Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126271 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianturi, Imelda
"Perekonomian bangsa dan negara Indonesia pada pertengahan tahun 1997 mengalami krisis. Krisis tersebut juga melanda kawasan regional Asia Tenggara, hal ini berdampak besar terhadap kehidupan perekonomian Indonesia. Dunia internasional menaruh simpati dengan kondisi Indonesia pada saat itu. Langkah nyata pun dilaksanakan, organisasi yang bernama International Monetery Fund(IMF), memberikan pinjaman dengan berbagai persyaratan. Diantaranya harus ada penyempurnaan Peraturan Perundangundangan di bidang Kepailitan. Hingga Tahun 1998 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 yang dianggap masih banyak kekurangannya sehingga diubah lagi melalui Undang Undang No. 37 Tahun 2004 yang mengatur lebih rinci ketentuan Kepailitan dan secara komprehensif mengatur mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran uang yang merupakan suatu terobosan baru di bidang hukum. Permohonan Pernyataan Pailit harus diajukan melalui Pengadilan Niaga. Permohonan Pernyataan Pailit dalam kasus ini diajukan oleh salah satu kreditur dari PT Garuda Indonesia yaitu PT Magnus Indonesia. Tetapi Permohonan Pernyataan Pailit tersebut ditolak oleh Majelis Hakim karena tidak terpenuhinya syarat bagi debitur untuk dinyatakan pailit. Hal ini disebabkan karena, kreditur selaku Pemohon Pailit tidak dapat membuktikan bahwa debitur mempunyai 2(dua) kreditur atau lebih dan mempunyai tagihan yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fian Fitra Hidayat
"Pemberian kredit merupakan kegiatan usaha perbankan yang memiliki risiko. Bank diharapkan hanya memberikan kredit kepada debitur jika Bank benar-benar sudah yakin bahwa debitur tersebut mampu untuk mengembalikannya. Untuk itu, Bank diharapkan menerapkan suatu prinsip kehati-hatian sebagai bentuk pencegahan dan pengawasan dalam pemberian kredit, yang dikenal dengan prinsip kehati-hatian bank. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan prinsip kehati-hatian bank dalam pemberian kredit dan bagaimana kesesuaian penerapan prinsip kehati-hatian pada pemberian kredit untuk perorangan yang dilakukan Bank X kepada Nasabah A. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dilakukan dengan membandingkan data sekunder dan hasil wawancara.
Melalui penelitian ini ditemukan bahwa untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian bank dalam pemberian kredit, Bank harus memiliki suatu peraturan intern yang tertulis mengenai pedoman pemberian kredit dan menerapkan ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, Manajemen Risiko, Good Corporate Governance serta Penilaian Kualitas Aktiva Bank. Dalam memberikan kredit kepada Nasabah A, hal-hal yang dilakukan oleh Bank X sesuai dengan semua ketentuan Prinsip Kehati-hatian Bank pada pemberian kredit. Namun, masih terdapat kekurangan dan ketidakefektifan dalam hal pengawasan kredit yang dilakukan oleh Bank X kepada Nasabah A.

Credit granting is a banking business activity that has such risks. Bank is expected to grant credit to the debtor if only they were thoroughly doubtless that the debtor is capable to do the repayment. Therefor, Bank is expected to apply a prudential principle as a form of prevention and supervision on credit granting, known as the prudential banking principle. The issues studied in this research are about how is the implementation of the prudential banking principle on credit granting and how is the congruity on the implementation of the prudential banking principle on individual credit granting by X Bank for Customer A. It is an analytic-descriptive research that is done by comparing secondary data and interview data.
