Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56274 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oktavia Magdhaniar
"Terjadinya perkawinan antar bangsa di era globalisasi saat ini tidak dapat lagi dihindari mengingat semakin berkembangnya wadah komunikasi dan kegiatan yang melibatkan banyak negara yang membuat masuknya aneka budaya luar yang turut mewarnai perkembangan bangsa ini. Namun demikian hal ini tidak perlu dirisaukan karena Undang-Undang No 1/1974 tentang perkawinan mengatur hal ini.
Pasal yang mengatur mengenai perkawinan campuran adalah terbatas pada perkawinan terhadap mereka yang berbeda kewarganegaraan dan salah satunya adalah Warga Negara Indonesia yang tunduk pada Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Dan bagi mereka yang berbeda warga negara dan hendak melangsungkan perkawinan tidak memiliki kendala kecuali diantara mereka terjadi juga perbedaan agama yang hal ini tentu saja bertentanggan dengan ketentuan yang ada.
Kendala diantara mereka yang melakukan perkawinan campuran ini baru akan timbul pada saat perkawinan tersebut berakhir dengan perceraian, hal ini dikarenakan apabila ada anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut dimana hak asuh dan kekuasaan orang tua ada pada kedua orang tua anak-anak tersebut, sebagaimana telah diatur didalam Undang-undang No 1/1974 tentang perkawinan, namun tidak demikian dengan masalah kewarganegaraan anak-anak tersebut yang berdasarkan perundangan kewarganegaraan mengikuti kewarganegaraan ayahnya.
Masalah-masalah yang timbul dapat menyebabkan seorang ibu kehilangan anaknya yang secara otomatis menjadi warganegara asing yang apabila tidak memiliki surat-surat resmi dapat terancam deportasi, sedangkan ia tidak dapat melindungi anak tersebut dengan memberikan kewarganegaraannya kecuali anak tersebut telah berusia 18 tahun sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang kewarganegaraan. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana undang-undang No. 1/1974 dapat melindungi hak ibu dan seorang anak untuk tinggal bersama ibunya dan seorang ibu dalam memberikan perlindungan dan pengasuhan terhadap anak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seba Silawati
"Tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta dapat melanjutkan generasi dan memperoleh keturunan. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak sedikit perkawinan yang putus karena terjadinya perceraian. Perceraian dianggap telah terjadi, beserta segala akibat-akibat hukumnya sejak saat pendaftaran pada Kantor pencatat perceraian di Pengadilan Negeri, kecuali bagi yang beragama Islam sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.Putusnya perkawinan karena perceraian menimbulkan berbagai persoalan, bukan hanya mengenai harta benda dalam perkawinan, tetapi juga mengenai tanggung jawab orang tua dalam menjalankan kekuasaannya, khususnya terhadap anak yang masih dibawah umur.
Permasalahan dalam penulisan tesis ini yaitu pelaksanaan hak penguasaan dari orang tua terhadap anak sebagai akibat dari perceraian dan apakah yang dapat dilakukan jika kekuasaan orang tua setelah terjadinya perceraian tidak dapat berlaku effektif. Kemudian dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, dengan data utama yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Sementara itu, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kualitatif, yaitu mengacu pada data penelitian yang diteliti oleh peneliti. Sedangkan kesimpulan berdasarkan permasalahan di atas adalah pelaksanaan hak penguasaan dari orang tua terhadap anak sampai anaknya kawin atau dapat berdiri sendiri yang merupakan kewajiban orang tua meskipun hubungan perkawinan orang tua putus akibat perceraian meliputi sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan merupakan nafkah anak (alimentasi) yang harus dipenuhi orang tua, terutama ayah, baik dalam masa perkawinan atau pun setelah terjadi perceraian. Upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan hak penguasaan dari orang tua terhadap anak sebagai akibat perceraian tidak dapat berlaku effektif, yaitu selagi anak belum berusia 18 tahun atau belum menikah, orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap milik anaknya, Jika orang tua melalaikan kewajibannya atau berkelakuan yang sangat buruk, kekuasaannya terhadap anak dapat dicabut untuk waktu tertentu dan seseorang atau badan hukum yang memenuhi syarat dapat ditunjuk menjadi wali melalui penetapan pengadilan.

