Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwan Asaad
"KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) merupakan suatu bentuk kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesejahteraan masyarakat, dan mempercepat pembangunan di daerah melalui usaha peningkatan ekonomi makro, Kawasan yang telah dipilih sebagai KAPET tersebut adalah kawasan yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh, memiliki beberapa sektor keunggulan, dan mempunyai peluang pengembalian investasi yang besar. Penetapan kawasan tersebut sebagai KAPET disertai dengan pemberian kemudahan dan fasilitas perpajakan dan non perpajakan yang dapat memberikan ketertarikan dan peluang kepada dunia usaha untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan di kawasan tersebut. Adanya keunggulan geografis dan potensi sumber daya alam yang dimiliki oieh kawasan andalan Parepare, sehingga pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 164 tahun 1998 menetapkan kawasan andalan Parepare sebagai KAPET Parepare yang meliputi Kabupaten Barru, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang, dan Kota Parepare sebagai pusatnya.
Dengan KAPET diharapkan beberapa permasalahan yang ada di daerah terutama di Kota Parepare dapat diatasi dan minimal dikurangi. Salah satu permasalahan di Kota Parepare adalah keterbatasan berbagai sumber yang di butuhkan untuk pembangunan, baik suprastruktur terlebih infrastrukturnya. Dilain pihak, daerah harus mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal, sehingga untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan pemberdayaan daerah yang terpadu disemua aspek. Dan keberadaan KAPET diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui fmplementasi kebijakannya.
Kurang optimalnya implementasi kebijakan KAPET Parepare yang dirasakan selama ini semakin membuat harapan untuk memberdayakan daerah dan memberikan manfaat terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan akan semakin jauh dari yang diinginkaji. Atas dasar kondisi tersebut, maka keberadaan KAPET diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan pelaksanaan pembangunan di daerah. Faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan KAPET yang berhasil itulah yang menjadi suatu harapan yang berusaha untuk dikaji dalam penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang analisisnya memadukan hasil temuan yang berasal dari instrument penelitian studi dokumentasi, kuesioner (tabulasi prosentase) dan pedoman wawancara. Metode penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian "apa dan bagaimanakah faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan KAPET".
Pengkajian terhadap faktor-faktor tersebut menghasilkan suatu gambaran penelitian yang mendeskripsikan bahwa baik faktor komunikasi, faktor kualitas sumber daya manusia, faktor potensi sumber daya alam, faktor kemampuan dalam menerapkan kebijakan, dan faktor prosedur yang berlaku dalam struktur organisasi pada umumnya memiliki kondisi yang baik. Hanya saja terdapat beberapa faktor untuk diperhatikan secara seksama, yaitu faktor sumber daya manusia yang pada beberapa aspek perlu untuk ditingkatkan terutama aspek kesulitan yang sering dihadapi oleh pegawai dalam memahami pekerjaanya, aspek untuk menyelesaikan tugas-tugas yang seringkali dikerjakan oleh orang lain, termasuk aspek mengatasi hambatan yang dialami dalam bekerja yang kurang profesional. Perhatian terhadap faktor sumber daya manusia tersebut harus diikuti juga dengan perhatian terhadap potensi sumber daya alam yang ketersediaan dan pengelolaannya dianggap belum optimal.
Mengingat pentingnya implementasi kebijakan KAPET untuk mendukung pelaksanaan dan perkembangan pembangunan di daerah, maka faktor yang juga mendukung keberhasilannya adalah kerjasama antara BP KAPET Parepare dengan pemerintah daerah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang telah dipilih yaitu kebijakan investasi, kebijakan penataan ruang, kebijakan pengembangan sumber daya manusia, dan kebijakan antisipatif kemajuan KAPET Parepare."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Arifin
"Kesenjangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia pada umumnya dan di Propinsi Kalimantan Timur pada khususnya merupakan salah satu permasalahan yang terjadi sampai saat ini. Kesenjangan yang terjadi tersebut disamping merupakan warisan sejarah, juga diakibatkan oleh sistim pembangunan yang dilaksanakan dewasa ini yang lebih bersifat sektoral, sentralistik dan kurang memperhatikan wilayah. Kurangnya percepatan pembangunan diwilayah tersebut diidentifikasi karena kurangnya modal atau investasi sebagai akibat adanya kegagalan pasar dan sekaligus kegagalan pemerintah.