By this research, found that to implement the prudential banking principle on credit granting, Bank has to have a written internal regulation regarding credit granting guidance and applies Bank Indonesia regulations regarding Legal Lending Limit, Anti-Money Laundering and Counter-Terrorism Financing, Transparency in Bank Product Information and Use of Customer Personal Data, Risk Management, Good Corporate Governance also Assessment of Commercial Bank Asset Quality. On the credit granting for Customer A, things that X Bank has conducted are appropriate with all the prudential banking provisions on credit granting. However, there are still shortage and ineffectiveness in terms of credit supervision which conducted by X Bank to Customer A.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alsya Nadira Tsamara
"Perbankan merupakan suatu lembaga keuangan yang banyak dipercaya oleh masyarakat tentunya harus memiliki sistem kinerja yang baik agar mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Salah satu produk yang paling diminati yaitu kredit oleh bank konvensional. Untuk mencapai keberhasilan baik dalam keuntungan maupun kinerjanya, bank perlu lebih hati-hati dalam memberikan kredit kepada nasabah. Untuk itu, penulis meneliti prinsip kehati-hatian dari bank konvensional yang dalam hal ini penulis meneliti Bank Papua yang merupakan salah satu Bank Pembangunan Daerah di Indonesia yang hadir untuk memberikan kemajuan dibidang perekonomian sehingga dapat memberikan kemajuan dan perkembangan bagi masyarakat Papua maupun Negara Indonesia. Pada periode maret 2017, telah terjadi penurunan performa di bidang kredit pada Bank Papua yakni terjadinya Non Performing Loan yang melebihi ambang batas 5 sehingga pihak Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengawasan intensif terhadap Bank Papua. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah Yuridis-Normatif dengan melakukan studi kepustakaan dan melakukan analisis terhadap permasalahan yang terjadi.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengaturan prinsip kehati-hatian pemberian kredit pada bank konvensional telah diatur di Indonesia dan penyebab terjadinya permasalahan dalam implementasinya karena ketidaktelitian pada saat melakukan analisis kredit dan analisis jaminan dan juga tidak terpenuhinya jumlah minimal komisaris pada bank papua seperti yang telah diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum. Tetapi dalam hal ini Bank Papua telah berusaha menerapkan prinsip kehati-hatian yang tercermin dari kebijakan perkreditan Bank Papua yang telah sesuai.
Penulis menyarankan agar Bank Papua memperbaiki kualitas SDM dalam menganalisis kredit dan agunan, mengimplementasikan kebijakan perkreditan dengan benar, memenuhi jumlah minimal komisaris dan menjaga kesehatan Bank. Selain itu agar OJK juga mengedukasi Bank Papua dengan cara khusus.

As a financial institution that are trusted by the people, banking should have a good performance system in order to gain the expected profit. One of the most popular product is credit by conventional banks. To achieve success both in profit and performance, banks need to be more careful in providing credit to customers. Therefore, this paper will examine the prudential principle applied by conventional banks, specifically Bank Papua, which is one of Regional Development Banks Bank Pembangunan Daerah in Indonesia that are present to promote economic growth so as to make progress and improve development for the people of Papua and Indonesia in general. In March 2017, there was a decrease in credit performance in Bank Papua, namely the non performing loans exceeded the 5 threshold, so then Financial Services Authority Otoritas Jasa Keuangan conducted an intensive supervision of Bank Papua. The research method used in this paper is normative legal which involves the study of the law to analyze the legal issues at hand.
The result of this study found that the prudential principle in providing credit by conventional banks has been regulated in Indonesia and the cause of the problem in its implementations is due to inaccuracy when conducting credit and bank guarantee analysis and also the non fulfillment of the minimum number of commissioners in Bank Papua as set out in Financial Services Authority Regulation No. 55 POJK.03 2016 on the Implementation of Corporate Governance for Commercial Banks. However, in this regard, Bank Papua has tried to apply the prudential principle as reflected in the credit policy of Bank Papua.
