Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92120 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edward Suharjo
"Kenyataan bahwa dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tertanggal 6 Oktober 2004, Lembaran Negara Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4432, telah menggantikan kedudukan Peraturan Jabatan Notaris yang telah berlaku selama 144 tahun di Indonesia dimulai sejak tahun 1860 dengan Staatsblad 1860 Nomor 3. Adapun pembahasan dalam penelitian ini dititikberatkan mengenai kewenangan notaris dalam membuat akta di bidang pertanahan sehubungan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tersebut, di mana pengaturan dari pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-undang tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan hukum di kalangan akademis maupun para notaris sendiri, yaitu pengertian notaris dan pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta kewenangan notaris dalam pembuatan akta-akta berkaitan dengan masalah pertanahan.
Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, penulis akan memaparkan dalam tesis mengenai sejarah munculnya profesi notaris, pengertian notaris, pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta sejauh mana kewenangan notaris dalam membuat akta di bidang pertanahan menurut Peraturan Jabatan Notaris, peraturan di bidang pertanahan dan Undang-undang Jabatan Notaris. Sebagai penutup, penulis menyimpulkan mengenai eksistensi serta kewenangan dari notaris untuk membuat akta pertanahan serta memberikan sumbang saran untuk mencari jalan keluar dari ketentuan mengenai pembuatan akta pertanahan yang diatur Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Kumala Esti
"Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya harus taat hukum, bekerja profesional, memegang teguh sumpah jabatan dan Kode Etik Notaris. Dalam praktek, adanya akta notaris yaitu akta risalah rapat umum pemegang saham dan atau akta pernyataan keputusan rapat yang menjadi sengketa hukum dan mengandung cacat yuridis yang menjadikan notaris sebagai tersangka. Cacat yuridis suatu akta notaris dapat disebabkan oleh kesalahan notaris yang bersifat administratif, kesalahan profesi, kesalahan perdata dan atau kesalahan pidana. Tidak selalu kesalahan notaris merupakan kesalahan pidana, bisa juga termasuk dalam lingkup kesalahan profesi, kesalahan administratif dan atau kesalahan perdata. Hasil penelitian ini yang didasarkan pada analisis dengan menggunakan 4 posisi kasus terhadap akta risalah rapat dan atau akta pernyataan keputusan rapat yang mengandung cacat yuridis yaitu bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan mengakibatkan aktanya batal demi hukum yang penetapannya bersifat declaratoir, dan penerapan sanksi pidana terhadap Notaris. Kesalahan pidana terhadap notaris yang membuat akta risalah rapat dan atau akta pernyataan keputusan rapat harus menggunakan parameter standar pelayanan yang menimbulkan malpraktek atau perbuatan "negligence", doktrin profesi, doktrin perdata dan doktrin pidana. Perbuatan Notaris masuk ruang lingkup hukum pidana terletak pada parameter unsur melawan hukum disertai dengan pertanggungjawaban pidana antara lain berupa unsur kesengajaan termasuk kesengajaan bersyarat (dolus eventualis) dalam melakukan delik dan sanksi pidana merupakan ultimum remedium. Kejahatan dalam profesi Notaris merupakan kejahatan di bidang ekonomi yang dikategorikan white collar crime.

A notary as a public official in running his or her position has to obey the law, works professionally, uphold the official oaths and code of ethics of Public Notary Association. In practice, the notarial deed of the minutes of the general meeting of shareholders or a deed of declaration and the decision of the legal dispute and contain a flaw that makes the juridical notary as a suspect. A legal disability may be caused by a public notary who is an administrative error, professional error, mistake or error in civil, criminal as well as administrative law.Public notary mistake is not always the fault of criminal law field of law , it could be included within the scope of professional errors, mistakes or errors of administrative and civil liability. The results of this study is based on an analysis byusing the four position of the cases against the deed or deed of minutes of meetings and statements containing the decision of the legal disabilities that is contrary to the Notary Act and the Limited Liability Company Act and the resulting void deed to be legally canceled the establishment is declaratoir, and the application of criminal sanctions against the notary. Mistakes are made penal to the notary deed or deed of minutes of meetings and the decision of the statements should use the standard of service parameters that lead to malpractice or acts of "negligence", the doctrine of the profession, the doctrine of civil and criminal doctrine. Notary deed into the scope of criminal law lies in the parameters of criminal liability with unlawful element accompanied by criminal responsibility among other thing malicious intent which include dolus eventualis and criminal sanctions is an ultimum remedium. The crime in the profession of notary is a crime in the area of economic crime which categorized as white collar crime."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30154
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lidwina Dian Pratiwi
"Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Artinya sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lain, maka yang berwenang membuatnya adalah notaris sebagai pejabat umum. Pembuatan akta otentik diharuskan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa bagi para pihak akta otentik memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Koperasi merupakan badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat yang bertujuan memajukan kesejahteraan anggota-anggotanya dan seluruh masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Agar koperasi dapat melaksanakan fungsi dan peranannya secara efektif, serta menciptakan kepastian hukum bagi kegiatan usaha yang dilakukannya, koperasi memerlukan landasan hukum yang kuat, yaitu dengan membuat akta-akta koperasi dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris sebagai pejabat umum.
