Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arie Listyarini
"Berbagai limbah styrofoam kemasan (PS) pada penelitian ini digunakan untuk membuat natrium polistirena sulfonat (NaPSS). PS disutfonasi dengan asam sulfat pekat 98% menggunakan sulfonasi heterogen dan homogen dengan pelarut dikloroetana (DCE) dengan berbagai variasi suhu (60, 80 dan 100 °C) dan variasi waktu reaksi (3, 4, 5, dan 6 jam). Produk sulfonasi diidentifikasi dengan spektroskopi FTIR. Adanya puncak pada bilangan gelombang 1140 dan 1040 cm"'datam spektrum infra merah menunjukkan karakteristik gugus sulfonat. Persentase sulfonasi maksimum yang dihasilkan adalah 74,9% dengan menggunakan sulfonasi heterogen pada kondisi suhu 100 °C dan waktu reaksi 6 jam sedangkan persentase sulfonasi maksimum yang dihasilkan dengan menggunakan sulfonasi cair-cair adalah 81,91% pada kondisi suhu 100 °C dan waktu reaksi 4 jam. Herat molekul rata-rata limbah styrofoam yang digunakan pada penelitian berkisar antara 90.000 -92.800 g/mol dan menghasilkan NaPSS dengan berat molekul antara 125.000 - 136.000 g/mol. Larutan NaPSS diaplikasikan sebagai flokulan pada proses pengolahan air danau dan dibandingkan dengan aquaklir, flokulan yang telah beredar di pasaran. Hasil menunjukkan bahwa NaPSS dapat menurunkan nilai turbiditas air danau dari 24,58 ntu menjadi sekitar 1 ntu, hal ini masih kurang optimum bila dibandingkan dengan aquaklir.

Several kinds of polystyrene packaging waste (PS) were used in the synthesis of sodium polyfstyrene sulfonate) (NaPSS). PS was sulfonated by using sulfonic acid under heterogeneous and Iquid-liquid sulfonation reactions with dichloroetane (DCE) as solvent. The reactions were conducted at three different temperatures i.e. 60, 80 and 100 °C and at four different reactions time (3, 4, 5 and 6 hours). The product was characterized by FTIR spectrophotometer. The absorption at 1140 and 1040 cm"1 in the infrared spectrum was characteristic for sulfonic groups. The maximum percentage sulfonation was found 74.9% for heterogeneous sulfonation at 100 °C and 6 hours reactions time and the maximum percentage sulfonation for Iquid-liquid sulfonation was found 81.91% at 100 °C and 4 hours reactions time. An aqueous solution of NaPSS was used as a flocculant in lakes water treatment, compared with aquaklir, a commercial flocculant. The results showed that NaPSS can decrease turbidity of water from 24.58 ntu to about 1 ntu, which was less than aquaklir."
[Place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2006
SAIN-11-3-2006-6
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Listyarini
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T40070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iting Shofwati
"Kebisingan yang dihasilkan dari proses industri dan jalan perkotaan mungkin mencapai tingkat yang berlebihan dan menyebabkan dampak negatif pada kesehatan manusia. Pada situasi ini, barrier biasa digunakan untuk mengurangi dampak kebisingan. Penelitian ini bertujuan untuk pengembangan barrier ramah lingkungan untuk mengendalikan kebisingan industri dan jalan raya perkotaan. Penggunaan daur ulang styrofoam sebagai bahan baku batafoam diharapkan dapat menyelesaikan 2 masalah yaitu polusi suara dan limbah.
Batafoam yang terbuat dari daur ulang styrofoam, agregat halus, semen, dan air memiliki beberapa kemampuan yang unik untuk mengurangi kebisingan. Berbagai campuran semen dan agregat halus (1:4, 1:6, 1:8) yang diproduksi dengan mengganti agregat halus dengan styrofoam sebanyak 0%, 20%, 40%, 60%, dan 80% dari volume. Lima belas prototipe batafoam diproduksi rangkap tiga. Densitas, porositas, kuat tekan, koefisien penyerapan suara (?), Noise Reduction Coefficient (NRC), Transmission Loss (TL), dan Sound Transmission Class (STC) diteliti. Pengujian akustik baik absorpsi maupun TL menggunakan Dua Mikrofon dan Empat Mikrofon Impedance Tubes (tipe 2406) dari Bruel dan Kjael sesuai dengan prosedur standar ISO 10534-2. Rentang frekuensi maksimum adalah 6400 Hz.
Studi ini jelas menunjukkan bahwa densitas dan kekuatan tekan batafoam cenderung menurun sejalan dengan peningkatan persentase styrofoam. Komposisi 1: 6 dengan 60-80% styrofoam dan 1: 8 dengan 40-80% styrofoam tidak memenuhi persyaratan aplikasi struktural, tetapi tetap memiliki kemampuan TL yang baik. Karakteristik akustik batafoam menunjukkan bahwa ? berada di kisaran 0,15-0,29, masuk material peredam kelas E. NRC berada di kisaran 0,18-0,33, masuk bahan nonreflektif.