This paper suggests that Bank Papua should improve the quality of human resources in analyzing credit and collateral, implement the credit policy correctly, meet the minimum number of commissioners and maintain the bank 39 s financial health. In addition, Financial Services Authority should also educate Bank Papua particularly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Nurrahmah Soraya
"Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak terlepas dari suatu risiko kerugian, untuk itu dalam Undang-Undang perbankan indonesia Bank dalam menjalankan usahanya harus berdasarkan prinsip kehati-hatian. Kredit usaha rakyat merupakan kredit program pemerintah dimana Bank merupakan pihak yang menyalurkan KUR tersebut kepada UMKMK, dimana dana dalam penyaluran KUR merupakan 100% (seratus persen) dana Bank. Salah satu Bank yang ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan KUR adalah Bank X. Bank X telah menyalurkan KUR kepada UMKMK salah satunya pemberian KUR Grup PT. KMS sebagai penjamin dari 20 (dua puluh) petani ubi rambat. PT. KMS tidak dapat melakukan kewajiban pembayaran sehingga mengakibatkan kredit menjadi macet. KUR yang disalurkan oleh Bank dijaminkan oleh pemerintah kepada Perusahaan Penjamin, Bank X mengajukan klaim kepada PT. ASKRINDO, akan tetapi klaim tersebut ditolak karena ada indikasi kredit fiktif. SKAI Bank X melakukan investigasi atas dugaan tersebut dan menemukan bahwa 20 (dua puluh) debitur tersebut fiktif, ditemukan adanya pemalsuan identitas kedua puluh petani ubi rambat tersebut. PT. KMS dengan sengaja melakukan pemalsuan serta penipuan, hal ini diketahui oleh pegawai Bank X terkait pemberian KUR, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan fasilitas KUR dari Bank X. Berdasarkan hal tersebut terdapat 2 (dua) permasalahan dalam penelitian ini yaitu Bagaimanakah penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit usaha rakyat pada Bank X ? dan Bagaimanakah akibat hukum bagi Bank X dan PT. KMS dalam hal terjadinya kredit fiktif?. Bank X memiliki standar operasional prosedur dalam pemberian kredit berdasarkan prinsip kehati-hatian namun Bank X cabang Binjai, Medan tidak melaksanakan langkah-langkah sesuai prosedur pemberian kredit, hal ini membutkikan bahwa Bank X cabang binjai tidak menerapkan prinsip kehati-hatian. Akibat hukum dalam hal terjadinya kredit fiktif baik PT. KMS maupun pegawai Bank yang terlibat dalam kredit fiktif ini dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang perbankan dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana Indonesia.

The Bank in carrying out its business activities not in spite of a risk of a loss, for it in Indonesian banking law Banks in the running of his business must be based on the principle of prudence. The people's credit business loan government programs in which the Bank is funneling the KUR to the UMKMK, where the distribution of funds in the KUR is a 100% (one hundred percent) of Bank funds. One of the Government-designated Banks to channel KUR is Bank X Bank X has been funneling. KUR to UMKMK one of them granting KUR Group PT. KMS as guarantors of 20 (twenty) Yam farmers. PT. KMS cannot make a payment obligation resulting in a credit being jammed. KUR transmitted by banks pledged by the Government to the company's Underwriters, Bank X claim to the PT. ASKRINDO, but the claim is rejected because there are indications of fictitious credits. SKAI Bank X APHIS these allegations and found that 20 (twenty) of the fictitious debtors, found an impersonation of the twentieth the Yam farmers. PT. KMS with deliberate forgery and fraud, it is known by the Bank employee X related awarding of KUR, it is done to get facilities from Bank X kur. based on this there are 2 (two) problems in this study i.e. How is the application of the principle of prudence in granting business credit the people at Bank X? and how is the legal consequences for the Bank and PT KMS in terms of occurrence of fictitious credits?. Bank X has a standard operational procedures in the granting of credit is based on the principle of prudence but Bank branch Binjai, Medan X does not implement appropriate procedural measures granting credit, it is membutkikan that the Bank does not implement binjai branch X principle of prudence. The legal consequences in case of occurrence of fictitious credits good PT. KMS or Bank employee involved in this fictitious credit may be subject to criminal sanctions under the laws of the Banking Law and the Criminal law of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Erydani