Tesis ini membahas mengenai kewenangan notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta-akta koperasi serta mengapa diperlukan pembekalan dan pengangkatan notaris untuk membuat akta-akta koperasi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Notaris sebagai pejabat umum diberi kewenangan untuk membuat akta otentik, termasuk didalamnya akta-akta koperasi, dimana undang-undang tidak mengecualikannya. Pembekalan mengenai koperasi diperlukan karena masih banyak notaris yang kurang memahami mengenai koperasi yang memiliki karakteristik berbeda bila dibandingkan dengan badan hukum lain. Namun pembekalan ini tidak boleh membatasi ataupun menghilangkan kewenangan notaris selaku pejabat umum satu-satunya yang berwenang membuat akta otentik. Pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap undang-undang koperasi sehingga memuat ketentuan yang mengatur mengenai kewenangan notaris selaku pejabat umum dalam membuat akta-akta koperasi.

Law Number 30/2004 on Public Notary said that notary is a public officer with authorities to make authentic deeds. It means that if certain authentic deeds are not specially empowered to the other public officers, the authority will be on the notary as a public officer. An authentic deed is required for the parties and others to avoid uncertainty, regularity and law protection. Indonesian Civil Code said, an authentic deed giving a full evidence of its contents for the parties. Cooperation is a corporate body and a public economic movement that will increase its member?s prosperity and public in general, and to develop national economic system to reach a prosperous society in justice according to Pancasila and 1945 Constitution. To do its function effectively, and its activities protected by the law, the cooperation needs an authentic deeds which is made by or before the notary as a public officer.
This thesis reviews the authority of a notary as a public officer in order to make cooperation deeds. And why a notary should be enhanced and elected to be able to appoint to make cooperation deeds. This thesis used literatures examination which describes normatively yuridis. Notary as a public officer having the authority to make authentic deeds, including cooperation deeds, that is not expected by law. Enhancement about cooperation still needs because most notaries did not have enough knowledge about cooperation that has so many different characteristic, compare with the other corporate bodies. But this enhancement should not border or losing notary authority as the only one public officer that has an authority to make authentic deeds. The government needs to change the cooperation law so it denotes rules about notary authority as a public officer in making cooperation deeds.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daramintha Wulan Marisca
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai adanya seseorang yang mengaku sebagai Notaris Pengganti dari Notaris yang masih aktif dimana orang yang bersangkutan menggunakan nomor Surat Ketetapan pengangkatan palsu dalam membuat akta Hal ini tentu sangat merugikan masyarakat selaku pengguna jasa dari orang yang bersangkutan karena akta yang dibuat oleh orang yang bersangkutan menjadi akta yang tidak otentik dan tindakan hukum yang tertuang didalamnya ikut batal terkait hal tersebut tentu kita dapat melihat peranan Notaris yang namanya digunakan oleh orang yang bersangkutan terutama jika Notaris tersebut mengetahui penggunaan namanya dan tidak melakukan tindakan apapun atau bahkan bekerja sama dengan orang tersebut maka ia dapat dikenakan pasal 55 Kitab Undang Undang Hukum Pidana mengenai turut serta sanksi berdasarkan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan sanksi dari segi Kode Etik karena telah berperilaku tidak sesuai dengan ketentuan Oleh karenanya seorang Notaris dalam melaksanakan jabatannya harus patuh kepada ketentuan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris terutama untuk selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat Notaris Kata kunci Notaris Notaris Pengganti Kode Etik Notaris

ABSTRACT
