Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54651 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Aswitha
"Secara konstitusional dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan landasan bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya berdasarkan atas hak menguasai negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 4 ayat (1) serta Pasal 16 ayat (1) UUPA, diberikan beberapa hak atas tanah kepada perorangan atau badan hukum. Pendaftaran tanah/pendaftaran hak atas tanah di Indonesia sejak 1961 hingga sekarang adalah merupakan usaha mewujudkan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam hal terjadinya gugatan/pemeriksaan terhadap seorang PPAT. Oleh karenanya permasalahan dalam tesis ini berupa penelitian mengenai dapatkah PPAT membuat perjanjian tambahan akta PPAT dan upaya hukum apa yang dapat ditempuh PPAT dalam menghadapi pemeriksaan kepolisian/pengadilan dengan status sebagai tergugat dalam akta tanah.
Penelitian ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, di mana data diperoleh melalui studi kepustakaan. Sedangkan jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder dengan metode pendekatan yaitu metode analisis data secara kualitatif sehingga hasil penelitian bersifat evaluatif-preskriptif-analitis. Sebagai akibat kelemahan Sistem Negatif bertendensi Positif dalam Pendaftaran Tanah maka pemegang hak yang namanya tercantum dalam buku tanah dan sertipikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak-pihak lain. Secara yuridis, akta PPAT tidak dapat dibatalkan oleh klien mengingat akta tersebut dibuat oleh Pejabat Umum yang dijamin kepastian akan isi akta tersebut. Menyikapi aneka gugatan yang mungkin terjadi terhadap akta PPAT maka seyogyanya peraturan perundang-undangan terkait memungkinkan PPAT membuat perjanjian tambahan dalam akta PPAT guna melindungi posisi PPAT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16361
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Hendrika
"Tesis ini membahas mengenai akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang tercantum didalam sertifikat yang telah diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena adanya pihak lain yang menggugat sertifikat yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut karena pihak tersebut adalah pemilik hak atas tanah atas sebidang /lebih tanah yang sama dengan pemegang hak atas tanah. Kantor Pertanahan sebagai pelaksana pendaftaran tanah dan penerbit sertipikat merupakan pihak yang digugat oleh pihak lain tersebut sedangkan PPAT yang membuat akta perjanjian peralihan hak dan mendaftar akta tersebut ke Kantor Pertanahan bukan merupakan pihak yang dapat digugat karena PPAT bukan merupakan Pejabat TUN dan akta yang dibuat oleh PPAT bukan putusan TUN menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; berdasarkan hal tersebut yang menjadi permasalahan ialah bagaimana kedudukan akta PPAT yang dicantumkan oleh Kantor Pertanahan dalam sertipikat hak yang digugat seseorang di Pengadilan Tata Usaha Negara? Apabila Tata Usaha Negara membatalkan sertipikat tersebut apakah akta PPAT yang dicantumkan dalam sertipikat juga dibatalkan ? Bagaimana akta PPAT yang asli 1 (satu) rangkap yang disimpan oleh PPAT dan salinan akta yang diserahkan PPAT kepada pihak penjual dan pembeli? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya.Keputusan Pengadilan TUN yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap membatalkan secara otomatis akta yang tercantum dalam sertipikat tanah yang bersangkutan, diharapkan adanya kerja sama antara organisasi PPAT dengan Kantor Pertanahan yang baik, sehingga informasi berkenan dengan sertipikat yang dibatalkan dapat diperoleh dengan mudah bagi PPAT yang bersangkutan.

