Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134299 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudy
"Perseroan Terbatas terbuka wajib melaporkan laporan keuangan perseroan tersebut secara berkala dan akurat. PT Bank Lippo Tbk sebagai suatu perseroan publik juga wajib melakukan kewajiban tersebut. Yang menjadi permasalahan di sini adalah adanya perbedaan informasi laporan keuangan per 30 September 2002 yang diumumkan melalui media cetak pada tanggal 28 November 2002 dan laporan kepada Bursa Efek Jakarta pada tanggal 26 Desember 2002. Kedua laporan tersebut walaupun dibuat untuk periode yang sama dan telah diaudit, namun menyajikan informasi yang berbeda pada nilai aktiva dan laba bersih. Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan di media cetak pada tanggal 28 November 2002 tercantum total aktiva sebesar Rp 24 trilyun dan laba bersih Rp 98 milyar, sedangkan dalam laporan keuangan yang diserahkan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002, total aktiva tercatat sebesar Rp 22,8 trilyun dan rugi bersih sebesar Rp 1,3 trilyun.
Pihak manajemen PT Bank Lippo Tbk telah menjelaskan bahwa itu terjadi karena adanya kemerosotan nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) yaitu 2,393 trilyun pada laporan yang dipublikasikan dan Rp 1,42 trilyun pada laporan ke BEJ, sehingga pada neraca terjadi penurunan ratio kecukupan modal dari 24,77 % menjadi 4,23 %. Terhadap hal tersebut Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) selaku badan yang mempunyai kewenangan di dalam Pasar Modal telah melakukan pemeriksaan, yang mana pada tanggal 17 Maret 2003 Bapepam menqeluarkan laporan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa Direksi PT Bank Lippo Tbk tidak hati-hati dalam mencantumkan kata "diaudit" dan opini Wajar Tanpa Pengecualian pada iklan laporan keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28 November 2002 dan memberikan sanksi kepada Direksi yang menjabat pada waktu itu berupa kewajiban untuk menyetor uang kepada kas negara Rp 2,5 milyar. Padahal di dalam Undang-undang Pasar Modal perbuatan tersebut termasuk dalam tindak pidana kejahatan, yaitu penyesatan informasi atau "misleading information" dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas milyar Rupiah)."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T17490
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ferdinan Agustinus
"Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab pribadi anggota Direksi Perseroan Terbatas menurut UUPT No. 40/2007 (UUPT). Sebagai badan imajiner (artificial person), perseroan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri. Orang perorangan yang akan menjalankan kewenangan, tugas dan kewajibannya disebut dengan organ Perseroan yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi. Direksi adalah pengurus dan wakil Perseroan di dalam dan di luar Pengadilan. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan pengurusan Perseroan, semua anggota Direksi wajib mematuhi ketentuan yang terdapat dalam UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan. Apabila Direksi melanggar ketentuan UUPT atau Anggaran Dasar Perseroan (tindakan ultra vires) yang mewajibkan Direksi mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari RUPS atau Dewan Komisaris untuk melakukan suatu perbuatan hukum, maka perbuatan hukum yang dilakukan oleh Direksi tanpa persetujuan RUPS atau Dewan Komisaris tersebut secara yuridis tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Anggota Direksi Perseroan tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian Perseroan apabila dapat membuktikan bahwa kerugian Perseroan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya dan telah melakukannya dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan serta tidak ada benturan kepentingan dan telah mengambil tindakan pencegahan atas kerugian tersebut.

The focus of this research is the personal liability of the member of the Board of Directors (?BOD?) of the Limited Liability Company in accordance with the Limited Liability Company Law No. 40/2007 (?Company Law?). As an imaginary entity (artificial person), the Company has no will to run themselves. Individuals who will run the authority, tasks and obligations the Company are called the Company organ consisting of the General Meeting of Shareholders (?GMS?), the Board of Commissioners (?BOC?) and BOD. The Board of Directors is authorized to manage and represent the Company in or outside of the Court. In carrying out the management duties and authority of the Company, the Directors must comply with the provisions of the Company Law and the Articles of Association of the Company. If the BOD violated the provisions of the Company Law or the Articles of Association of the Company (acts ultra vires) to require the BOD obtained the prior approval of the GMS or the BOC to undertake a legal action, the legal action taken by the BOD without the approval of the GMS or the BOC of the Company will remain binding on the Company if the other parties conduct that legal act in good faith. The BOD?s member shall not be responsible to any losses of the Company if He/She can prove that those losses are not caused by his/her torts or negligent and has done it in good faith and full of awareness for Company?s interest, do not have any material personal interest and has done a preventive action to those losses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yandri Sudarso
"Doktrin Ultra Vires adalah suatu doktrin yang menganggap btsal demi hukum (null and void) atas setiap tindakan perseroan yang melebihi batas kewenangan yang diberikan sebagaimana yang disebutkan dalam maksud dan tujuan perseroan pada Anggaran Dasar Perseroan. Doktrin Ultra Vires ini berasal dari konsep hukum Common Law (Inggris).
Dalam perkembangannya doktrin Ultra Vires ini semakin ditafsirkan secara lebih releks, tidak bersifat kaki sebagairnana pada awalnya. Hal ini terlihat dari beberapa aspek yaitu: Ultra Vires dalam hubungan dengan anggaran dasar perseroan, Ultra Vires dalam hubungannya dengan peraturan perundang-undangan, Kasus-kasus Ultra Vires yang masih kontroversi saat ini.