This thesis discuss the existence of someone who is claimed to be a Substitute Public Notary while The Public Notary is still active Which the person concerned is alleged to be using false numbers Decree in making deed It is certainly very detrimental to the public as costumers of the Public Notary that uses their services are concerned that the deeds are not authentic and legal actions contained were null and void it is unauthorized certainly to those as we can see that role of a Public Notary whose name were used by people alleged especially the Public Notary knows that her legal name were used and does not do anything about it or even cooperated with those unauthorize d subtitute Public Notary if it so then the Notary public can be subject to article 55 of the Criminal Law Code about participating sanctioned by law No 30 Year 2004 about Notary title and sanctions in terms of the Code because it has not inapropriate in accordance with the provisions Therefore a Notary Public in carrying out his must obey the provisions of Law No 30 Year 2004 concerning Notary and Code of Conduct a Notary primarily to always uphold the dignity of a Notary "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nawang Wulan
"ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, telah melahirkan Majelis
Pengawas Notaris, dalam pemebentukannya dilakukan oleh Menteri. Majelis Pengawas
Notaris menjalankan fungsi semi yudisial (semi peradilan) sebagai peradilan profesi
notaris yaitu menyelenggarakan sidang, memeriksa dan menjatuhkan sanksi atas dugaan
pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris dan atau kode etik notaris, Majelis Pengawas
Notaris yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris yang dibentuk ditingkat
Kota/Kabupaten, Majelis Pengawas Wilayah (MPW) Notaris yang dibentuk ditingkat
Propinsi dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) Notaris yang dibentuk ditngkat Pusat atau Ibu
Kota Negara. Pembentukan secara berjenjang ini dimaksudkan agar adanya suatu
pemeriksaan adanya dugaan pelanggaran kode etik atau UUJN dimulai dari tingkat bawah
atau daerah, bagi para pihak yang keberatan dengan keputusan Majelis Pengawas tersebut
dapat mengajukan banding ke Majelis Pengawas yang lebih tinggi. Sesuai dengan
permasalahan dan tujuan penelitian maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis,
maksudnya adalah penelitian untuk mendapatkan gambaran atau data teliti tentang
Kewenangan Majelis Pengawas Pusat Notaris dalam mengadili sendiri. dari
pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Tata Cara
Pemeriksaan diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 tahun 2004 dan hukum
Acara Perdata yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Umum. selanjutnya Putusan
Nomor Nomor 04/B/Mj.PPN /2012 dan Putusan Nomor 07/B/Mj.PPN/V/2013 terhadap
upaya hukum banding atas 1 (satu) putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat
Nomor 03/Pts/MPWN.Prov.Jabar/2012 tanggal 20 Januari 2012. Kedua Putusan yang
diambil oleh Majelis Pemeriksa Pusat dengan susunan Majelis yang berbeda mengandung
cacat prosedur atau cacat formil.

ABSTRACT
Law No. 30 of 2004 concerning Notary, Notary Supervisory Council has established, the
formation was made by the Minister. Notary Supervisory execute Council semi- judicial
function ( semi- judicial ) as a court notary profession is conducting the trial, check and
impose sanctions for alleged violations of the notary office and the implementation of a
code of ethics or a notary, Notary Supervisory Council were composed by the Regional
Supervisory Council (MPD) that established by Notary the City/District, Regional
Supervisory Council (MPW) that established by Notary Provincial and Central Supervisory
Council (MPP) that established in the State Capital Notary. Staging development were
intended that the existence of an examination of the alleged violations of the code or UUJN
starting from the bottom or regional level, for the parties objected to the decision of the
Supervisory Council may be appealed to a higher Supervisory Council. In accordance with
the problems and research objectives, the purpose of this research is descriptive analyzed,
which mean this research were conducted to get the data overview from these research or
detailed data about the authority of the Supervisory Council meticulous Notary Center in
prosecuting its own. These research were approached by normative juridical method
approach. The Inspection Procedures is set in Notary Law and Regulation of the Ministry
of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia Number M.02.PR.08.10 year 2004
and civil law that applicable in general of court. Furthermore, from the decree number
04/B/Mj.PPN/2012 and decree number 07/B/Mj.PPN/V/2013 concerning about legal
appeal upon 1 (one) supervisory council in Notary region on west java decree number
03/pts/MPWN.Prov.Jabar/2012 on date January 20th 2012. Both decrees that already been
taken by state supervisory council is not according to the procedure because the
composition of the council is different."