This thesis discusses about a deed made by Land Deed Officer (PPAT) cited in a certificate issued by Head of Land Administration Agency in State Administration Court in relation to the claim offered by another party to the said certificate because the party is the owner of the similar land plot. Land Administration Agency as an institution to register and issue the land certificate is a defendant by the said another party and PPAT who prepared a deed of assignment and register the said deed to the Land Administration Agency can?t be contested because PPAT is not a State Administration Officer and the deed prepared by PPAT is not a decree of State Administration in pursuant to Law Number 5 of 1986 on Code of the Administration Law amended by Law Number 9 of 2004 On Amendment to Law Number 5 of 1986 on Code of the Administration Law; based on this law, what is the position of a deed prepared by PPAT cited by Land Administration Agency in the right certificate which is contested by another party in the State Administration Court? Provided that, the Court cancels the certificate, is a deed prepared by PPAT cited in the said certificate also cancelled? How about one counterpart original deed prepared by PPAT and copy of deed delivered by PPAT to seller or buyer? This research used library research method with secondary data as its resources. Decision of the State Administration Court with legal effect automatically cancels the deed cited in the relevant certificate. It is expected that PPAT organization and Land Administration Agency cooperate well, so that information related to the cancelled certificate can be accessed by the relevant PPAT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26164
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu Kuswatiningsih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37292
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutadjulu, Dara Nabila
"Keberadaan Notaris/PPAT sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Karena Notaris/PPAT memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta autentik yang dibutuhkan masyarakat. Dalam peraturannya masing-masing telah diatur bahwa tidak diperbolehkan membuat Akta Jual Beli apabila di dalamnya terdapat salah satu anggota keluarga. Namun, penulis menemukan terdapat pelanggaran yang dilakukan Notaris selaku PPAT membuat Akta Jual Beli untuk anggota keluarga. Sehingga permasalahan yang dikemukakan dalam tesis ini adalah bagaimana peran kode etik PPAT terhadap pelanggaran jabatan Notaris selaku PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli untuk keluarga serta bagaimana akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris selaku PPAT tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Simpulan dari penelitian dalam tesis ini adalah telah dibuatnya kode etik PPAT terbaru 27 April 2017 dan di dalamnya disebutkan bahwa IPPAT telah membentuk badan/lembaga tersendiri bernama Majelis Kehormatan untuk mengurusi apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan Notaris selaku PPAT. Dan akibat hukum terhadap akta yang dibuat Notaris selaku PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli untuk keluarga dalam kasus ini yang tidak dikenakan sanksi maka akta tersebut tetap merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat selama tidak ada pihak lain yang menuntut. Walaupun hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan.

The existence of Notary PPAT is very important in public life. Because the Notary PPAT provides legal certainty to the public regarding the making of authentic deed required by the community. In their respective regulations, it is stipulated that it is not permissible to make a Deed of Sale if there is a family member in it. However, the authors found there were violations committed by Notary as PPAT made the Deed of Sale and Purchase for family members. So the problem presented in this thesis is how the role of the code of ethics of PPAT against violation of the position of Notary as PPAT in making the Deed of Sale and Purchase for the family and how the legal effect on the deed made by the Notary as PPAT. The research method used in this thesis is a type of normative juridical research with the type of descriptive analytical research.
The conclusion of the research in this thesis is the making of the latest PPAT code of ethics April 27, 2017 and in it is mentioned that IPPAT has established a separate body institution named Honorary Council to deal if there is a violation made by Notary as PPAT. And the legal consequences of the deed made by Notary as PPAT in the making of Deed of Sale and Selling for families that are not subject to sanction then the deed is still an authentic deed and has a strong strength of proof as long as no other party is demanding.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Titik Utami
"Gugatan Perdata terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang telah mendaftarkan Akta Jual Beli antara penjual dan pembeli yang dibuat dihadapan PPAT padahal jual beli hak milik atas tanah yang dilakukan oleh para pihak belum ada pembayaran, dan Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT tersebut dinyatakan batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri. Seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melaksanakan jabatannya dalam pembuatan akta dihadapkan pada 4 (empat) pertanggungjawaban yaitu tanggung jawab dari segi Etika Profesi, Hukum Admisntrasi, Hukum Perdata dan Hukum Pidana.