"Banyak perusahaan pelayaran ataupun perusahaan yang bukan bergerak dalam bidang pelayaran membutuhkan kapal laut untuk menunjang kegiatan operasionalnya. Salah satu cara pengadaan kapal laut adalah dengan mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan memberikan jaminan bagi pelunasan hutang yaitu berupa kapal laut tersebut. Dalam hal ini maka akan diuraikan mengenai penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit. Sebagai studi kasus adalah di Bank Mandiri yang dalam hal ini bertindak sebagai Kreditur dan PT. X yang dalam hal ini adalah- sebagai Debitur. Pokok permasalahan dalam pembahasan ini adalah apakah lembaga jaminan yang tepat apabila kapal laut akan dijadikan sebagai jaminan hutang dalam suatu perjanjian kredit, Bagaimana proses penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit di Bank Mandiri dan Bagaimana pelaksanaan pelaksanaan sita eksekusi terhadap kapal laut yang telah dijadikan sebagai jaminan dalam pelunasan suatu hutang di PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk. apabila Debitur wanprestasi.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis dan wawancara. Dari pokok permasalahan yang diambil dalam penulisan ini maka Penulis mengambil kesimpulan bahwa kapal laut merupakan benda tidak bergerak sehingga jaminan yang dapat dibebankan terhadap kapal laut tersebut adalah hipotik. Bank Mandiri dapat memasang hipotik terhadap kapal laut tersebut berdasarkan akta Surat Kuasa Memasang Hipotik yang ditandatangani di hadapan Notaris antara Bank Mandiri selaku pihak yang menerima kuasa dengan PT. X selaku pihak yang memberi kuasa. Pembebanan hipotik harus didaftarkan dalam buku pendaftaran hipotik kapal oleh pegawai pendaftaran kapal. Pelaksanaan sita eksekusi apabila Debitur wanprestasi diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara karena Bank Mandiri merupakan bank milik negara yang ditetapkan apabila Debitur wanprestasi maka secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dan pelaksanaan sita eksekusi akan dialihkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara tanpa melalui pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Mujahid
"Persoalan Pembiayaan UKM yang berlaku di Bank konvensional selama ini adalah relatif tingginya tingkat suku bunga yang dibebankan serta penyerapan kredit UKM yang belum maksirnal. Salah satu altematif terhadap persoalan diatas adalah pola pembiayaan UKM dengan pola syari'ah. Namun demikian pembiayaan UKM melalui Bank Syari'ah tidak serta merta menyelesaikan masalah. Ada banyak hal yang harus dibenahi dalam pengembangan kredit UKM dengan pola syari'ah diantaranya adalah sosialisasi, pengembangan SDM syari'ah, proses penyadaran masyarakat dari interest minded ke cara usaha bagi hasil yang saling menguntungkan.
BRI terutama BRI Syari'ah sebagai salah satu lembaga perbankan syariah barn yang mengkonsentrasikan bisnisnya pada pembiayaan ritel dan mikro. Bila dilihat dari sisi teknik prosedur nampaknya tidak terlalu sulit untuk mentransformasi pola pembiayaan konvensional ke pola syari'ah, karena BRI mernang basisnya UKM, tetapi pada aplikasi yang lebih jauh maka akan nampak heberapa kendala yang memerlukan penanganan yang Iebih serius dan intensif metalui analisa SWOT sehingga kredit UKM dengan pola syari'ah bisa memudahkan, menguntungkan dan memberi manfaat kepada kreditur maupun debitur. Melihat penomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan kajian komprehensif terhadap penyaluran usaha kecil dengan pola syari'ah.

The conventional banking ongoing problem of financing for small and medium enterprise is high interest rate burden and unoptimal financing scheme. But there is a method in solving the financing problem through syariah scheme, but it does not mean financing through syariah banking system able to solve the entire financing problem. There are still a lot of problem, which need to be solved, such socialization, syariah human resources development, and society awareness process from interest minded to mutual profit sharing system.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) especially Bank Rakyat Indonesia Syariah is the newest syariah banking institutions, which its business concentrated to micro financing. It does not seem really difficult to transform conventional financing scheme to syariah financing scheme if it is being seen from technical procedure system. But for the further practical application system, there are still a lot of serious and intensive financing problem which need to be handled of making syariah financing system easier, profitable and benefitable for both side, creditor and debtor, through Strength, Weakness, Opportunity and Threat analysis (SWOT) Observing that phenomenon, I am interested to do such a comprehensive study of small and medium syariah financing system.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davy Tasman
"Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) oleh Pemerintah, maka perlindungan terhadap konsumen di Indonesia telah memasuki babak baru, akan tetapi maksud pemerintah yang baik ini ternyata masih menemukan banyak kendala yang membuat walaupun Undang-Undang ini sudah lebih dari 5 tahun berlaku tapi masih belum terlalu nyata pengaruhnya khususnya dalam dunia perbankan di Indonesia. Maka kami melalui penelitian kepustakaan yang didukung oleh wawancara, dan dengan tipologi penelitian eksplanatoris, telah secara khusus meneliti mengenai Perjanjian Kredit di dunia Perbankan di Indonesia. Beberapa pokok permasalahan yang kami temukan adalah dengan dilarangnya dicantumkannya beberapa klausula baku dalam Perjanjian Kredit oleh UUPK justru akan menimbulkan problem baru bagi bank untuk melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelolanya dan disalurkan melalui kredit tersebut. Selain itu juga masih ada ketentuan dalam Undang-Undang tersebut yang belum jelas dan masih terdapat kekurangannya yang menimbulkan kebingungan di kalangan perbankan dan masyarakat. Sehingga kami berkesisnpulan larangan pencantuman klausula baku yang ditetapkan oleh UUPE tersebut tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan. Seharusnva untuk beberapa klausula bukannya dilarang, melainkan harus dibatasi saja dengan syarat tertentu dan hanya untuk keadaan tertentu saja. Dengan demikian Bank tetap dapat melindungi dana masyarakat yang dikelolanya, sebaliknya pihak debitur sebagai konsumen juga tidak dirugikan. Sedangkan untuk ketentuan dalam UUPK yang belum jelas ataupun masih terdapat kelemahan tentunya masih perlu diperbaiki supaya dapat berfungsi lebih baik dan tidak menimbulkan masalah Baru. Sehingga Undang-Undang Perlindungan Konsumen masih perlu direvisi atau ditinjau kembali untuk menghilangkan segala kelemahan atau kekurangan yang masih ada."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Septrina S. Duha
"Pada umumnya perjanjian kredit bank yang dipakai adalah perjanjian standar atau perjanjian baku yang klausula-klausulanya telah disusun sebelumnya oleh bank, demikian pula dalam hal pemberian fasilitas kredit modal kerja oleh Bank Mandiri. Dengan demikian maka nasabah sebagai calon debitur hanya mempunyai pilihan antara menerima atau menolak klausula-klausula perjanjian baku tersebut. Penelitian ini bermaksud membahas masalah penggunaan klausula baku terhadap perubahan suku bunga kredit modal kerja di Bank Mandiri ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta bermaksud membahas petaksanaan eksekusi terhadap obyek jaminan dihubungkan dengan penggunaan klausula baku dalam hal pemberian fasilitas kredit modal kerja oleh Bank Mandiri.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif karena data yang diperoleh bersumber dari peraturan perundang-undangan di bidang perbankan dan buku-buku referensi yang berhubungan dengan itu serta didukung wawancara dengan informan.
Data yang didapat diolah guna perumusan simpulan dari penelitian ini, sehingga penelitian ini akan berbentuk evaluatif analitis. Penggunaan klausula baku terhadap perubahan suku bunga kredit modal kerja di Bank Mandiri mengacu pada tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia sehingga tidak bertentangan dengan asas itikad balk dan kepatutan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika bank memenuhi larangan penggunaan klausula baku sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) hal ini akan merugikan bank. Apabila debitur wanprestasi, besarnya jumlah hutang debitur adalah sesuai yang tertera pada pembukuan bank dan bank berhak mengeksekusi jaminan-jaminan ini dengan menjualnya melalui pelelangan umum atau melalui penjualan di bawah tangan. Harga jual obyek jaminan ditentukan oleh Bank Mandiri. Penggunaan klausula baku oleh bank dirasakan tidak seimbang dan menempatkan bank pada posisi yang kuat. Namun demikian dari penelitian ini kita dapat mengetahui posisi masing-masing pihak sebelum dan sesudah kredit dicairkan oleh bank."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sardi