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal
"Tesis ini membahas tentang Jabatan notaris selaku pelaksana fungsi publik dalam hukum perdata sebagai pembuat minuta akta. Minuta akta dikategorikan sebagai arsip Negara. Notaris diwajibkan untuk merahasiakannya, akan tetapi ketika terjadi sengketa ada kemungkinan untuk dilakukan penyitaan akta dan pemanggilan notaris oleh penyidik. Untuk itu selaku notaris harus dapat mencermati bagaimana pengambilan minuta akta dan pemanggilan notaris oleh penyidik dan upaya yang dapat dilakukan oleh notaris.
Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan menggunakan bahan sekunder sebagai acuan utama dengan bantuan tambahan wawancara dan bahan-bahan penunjang lainya sehingga mengahasilkan analisa dengan cara deduktif analisis yang menyimpulkan bahwa dalam melakukan penyitaan minuta akta notaris, penyidik harus dapat memperhatikan undang-undang jabatan notaris sebagai payung hukum notaris dan penyidik hendaknya juga menjadikan akta sebagai bukti bukan keterangan notaris, tapi apabila kedudukan notaris sebagai tersangka maka notaris dapat dimintakan keteranganya oleh penyidik maupun dipengadilan. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh notaris apabila merasa keberatan dengan tindakan penyidik yaitunya dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas putusan persetujuan Majelis Pengawas Daerah, dan upaya menggunakan hak ingkar yang melekat pada Jabatan Notaris.

This thesis discusses about Title notary who carry out public functions in the civil law as a maker deed minute. Deed minute categorized as State archives. Notaries are required to keep it a secret, but when the dispute is likely to do foreclosure deed and notary by calling an investigator. For it as a notary must be able to observe how the decision deed minute and calls notarial by the investigator and the efforts to be made by a notary.
The study was conducted with the normative method using secondary materials as the main reference with the help of additional interviews and other supporting materials that result in the analysis of the deductive method of analysis which concludes that in conducting foreclosure deed minute, the investigator should be able to pay attention to the law office of notary as notaries and legal protection investigator should also make the deed as evidence not notarized statement, but if the position the notary notarized as a suspect may be requested the investigator and his testimony in court. As for efforts to be made by a notary public if objected to investigators that his actions by filing a lawsuit to the Administrative Court against the decision of the Regional Supervisory Council approval, and efforts to use the dissenter rights attached to the Notary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neti Herawati
"Dengan lahirnya undang-undang nomor 30 tahun 2004 pada tanggal 6 oktober 2004 tentang jabatan notaries timbul hal-hal baru yang harus dihadapi notaris dalam mejalankan profesinya.salah satu perkembangan hokum yang timbul yaitu adanya perluasan kewenangan Notaris berupa kewenangan yang dinyatakan dalam Pasal 15 ayat (2) butir f yakni kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Kewenangan ini menimbulkan kontroversi diberbagai kalangan masyarakat. Pelaksanaan Pasal 15 ayat (2) butir f memang masih menjadi ganjalan;
Yang menjadi pokok permasalahan yaitu : Dapatkah dalam praktik Notaris berwenang membuat akta pertanahan jika dikaitkan dengan Pasal 15 ayat (2) butir f Undang-Undang Jabatan Notaris? Dan Bagaimana posisi kewenangari Notaris dalam membuat akta pertanahan terhadap Badan Pertanahan Nasional?.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif untuk mengkaji berbagai sumber hukum yang ada. Pasal 15 ayat (2) butir f UUJN dalam praktik tidak dapat dilaksanakan. Keberadaan Pasal 15 ayat (2) butir f Undang-Undang Jabatan Notaris ini haruslah dihubungkan dengan Pasal 17 butir g UUJN; hal ini menunjukan bahwa ada jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah disamping jabatan Notaris; sehingga apa yang menjadi kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak boleti dikerjakan oleh Notaris, kecuali pembuatan akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).
