Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160667 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riswijanto
"Minyak goreng diet adalah minyak goreng yang tidak dapat dimetabolisine oleh tuhuh dan dapat mcnarik koleslerol serta asam lemak bebas keluar dari tubuh. Studi ini . mensintesa ester dari sukrosa , fruktosa dan asam oleat serta stearat dengan menggunakan katalis asam (HC1) pada temperature 45 "C dengan pelarut DMF. Senyawa ester sukrosa oktaoluat dan fruklosa pentaoleat terbentuk dengan ditandai hilangnya serapan gugus OH pada bilangan gelombang 3500 - 3326 cm. Reaksi berlangsung dengan waktu 96 jam dan 112 jam.Titik didih sukrosa oktaoleat adalah 234 - 236 "C frukiosa penta oleat 216 - 217 "C fruktosa petaolat 257-260 °C. Sukrosa oklaslearal 272-274 "C sedangkan titik didih minyak bimoli 182- I83°C.

Cholesterol and trigliserida may he excreted by diet palm oil from the human body. In this study, it had already been synthesied such ester like as fructuosa pentasicoric. fructose pentastcaric. sucrosa octa olcic and sucrose oclasicaric. This ester can be synthesizes by substitution reaction between oleic or sacaric acid and sucrose or fructose as carbohydrate base.Those ester result simply from heating oleic or stearic acid and sucrosa or fructosa in DMF solution containing small amount of strong acid (HCI) catalyst at 45 °C. The esterification reaction is successfully, its to be convince by the fungsional group of hidroksil (3500 3326 em "1) have already disappear. The reaction completed at about 96 hour for fructose pentanteic ester and 112 "C of sucrose octaoleic. The boiling point of fructose penta oleic - 216-217 C. Sucrosa ociaoleic = 234-236 "C. Fructosa pentaolcic = 257-260 "C. Sucrose octastearie -? 272-274 "f where as Bimoli palm oil= 182-183 °C."
[place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2003
SAIN-8-2-2003-22
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Herman
"Pembentukan ester (sukrosa oktaoleat, fruktosa pentaoleat,
sukrosa oktastearat, dan fruktosa pentastearat) antara senyawa karbohidrat
(sukrosa dan fruktosa) yang diesterifikasi asam lemak (asam stearat dan
asam oleat) dan masing-masing ester tersebut memiliki fungsi sebagai
minyak goreng diet karena dl dalam tubuh keempat ester tersebut tidak dapat
dimetabollsme oleh tubuh dan dapat menarik kolesterOl dan asam lemak
bebas keluar dari tubuh. ,
Penelitian dllakukan untuk menyelidlkl adanya perbedaan
antara minyak goreng biasa (bimoli) dengan minyak goreng diet (keempat
ester hasil sintesis) baik sifat fisik maupun sifat kimianya Proses pembentukan ester cleat (sukrosa oktaoleat dan
fruktosa pentaoleat) dllakukan dengan melarutkan karbohidrat (sukrosa dan
fruktosa) dan asam cleat dengan pelarut DMF dan diberl katalis HCI pekat
(hanya untuk fruktosa) yang kemudian direfluks pada temperatur 45°C,
sedang proses pembentukan ester stearat (sukrosa oktastearat dan fruktosa
pentastearat) dllakukan dengan melarutkan karbohidrat (sukrosa dan
fruktosa) dan asam stearat dengan pelarut DMF dan diberl katalis HCI pekat
(hanya untuk fruktosa) yang kemudian direfluks pada temperatur 85°C.
Dengan cara konvensional, ester fruktosa dan ester sukrosa diperoleh dalam
waktu 96 jam dan 112 jam.
Dari hasil pengukuran dengan IR, hasil IR antara masingmasing
ester dengan minyak bimoli memliki serapan yang sama pada daerah
gugus fungsional, yang berbeda hanyalah pada daerah sidik jari.
Dari hasil pengukuran titik didih, terlihat bahwa keempat ester
hasil sintesis mempunyai titk didih yang lebih besar dari minyak bimoli.