"Sektor perbankan dewasa ini merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang strategis dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Dalam pemberian kredit Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap kepribadian, kemampuan, modal, kondisi ekonomi serta Jaminan Debitur. Notaris/PPAT merupakan salah satu Pejabat umum yang berhubungan langsung dengan perbankan. Notaris/PPAT dituntut untuk dapat bertindak secara profesional sesuai dengan keahliannya. Ketika seorang Notaris/PPAT mendapatkan order dari suatu Bank, untuk membuat suatu akta atau perbuatan hukum lainnya yang merupakan kewenangannya, sebatas apakah tanggung jawab seorang Notaris/PPAT dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan surat order tersebut. Dapatkah seorang Notaris/PPAT dipersalahkan sehingga harus mengganti kerugian ketika dia lalai melaksanakan tugas yang diberikannya, dan sebatas apa kelalaian tersebut sehinga dia harus memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Berdasarkan latar belakang hal tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini pertama mengapa pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan harus diawali dengan Perjanjian Kredit, khususnya dalam prakteknya di PT. Bank BNI (Persero), Tbk dan kedua Bagaimana apabila Notaris/PPAT serta pihak Bank lalai membuat APHT berdasaran SKMHT dalam kasus debitur Bank BNI (Persero), Tbk. Dalam penulisan Tesis ini metodenya adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat Yuridis Normatif. Alat pengumpulan datanya studi dokumen, dengan wawancara kepada nara sumber atau informan. Metode analisisnya bersifat kwalitatif, sehingga basil penelitiannya Evaluatif Analitis. Akta Pemberian Hak Tanggungan harus didahului oleh perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menyebabkan adanya utang, tidak ada APHT tanpa adanya utang yang dijamin. Kelahiran, peralihan, eksekusi dan hapusnya Hak Tanggungan ditentukan oleh adanya dan hapusnya piutang kreditur yang dijamin. Notaris/PPAT adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik. Dalam menjalankan jabatan dia harus bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan masyarakat yang dilayani, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Bilamana dalam menjalankan jabatannya Notaris/PPAT terbukti telah melakukan kelalaian atau kekhilafan dan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, maka atas kerugian tersebut dia harus memberikan ganti rugi. Notaris mempunyai tanggung jawab baik secara moral maupun secara hukum. Bagi pihak Bank kelalaian atau kekhilafan merupakan suatu resiko yang akan ditanggung, jika mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan jabatannya. Notaris/PPAT dan Bank merupakan patner atau mitra kerja, oleh karena itu keduanya dituntut dapat menciptakan hubungan yang baik dan harmonis."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Poerwanto Kasmjadi
"ABSTRAK
Standar penilaian tingkat kesehatan (TKS) bank berdasarkan 5 faktor CAMEL merupakan model yang diterapkan untuk menilai kinerja operasional bank, utamanya old' Bank Indonesia, otoritas moneter, yang mengawasi kegiatan usaha perbankan. Bagi perkembangan masing-masing bank secara individu, model tersebut dapat diterapkan dengan tujuan early warning system untuk mendeteksi terjadinya perkembangan yang tidak diinginkan. Untuk tujuan efisiensi, masingmasing bank dapat menentukan strategi penerapan penilaian TKS, yaitu dengan menilai seluruh faktor dengan seluruh rasio komponen dengan seluruh unsur dengan seluruh data rincinya, atau memilih salah 1 yang paling dominan, menentukan nilai TKS secara keseluruhan. Unsur sangat dominan inilah yang dievaluasi secara intensif dalam periode yang lebih pendek daripada evaluasi atas unsur-unsur lain ataupun TKS secara keseluruhan. Dalam menilai unsur yang sangat dominan tersebut, masing-masing bank dapat mencobanya dengan melakukan analisis diskrimirian dan analisis jalur intervening, ataupun analisisanalisis lain yang sejenis.

ABSTRACT
A standard for evaluating the bank's health level (TICS), which based on 5 CAMEL's factors is a model implemented to assess operational performance of a bank, especially by Bank Indonesia, the monetary authority that supervise banking business activities. For the development of each bank as an entity, this model can also be implemented as an early warning system to identify certain unfavorable movements. For an efficiency purpose, each bank may define as appropriate strategy for implementing the evaluation of TKS by evaluating the entire factors along with the entire component ratios, the entire element and overall data details, or by choosing 1 (one) that the most dominant element to determine the overall score of TICS. This most dominant element will be intensively evaluated in a shorter period than the evaluation for other element or the overall evaluation of the TICS. In evaluating the most dominant element, each bank may use discriminate analysis model and intervening path coefficient analysis model, or other similar analysis method.
"
2007
T 20723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>