Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25425 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Saleh Pallu
"Aliran debris merupakan suatu tipe gerakan sedimen dengan jumlah banyak, yang terjadipada waktu gunung api meletus atau dalam bahasa Indonesia disebut aliran lahar. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan suatu percobaan untuk menentukan karakteristik aliran di atas dasar saluran tetap dan bergerak yang mendekati sifat aliran debris. Beberapa parameter aliran diperiksa dengan maksud untuk mengetahui situasi aliran dan juga gaya geser aliran terhadap partikel dapat ditinjau. Jadi hubungan antara besarnya konsentrasi sedimen dengan kedalaman aliran dan diameter partikel serta gaya gesek diatas dasar saluran dapat diketahui. Khususnya gaya seret butiran yang bekerja pada suatu tiang telah diukur untuk menentukan koeflsien kekasaran aliran debris yang menyerupai tipe aliran di lapangan. Akhirnya parameter-parameter karakteristik aliran yang telah diukur, itu dapat dibandingkan dengan satu sama lainnya.

Debris flow as a type of massive sub-aerial sediment motion, which occurs at the time of volcanic eruptions is sometimes called lahar, in Indonesian term. The purpose of this study is to develop an experiment for determining the flow characteristics on fixed and movable beds, which close to real debris flow. The parameters governing the flow situation are examined, and the frictional drag of the flow on the particles was considered. In particular there is an understanding of the relationships between concentration, flow depth and particles diameter, and friction force on a bed. Special drag force on a pile was measured to investigate friction coefficient of debris flow as typical problem. The flow characteristics parameters were measured for comparison."
2004
JUTE-XVIII-4-Des2004-249
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Difa Zahra Afifah
"Mega-Konstelasi Satelit di Low Earth Orbit (MegaLEO) merupakan fenomena eksplorasi dan pemanfaatan ruang angkasa baru yang didorong oleh kemajuan teknologi. Peluncuran MegaLEO berpotensi menghasilkan space debris yang mengancam lingkungan ruang angkasa. Karakteristik teknis MegaLEO membuat potensi timbulnya space debris yang berada di Orbit Bumi, terutama LEO, menjadi semakin tinggi. Berdasarkan hukum internasional, negara-negara memiliki kewajiban internasional untuk tidak mencemari lingkungan ruang angkasa. Mitigasi space debris merupakan hal penting yang dapat dilakukan untuk menjamin setiap negara bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan ruang angkasa dari harmful contamination. Beragam organisasi internasional telah mengeluarkan instrumen-instrumen pedoman mitigasi space debris seperti UNCOPUOS Space Debris Mitigation Guidelines dan IADC Space Debris Mitigation Guidelines dan telah diinkorporasikan di tingkat nasional oleh negara-negara, utamanya spacefaring nations. Penelitian ini bertujuan ini melihat bagaimana mitigasi space debris yang berpotensi dihasilkan oleh MegaLEO diatur dalam hukum internasional. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian tersebut adalah yuridis normatif atau doktrinal. Penelitian ini menemukan bahwa upaya mitigasi space debris yang ada saat ini belum cukup untuk menekan pertumbuhan space debris dan belum dapat secara efektif mengatasi masalah space debris yang disebabkan oleh MegaLEO. Hal ini didasari pada peningkatan keberadaan space debris di orbit bumi sejak MegaLEO diluncurkan. Dengan demikian, perlu dilakukannya pengkajian ulang atas guidelines mitigasi space debris yang dan perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait penerapan upaya penanggulangan space debris lainnya seperti upaya remediasi berupa Active Debris Removal.