Bila kita lihat pasal 45 ayat 2 Kitab Undang Undang Hukum Dagang, LN. 1938 Nomor 276 dan pasal 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU Nomor 1/1995, dapat disirnpulkan bahwa Indonesia juga mengadopsi Doktri Ultra Vires dalam perundangundangannya. Namun dalam hal ini, undang-undang tidak mengatur secara jelas akibat hukum bila terjadi perbuatan yang mengandung Ultra Vires tersebut.
Dalam keadaan demikian menurut Prof Dr. Remy Sahdeiny, hakimlah yang akan menentukan dan memutuskan apa akibat hukum dari perbuatan yang mengandung Ultra Vires. Bila dihubungkan dengan contoh kasus yang Penulis kemukakan dalam penelitian ini terlihat bahwa hakim menganggap dan berpendirian bahwa terhadap tindakan yang dilakukan oleh direksi perseroan yang melebihi ketentuan yang telah diatur dalam anggaran dasar perseroan dianggap batal dan tanggung jawabnya beralih menjadi tanggung jawab direksi perseroan secara pribadi.
Perseroan adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksana lainnya. Terlihat banyak pihak yang berkepentingan dengan keberadaan badan hukum perseroan ini. Karena itu diperlukan ketentuan yang tegas untuk mengatur akibat hukum dari perbuatan yang mengandung Ultra Vires demi kepastian hukum. Mengingat sistim hukum Indonesia yang sangat terikat dengan ketentuan hukum yang tertulis maka sangat relevan kiranya bila pembuat undang-undang juga menambahkan ketentuan yang mengatur akibat hukum dari perbuatan yang mengandung Ulra Vires dalam perundang-undangan, khususnya dalam hukum perseroan Indonesia, demi kepastian hukum dalam berusaha."
Depok: Universitas Indonesia, 2003.
T19385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Satrio Wicaksono
Jakarta: Visimedia, 2009
346.068 FRA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitriani
"Perseroan terbatas adalah salah satu subjek hukum berbentuk badan hukum yang di kenal dalam hukum perusahaan Indonesia. Sebagai subjek hukum, perseroan terbatas dapat digugat pailit. Dalam hal perseroan terbatas dipailitkan, muncul beberapa permasalahan, yaitu apa yang menjadi kriteria untuk menyatakan direksi telah lalai atau bersalah dalam mengurus perseroan terbatas siapa yang berwenang menyatakan direksi suatu perseroan terbatas telah lalai atau salah dalam mengurus perseroan terbatas sehingga perseroan terbatas tersebut dipailitkan, bagaimana bentuk tanggung jawab hukum direksi terhadap kepailitan suatu perseroan terbatas. Penulisan ini menggunakan metode kepustakaan dan studi kasus kepailitan PT. Interkayu Nusantara yang diputus pailit oleh Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung, dan menyimpulkan bahwa kriteria untuk menentukan kelalaian atau kesalahan direksi dalam mengurus perseroan terbatas adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar perseroan terbatas, lembaga yang berwenang untuk menentukan kelalaian atau kesalahan direksi dalam mengurus perseroan terbatas sehingga dipailitkan adalah Pengadilan Niaga, dan bentuk tanggung jawab hukum direksi perseroan terbatas yang jatuh pailit sama dengan bentuk tangggung jawab hukum direksi pada perseroan terbatas yang berjalan normal. Namun, apabila direksi melakukan kelalaian atau kesalahan dan kekayaan perseroan terbatas tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, direksi bertanggung jawab secara hukum baik secara perdata maupun pidana."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21255
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Widyasari
Jakarta: Universitas Indonesia, 2002
T36199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Vinny Sritanti
"Keadaan pailit tidak menyebabkan debitor pailit menjadi kehilangan kecakapannya bertindak karena kepailitan hanya mencakup dan berkenaan dengan harta kekayaan milik debitor pailit, demi hukum kewenangan untuk menguasai maupun mengurus harta kekayaan yang merupakan bagian dari harta pailit beralih kepada Kurator namun kepemilikan harta pailit tetap berada pada debitor pailit.
Pernyataan pailit perseroan tidak dengan sendirinya menyebabkan suatu perseroan bubar demi hukum. Perseroan tetap cakap bertindak yang dalam hal ini diwakili oleh Direksi, untuk itulah keberadaan Direksi sebagai organ perseroan tetap ada. Direksi perseroan tetap berwenang melakukan secara sah setiap perbuatan hukum baik yang berkenaan dengan hak maupun kewajibannya sejauh itu bukan merupakan perbuatan pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Kepailitan hanya berakibat bahwa Perseroan melalui organ-organnya tidak lagi secara sah dapat melakukan perbuatan hukum yang mengikat harta pailit Perseroan, karena kewenangan tersebut telah secara eksklusif ada pada Kurator.
Melihat keadaan di atas, maka tidak dapat dipungkiri adanya tumpang tindih dalam pengelolaan dan pengurusan harta kekayaan yang tercakup dalam harta pailit, yang pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari tindakan pengurusan yang dalam keadaan normal merupakan tugas Direksi.
Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang rnuncul dari keadaan tersebut maka perlu dipahami terlebih dahulu secara mendalam konsep dasar dari Perseroan Terbatas dan Hukum Kepailitan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denia Isetianti Permata
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S24615
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>