Untuk mengatasinya, Pemerintah Pusat mengupayakan percepatan pembangunan melalui pendekatan kebijakan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat setempat melalui percepatan dan maksimalisasi perturnbuhan ekonomi.
Secara garis besar ada tiga hat yang ditawarkan dalam kebijakan KAPET, yakni : (a) keterpaduan perencanaan dan program antar sektor dan antara sektor pemerintah dan sektor swasta; (b) keterpaduan dalam pelayanan perijinan; dan (c) keterpaduan dalam pemberian insentif-insentif khusus kepada wilayah yang dikembangkan.
Mengingat bahwa kebijakan KAPET SASAMBA telah berjalan Iebih dari dua tahun, tetapi belum menunjukkan kinerja yang baik, maka perlu dikaji kembali kebijakan KAPET tersebut, apakah masih cukup efektif dan relevan diterapkan untuk Propinsi Kalimantan Timur. Apalagi dengan telah disyahkannya UU Otonomi Daerah yang akan berlaku efektif tahun 2001, maka kajian tersebut sangat diperlukan. Analisis yang dilakukan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua hal, yaltu analisis perencanaan regional dan analisis kebijakan publik.
Dari analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dipandang dari sisi perencanaan, konsep KAPET cukup baik bagi pengembangan suatu wilayah, walaupun dengan catatan-catatan. Apabila dipandang dari aplikabilitas kebijakan, konsep KAPET masih perlu deregulasi, agar kebijakan tersebut cukup efektif dilaksanakan, baik dari sudut keterpaduan insentif terhadap wilayah yang di kembangkan, maupun penyelenggaraannya itu sendirii. Deregulasi juga sangat diperlukan berkaitan dengan terjadinya konflik kebijakan antara konsep KAPET dan UU Otonomi Daerah. Selanjutnya, studi ini juga mengusulkan agar konsep KAPET tetap dapat dilaksanakan dengan "kesepakatan baru" dan perbaikan-perbaikan sebagaimana yang diusulkan. "
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Novianti
"Terjadinya disparitas pertumbuhan ekonomi antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), telah melatarbelakangi dibentuknya Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET). Pada Kapet-kapet tersebut akan diprioritaskan upaya-upaya pembangunan baik berupa pengembangan infrastruktur, pengembangan sumberdaya alam yang menjadi komoditas potensial, pengembangan sumberdaya manusia, maupun pengembangan kelembagaam Untuk mendukung aktifitas pembangunan di Kapet, pemerintah memberikan bermacam-macam insentif atau kemudahan-kemudahan kepada dunia usaha maupun masyarakat untuk menanamkan modalnya. Kapet- ini diharapkan dapat menjadi `Pusat Pertumbuhan' yang pada gilirannya mampu merangsang pertumbuhan wilayah seldtarnya (hinterlands) melalui apa yang disebut `trickle down effects'.
Pembangunan growth centre dipercayai para pengambil kebijakan maupun perencana bail( di negara maju ataupun negara-negara berkembang termasuk Indonesia sebagai suatu strategi yang dapat mengatasi kesulitan dalam melaksanakan percepatan pembangunan daerah. Namun strategi pengembangan growth centre ini menimbulkan silang pendapat di antara para ahli. Niles Hansen (1972:103), misalnya mengatakan bahwa strategi di atas, khususnya di negara-negara berkembang mengalami banyak hambatan atau kegagalan, antara lain disebabkan karena masalah `keuangan' yang ternyata merupakan kendala terbesar bagi berhasilnya pembangunan pusat-pusat pertumbuhan tersebut. Demikian pula halnya dengan Harry W. Richardson (1978:134) menyatakan bahwa banyak dari negara-negara berkembang yang meninggatkan konsep pembangunan ini karena `spread effects' yang dihasilkan dan yang diharapkan mampu untuk mengembangkan daerah sekitarnya ternyata tidak pemah terwujud dan hanya menyerap sedikit sekali tenaga kerja.
Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi KAPET Parepare dilakukan dengan mengembangkan sektor-sektor unggulan, seperti sektor pertanian dan sektor industri. Upaya ini didukung dengan pengembangan sarana dan prasarana yang sudah tersedia, agar dapat lebih menarik minat investor menanamkan modalnya di kawasan ini. Dad basil perhitungan LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor bangunan dan konstruksi menjadi sektor basis di kawasan ini. Analisis shift share menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di KAPET Parepare secara umum lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor yang sama di tingkat propinsi_ Hal ini mengindikasikan strategi pembangunan KAPET Parepare secara sektoral memang berbeda dengan Sulawesi Selatan. Analisis regress data panel menunjukkan bahwa PDRB seluruh daerah yang termasuk KAPET Pare-Pare dipengaruhi oleh nilai produksi pertanian, jumlah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, kapasitas daya listrik terpasang, konsumsi listrik, dan variabel bonekaldummy (menunjukkan perbedaan sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan pembentukan KAPET Parepare). Analisis disparitas menunjukkan bahwa setelah pembentukan KAPET Parepare, kesenjangan pendapatan perkapita antar daerah dalam kawasan sernakin bertambah_ Berarti pengembangan KAPET Parepare belum membawa manfaat bagi pemerataan terhadap pendapatan perkapita antar daerah.
Perlu ada diciptakan keterpaduan dan keterkaitan fungsional berbagai kegiatan dan program antar sektoral dan antar daerah. Hal ini selain untuk menciptakan sinergi potensi wilayah KAPET Parepare, juga semakin memperkecil disparitas antar daerah dalam kawasan tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Humayri Sidqi
"ABSTRACT
Tahun 2045 merupakan waktu dimana Indonesia memiliki potensi untuk berkembang pesat dikarenakan fenomena bonus demografi. Perkembangan tersebut tentunya sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Dikarenakan, Indonesia merupakan negara kepulauan, pembagian wilayah pengembangan menjadi enam koridor yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku, yang telah dilakukan pada Masterplan Percepatan Perluasan Pembanguan Ekonomi Indonesia MP3EI menjadi solusi terbaik. Salah satu faktor yang paling penting yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara ialah dukungan sektor industri. Untuk menciptakan pengembangan industri yang merata, diperlukan tema pengembangan di masing-masing koridor melalui beberapa tahapan analisis yaitu, 1 Sumatra sebagai National Plantation and Processing Industry Corridor, 2 Jawa sebagai Cyber Technology Innovation and Service Center Corridor, 3 Kalimantan sebagai National Energy Reserves and Processing Corridor, 4 Sulawesi sebagai National Aquaculture and Processing Industry Corridor, 5 Bali-Nusa Tenggara sebagai National Ecotourism Center Corridor, 6 Papua-Kepulauan Maluku sebagai National Ore Mining and Processing Corridor. Namun, untuk mengembangkan industri secara berkelanjutan dibutuhkan pengembangan infrastruktur sebagai katalisator pengembangan. Untuk memperbesar dampak pengembangan industri tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan infrastruktur yang tidak biasa. Infrastruktur itu disebut smart infrastructure, yang memiliki beberapa prinsip jika diaplikasikan di bidang industri yaitu, sustainable, integrated, smart energy dan adaptive, yang apabila dirancang menggunakan metode benchmarking sesuai dengan permasalahan dan potensi yang ada di setiap koridor membutuhkan dana investasi sekitar Rp, 559,675,115,933,400.00. Rancangan pengembangan tersebut perlu harus diprioritaskan pembangunannya dengan tiga indikator yaitu waktu, biaya, dan dampak pengembangan yang tentunya akan dibandingkan dengan rancangan jangka panjang infrastruktur utama berupa transportasi jalan, rel, pelabuhan, bandar udara, ketersediaan listrik dan ICT.