Mega-Constellation of Satellites in Low Earth Orbit (MegaLEO) is a new phenomenon of space exploration and utilization driven by technological advances. The launch of MegaLEO has the potential to produce space debris that threatens the space environment. The technical characteristics of MegaLEO make the potential creation of space debris in Earth orbit, especially LEO, even higher. Under international law, states have an international obligation not to pollute the space environment. Space debris mitigation is an important thing that can be done to ensure that every country is responsible for protecting the space environment from harmful contamination. Various international organizations have issued space debris mitigation guidance instruments such as the UNCOPUOS Space Debris Mitigation Guidelines and IADC Space Debris Mitigation Guidelines and have been incorporated at the national level by countries, especially by spacefaring nations. The aim of this research is to look at how mitigation of space debris that could potentially be generated by MegaLEO is regulated in international law. The research method used to answer the research objectives is normative juridical or doctrinal. This research found that existing space debris mitigation efforts are not sufficient to suppress the growth of space debris and cannot effectively overcome the space debris problem caused by MegaLEO. This is based on the increase in the presence of space debris in Earth's orbit since MegaLEO was launched. Thus, it is necessary to review the existing space debris mitigation guidelines and further research needs to be carried out regarding the implementation of other space debris management efforts, such as remediation efforts in the form of Active Debris Removal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Safira Fakhraini
"Sampah plastik yang mendominasi ekosistem laut tidak hanya menjadi ancaman terhadap kerusakan lingkungan, tetapi juga menyebabkan dampak serius terhadap biodiversitas laut. Dengan jumlah sebanyak 80% dari total seluruh sampah laut, plastik telah menyebabkan kematian sekitar 100.000 mamalia laut setiap tahunnya. Jika tidak dilakukan upaya terhadap permasalahan ini, maka pada tahun 2050 pun diprediksikan akan terdapat lebih banyak plastik dibanding ikan di laut. Menghadapi permasalahan ini, Indonesia, sebagai kontributor signifikan terhadap sampah plastik global, telah mengumumkan komitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70% pada tahun 2025. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai target adalah melalui pencegahan masuknya sampah dan penanganan terhadap sampah yang telah berada di laut. Tulisan ini secara khusus akan membahas upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi permasalahan sampah plastik yang berasal dari aktivitas pelayaran dan penangkapan ikan. Dengan berfokus pada regulasi yang berlaku, tulisan ini akan mengeksplorasi sejauh mana pengaturan tersebut sesuai dengan kebutuhan penanganan sampah plastik di laut. Analisis juga akan menelaah keselarasan antara peraturan yang ada, implementasi dari kebijakan terkait, dan sejauh mana efektivitas tindakan penanganan sampah plastik yang telah diterapkan selama ini. Dengan memberikan pemahaman yang mendalam, tulisan ini berusaha menggambarkan secara komprehensif tantangan dan perkembangan dalam menangani sampah plastik yang berasal dari aktivitas pelayaran dan penangkapan ikan di perairan Indonesia.

Plastic waste that dominates marine ecosystems is not only a threat to environmental degradation, but also causes serious impacts on marine biodiversity. Accounting for 80% of all marine debris, plastic is responsible for the deaths of around 100,000 marine mammals each year. If nothing is done about this problem, it is predicted that by 2050 there will be more plastic than fish in the ocean. Indonesia, as a significant contributor to global plastic waste, has announced a commitment to reduce marine plastic waste by 70% by 2025. One of the efforts made to achieve the target is through preventing the entry of waste and handling waste that is already in the sea. This paper will specifically discuss the Government of Indonesia’s efforts to address the problem of plastic waste from shipping and fishing activities. By focusing on existing regulations, this paper will explore the extent to which they are in line with the needs of addressing marine plastic debris. The analysis will also examine the alignment between existing regulations, the implementation of related policies, and the effectiveness of plastic waste management measures that have been implemented so far. By providing an in-depth understanding, this paper seeks to comprehensively describe the challenges and progress in addressing plastic waste from shipping and fishing activities in Indonesian waters."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Budhi Prananto
"Permasalahan space debris merupakan salah satu persoalan yang terus menjadi ancaman bagi kegiatan masyarakat internasional di ruang angkasa. Mengingat space debris sebagai suatu akibat langsung dari kegiatan manusia di ruang angkasa, bertambah banyaknya negara-negara yang berkemampuan teknologi untuk melakukan peluncuran hanya akan terus membuat persoalan debris terus berkembang. Walaupun telah terdapat ancaman yang nyata dari keberadaan space debris, kerangka hukum internasional yang tersedia belumlah secara komprehensif mampu menanggapi persoalan yang ada secara langsung. Terlihatlah bahwa konvensi-konvensi ruang angkasa internasional tidak secara langsung membahas mengenai perlindungan lingkungan ruang angkasa terhadap space debris. Contohnya, misi anti-satelit RRC yang dilaksanakan pada tahun 2007. Walaupun tindakan tersebut telah menambah jumlah space debris yang cukup signifikan, akan tetapi tidaklah jelas apakah hal ini dilarang oleh hukum internasional. Tanpa adanya suatu ketentuan hukum internasional yang mengikat, permasalahan yang ada tidak akan dapat diselesaikan. Di lain pihak, masyarakat internasional telah menaruh perhatian pada masalah tersebut dan telah terdapat beberapa usaha dalam penanggulangannya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya resolusi Majelis Umum PBB yang mengadopsi ketentuan UNCOPUOS Space Debris Mitigation Guidelines. Adopsi yang telah dilakukan merupakan langkah besar dalam menanggapi persoalah space debris. Akan tetapi, perlu diingat bahwa adopsi yang dilakukan tidaklah secara serta merta menciptakan norma internasional yang baru. Dalam hal ini, resolusi Majelis Umum PBB yang bersangkutan hanyalah bertindak sebagai "soft law". Walaupun demikian eesolusi tersebut telah mempengaruhi tindakan negara-negara di dunia pada tingkatan tertentu. Usaha-usaha penanggulangan masyarakat internasional telah ditunjukkan dengan adanya implementasi dalam kerangka nasional. Selain itu, resolusi dapatlah dijadikan sebagai harapan-harapan di masa yang akan datang mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh suatu negara terhadap space debris. Dengan ini, maka dapat saja resolusi tersebut dijadikan sebagai landasan pada munculnya norma hukum yang baru.

