Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94265 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tobing, Nelson B.L.
"Penulis ingin meneliti dan menganalisis praktik persekongkolan dalam tender di Indonesia, khususnya persekongkolan dalam tender penjualan (divestasi) 2 unit kapal tanker (Very Large Crude Carrier/VLCC) milik Perseroan Terbatas Pertamina (selanjutnya disebut dengan PT Pertamina (Persero)). Perkara tersebut telah diputus oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indenesia (selanjutnya disebut dengan KPPU). Dalam Putusan KPPU, persekongkolan dalam kegiatan tender antara PT Pertamina Persero dengan pelaku usaha terbukti dilakukan melalui persekongkolan tender secara horizontal dan vertikal. Di samping itu, pengajuan upaya hukum keberatan para Terlapor ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (selanjutnya disebut dengan PN Jakarta Pusar) terhadap Putusan KPPU, pembatalan Putusan KPPU oleh PN Jakarta Pusat dan pengajuan upaya hukum kasasi oleh KPPU ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (selanjutnya disebut dengan MA) atas Putusan PN Jakarta Pusat, Serta penguatan permohonan kasasi oleh MA, membuat kasus tersebut sebagai "landmark case" bagi penegakan UU Antimonopoli di Indonesia. Merupakan hal menarik untuk mencermati pandangan dan pertimbangan pengadilan dalam memahami UU Antimonopoli, khususnya analisis hakim terhadap indikasi persekongkolan tender dalam perkara tersebut.
Perkara dimaksud berindikasi KKN karena dilakukan melalui persekongkolan dalam kegiatan tender, sehingga menimbulkan kerugian negara. Pengalaman menunjukkan bahwa titik rawan KKN di Indonesia adalah saat transaksi pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui persekongkolan dalam kegiatan tender.
Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mengkaji perkara tender penjualan (divestasi) 2 dua) unit kapal tanker (VLCC) milik PT Pertamina (Persero) melanggar ketentuan UU Antimonopoli.
2. Untuk mengetahui dan mengkaji metode pendekatan hukum yang digunakan oleh KPPU membuktikan persekongkolan tender dalam pemeriksaan perkara penjualan (divestasi) 2 (dua) unit kapal tanker (VLCC) milik PT Pertamina (Persero).
3. Untuk mengetahui dan mengkaji argumentasi atau dalil-dalil yang digunakan oleh oleh pengadilan membuktikan persekongkolan tender dalam perkara penjualan (divestasi) 2 (dua) unit kapal tanker (VLCC) milik PT Pertamina (Persero)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T17036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desca Putra Yana
"Dalam pertanggungjawaban direksi PT Pertamina dalam dugaan persekongkolan tender divestasi dua unit kapal tanker VLCC milik PT Pertamina ini ditinjau dari hukum keuangan publik. Pokok Permasalahan terdapat pada bagaimana kerugian negara yang nyata dan pasti terhadap divestasi dua unit kapal VLCC milik PT Pertamina ditinjau dari hukum keuangan publik. Selain itu dilihat pula bagaimana pertanggungjawaban direksi PT Pertamina terhadap kebijakan melakukan divestasi dua unit kapal VLCC yang ditinjau dari hukum keuangan publik. Penelitian ini adalah penelitian normatif dimana sumber data diperoleh dari data sekunder dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerugian BUMN Persero dalam hal ini adalah PT Pertamina bukanlah kerugian negara yang nyata dan pasti. Selain itu pertanggungjawaban direksi BUMN Persero yang diakibatkan kebijakan direksi tersebut selama bukan melakukan perbuatan melawan hukum bukanlah sebuah kerugian keuangan negara.