Dari hasil pengukuran angka peroksida, terlihat bahwa angka
peroksida minyak bimoli lebih besar dari angka peroksida sukrosa oktaoleat
dan fruktosa pentaoleat. Dari hasil pengukuran angka iodium, telihat bahwa
angka iodium minyak bimoli lebih besar dari sukrosa oktaoleat dan fruktosa
pentaoleat. Dari hasil pengukuran angka asam, terlihat bahwa angka asam
minyak bimoli lebih besar dari angka asam ester cleat maupun ester stearat"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Kurniawan
"Indonesia merupakan produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan produksi sebesar 26,5 juta ton (55,5%) pada tahun 2013 (GAPKI, 2014). Pusat-pusat produksi CPO berada di pulau Sumatera dan Kalimantan yang juga merupakan penghasil minyak bumi dan gas. Namun demikian pada kedua pulau tersebut justru mengalami defisit listrik selama satu dekade terakhir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter uji berupa efisiensi thermal, daya, tegangan, frekuensi, dan respon terhadap perubahan beban untuk komposisi bahan bakar CPO murni (CPO100) maupun campuran (CPO25 dan CPO75) terhadap solar tidak memiliki perbedaan yang signifikan, sehingga CPO layak menggantikan peran solar sebagai bahan bakar generator set diesel pada komposisi dan suhu tertentu.
Konsumsi bahan bakar berturut-turut Solar100 (414,85 gr/kWh), CPO25 (495,19 gr/kWh), CPO100 (522,24 gr/kWh) dan CPO75 (528,41 gr/kWh). Biaya perolehen energi listrik dihitung melalui Unit Cost of Electricity (COE) berturut-turut CPO100 (Rp. 5.772,17/kWh), CPO75 (Rp. 6.615,52/kWh), Solar100 (Rp. 7.158,43/kWh) dan CPO25 (Rp. 7.754,26/kWh). Hasil analisa sensitivitas COE menunjukkan Fuel Price memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perubahan nilai COE

Indonesia is a crude palm oil (CPO) producer in the world with a production of 26.5 (55.5%) million tonnes in 2013 (GAPKI, 2014). CPO production centers located on the island of Sumatra and Kalimantan, which is also a center of oil and gas production. However, the two islands had power deficit during the last decade.
Based on the research, the test parameters such as thermal efficiency, power, voltage, frequency, and response to changes in the composition of the fuel load for pure CPO (CPO100) or mixed (CPO25 and CPO75) against solar does not have significant differences, so that the CPO worthy of replacing the role diesel as fuel for diesel generator sets for certain composition and temperature.
SFC value respectively Solar100 (414,85 gr/kWh), CPO25 (495,19 gr/kWh), CPO100 (522,24 gr/kWh) and CPO75 (528,41 gr/kWh). The cost for producing electrical energy is calculated by Unit Cost of Electricity (COE) respectively CPO100 (Rp. 7.689,47/kWh), CPO75 (Rp. 8.532,82/kWh), Solar100 (Rp. 8.847,41/kWh) and CPO25 (Rp. 9.291,03/kWh). The sensitivity analysis shows that the Fuel Price has a very strong influence on the change in value of COE.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrian Perdana Putra
"Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia, menguasai hampir setengah dari pasokan global pada tahun 2022. Pertumbuhan industri CPO sebagian didorong oleh kenaikan harga. Namun, harga CPO yang tinggi juga berdampak pada kenaikan harga dalam negeri, termasuk minyak goreng. Hal ini menekan pemerintah Indonesia untuk mengatur harga melalu berbagaii kebijakan, salah satunya pembatasan ekspor. Tulisan ini mengkaji efektivitas kebijakan pembatasan ekspor dan kejutan harga domestik lainnya yang dapat diintervensi pemerintah. Dengan menggunakan model Structural Vector Autoregression (SVAR), makalah ini menemukan bahwa kebijakan pembatasan ekspor tidak efektif dalam menurunkan harga CPO dan minyak goreng domestik. Hal ini disebabkan oleh keterkaitan harga yang kuat antara harga CPO internasional dan harga CPO domestik. Selain itu, shocks di tingkat rumah tangga dan industri domestik yang diamati juga tidak signifikan dalam mempengaruhi harga, sehingga ruang lingkup intervensi pemerintah terbatas. Akhirnya, makalah ini menyarankan agar pemerintah berhati-hati dalam mengintervensi harga pasar dan sebaliknya berfokus pada peningkatan akses terhadap produk makanan yang terjangkau. 