Kemampuan absorpsi batafoam lebih baik dari beton dan dinding bata. Nilainilai STC berada di kisaran 37-40 dB, memenuhi kriteria desain partisi (1) antara kantor dan kantor yang berdekatan, (2) antara kantor dan eksterior bangunan, (3) antara kelas, dan (4) kelas dengan koridor. Batafoam memiliki TL yang baik (> 45 dB), sehingga sangat potensial sebagai bahan penghalang kebisingan. Batafoam efektif mereduksi kebisingan lebih dari 5 dBA. Biaya penerapan barrier adalah 1 dBA /orang/tahun lebih rendah dari biaya penggunaan APT (dengan skenario penggantian APT sekali / bulan atau 1 kali /3bulan).

The noise resulted from industrial process and urban road might reach excessive level and lead to negative impact on human health. In this situation, sound barrier were commonly used to mitigate the noise impact. This research aimed at the development of environmentally friendly barrier for noise control on industry and urban freeways. The use of recycled expanded polystyrene (EPS) in the form of batafoam was expected to combat the existing problems of both noise and waste pollution.
The batafoam, which has some unique capabilities to mitigate noise, was made from recycled EPS, fine aggregate, cement, and water. Various mixture of cement and fine aggregate (1:4, 1:6, 1:8) were produced by replacing fine aggregate with EPS as much as 0%, 20%, 40%, 60%, and 80% of volume. Fifteen prototypes of batafoam were produced triplicate. The density, porosity, compressive strength, sound absorption coefficient (?), Noise Reduction Coefficient (NRC), Transmission Loss (TL), and Sound Transmission Class (STC) were investigated. Two-Microphone and Four-Microphone Impedance rubes (type 2406) of Bruel and Kjael were applied to measure the normal incident absorption coefficient and transmission loss according to the ISO 10534-2 standard procedure. The maximum frequency range of measure was 6400 Hz.
This study clearly demonstrated that the density and compressive strenght of the batafoam tended to decrease as increasing of the percentage of content of EPS. Composition 1:6 with 60-80% of EPS and 1:8 with 40-80% of EPS did not meet the requirements of structural application. The acoustic characteristics of batafoam indicated that ? were in range of 0.15 to 0.29 and were classified as class E of absorbing material. NRCs were in range of 0.18 to 0.33 and were classified as non-reflective material. Those were better than concrete and masonry's sound absorption characteristic.
The STC values were in range of 37-40 dB, which mean they met the design criteria partition (1) between office and adjacent office, (2) between office and exterior of building, (3) between classes, and (4) class with corridor. The batafoam had good transmission loss (>45 dB), so it is potential to utilize the EPS waste as a noise barrier materials. It was effective as well to reduce noise more than 5 dBA. the barrier application cost was 1 dBA/person/year lower than the cost of Hearing Protection Devices use (with once/ month and one/ 3months subtitution).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nalani Abigail Soegiono
"Permasalahan sampah plastik merupakan suatu fenomena yang tidak lepas dari perkembangan industri. Salah satu jenis plastik yang umum digunakan untuk berbagai macam produk adalah expanded polystyrene (EPS), atau “styrofoam”. Namun, EPS membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terdekomposisi dan akan membentuk mikroplastik pada prosesnya. Selain itu, proses pembuatan EPS juga menghasilkan gas rumah kaca hidrofluorokarbon (HFC) yang jauh lebih berbahaya dari karbon dioksida. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan kemasan alternatif yang dapat terurai secara hayati (biodegradable) dan tidak melibatkan bahan kimia berbahaya dalam proses produksinya, seperti material miselium. Material miselium dapat dibuat dengan mengkultivasi fungi berfilamen pada substrat padat berupa limbah lignoselulosa. Kajian ini mempelajari aspek teknoekonomi produksi material miselium skala besar menggunakan fungi Phanerochaete chrysosporium yang memiliki performa yang baik dalam degradasi lignoselulosa. Simulasi proses dibuat menggunakan perangkat lunak SuperPro Designer versi 13. Variabel bebas yang digunakan adalah jenis substrat, yaitu eceng gondok dan batang kapas yang telah diketahui data kinetika pertumbuhannya dari penelitian terdahulu. Selain itu, rasio inokulum juga divariasikan sebesar 40% dan 50%. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa produksi material menggunakan substrat batang kapas dengan rasio inokulum 50% memberikan hasil yang paling baik dari keempat skenario yang dibuat. Harga jual yang diperoleh untuk mendapat margin keuntungan sebesar 20% adalah Rp446.134/kg. Skenario ini menghasilkan tingkat rendemen sebesar 58,25%, NPV sebesar Rp7.389.053.225, IRR 12,01%, ROI 12,91%, dan PBP selama 7,25 tahun.