The responsibility of board of directors of PT Pertamina in alleged bid rigging of divestment of two VLCC tanker units of PT Pertamina is viewed from public finance law. The main issues are on how a real and certain state loss against divestment of two VLCC tankers owned by PT Pertamina viewed from public finance law. Besides that also seen how the responsibility of board of directors of PT Pertamina policies on the divestment of two VLCC tankers viewed from public finance law. This research is the study of normative where source data obtained from secondary data and analyzed qualitatively. The result showed that the loss of state-owned enterprises (PT Pertamina Persero) is not a real and certain state loss. In addition, the responsibility of board of directors of state-owned enterprises and refines the resulting policies of board of direstors for not doing a tort is not a state financial loss."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53548
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Albanna
"Dalam konteks hukum persaingan usaha untuk menganalisa suatu tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha menggunakan dua model pendekatan yang digunakan untuk mengetahui apakah tindakan tersebut telah bertentangan dengan hukum persaingan usaha atau tidak. Pendekatan tersebut adalah pendekatan rule of reason dan per se illegal. Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan untuk mengevaluasi alasan - alasan perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan. Pendekatan per se iIlegal adalah suatu pendekatan yang menyatakan setiap perjanjian usaha atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut.
Persekongkolan tender adalah praktek yang dilakukan antara para penawar tender selama proses penawaran, untuk pelaksanaan kontrak kerja yang bersifat umum, dan proyek lain yang ditawarkan oleh pemerintah, BUMN maupun swasta dengan kerja sama yang dilakukan dua atau lebih pelaku usaha dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu. Perkara persekongkolan tender penjualan 2 (dua) unit kapal tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik PT. Pertamina melibatkan 5 (lima) perusahaan sebagai Terlapor I sampai dengan Terlapor V, yaitu PT. Pertamina (Persero) sebagai Terlapor I; Goldman Sachs, Pte (Singapore) sebagai Terlapor II; Frontline, Ltd sebagai Terlapor III; PT. Corfina Mitrakreasi sebagai Terlapor IV; dan PT. Perusahaan Pelayaran Equinox sebagai Terlapor V. Serta adanya 2 (dua) Pelapor yakni Pelapor I dan Pelapor II yang identitasnya dirahasiakan oleh Majelis Hakim KPPU dalam putusan No. 07/KPPU-L/2004.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang berbasis atau mengacu kepada pengkajian terhadap kaidah - kaidah atau norma - norma hukum yang terdapat dalam hukum positif maupun peraturan perundang - undangan. Pada umumnya, penelitian yuridis normatif merupakan studi dokumen dengan penggunaan data sekunder. Dalam penelitian ini akan dianalisa Putusan KPPU Nomor : 07/KPPU-L/2004, Putusan PN Jakarta Pusat Nomor : 4/KPPU/2005/PN.JKT.PST, Putusan Kasasi MA Nomor : 04 K/KPPU/2005, Putusan Peninjauan Kembali MA Nomor : 01.PK/PDT.SUS/2007 dalam konteks Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999.

In the context of business competition law, to analyze an activity done by a business person, the Commission for the Supervision of Business Competition (KPPU) uses two approaches to determine whether that particular action is against the business competition law. These two approaches are rule of reason approach and per se illegal approach. Rule of reason approach is an approach to evaluate reasons for a certain contract or business activity in order to determine whether that particular contract or activity hinders or supports competition. Per se illegal approach is an approach which states that a certain business contract or business activity as illegal without further corroboration upon the emerging impacts brought about by that business contract or activity.
Bid rigging is a practice conducted among bidders during the process of bidding to conduct a general work contract and other projects offered by the government, state-owned enterprises or private companies with cooperation by two or more business people in order to make a certain bidder win the bid. The case of bid rigging in the selling of two units of Very Large Crude Carrier (VLCC) tanker ships owned by PT. Pertamina involved five prosecuted institutions. They are PT. Pertamina (Persero) as prosecuted I; Goldman Sachs, Pte. (Singapore) as prosecuted II; Frontline, Ltd. As prosecuted III; PT. Corfina Mitrakreasi as prosecuted IV; and PT. Perusahaan Pelayaran Equinox as prosecuted V. In addition, there were two prosecuting institutions known as prosecuting institution I and prosecuting institution II whose identity was kept secret by the Judicial Tribunal of KPPU in Judgment Number: 07/KPPU-L/2004.