Indonesia is the world's largest producer and exporter of crude palm oil (CPO), accounting for nearly half of global supply in 2022. The CPO industry's growth has been driven in part by rising prices. However, high CPO prices have also led to higher domestic prices, including for cooking oil. This has put pressure on the Indonesian government to regulate prices through policies, such as export restrictions. This paper examines the effectiveness of export-restricting policies and other domestic price shocks that the government could intervene in. Using Structural Vector Autoregression (SVAR) models, the paper finds that export-restricting policies are not effective in reducing domestic CPO and cooking oil prices. This is due to the strong price linkages between international CPO prices and domestic CPO prices. Additionally, the observed domestic household- and firm-level shocks are also insignificant in affecting prices, limiting the scope for government intervention. Finally, the paper suggests that the government should be cautious about interfering with market prices and should instead focus on improving access to affordable food products."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Wijaya
"Aditif bensin seperti TEL ataupun MTBE untuk menaikkan angka oktan mulai dihindari penggunaannya sekarang ini. Adanya logam berat dan senyawa kimia beracun di dalam TEL membuat bahan tersebut berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Mengingat masih diperlukannya bensin dengan kualitas yang baik, maka perlu dibuat zat aditif yang dapat menaikkan angka oktan dan aman bagi kesehatan dan lingkungan. Pada penelitian ini, aditif dibuat dengan beberapa proses di antaranya proses transesterifikasi dengan bahan baku minyak sawit. Metil ester yang dihasilkan dari reaksi tersebut selanjutnya mengalami proses perengkahan katalitik dengan katalis H-Zeolit. Produk distilat dari perengkahan ini akan direaksikan dengan HNO3 untuk ditambahkan gugus nitro.
Berdasarkan hasil penelitian, reaktor fixed bed dengan sistem batch dibuat dan dapat melakukan perengkahan katalitik dengan laju produksi sebesar 2,95 ml/jam, dan efisiensi energi sebesar 6,44%. Perengkahan terjadi pada suhu 320oC. Perengkahan ditandai dengan penurunan densitas dan bertambahnya gugus C=C, C=O dan C-O dan CH3 pada spektrum yang dibandingkan terhadap spektrum referensi 2970 cm-1, yaitu gugus CH2. Selain itu, juga terlihat pada banyaknya molekul lain dengan rantai karbon yang lebih pendek dari metil ester berdasarkan uji GC-MS. Pada aditif bensin, terjadi proses penambahan gugus nitro yang ditandai dengan adanya spektrum FTIR pada frekuensi 1661-1499 cm-1. Hasil nilai oktan dari pencampuran 5% aditif pada bensin premium 95% membuat oktan bensin campuran naik menjadi 90,2 dan 90,3. Dengan perhitungan persamaan linear, angka oktan aditif 1 dan aditif 2 bernilai 105,4 dan 107,4. Sehingga disimpulkan semakin banyak gugus nitro dalam aditif maka semakin tinggi angka oktannya.

Gasoline additives such as TEL or MTBE to raise the octane number began to preclude use today. The presence of heavy metals and toxic chemical compounds in the TEL making this material harmful to the environment and health. Given the continuing need gasoline with good quality, it needs to be made of additives that can increase the octane number and it?s safe for health and the environment. In this study, an additive made by some process of which the process of transesterification with palm oil feedstock. Methyl ester produced from the that reaction will be cracked with H-zeolite catalysts. Distillate products from the cracking will be reacted with HNO3 to add the nitro group.
