Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17319 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sabodan, Daan
Jakarta: Cipta Manunggal, 1999
172.2 HUK 1999
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Mitra Bintibmas, 2002
363.23 MEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Wresniwiro
Jakarta: Mitra Bintibmas, 2002
R 363.2 Men
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Abintoro Prakoso
Surabaya: Laksbang Justitia, 2015
340.112 ABI e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Balwin, Robert
Jakarta: Cipta Manunggal, 2002
342.041 8 BAL pt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: KKAI, 2004
347.052 KOD k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soejoed Binwahjoe
"ABSTRAK
Menurut beberapa pakar, polisi merupakan profesi bahkan menurut Franz Magnis-Suseno polisi termasuk kelompok profesi luhur dan dituntut adanya budi luhur serta akhlak yang tinggi dalam melakukan profesinya.
Setiap Polri sebagai pemegang profesi dituntut agar menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, serta dalam keadaan apapun menjunjung tinggi profesinya. Agar Polri tidak menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat, maka Polri perlu mempunyai kode etik sebagai pedoman atau pegangan yang ditaati oleh para anggotanya.
Kode etik adalah kumpulan kewajiban yang mengikat para pelaku profesi itu dalam menjalankan tugasnya.
Dalam penjelasan pasal 23 dan 24 Undang-Undang nomor 28 tahun 1997, ditulis bahwa setiap pejabat Kepolisian Negara RI harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya.
Etika profesi kepolisian dirumuskan dalam Kode Etik Kepolisian Negara RI yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya, yang dilandasi dan dijiwai oleh Sapta Marga.
Dalam hal seorang pejabat kepolisian dianggap melanggar etika profesi, ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI. Hal ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian.
Menurut Lawrence Sherman ada dua cara untuk belajar etika kepolisian, satu cara ialah belajar sambil bekerja dibawah tekanan-tekanan waktu dan pengaruh tekanan kawan-kawan sejawat. Cara yang lain adalah belajar dengan tenang, jauh dari tekanan-tekanan sehingga dalam belajar ia bisa merenungkan dengan perspektif yang lebih obyektif.
Di Kepolisian Negara RI hal ini dicapai lewat pelajaran-pelajaran Kode Etik Kepolisian di sekolah-sekolah polisi dan juga di tanamkan lewat ketauladanan dan tindakan para pimpinan sekolah. para pembina dan para tenaga pendidik tanpa menutup mata terhadap pengaruh lingkungan.
Karena mengingat banyaknya mata pelajaran, untuk Kode Etik Kepolisian hanya disediakan 10 jam pelajaran sehingga yang dapat dicapai hanya mengerti dan menghafal yang juga terbukti dari hasil penilaian yang rata-rata dapat nilai cukup sebesar hampir 80 % dari siswa untuk aspek mental kepribadian yang didalamnya termasuk pendidikan etika.
Ternyata yang lebih menghasilkan adalah internalisasi lewat kontak yang berulang-ulang dalam memberi ketauladanan antara para pembina, para tenaga pendidik dengan para siswa. Meskipun terdapat kendala lingkungan dalam pelanggaran aturan-aturan sekolah yang oleh instruktur dianggap mengurangi pendidikan etika kepolisian, jumlah siswa yang berbuat demikian sangat kecil dan kalau ketahuan segera diambil tindakan koreksi.
Dari jumlah lulusan 552 siswa dan dari sebab-sebab tidak lulusnya 4 orang siswa terbukti tidak dikarenakan pelanggaran kode etik kepolisian. Metode yang saya gunakan adalah metode etnografi pelaksanaan pendidikan di sekolah dengan pendekatan kualitatif. Cara-cara pengumpulan data di lapangan saya lakukan dengan jalan pendekatan terlibat, misalnya hadir pada waktu makan di ruang makan, di kantin dan pada waktu sholat di Masjid.
Selain pengamatan terlibat, cara yang saya tempuh ialah dengan pengamatan misalnya waktu bangun pagi, apel dan latihan-latihan di lapangan. Untuk hal-hal yang sudah lampau saya gunakan cara wawancara dengan Kepala SPN, para pembina dan para tenaga pengajar dan para siswa angkatan XVIII dan angkatan XIX."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komar Andasasmita
Bandung: Ikatan Notaris Indonesia, 1991
347.016 KOM n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Komar Andasasmita
Bandung: Ikatan Notaris Indonesia, 1991
R 347.016 And n
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Annisa Dwi Melantik Padjalangi
"Notaris adalah Pejabat Umum, yang satu-satunya berwenang untuk mebuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggal, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan pada pejabat atau orang lain. Dalam praktik kenotariatan, Notaris sering tersangkut dan terlibat dalam suatu perselisihan perdata, karena perilaku para pihak yang membuat akta dihadapannya, dan perselisihan tersebut dilaporkan kepada pihak kepolisian dan pihak kepolisian juga sering kali mengikuti perilaku para pihak yang membuat akta serta langsung memanggil Notaris berdasarkan Surat Panggilan. Dalam menangani sebuah perkara, terkadang penyidik harus memanggil notaris sebagai saksi terkait akta otentik yang dibuat oleh notaris tersebut. Lalu bagaimanakah perlindungan hukum terhadap notaris dalam proses penyidikan tersebut jika dikaitan dengan rahasia jabatan dan akta yang telah dibuatnya? Dalam melakukan penelitian ini, Penulis menggunakan Metode Penelitian Kepustakaan dan analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Hasil dari penelitian ini memberikan saran agar seorang Notaris terhindarkan dari segala resiko baik berupa sanksi maupun pembatalan akta otentik dalam proses pembuatan akta yang mengharuskan Notaris bertanggungjawab terhadap akta-akta yang dibuatnya, dimana Notaris harus menerapkan prinsip kehati-hatian, lebih teliti dan memiliki itikad baik dalam pembuatan akta autentik serta mematuhi ketentuan hukum yang berlaku yang berlandaskan pada moral dan etika.

Notary was an official common, the only one who authorized to create authentic certificate about all deeds, agreement and of required by a common rules or by concerned designed expressed in a deed authentic, ensure certainty date, keep the certificate and give grosse, copies and the passage, all along certificate it by a rule public also assigned or is exempted in officials or others. In practice of notary, notary often snagged and involved in a dispute civil, because the act of the parties who made the deed behind it, and the dispute reported to police and the police also often follow the act of the parties who made the deed and directly call notary based on summonses. In the handle of an matter, sometimes investigators should call notary as a witness related an authentic deed made by a notary. So how does the protection of the law against a notary in the process of investigation if it is truly connected with secrets of title or position and a deed which he had created? In do this research, the use writers research methodology of literature (library research) and analysis of data that is used is identification the qualitative method.
The result of this research by among other things providing suggestions to make a notary here inevitable from all the guilt and the risk of in the form of both the penalty should be imposed as well as put forward for revoking an authentic deed in the process of manufacture a deed which forbid that it should have a notary responsible for certificates which is made before, where shall be drawn up to apply the principle of prudent, in greater detail and having good faith in the manufacture of an authentic deed as well as obey the rules of law that applied and based on moral and ethical."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>