This research used normative judicial research method; that is legal research based on or referred to the examination of legal norms in positive law as well as in law and regulations. In general, normative judicial research is a document study using secondary data. This research analyzed the Judgment of KPPU Number: 07/KPPU-L/2004, the Judgment of the District Court of Central Jakarta Number: 4/KPPU/2005/PN.JKT.PST, the Judgment of the Cassation Appeal of the Supreme Court Number: 04K/KPPU/2005, and the Judgment of the Judicial Review of the Supreme Court Number: 01.PK/PDT.SUS/2007 in the context of Law No. 5 year 1999.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26658
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Tantangan terbesar setelah terungkapnya kasus penjualan dua kapal very large cargo carrier (VLCC) milik pertamina yang melibatkan mantan Menteri BUMN selaku komisaris Utama Pertamina, Direktur utama, dan direktur keuangan pertamina saat itu, adalah mampukah bangsa ini memasuki era baru dengan usaha baru yang sungguh-sungguh dalam melaksanakan good corporate governance...."
JHB 26 : 4 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shalahuddin S.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25084
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2000
S23681
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"the greatest challenge after exposure of selling two Very Large Cargo Carrier (VLCC) Pertamina involving the former Ministary of BUMN as Pertamina's Chief of Trustee, the previous President Director and Finance Director of Pertamina is whether this nation has capability to enter new era with new effort seriously in implementating good corporate governance....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The gratest challenge after exposure of selling two very large cargo carrier (VLCC) pertamina involving the former minisrty of BUMN as pertamina's chief of trustee, the privious President Director and Finance Director of Pertamina is whether this nation has capability to enter new era with new efforth seriously in implementing good corporate governance..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bastianon
"Di bidang pengadaan barang dan jasa untuk publik diperkirakan kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hampir mencapai Rp 100 triliun. Pembocoran itu dilakukan melalui menggeiembungkan harga barang dan dengan cara menambahkan volume barang yang akan dibelanjakan. Mekanisme pengadaan barang dan jasa hampir sebagian besar dilakukan dengan cara penunjukan langsung dan tidak terbuka kepada publik. Semua hal itu bisa terjadi karena mekanisme aturan dan sanksi hokum terhadap penyalahgunaan anggaran, terutama dalam pengadaan barang dan jasa, masih lemah. Kajian Indonesia Procurement Watch bersama Bank Dunia mengemukakan, kebocoran APBN dari sektor pengadaan barang dan jasa untuk publik sebesar 30 - 50 persen. Padahal, hampir setengah biaya APBN digunakan untuk pengadaan barang dan jasa.
Indikasi kebocoran dapat dilihat dari banyaknya proyek pemerintah yang tidak tepat waktu, tidak tepat sasaran, tidak tepat kualitas, dan tidak efisien. Selain itu, banyak proyek pemerintah yang masa pakainya hanya mencapai 30 - 40 persen dari seharusnya. Selama ini, pengadaan barang dan jasa hanya diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000, yang diperbarui dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Di dalam Keputusan Presiden itu antara lain dinyatakan bahwa pelaksanaan dan pengadaan barang dan jasa untuk publik oleh pemerintah yang nilainya di atas Rp 100 juta harus ditenderkan. Selain itu, pengadaan barang dan jasanya harus dari Indonesia.
Dalam konteks permasaiahan ini, Komaruddin Hidayat, Ketua Umum Indonesia Procurement Watch mengemukakan bahwa kenyataannya, hampir sebagian besar mekanisme pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan penunjukan langsung yang sangat berbau kolusi, korupsi, dan nepotisme. Anggarannya pun di mark-up dan volume barangnya sering ditambah-tambahkan. Parahnya lagi, sanksi yang dijatuhkan kepada pejabat yang melakukan penyimpangan itu hanya berupa sanksi administratif, tanpa ada sanksi hukum pidananya. Hal ini merupakan kelemahan fundamental karena pengadaan barang dan jasa pemerintah yang menelan lebih dari 40 persen APBN setiap tahunnya hanya diatur oleh aturan setingkat Keppres."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>