Notaris dan PPAT adalah dua profesi hukum yang berbeda; aturan hukum yang berbeda; bentuk akta yang berbeda; dibawah naungan instansi yang berbeda; diangkat oleh instansi yang berbeda; nama yang berbeda; dan dalam hal tertentu dua profesi hukum itu dijabat oleh satu orang yang sama yaitu lulusan darn. Program Spesialis Notaris atau Program Magister Kenotariatan, tetapi kedua profesi hukum ini mempunyai fungsi hukum yang sama selaku Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta otentik. Tugas dan kewenangan Notaris diatur dalam UUJN dan berada dibawah naungan Departemen Hukum dan .Hak Asasi Manusia, sedangkan PPAT tugas dan kewenangannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan berada dibawah naungan Badan Pertanahan Nasional."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulia Azhar
"Landasan filosofis dibentuknya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum,ketertiban dan perlindungan hukum yang berdasarkan kebenaran dan keadilan. Notaris adalah pejabat umum dengan tugas utama membuat akta otentik. Dalam menjalani jabatannya Notaris wajib untuk merahasiakan, tidak hanya apa yang dicantumkan dalam akta-aktanya, akan tetapi juga semua apa yang diberitahukan atau disampaikan kepadanya dalam kedudukannya sebagai Notaris, sekalipun itu tidak dicantumkan dalam akta-aktanya. Notaris merupakan jabatan kepercayaan karena itu undang-undang memberikan hak ingkar (verschoningsrecht). Hak ingkar dari para Notaris tidak hanya merupakan hak (verschoningsrecht), akan tetapi merupakan kewajiban (verschoningsrecht). Perlindungan hukum bagi Notaris dalam menjalankan rahasia jabatan adalah membebaskan Notaris dari kewajiban memberikan kesaksian, sepanjang yang menyangkut isi aktanya, karena kesaksian Notaris ada pada akta itu sendiri. Untuk meneliti perlindungan hukum Notaris dalam menjalankan rahasia jabatan, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan, yang bersifat normatif didukung dengan penelitian lapangan melalui wawancara. Notaris diharapkan memiliki moral dan integritas yang baik dalam menjalankan jabatannya serta melaksanakan pekerjaannya sesuai amanah agar tetap menjaga dan menjunjung tinggi kehormatan profesinya dimata masyarakat.

Philosophical ground of formation of Act Number 30 Year 2004 on Office of Notary Public is the realization of security on legal certainty, legal order and protection based on the truth and justice. Notary Public is a public officer under the main duty to draw up authentical deed. In performing his function, Notary Public shall keep secret not only something inserted in his deeds, but also everything notified or put forward to him in his capacity as Notary Public although it is not inserted in his deeds. Notary Public is an office of trust that the laws give the right to refuse to give evidence. The right to refuse to give evidence of Notaries Public is not only the right, but also an obligation. The legal protection for Notary Public in maintaining the secret of office shall exempt the Notary Public from the obligation to give testimony insofar as it is relating to the content of his deed because the tertimony of Notary Public is set forth in the deed itself. In order to observe the legal protection for Notary Public in maintaining the secret of office, writer uses the method of normative library research supported by field research by means of interview. Notary Public is expected to have good morals and integrity in performing his function and performing his job in accordance with the message to safeguard and to revere the honour of his profession in the eye of the public.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25793
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Jonatan
"Akta Notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, yang berarti bahwa isi Akta Notaris akan dianggap sebagai suatu kebenaran yang mengikat sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya. Oleh karenanya, permasalahan akan muncul apabila terdapat kesalahan penulisan yang menimbulkan kesalahan penafsiran pada isi Akta Notaris yang telah ditandatangani. Penelitian ini merupakan kajian Yuridis Normatif yang bersifat teoritis dengan permasalahan pokok yaitu mengenai kekuatan hukum suatu akta otentik apabila di dalamnya terdapat kesalahan penulisan yang mengakibatkan terjadinya kesalahan penafsiran, serta mengenai pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya tersebut. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris memberikan wewenang kepada Notaris untuk memperbaiki kesalahan penulisan yang terdapat pada minuta akta yang telah dibacakan dan ditandatangani. Akan tetapi, perbaikan baru dapat dilaksanakan apabila terdapat kesepakatan dari para pihak.