Based on this research, fixed bed reactor with a batch system is created and can perform catalytic cracking with a production rate of 2.95 ml/hr, with energy efficiency about 6.44%. Cracking occurs at a temperature of 320 oC. Cracking is characterized by decreased density and increased group C = C, C = O and C-O and CH3 on the spectrum is compared against a reference spectrum of 2970 cm-1, the CH2 group. In addition, also seen in many other molecules with shorter carbon chain of the methyl esters by GC-MS test. In the gasoline additive, a process of addition of nitro groups are characterized by FTIR spectrum at a frequency of 1661-1499 cm-1. The results of blending octane value of 5% additive in gasoline octane premium gasoline 95% make the mixture rose to 90.2 and 90.3. With the calculation of linear equations, the octane number additive 1 and additive 2 worth 105.4 and 107.4. As a conclution a growing number of nitro groups in the additive would raise the octane number.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1725
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Augustian Wijaya
"Perkembangan kendaraan bermotor yang semakin pesat, memicu naiknya konsumsi bensin di dunia. Namun naiknya konsumsi tidak diimbangi dengan naiknya produksi. Cadangan minyak bumi di dunia yang kian menipis menyebabkan perlu adanya sumber lain yang dapat diperbaharui untuk diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline. Minyak sawit (CPO) dipilih untuk dijadikan sumber baru dalam pembuatan gasoline karena CPO memiliki struktur rantai karbon yang dapat dikonversi dan diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline dengan metode perengkahan. Metode perengkahan pada penelitian ini dilakukan secara katalitik dengan menggunakan katalis ZSM-5/Alumina. Katalis alumina digunakan untuk merengkahkan struktur karbon yang panjang dari minyak sawit dan ZSM-5 digunakan sebagai aditif karena katalis ini merupakan katalis sintetik dengan keasaman yang sangat tinggi, sehingga sangat baik digunakan untuk reaksi perengkahan. Namun jumlah katalis ZSM-5 yang dipakai hanya sebagai aditif karena konsentrasi ZSM-5 yang tinggi akan menyebabkan produk reaksi perengkahan menjadi gas C2-C4 dan bukan produk bensin. Reaksi ini dilakukan pada fixed bed reactor sederhana. Umpan yang akan direngkahkan dipreparasi terlebih dahulu dengan cara oksidasi, transesterifikasi dan penambahan metanol. Temperatur reaksi akan dilakukan dari 350 °C sampai dengan 500 °C dengan space velocity 1,8 h-1 . Selain itujuga akan dilakukan variasi berat HZSM-5 dari 5 sampai 20 % berat total katalis. Metode yang digunakan dalam menguji hasil reaksi adalah GC-TCD dan FT-IR. Hasil reaksi dengan umpan POME menghasilkan yield tertinggi pada komposisi ZSM-5/Alumina 5 % yaitu sebesar 63,1 % pada saat temperatur reaksi sebesar 400 °C. Untuk reaksi dengan umpan minyak yang ditambah metanol, juga didapatkan yield tertinggi sebesar 26,75 % pada kondisi reaksi yang sama (temperatur reaksi 400 °C; 5 % berat H-ZSM-5 dalam katalis)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Dwi Susanto
"Semakin pentingnya kedudukan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng dan perolehan devisa telah menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kepentingan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan untuk meningkatkan perolehan devisa, melalui ekspor crude palm oil (CPO).
Mengingat bahwa industri minyak goreng sawit Indonesia sampai saat ini masih belum berjalan dengan kapasitas penuh, bahkan menurut beberapa survei hanya berkisar 50-60 persen dari kapasitas terpasang, maka kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng. Untuk itu pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, baik melalui penghapusan bea masuk maupun pengenaan pajak ekspor serta alokasi CPO kepada Badan Urusan Logistik (BULOG).