The goal of the marriage is happy to found a family on the basis of the belief That the one true God and can continue generations and obtain offspring. But in reality not a bit disheartened because of the occurrence of marital dissolution. Divorce is considered to have taken place, with all its legal consequences since the moment of registration in the Office of the clerk of the District Court of divorce, except for the Muslim Religious Court ruling since the fall have had the force of law. The breakdown in the marriage as divorce raises a variety of issues, not just about material possessions in marriage, but also regarding the responsibility of the parents in the exercise of its powers, especially against children still under age.
Problems in the writing of the thesis is to take the implementation of the rights of parents towards the child as a result of a divorce and whether that can be done if powers of the parents after the divorce was not able to apply effective. Then in doing research, authors use research methods in library which is juridical-normative, with the main data used i.e. secondary data obtained from the materials in library of legal materials, primary and secondary legal materials of tertiary law. In the meantime, the methods of data analysis used in this research was conducted by means of qualitative, i.e. referring to the research data was examined by researchers.
Whereas the conclusion based on the above issue is the implementation of rights of parents towards the child until the child marries or can stand alone which is the duty of the parents even if the parents marital relationship break up due to divorce include textiles, food, education and health is a living child (alimentation) must meet the parents, especially fathers, both during marriage or after divorce. The efforts made in the implementation of rights of parents towards the child as a result of divorce cannot apply effective, i.e. as long as the child is not yet 18 years old or unmarried, parents should not move right or to pawn the goods remain the property of his son, if the parents neglect their obligations or act that was so bad, its power against children can be revoked for a certain time and a person or legal entity that is eligible to be appointed guardians through the establishment of the Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30353
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiyawati
"Putusnya hubungan perkawinan karena perceraian selain berakibat bagi bekas suami dan isteri, juga membawa akibat terhadap anak dibawah umur. Perceraian suami isteri dapat terjadi karena berbagai upaya yang dilakukan kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik yang terjadi mengalami jalan buntu, maka perceraian merupakan jalan keluar yang paling baik bagi pasangan suami isteri yang tidak mungkin lagi dapat hidup rukun, sebagaimana yang dituju oleh ikatan perkawinan. Salah satu akibat dari perceraian antara suami isteri terhadap anak dibawah umur menimbulkan perwalian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 macam perwalian, perwalian oleh suami/isteri, Perwalian dengan surat wasiat dan perwalian yang diangkat oleh hakim, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ada 2 macam, perwalian yang diangkat oleh hakim dan perwalian dengan surat wasiat. Akibat perceraian terhadap anak dibawah umur menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 229 ayat 1 Perwalian diserakan kepada seorang dari kedua orang tuanya sebagai wali, ini merupakan kekuasaan yang bersifat individual, sedangkan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 41 (a) perwalian oleh bapak atau ibu, ini merupakan kekuasaan yang bersifat kolektiĀ£. Tanggung jawab orang tua, terhadap anak dibawah umur berbeda antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bahwa kewajiban itu bukan hanya sampai pada dewasa tetapi sampai mereka mampu untuk berdiri sendiri walaupun telah terjadi ikatan perkawinan antara orang tuanya putus."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohana Amelia Putri H.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S26309
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania
"Suatu perkawinan bertujuan untuk kebahagiaan para pihak yang melakukannya suami dan isteri. Perbuatan hukum yang sangat penting dalam ehidupan seseorang itu diharapkan berlangsung abadi sampai kematian memisahkan keduanya, oleh karenanya perceraian antara suami dan isteri dalam hukum Islam adalah terlarang dan tidak disukai Allah, Hadist Rasul mengatakan bahwa perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak (perceraian). Namun apabila kehidupan rumah tangga pasangan tersebut tidak bisa dipertahankan lagi, maka barulah hukum Islam membuka pintu perceraian. Dan akibatnya perbuatan itu berpengaruh besar terhadap suami isteri tersebut, maupun terhadap anak-anak mereka. Berbagai hal timbul terhadap anak yang akhirnya berdampak negatif terhadapnya, mereka mengalami berbagai hambatan yang berpengaruh pada perkembangan dan kehidupannya kini dan kemudian hari, nafkah dan biaya pemeliharaannya kurang terjamin, pendidikan dan kehidupan sosial lainnya tidak terselenggara secara baik sehingga merugikan anak itu sendiri serta menghambat lajunya pembangunan Bangsa. Namun terhadap permasalahan yang demikian hukum Islam telah memberikan pedoman-pedoman yang dapat ditentukan dalam Alquran dan berbagai sumber hukum islam lainnya. Demikian juga Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara umum juga mengatur perlindungan kesejahteraan anak dalam berbagai bentuknya. Peninjauan dari segi hukum terhadap aspek-aspek pemeliharaan anak menurut kedua sumber hukum itu ditujukan untuk mengetahui secara mendalam mengenai masalah tersebut, sehingga diharapkan dapat memperjelas pemahaman kita atas hal tersebut untuk menuju ke arah perbaikan-perbaikan yang semestinya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20602
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Pasal 41 jo. Pasal 45 Undang-undang No. 1 Tahun 1945 mewajibkan orang tua tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya meskipun orang tua mereka telah bercerai. Hai ini semata-mata adalah untuk kepentingan si anak. Anak sebenarnya bukan hanya dambaan orang tua tetapi juga generasi penerus bangsa. Demikian pentingnya kedudukan anak baik untuk keluarga maupun umtuk bangsa dan negara, karenanya tidaklah berlebihan bahwa semua pihak harus melindungi kepentingan enak. Dasar hukum Yang manentukan bahwa seorang anak tidak harus terlantar apabila kedua orang tuanya bercerai terdapat dalam klausula keputusan hakim. Dengan keputusan tersebut hakim dapat memaksakan isi dari putusannya. Tetapi dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ternyata tidak semua anak mendapatkan hak-haknya. Hal ini dikarenakan memang tidak diminta ataupun diberikan oleh orang tuanya melalui upaya pengadilan. Dari hasil penelitian dapat diketahui pula bahwa klausula keputusan hakim yang adapun ternyata tidak dilaksanakan dengan baik. Kalaupun diberikan paling-paling hanya bulan-bulan pertama dari putusan hakim tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah tidak adanya sanksi yang tegas apabi1a hak enak tersebut tidak diberikan terlebih bila si bapak telah mempunyai keluarga baru. Faktor-faktor yang mendukung dalam arti dipatuhinya klausula hakim adalah kesadaran dan kepatuhan si bapak sendiri."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ruru, Ricardo S.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S26090
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani
"ABSTRACT
Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa hibah adalah perjanjian dengan mana pemberi hibah diwaktu hidupnya dengan cuma- cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu barang guna keperluan penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Secara hukum, hibah dapat dilakukan oleh siapapun yang cakap menurut hukum. Skripsi ini membahas mengenai Putusan Mahkamah Agung Nomor 1745 K/Pdt/2014 yang mengangkat kasus penghibahan suatu harta bersama yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anak-anaknya tanpa adanya persetujuan dari si ibu atau mantan istri setelah terjadi perceraian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif guna menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini yaitu mengenai sah atau tidaknya penghibahan tersebut dengan memperhatikan pertimbangan Majelis Hakim. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penghibahan terhadap harta bersama harus mendapat persetujuan dari pihak suami dan pihak istri sepanjang tidak ada perjanjian pemisahan harta. Oleh karena itu, apabila terjadi suatu penghibahan terhadap harta bersama yang dilakukan tanpa adanya persetujuan dari salah satu pihak, maka hibah tersebut menjadi batal demi hukum karena telah bertentangan dengan Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan.