Apabila hanya terdapat satu pihak saja yang menyatakan kesalahan penulisan, maka pihak tersebut harus dapat membuktikannya. Apabila tidak terbukti, maka akta tersebut akan tetap berlaku sebagai kebenaran yang mengikat para pihak di dalamnya. Seorang Notaris baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila pihak yang dirugikan dapat membuktikan bahwa kerugian yang dialaminya merupakan akibat dari kesalahan yang dilakukan oleh Notaris. Apabila Notaris tidak berhubungan dengan kerugian yang dialami, maka Notaris tidak dapat dituntut pertanggung jawabannya. Lebih lanjut, Notaris barn dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila pelanggaran yang dilakukan Notaris mengakibatkan akta menjadi tidak otentik atau batal demi hukum, sehingga apabila pelanggaran Notaris tidak mengakibatkan akta menjadi tidak otentik atau batal demi hukum, maka Notaris tidak dapat dimintakan pertanggung-jawabannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitanova Saputri
"Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 (UUJN) merupakan penyempurnaan undang-undang peninggalan jaman kolonial dan unifikasi sebagian besar undang-undang yang mengatur mengenai kenotariatan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Pasal 1 UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan Pasal 15 ayat (2) huruf (g) menyatakan bahwa Notaris berwenang pula membuat akta risalah lelang yang berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHperdata merupakan Akta Otentik. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Jabatan Notaris (RUUJN) Nomor 30 Tahun 2004 menyiratkan perubahan yang meliputi ketentuan tentang persyaratan dan kewajiban Notaris serta menghilangkan pasal tentang tugas dan kewenangan Notaris terutama berkaitan dengan pembuat akta pada bidang pertanahan dan pembuatan Akta Risalah Lelang.
Perubahan yang diusulkan dalam RUUJN terutama tentang hilangnya kewenangan Notaris membuat Akta Risalah Lelang menarik untuk penulis bahas karena hilangnya pasal tersebut sedikit banyak mengundang persepsi bahwa RUUJN mempersempit ruang lingkup kewenangan Notaris sebagai Pejabat Umum yang mana diketahui bahwa Akta Risalah Lelang adalah Akta Otentik dan Notaris berwenang untuk membuatnya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis mencoba meneliti dari berbagai sumber serta melakukan wawancara dengan narasumber yang berkompeten di bidang lelang dan kenotariatan dan juga dengan informan untuk mengetahui bagaimana dampaknya RUUJN bagi kewenangan Notaris.
Kesimpulan yang penulis dapatkan, untuk membuat Akta Risalah Lelang harus terlebih dahulu menjadi Pejabat Lelang. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dalam Pasal 8 disebutkan bahwa Pejabat Lelang hanya terdiri dari Pejabat Lelang Kelas I dan II tidak disebutkan secara spesifik seorang Notaris adalah Pejabat Lelang dan berhak membuat Akta Risalah Lelang, sehingga terdapat disharmonisasi antara Pasal 15 ayat (2) huruf (g) dengan Pasal 8 PMK. Namun dihilangkannya pasal dalam RUUJN tersebut tidak serta merta membuat Notaris kehilangan kesempatan untuk menjadi Pejabat Lelang dan tidak berhak membuat Akta Risalah Lelang, kewenangan tersebut tetap ada selama Notaris memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah ditentukan dalam perundang-undangan untuk diangkat menjadi Pejabat Lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf (a) RUUJN.

The Notary Act No. 30 of 2004 (UUJN) is a refinement and a unification of most of the colonial laws governing the notary which is no longer compatible with the development of laws and the needs of the community. In Indonesia, UUJN Article 1 states that the notary is a public official who is authorized to make authentic deeds and Article 15 paragraph (2) letter (g) states that the Notary is also authorized to make auction deeds namely "Risalah Lelang" which under the provisions of Article 1868 Civil Code is an authentic deeds.
Draft Law on Amendments to the Notary Act No. 30 of 2004 (RUUJN) implies changes that include on the requirements and obligations of Notaries and removes provision on the duties and authorities of the Notary primarily with regard deeds in relation to lands and auction. The proposed changes of RUUJN especially about removal of authority on auction deeds and this thesis is focussed on this matter. I’m interested in, analyzing the removal of the article on auction deeds which removes notary’s authorities to write auction deeds because it may narrow the scope of authorities of the notary. By using juridical normative research methods, I examined this matter from various sources and did some interviews to determine the impact of RUUJN to Notary authorities.
I conclude that, as stipulated in the Regulation of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010 on Implementation Guidelines of Auction, Article 8 states that, auction deeds divided into first class auctioneer and second class auctioneer. This article does not specifically mention that notary is an auctioneer and automatically entitle’s to make auction deeds. So, there is disharmony between Article 15 paragraph (2) letter (g) UUJN with Regulation of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010. However, the omission of the article in the RUUJN does not necessarily make the loss of the opportunity of notary to become an auctioneer and the lost of the authority to write auction deeds. The authorities remain as long as meet the terms and conditions specified in the law to be appointed as auctioneer as stipulated in article 3 letter (a) RUUJN.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>