Dari gambaran intervensi pemerintah yang telah dilakukan selama ini terhadap minyak sawit Indonesia terlihat bahwa senantiasa terjadi benturan-benturan kepentingan dalam penerapan kebijakan. Dua dilema kebijakan yang dihadapi yaitu:
1. Pilihan antara pengembangan industri minyak goreng dalam negeri atau mengimpor minyak goreng dan mengekspor bahan mentah pembuatan minyak goreng (CPO) sebagai penghasil devisa;
2. Pilihan antara menggunakan instrumen minyak goreng impor atau pengaturan produksi minyak goreng dalam negeri untuk pengelolaan (stabilisasi) harga minyak goreng dalam negeri.Dilema ke dua ini langsung terkait dengan jaminan ketersediaan minyak goreng dalam negeri, dengan demikian harga minyak goreng tidak akan berfluktuasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap kondisi penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dan pengaruhnya terhadap industri minyak goreng serta gejolak harga minyak goreng di pasar domestik. Untuk itu dalam penelitian ini diidentifikasi faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit domestik dan pengaruhnya terhadap harga minyak goreng. Disamping itu penelitian ini juga berupaya mengkaji kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah yang pada dasarnya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan ekonometrika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan harga bahan baku industri minyak goreng (CPO) maka harga minyak gorengpun akan naik, atau dengan kata lain harga minyak goreng berbanding lurus dengan harga CPO domestik. Secara teoritis hal ini sangat wajar, karena dengan naiknya salah satu harga input produksi maka perusahaan yang rasional akan menaikkan harga outputnya agar tetap dapat mempertahankan keuntungannya. Ditunjukkan bahwa apabila harga CPO domestik naik sebesar Rp. 1000,00 per ton maka harga minyak goreng sawit akan naik sebesar Rp. 2000,15 per ton. Hasil ini nyata pada tingkat kepercayaan di atas 90%. Sedangkan perubahan harga CPO di pasar internasional juga berpengaruh positif terhadap perubahan harga minyak goreng. Berdasarkan hasil regresi ditunjukkan bahwa kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar US$ 1 per ton akan menaikkan harga minyak goreng sebesar Rp. 0.42 per ton, cateris paribus.
Harga minyak goreng berhubungan negatif dengan penawaran CPO domestik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa apabila pasokan CPO di pasar domestik meningkat maka akan dapat menurunkan harga minyak goreng sawit. Apabila penawaran CPO di pasar domestik meningkat sebesar 1 ton maka harga minyak goreng akan dapat turun sebesar Rp. 0,11 per ton, cateris paribus. Apabila pasokan CPO berkurang, maka produksi minyak goreng berkurang yang pada gilirannya menyebabkan minyak goreng di pasaran menjadi berkurang sehingga memicu kenaikan harga minyak goreng.
Bagi produsen CPO rangsangan untuk mengekspor CPO lebih menarik dibandingkan dengan kewajiban mereka dalam memenuhi kebutuhan domestik. Walaupun telah ditetapkan pajak ekspor, selama kegiatan ekspor masih memberikan keuntungan yang lebih besar daripada menjual di dalam negeri maka produsen CPO akan berusaha untuk mengekspor. Sehingga sering ditemukan ekspor CPO secara illegal. Dengan demikian catatan jumlah ekspor resmi berbeda dengan kenyataan aktual CPO yang dilarikan ke luar negeri yang cenderung lebih besar dari catatan volume ekspor. Sehingga jumlah CPO yang dipasok di dalam negeri berkurang lebih besar dari jumlah CPO yang diekspor.
Semakin meningkatnya kebutuhan minyak goreng masyarakat, maka kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng juga meningkat. Dari hasil pengujian ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan bahan baku CPO untuk industri minyak goreng maka akan diikuti dengan kenaikan jumlah penawaran CPO di pasar domestik, walaupun kenaikan penawaran CPO di pasar domestik tidak sebesar permintaan CPO. Apabila permintaan CPO untuk industri minyak goreng meningkat sebanyak 10 ribu ton maka penawaran CPO domestik juga akan meningkat tetapi hanya sebesar 2,1 ribu ton, cateris paribus. Oleh karena itu untuk menutupi kesenjangan lonjakan permintaan tersebut, pemerintah seringkali harus campur tangan guna menjamin ketersediaan pasokan CPO.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi CPO adalah melalui pembukaan areal perkebunan kelapa sawit. Pengukuran terhadap pengaruh perubahan variabel luas areal perkebunan kelapa sawit terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa apabila terjadi pertambahan areal perkebunan kelapa sawit seluas 1000 hektar maka akan terjadi kenaikan penawaran CPO di pasar domestik sebesar 2,13 ribu ton CPO, cateris paribus. Data Ditjen Perkebunan (1998) menunjukkan bahwa dari areal perkebunan kelapa sawit seluas 2,79 juta hektar-dihasilkan 5.64 juta ton CPO atau rata-rata satu hektar perkebunan kelapa sawit menghasilkan 2.02 ton CPO.