ABSTRACT
Article 1666 The Civil Code states that a grant is an agreement which the grantor with his own will in his life time handed over something to the grantee receiving the surrender purposely and irrevocably. By law, grants may be made by anyone who is proficient under the law. This thesis discusses the Supreme Court Decision Number 1745 K PDT 2014 which raises the case of granting by a father on joint property to his children which is done without the approval of the mother or ex wife. This research is conducted by using the normative juridical method to answer the issues raised in this writing that is whether or not the grant is valid by considering the consideration of the Panel of Judges. The result of this research concludes that grant to joint property must get approval from husband and wife side as long as there is no agreement of separation of property. Therefore, in the event of a grant to a joint property made without the consent of either party, the grant becomes null and void because it is contrary to Article 36 Paragraph 1 of the Marriage Law."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prajnya Ratnamaya Notodisuryo
"Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) adalah konsep multi-dimensional mengenai sejauh apa seseorang menjalankan fungsi-fungsi psikologisnya secara positif. Berdasarkan teori kesehatan mental, teori psikologi perkembangan, dan unsur-unsur gerontologi, Ryff mengemukakan 6 dimensi yang tercakup daiam kesejahteraan psikologis, yaitu 1) Penerimaan Diri (Self- Acceptance), yang mengacu kepada bagaimana individu menerima diri dan pengalamannya, 2) Hubungan interpersonal (Positive Relation with Others), yang mengacu pada bagaimana individu membina hubungan dekat dan saling percaya dengan orang lain, 3) Otonomi (Autonomy), yang mengacu pada kemampuan individu untuk Iepas dari pengaruh orang Iain dalam menilai dan memutuskan segala sesuatu, 4) Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery). yang mengacu pada bagaimana kemampuan individu menghadapi hai-hai di lingkungannya, 5) Tujuan Hidup (Purpose in Life), yang mengacu pada hal-hal yang dianggap penting dan ingin dicapai individu dalam kehidupan, serta 6) Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth), yang mengacu pada bagaimana individu memandang dirinya berkaitan dengan harkat manusia untuk selalu tumbuh dan berkembang.
Ada beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap pembentukan dimensi-dimensi ini, yaitu: faktor demografis, daur hidup keluarga, dukungan sosial, serta evaluasi dan penghayatan terhadap pengalaman tertentu. Menurut Ryff (1995), evaluasi dan penghayatan terhadap pengalaman merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pembentukan kesejahteraan psikologis. Menurutnya, untuk dapat memahami kesejahteraan psikologis seseorang, perlu pemahaman terhadap pengalaman individu tersebut di masa lalu, dan memahami bagalmana individu tersebut mengevaluasi dan menghayati pengalamannya. Dengan adanya perbedaan dalam evaluasi dan penghayatan tersebut maka dapat saja terdapat perbedaan gambaran kesejahteraan psikologis pada individu-individu yang memiliki pengalaman sama.
Menurut Ryff (1995), pengalaman yang berpotensi mempengaruhi kesejahteraan psikologis adalah pengalaman-pengalaman yang dipandang individu sangat mempengaruhi komponen-kemponen kehidupannya. Perceraian orang tua diasumsikan memilikl karakteristik seperti itu. Menurut Holmes & Rahe (dalam Carter & McGoldrick, 1989) perceraian menempati urutan kedua dalam skala pengalaman hidup yang paling menimbulkan stres. Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa perceraian orang tua dapat membuat anak memburuk prestasi sekolahnya, memiliki self esteem yang rendah, maupun menunjukkan kenakalan remaja (Papalia & Old, 1993; Roe, 1994). Walaupun demikian, dewasa ini ditemukan pula bahwa perceraian orang tua dapat juga menimbulkan dampak positif, seperti melecut anak menjadi lebih mandiri atau mengembangkan hubungan interpersonal yang sehat dengan orang lain karena tidak ingin mengulangi pengalaman orang tuanya (Ellis dalam Roe, 1994). Hubungan interpersonal, prestasi sekolah, dan lain-lain hal yang disebutkan di atas merupakan bagian dari dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu penelitian ini diadakan untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh mengenai kesejahteraan psikologis pada anak-anak dari keluarga bercerai.
Kesejahteraan psikologis baru dapat diamati pada tahap usia dewasa. karena dimensi-dimensinya mencakup tugas-tugas perkembangan orang dewasa. Perbedaan jenis kelamln juga menunjukkan adanya perbedaan gambaran kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri terhadap perceraian orang lua. Untuk membatasi masalah, dalam penelitian ini digunakan hanya sampel perempuan saja. Pengaruh perceraian orang tua dikatakan paling sulit diatasi bila perceraian terjadi saat anak berusia remaja atau pra-remaja. Dengan demikian, sampel yang digunakan berkarakteristik utama: perempuan dewasa muda (22-28 tahun), dan orang tuanya bercerai ketika usia pra-remaja atau remaja (9-18 tahun). Karena sampel yang digunakan adalah perempuan, maka dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis pun dikaitkan dengan karakteristik perempuan.