Suing of Civil to Functionary of Act of land Maker ( PPAT) which have registered Sale act Buy between seller and buyer made before PPAT though sales of property to the land ground conducted by the parties of there is no payment, and the Sale act Buy made before the PPAT expressed by cancelation for the shake o f law and don't have legal force remain to pursuant to District Court Decision. A Functionary of Maker of Act of land in executing its occupation in making of act given on to by four of responsibility that is responsibility from facet of Profession Ethics, Punish Admisntrasi, Civil Law And Criminal Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37361
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Naufal Hasan
"Hibah adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain semasa hidupnya atas harta miliknya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hibah tidak dapat ditarik kembali. Dalam penulisan tesis ini dibahas suatu masalah yang dihadapi oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan Akta Hibah sehingga Akta Hibah yang dibuatnya menjadi batal demi hukum. Dalam hal ini terjadi suatu kasus tentang suatu hibah yang dalam putusan Mahkamah Agung dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum; sehubungan dengan itu ditetapkan bahwa tanah dan bangunan yang disengketakan berupa dan menjadi harta bersama antara penggugat dan tergugat, dan oleh karena itu ternyata Akta Hibah yang dibuat oleh PPAT itu terbukti mengandung cacat hukum. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah Permasalahan apa yang terjadi dalam praktik yang dilakukan oleh PPAT terhadap kasus dalam putusan MA No.1077 K/Pdt/1989 Tanggal 16 Juni 1994?; jika larangan dalam suatu penghibahan dilanggar, apa akibat hukum yang terjadi?; dan bagaimana tanggungjawab PPAT terhadap akta hibah yang dibuatnya?. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan titik berat pada penelitian kepustakaan. Akta Hibah nomor 178/X/l 986 tertanggal 8 Oktober 1986 tidak sah dan mengandung cacat hukum, karena hibah tersebut diberikan oleh isteri kepada suaminya yang masih terikat dalam perkawinan. Ini terjadi karena bujukan suaminya dan demi keinginan memajukan usaha suaminya. Pada suatu saat, karena tidak ada lagi kecocokan sebagai suami isteri akhirnya mereka bercerai. Kemudian sang isteri mengajukan gugatan mengenai hibah tanah dan rumah terhadap suaminya ke Pengadilan. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung telah tepat dengan menimbang berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor: 1077 K/Pdt/1989 tanggal 16 Juni 1994, hibah antara suami dan isteri adalah dilarang dan pembelian harta sengketa adalah dalam masa perkawinan antara penggugat dan tergugat, yang oleh karenanya harta sengketa merupakan harta bersama. Terhadap PPAT yang lalai tersebut dapat dikenai sanksi berupa teguran secara tertulis dan dapat dituntut untuk dimintai ganti rugi.

Legacy is a gift from anyone to other person during his/her life upon his/her owned possession. Based on the prevailing regulation of legislation, legacy cannot be withdrawn. In this abstract, the thesis writing is discussed a problem faced by the Land Deed Official in making the certificate of legacy deed, so the making of certificate becomes failed for the sake of laws. This case is ever happened about the legacy whose decision of Supreme Court state illegal and failed for the sake of law, connected with the statement issued that the land and building disputed in the form of collective wealth between the accused and the litigant. Therefore, it appeared that the certificate of legacy made by Land Deed Official contained of illegitimate. What problem happenned in practice implemented by Land Deed Official against decision of supreme court’s No. 1077 K/Pdt/1989 dated June 16th 1994?; if the prohibition in the issue of legacy is violated, what happened to law result?; and what is responsibility of Land Deed Official against the certificate of legacy made by them?. The used method of research is a method of normative based on the research of bibliography. The certificate of legacy No.l78/X/1986 date October 8th was failed for the sake of law and illegitimate since the related certificate of legacy is granted by the wife to her husband who was bound in marriage. This case was happened due to the persuasion of her husband and for the sake of intention to forward her husband business. At that time, due to no other adjustment between husband and wife, they decided to divorce. Then, the wife submitted suit about the legacy of land and house against her husband in the court. The consideration of court of justice in the Supreme Court was correct by considering based on the decision of Supreme Court No. 1077 K/Pdt/1989 dated June 16 1994, the legacy between husband and wife was prohibited and the sale of disputed property was in the period of marriage between the accused and litigant, where the disputed property was a collective wealth. According to the deligent staff of Land Deed Official can be imposed sanction in the form of warning in written and can prosecuted and payment of compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37165
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Chintya Odang
"PPAT sebagai satu-satunya pejabat umun yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan hukum tertentu berkenaan dengan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Aktaakta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik, sepanjang seluruh unsurunsur dari akta otentik terpenuhi. Namun sangat disayangkan, bahwa dalam prakteknya masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaranpelanggaran dalam pembuatan suatu akta PPAT, yang dapat menyebabkan keotentikan dari akta tersebut menjadi hilang. Penulis memfokuskan pada permasalahan yang terjadi dalam perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, yaitu bagaimana peran dan tanggung jawab PPAT dalam APHT, apa saja pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan APHT terkait dengan kasus tersebut, dan apakah putusan dari perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku? Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian penulis dapat membuat simpulan bahwa mengenai peran dan tanggung jawab PPAT telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada, peran dan tanggung jawab serta ketelitian seorang PPAT sangat penting agar terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, adapun kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut dalam pembuatan APHT, dikarenakan PPAT tidak memeriksa dan tidak teliti terhadap dokumendokumen yang ada, sehingga menyebabkan akta menjadi cacat hukum dan dapat dibatalkan, dan apa yang telah diputuskan oleh Hakim atas perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang mana adanya penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut yang menyebabkan dapat dibatalkan APHT yang telah dibuatnya.