Space debris has been an increasing threat to space activities conducted by nations worldwide. Considering space debris as a direct consequence of mankind's activity in outer spece, it is inevitable tha future increases in space faring nations will only augment the space debris problem. Despite the obvious danger posed by space debris, the current state of international law has not sufficiently tackle the issue head-on. It is indeed quite clear that the major international space law conventions do not specifically regulate the protection of the outer space environment against the prevalence of space debris. For example, a Chinese anti-satellite missile has destroyed a disused weather satellite in 2007. Though the mission has undeniably generated a substantial amount of space debris, it is unclear whether such an act can be regarded as a violation of international law. Without any binding international norm, the problem is expected to worsen. Fortunately, the international community has recognized the problem and made efforts to mitigate its effects. This has been shown by the UN General Assembly adoption of the UNCOPUOS Space Debris Mitigation Guidelines by way of a resolution. The adoption may be regarded as a major step forward on tackling the problem of space debris. However, it needs to be noted that the adoption does not necessarily generate a new norm under international law. The UN General Assembly resolution may only be regarded as "soft law". In spite of this, the resolution has affected the conduct of nations to some extent. The efforts of nations worldwide on the mitigation of space debris have been shown by the implementation of these guidelines into national framework. Furthermore, the resolution can also be regarded as expectations by the international community on how nations should act towards the problem of space debris. It may well be the case that the resolution might then act as the first step of an emerging international norm."
2014
S53774
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In this paper, I consider why Japan's household saving rate was so high in the past and why it has shown a downward trend in more recent years and based on this analysis, I project future trends in Japan's household saving rate...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"kompensasi karbon untuk proyek proyek kehutanan secara luas dianggap sebagai solusi ideal untuk tiga tantangan pada abad ke-21, yakni: perubahan iklim, konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan sosial ekonomi. namu pada saat yang sama, ada keraguan tentang proposal Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degredasi Hutan (REDD), terutama kekhawatiran terhadap tata kelola yang lemah dan kapasitas kelembagaan di bayak negara berkembang, yang bisa merugikan di tingkat lokal. salah satu masalah utama adalah bahwa kebanyakan orang tahu sedikit tentang penyebab dan konsekuensi dari perubahan iklim, sebagian karena informasi tersebut umumnya tersebar di jurnal ilmiah, dan komplikasi berbagai jargon dan model matematika canggih. akibatnya, REDD+ berada di luar jangkauan banyak orang yang akan terkena dampaknya. tulisan ini membahas upaya pemerintah daerah dan pelaku pembangunan lainnya dalam menjelaskan isu-isu terkait REDD+ dan dampaknya pada masyarakat lokal, terutama komunitas masyarakat adat. penelitian menunjukkan bahwa kurangnya komunikasi kebijakan dan promosi"
Jakarta: Ministry of forestry forestry research and development agency ,
580 JFR
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1997
S25867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Schreier, Stefan
New York: John Wiley & Sons, 1982
533.21 SCH c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
White, Frank M.
New York : McGraw-Hill , 1991
532.053 3 WHI v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>