Evaluasi dan penghayatan pengalaman mempengaruhi pembentukan kesejahteraan psikologis melalui 4 mekanisme: 1) Perbandingan Sosial (social comparison) dimana individu membandingkan diri dan pengalamannya dengan orang lain; 2) Perwujudan Penghargaan (Reflected Appraisal), yaitu bagaimana individu mempersepsikan sikap dan harapan orang di Iingkungan terhadap dirinya; 3) Persepsi Perilaku (Behavioural Perception), yaitu bagaimana individu memandang diri dan perilakunya dibandingkan sikap dan harapan umum; serta 4) Pemusatan Psikologis (Psychological Centrality) seperti yang telah dijabarkan di atas, yaitu sejauh apa suatu pengalaman dianggap individu mempengaruhi komponen kehidupannya.
Selain itu disebutkan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis, yaitu dukungan sosial dan daur hidup keluarga. Daur hidup keluarga adalah peran, sikap, harapan, dan tanggung jawab baru yang diterima anggota keluarga setelah adanya suatu pengalaman yang mengubah struktur keluarga tersebut. Dalam hal ini, daur hidup dikaitkan dengan tahap-tahap yang dilalui sebuah keluarga menjelang perceraian hingga mencapai struktur keluarga yang normal lagi. Di dalamnya tercakup konflik antar orang tua, bagaimana penyesuaian diri anak dan orang tua, dan sebagainya. Sedangkan dukungan sosial adalah persepsi individu mengenai dukungan lingkungan terhadap dirinya, yang ternyata dapat disalukan pengertiannya dengan mekanisme perwujudan penghargaan. Bagaimana pengaruh faktor-faktor ini terhadap kesejahteraan psikologis akan dilihat pula melalui penelitian ini.
Penelitian dilakukan dengan metode kualitalif, dengan wawancara sebagai pengumpul data. Keabsahan penelitian ini dijaga dengan menggunakan metode triangulasi, balk teori maupun pengamat. Sedangkan keajegannya dijaga dengan dibuatnya pedoman wawancara yang sesuai. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 5 orang responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis perempuan dewasa muda yang mengalami perceraian orang tua adalah baik (penerimaan diri), cukup baik (hubungan interpersonal), cenderung baik (otonomi, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi), serta kurang (penguasaan lingkungan).
Perceraian orang tua tampak terutama mempengaruhi dimensi hubungan interpersonal dan tujuan hidup. Seharusnya kedua dimensi ini berfungsi baik, namun ternyata perempuan dewasa muda yang mengalami perceraian orang tua cenderung takut membina hubungan dekat dengan lawan jenis, apalagi memikirkan pernikahan. Sedangkan kurangnya penguasaan lingkungan dapat dikatakan sebagai hal yang wajar, sesuai dengan hasil penelitian Ryff sebelumnya.
Mekanisme perwujudan penghargaan (terutama yang positif/dukungan sosial) serta pemahaman atas konflik merupakan faktor-faktor yang paling banyak mempengaruhi pembentukan kesejahteraan psikologis. Sedangkan pemusatan psikologis secara mengejutkan ternyata dalam penelitian ini kurang mempengaruhi pembentukan kesejahteraan psikologis.
Faktor demografis, yang dikatakan dapat diabaikan karena sumbangannya yang sangat kecil terhadap kesejahteraan psikologis, ternyata dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh yang cukup besar. Urutan kelahiran sebagai anak pertama pada 4 dari 5 subyek terlihat mempengaruhi pembentukan dimensi otonomi. Demikian pula dengan faktor lingkungan budaya. Sedangkan latar belakang pendidikan psikologi terlihat dapat mendukung dimensi penerimaan diri responden.
Faktor kepribadian yang pada awalnya tidak disebutkan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh, juga menunjukkan pengaruh besar terhadap pembentukan kesejahteraan psikologis. Selain itu terdapat juga beberapa faktor yang memiliki sedikit andil terhadap pembentukan dimensi-dimensi tertentu, seperti faktor stimulasi lingkungan yang turut mempengaruhi dimensi pertumbuhan pribadi dan faktor besar-kecilnya resiko kesempatan yang turut mempengaruhi dimensi penguasaan lingkungan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2671
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>