Untuk variabel kebijakan pemerintah tentang produksi dan tata niaga minyak sawit terlihat bahwa dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah sejak tahun 1979 telah berhasil meningkatkan penawaran minyak sawit domestik (berpengaruh positif). Akan tetapi pengaruhnya belum dapat memberikan dampak yang berarti dalam menjamin ketersedian pasokan CPO di pasar domestik, karena dengan adanya kebijakan tersebut penawaran CPO domestik hanya meningkat sebesar 199,84 ribu ton dalam kurun waktu 19 tahun.
Ketidakefektifan kebijakan pemerintah dalam menjamin ketersediaan CPO untuk keperluan industri minyak goreng dalam negeri menyebabkan harga minyak goreng senantiasa mengalami gejolak. Kebijakan pemerintah melalui instrumen alokasi CPO dalam negeri dan alokasi CPO untuk ekspor hanya bertahan dalam jangka pendek. Disamping itu kebijakan tersebut harus dibayar cukup mahal karena dalam jangka panjang menghambat promosi ekspor dan dalam jangka pendek menurunkan perolehan devisa negara melalui ekspor CPO.
Upaya stabilisasi harga minyak goreng melalui mekanisme alokasi dan penetapan harga bahan baku dinilai banyak kalangan tidak efektif. Dapat dikemukakan beberapa faktor sebagai penyebabnya, seperti:
a. Permintaan dunia terhadap minyak sawit (CPO) terus mengalami peningkatan dan harga di pasar internasional juga meningkat cukup pesat.
b. Secara operasional mekanisme alokasi CPO produksi PTP melalui KPB (Kantor Pemasaran Bersama) tidak lagi banyak pengaruhnya pada pemenuhan kebutuhan bahan baku industri minyak goreng.
c. CPO tidak hanya digunakan oleh industri minyak goreng. Penggunaan CPO untuk bahan baku industri lain (bukan industri minyak goreng) dalam negeri juga terus meningkat. Jenis industri tersebut antara lain adalah margarin, sabun dan oleokimia.
d. Mekanisme alokasi dan penetapan harga CPO yang disertai operasi pasar minyak goreng pada saat-saat tertentu (seperti menjelang tahun baru, bulan puasa dan lebaran) menyebabkan margin keuntungan produsen minyak goreng sangat tipis.
e. Harga CPO akan cenderung tetap tinggi karena permintaan domestiknya lebih besar daripada kapasitas produksi CPO.
Dari hasil perhitungan elastisitas harga CPO internasional terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1% akan menurunkan penawaran CPO domestik sebesar 0,32%.
Harga CPO internasional berpengaruh negatif terhadap penawaran CPO domestik, ditunjukkan dengan nilai dugaan parameter sebesar -0.69, yang berarti apabila terjadi kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1 dollar US maka penawaran CPO domestik akan turun sebesar 0.69 ribu ton.
Dari hasil pendugaan dapat dinyatakan bahwa permintaan CPO domestik searah dengan jumlah produksi minyak sawit. Permintaan minyak sawit domestik sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi minyak goreng sawit walaupun tidak dapat diabaikan permintaan CPO oleh industri margarin dan sabun yang konsumsinya meningkat di atas 15% dari tahun ke tahun.
Pertumbahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita, berpengaruh positif terhadap permintaan minyak sawit domestik, hal ini ditunjukkan oleh koefisien yang bertanda positif sebesar 0.003 yang berarti setiap kenaikan penduduk 1.000 orang akan meningkatkan permintaan minyak sawit domestik sebesar 3 ton. Sedangkan hasil pendugaan parameter untuk pendapatan per kapita terhadap permintaan minyak sawit domestik sebesar 0,0006 menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendapatan per kapita sebesar Rp. 1000 maka akan meningkatkan permintaan CPO domestik sebanyak 0,6 ton, dan sebaliknya.
