentuh seluruh segmen masyarakat secara adil, proporsional, dan berimbang. Ketiga, akses (access), yakni upaya memberikan hak seluas-luasnya kepada publik untuk memperoleh informasi (Kellner, 190:185)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>