PPAT as the only public officer given authority to make authentic deeds with regard to specific legal acts concerning land security rights and condominium ownership right, the deeds which made by PPAT is an authentic deed, as long as the entire elements of an authentic deed has fulfilled, however it is unfortunate, that on practice there are still many mistakes and violations found in the making of PPAT deed, which can render the deed authentication becoming lost. The writer focus on problems occurred on case Number 18/PDT.G/2010/PN.GS, which is how PPAT role and responsibility on APHT, what is the violations performed by PPAT in the making of APHT related to that case and whether the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS verdict are already compliance with the provisions of the applicable law? Research are conducted by the literature research which is normative juridical by collecting data sourced from the literature and analyze the data in qualitative by conducting a systematic on the application of the applicable regulations. On that such basis writers can make a conclusion that the roles and responsibilities of the PPAT have been regulated in the provision of regulations that already exists, the role and responsibilities as well as the thoroughness of a PPAT are very important to avoid the mistakes that can be harm to certain parties, As for mistakes that has been performed by the PPAT in making APHT, due PPAT not examine and not thorough to the existing documents, thereby render the deed being law deformed and may be annulled, and what has been decided by the Judge of the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS, already comply with the provisions of the applicable law, which deviations that has been performed by the PPAT can render the APHT which has been made may be annulled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mugaera Djohar
"Menurut Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 setiap perbuatan hukum atas tanah, baik berupa peralihan hak maupun penjaminannya harus dilakukan dengan akta Pejabat. Pejabat yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961. Camat adalah PPAT sementara, walaupun kehadirannya masih dibutuhkan oleh masyarakat terutama di Kota Salatiga. Sebelum berlakunya Undang-Undang Rumah susun Serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan mengenai PPAT tersebut hanya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Dengan metode penelitian Kepustakaan yang bersifat Yuridis Normatif, penelitian ini memberikan analisa terhadap masalah kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara dan Dapatkah kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara dipertahankan. Sebaiknya kedudukan camat sebagai PPAT sementara dihapus terutama untuk daerah-daerah yang sudah ada Pejabat Pembuat Akta Tanahnya. Dan menggingat masih banyak di kota salatiga tanah-tanah yang belum bersertipika, peran Camat sabagai Pamong Praja dan PPAT masih banyak berperan dan dibutuhkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah, ditugasi membuat akta sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah, adalah Pejabat Tata Usaha Negara. PPAT mengambil keputusan TUN, berupa mengabulkan ataupun menolak permintaan orang-orang atau badan-badan hukum yang datang kepadanya untuk dibuatkan akta. Jika diambilnya keputusan menolak, padahal seharusnya dikabulkan atau sebaliknya mengabulkan permintaan para pihak, padahal seharusnya menolaknya, maka ia menghadapi kemungkinan digugat pada pengadilan TUN."
Hukum dan Pembangunan Vol. 25 No. 6 Desember 1995 : 477-483, 1995
HUPE-25-6-Des1995-477
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>