Dalam jangka pendek, kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri jelas lebih buruk dalam hal perolehan devisa. Hal ini terjadi karena dalam jangka pendek, kebijakan ini bersifat sebagai subtitusi impor, sehingga akan menurunkan penerimaan ekspor. Disamping itu, kebijakan ini mungkin saja kurang efisien dalam jangka pendek karena teknologi dan manajemen industri pengelolaan pada umumnya belum dapat dikuasai dengan baik.
Namun demikian, faktor negatif kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri mestinya dapat diatasi dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong industri minyak goreng untuk terus menerus meningkatkan efisiensinya. Dalam kaitan ini, strategi yang perlu ditempuh adalah pemberian insentif dan kemudahan (proefisiensi) dalam proses produksi, bukan proteksi. Salah satu bentuk kebijakan yang bersifat proefisiensi ialah penghapusan berbagai faktor yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi seperti perizinan usaha dan biaya-biaya non-fungsional. Bila hal ini dapat dilakukan, maka, dalam jangka panjang industri minyak goreng dalam negeri akan berubah dari industri yang bersifat subtitusi impor menjadi industri yang bersifat promosi ekspor."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ja`far Abuabdillah Ashshiddiq
"Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Akrolein dan propilen glikol adalah dua produk turunan kelapa sawit dari gliserol sebagai produk samping hilirisasi biodiesel yang memiliki potensi untuk dikembangkan karena Indonesia masih bergantung terhadap impor pada dua senyawa tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekonomi dan lingkungan pada produksi akrolein dan propilen glikol berbahan dasar minyak sawit sebagai produk turunan kelapa sawit. Proses konversi gliserol menjadi akrolein memiliki hasil yang baik dengan penggunaan katalis asam heteropoli serta katalis zeolit dengan selektivitas mencapai 98%. Proses ini juga menghasilkan nilai GWP sebesar 3,27 ton CO2eq/ton akrolein. Proses konversi gliserol menjadi propilen glikol memiliki hasil yang baik dengan katalis Cu dan penggunaan reaktor non-isotermal dengan selektivitas lebih dari 90%. Proses ini juga menghasilkan nilai GWP sebesar1,85 ton CO2eq/ton propilen glikol. Proses konversi gliserol menjadi akrolein dan propilen glikol dengan kapasitas 11.094 ton per tahun dan 70.001 ton per tahun memiliki NPV sebesar USD 376.605.929, IRR sebesar 149,94%, PBP sebesar 1,261 tahun, PI sebesar USD 8,22 dan nilai GWP total yang dihasilkan adalah 165.781 ton CO2eq. Produksi akrolein dan propilen glikol dari gliserol sebagai substitusi impor dalam negeri dapat menghemat devisa sebesar USD 207.427.868 per tahun.

Indonesia is one of the largest palm oil producers in the world. Acrolein and propylene glycol are two palm oil derivative products from glycerol as a byproduct of palm oil biodiesel which has the potential because Indonesia heavily depend on imports of those products. The purpose of this study is to study the economic and environmental potential of the acrolein and propylene glycol production based on palm oil as its derivative product. The process of converting glycerol into acrolein shows promising results by using heteropolitic acid and zeolite catalysts with 98% of selectivity. This process produces 3.27 tons CO2eq/ton acrolein GWP. The process of converting glycerol to propylene glycol has promising results with Cu catalysts and non-isothermal reactors, resulting of selectivity of more than 90%. This process produces 1.85 tons CO2eq/ton propylene glycol GWP. The process of converting glycerol to acrolein and propylene glycol with a capacity of 11,094 tons per year and 70,001 tons per year has an NPV of USD 376,605,929, and IRR of 149.94%, PBP of 1.261 years, a PI of USD 8.22 and the total GWP of 165,781 tons CO2eq. Production of acrolein and propylene glycol could save Indonesia’s foreign exchange up to USD 207,427,868."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Agustina Rezeki
"Telah dilakukan analisis terhadap minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan virgin coconut oil berdasarkan parameter yang terdapat pada SNI minyak kelapa seperti kadar air, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan asam, dengan menggunakan metode titrasi. Pada pengamatan hasil analisis terhadap dua sampel virgin coconut oil dari produk yang berbeda, terdapat perbedaan kualitas berdasarkan parameter SNI. Untuk minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan virgin coconut oil, perbedaan kualitas berdasarkan parameter SNI tidak terlalu besar antara ketiganya. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap asam laurat dalam keempat sampel minyak tersebut secara kromatografi lapis tipis(KLT) densitometri, namun metode ini tidak berhasil untuk menganalisanya.