The problem of plastic waste is a phenomenon closely tied to industrial development. One common type of plastic used for various products is expanded polystyrene (EPS), or "styrofoam". However, EPS takes an extremely long time to decompose and contributes to the formation of microplastics in the process. Furthermore, the production of EPS also emits hydrofluorocarbon (HFC) greenhouse gases, which are significantly more harmful than carbon dioxide. Therefore, there is a need for alternative packaging materials that are biodegradable and do not involve hazardous chemicals in their production process, such as mycelium materials. Mycelium can be cultivated by growing filamentous fungi on solid substrates like lignocellulosic waste. This study examines the techno-economic aspects of large-scale mycelium material production using Phanerochaete chrysosporium fungi, known for its efficient degradation of lignocellulose. Process simulation is made using SuperPro Designer Version 13 software. The study varies the independent variables: substrate types (water hyacinth and cotton stalks, with growth kinetics data found from previous research) and inoculum ratios of 40% and 50%. Analysis results indicate that the production using cotton stalk substrates with a 50% inoculum ratio gave the best outcome from all scenarios. The resulted selling price to obtain a margin of 20% is Rp446.134/kg. This scenario generated a yield rate of 58,25%, NPV of Rp7.389.053.225, IRR of 12,01%, ROI of 12,91%, and PBP of 7,25 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Ikbal Alexander
"Kemasan pangan plastik adalah jenis bahan yang tidak dapat terurai, sehingga dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Kandungan selulosa yang tinggi pada jerami padi dapat dijadikan sumber biopolimer untuk membuat kemasan pangan biodegradable. Tetapi, kemasan biodegradable dilaporkan memiliki kinerja hidrofilik yang buruk dan kerapuhan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kemasan pangan biodegradable menggunakan limbah jerami padi yang sesuai dengan SNI ISO 535:2016. Kemasan pangan biodegradable ini dibuat dari jerami padi dan singkong sebagai sumber biopolymer. Metode pelapisan Meyer-Rod diadopsi untuk menghasilkan sudut kontak yang tinggi dan ketahanan air yang tinggi dengan empat lilin alami yang berbeda; soy wax, candelilla wax, beeswax, dan carnauba wax. Analisis penyerapan air dilakukan menurut metode Cobb60 yang dijelaskan dalam SNI ISO 535:2016. Hasil studi menunjukkan bahwa penggunaan selulosa jerami padi dengan penambahan beeswax meningkatkan sifat ketahanan air secara signifikan dan menunjukkan penurunan indeks Cobb60 sebesar 2,8 g/m2. Kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah penggunaan selulosa jerami padi sebagai sumber biopolymer mempunya potensi untuk menggantikan penggunaan kemasan pangan plastik.

Fossil-based foam is a non-biodegradable material which can cause severe environmental deterioration. Starch-based biodegradable material has shown the potential to replace the plastic foams. Starch-based biodegradable foam reportedly has poor hydrophilic performances and high brittleness. The objective of this research is to develop starch-based biodegradable foam using rice husk waste that complies with SNI ISO 535:2016 The biodegradable foams were fabricated with cassava starch and rice straw as natural fiber sources. The Meyer-Rod coating method was adopted to produce high contact angle and high water resistance with four different natural waxes; soy wax, candelilla wax, beeswax, and carnauba wax. Water absorption analysis was performed according to the Cobb60 method described in SNI ISO 535:2016. The result shows that the use of rice straw and beeswax improved water barrier properties and decreased the Cobb60 index of 2,8 g/m2 This study concludes that the utilisation of rice straw  as a source of biopolymer could replace the use of conventional polystyrene foam."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Anis Hidayah
2012
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Duliman K.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S29942
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Gunawan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T40024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purtomo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39787
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nonot Arief Herdianto
"Limbah beton yang berasal dari material bongkahan hasil pembongkaran maupun hasil dari sisa benda uji tekan kurang banyak dimanfaatkan. Oleh sebab itu dicoba untuk memanfaatkan limbah beton sebagai agregat halus pada perkerasan jalan tipe LATASTON. Penelitian ini hanya dilakukan di laboratorium dengan bahan limbah beton yang diambil dari hasil pengujian kuat tekan pada Laboratorium Bahan Jurusan Sipil FTUI dengan tujuan yang hendak dicapai adalah mempelajari sifat fisik limbah beton sebagai agregat halus dan memanfaatkannya untuk campuran LATASTON dan membandingkannya dengan campuran LATASTON dengan agregat halus alam.
Penelitian yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan aspal, pemeriksaan agregat, dan pembuatan campuran LATASTON dengan agregat kasar 30% dan menggunakan spesifikasi ideal serta uji permeabilitas. Sedangkan metode yang dilakukan adalah Uji Marshall dengan kandungan aspal 6,5% - 12% (interval 0,5%) dan Uji Permeabilitas yang dilakukan pada kadar aspal optimum.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan kualitas, limbah beton dapat dimanfaatkan untuk agregat halus dalam campuran LATASTON. Walaupun harga per m3 agregat halus lebih murah dibandingkan dengan agregat halus alam, namun biaya konstruksi jalan dengan campuran LATASTON menggunakan agregat halus limbah beton lebih mahal dibanding dengan menggunakan agregat halus alam."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>