Analysis of coconut oil, palm oil, and virgin coconut oil has been carried out based on SNI parameter such as water content, peroxide value, iodine value, saponification value, and acid number by using titration method. The analysis result of virgin coconut oil from difference products has showed differences quality based on SNI parameter. For the coconut oil, palm oil, and virgin coconut oil, there were small differences among them. It was also carried out Analyzing of lauric acid for all samples by thin layer chromatography densitometry, but the method applied did not work well."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S33050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanti Indriati
"Ester asam lemak-sorbitol dapat diperoleh dari reaksi esterifikasi antara asam lemak hidrolisat minyak sawit dengan gula sorbitol menggunakan lipase Candida rugosa E.C.3.1.1.3 yang terimobilisasi pada nanopartikel Fe3O4-kitosan. Metode imobilisasi enzim yang digunakan adalah carrier-binding dengan memanfaatkan interaksi kovalen antara agen pengikat silang, glutaraldehid, dengan lipase. Persen loading imobilisasi lipase sebesar 68,14% dengan efisiensi imobilisasi sebesar 3,53%. Aktivitas dari lipase terimobilisasi adalah 4,88 U/mL dengan penurunan aktivitas sebesar 96,47%. Nilai aktivitas spesifik dari lipase terimobilisasi sebesar 1,39 U/mg. Optimasi rasio komposisi substrat asam lemak:sorbitol (mmol:mmol) terhadap kedua pelarut t-butanol atau MIBK dilakukan dengan variasi 30:1; 60:1, dan 90:1. Reaksi esterifikasi asam lemak-sorbitol menggunakan lipase terimobilisasi dalam pelarut t-butanol atau MIBK, mencapai optimumnya pada rasio komposisi substrat sebesar 60:1 (mmol:mmol) dengan persen konversi 13% untuk pelarut t-butanol dan 11,4% untuk pelarut MIBK. Kemampuan pemakaian berulang, setelah 1 kali pemakaian dari lipase terimobilisasi pada nanopartikel Fe3O4-kitosan, diuji dengan reaksi esterifikasi menggunakan pelarut MIBK pada rasio komposisi substrat 30:1, persen konversi yang dihasilkan adalah 5,1%. Produk ester asam lemak sorbitol yang dihasilkan, baik menggunakan lipase terimobilisasi ataupun pemakaian berulang, sama-sama bersifat sebagai emulsifier.

Sorbitol-fatty acid ester can be obtained by an esterification reaction between fatty acid hydrolyzate of palm oil and sorbitol using lipase Candida rugosa E.C.3.1.1.3 immobilized on Fe3O4-Chitosan Nanoparticles. The method of immobilized enzyme which used is carrier-binding by utilizing covalent interaction between cross-linking agent, glutaraldehyde, and lipase. The loading percentage of immobilization value as 68,14% with efficiency of immobilization value as 3,53%. The activity for the immobilized lipase is 4,88 U/mL with the decrease of activity value as 96,47%. The specific activity for immobilized lipase is 1,39 U/mg. Optimization for ratio of substrate composition, fatty acid:sorbitol (mmol:mmol) with t-butanol or MIBK as a solvent was done with the variation of 30:1, 60:1, and 90:1. The optimum ratio for esterification using immobilized lipase with t-butanol or MIBK as a solvent was obtained at the ratio of 60:1 (mmol:mmol), the conversion percentage is 13% for t-butanol and 11,4% for MIBK. The ability of repeated usage of immobilized lipase on Fe3O4-chitosan nanoparticles, was tested by esterification reaction using MIBK as a solvent with the ratio of substrate composition 30:1, the conversion percentage is 5,1%. The sorbitol-fatty acid ester produced using either using immobilized lipase or repeated usage lipase, has the ability to perform as emulsifier."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57960
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>