ABSTRACT
Indonesia has the big potential to grow rapidly due to the demographic bonus factor in 2045. These developments very closely related to economic growth. But, due to the fact that Indonesia is an archipelagic country, the division of development areas into six corridors, namely Sumatra, Java, Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara and Papua Maluku Islands that has been implemented in the Masterplan for Acceleration and Expansion of Indonesia rsquo s Economic Development MP3EI became the best solution. One of the most important factors that contribute to country rsquo s economic growth, is the industrial sector support. To make an equitable that industrial development, it rsquo s necessary to create a development theme in each corridor through several stages of analysis that generated 1 Sumatra as National Plantation and Processing Industry Corridor, 2 Java as Cyber Technology Innovation and Service Center Corridor, 3 Kalimantan as National Energy Reserves and Processing Corridor, 4 Sulawesi as National Aquaculture and Processing Industry Corridor, 5 Bali Nusa Tenggara as National Ecotourism Center Corridor, 6 Papua Maluku Islands as National Ore Mining and Processing Corridor. However, for sustainable industrial development, infrastructure development is needed as a development catalyst. To enlarge the impact of the industry 39 s development on economic growth, it takes an unusual infrastructure. That is smart infrastructure that has some principal if applied in industrial sector, such as sustainable, integrated, smart energy and adaptive, that were designed by using benchmarking modification, that need investment cost about IDR. 559,675,115,933,400.00. That development plan need to be analyzed to make a priority plan based on three indicators, such as time, cost and development impact which will certainly be compared with the long term development plan of core infrastructure in the form of road, rail, port, airport, electricity, and ICT."
2017
S69339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mudrajad Kuncoro
"Problems, policies, and political aspects in economic development in Indonesia."
Jakarta: Erlangga, 2010
338.959 8 MUD m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yosep, Frediriques Plate
"Pemulihan krisis ekonomi sekaligus memperkokoh ketahanan ekonomi di Kabupaten Manggarai mendapat peluang yang sangat baik, yaitu melalui pelaksanaan otonomi daerah (menurut UU.No.22 dan UU.NO.29 Tabun 1999). Karena daerah memiliki kewenangan yang lebih luas lagi menyangkut kebijkan pembangunan, terutama berkaitan dengan pegelolaan potensi dan sumber daya daerah dalam rangka akselerasi pembangunan ekonomi. Selanjumya untuk menjamin agar kebijakan pembangunan ekonomi dapat mencapai hasil yang optimal, maka kebijakan yang diambil perlu didahuli oleh suatu penelitian yang mendalam dan komprehensif.
Penelitian ini berusaha menganalisis kondisi perekonomian di Kabupaten Manggarai yang meliputi identifikasi sektor-sektor basis ekonomi, pertumbuhan ekonomi, kontribusi sektoral terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto, transformasi struktu ekonorni, multiplier effect sektor-sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Manggarai terhadap perekonomian Propinsi Nusa tenggara Timur, penentuan prioritas sektor basis dalam kebijakan perencanaan pembangunan ekonomi dan proyeksi perkembangan nilai tambah (value added) sektor basis. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat 10 (sepuluh) sektor/sub sektor basis dalam perekonomian adalah : sektor pertanian, sub sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan, penggalian, air minum, bangunan perhotelan dan jasa swasta. Sektor-sektor yang paling potensial amok dijadikan prioritas dalam kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Manggarai, yaitu : sektor perkebunan, perikanan dan penggalian.
Selanjutnya kebijakan perencanaan strategi pembangunan ekonomi yang direkomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai (Kantor Bataan Perencanaan Pembangunan Daerah), yaitu : untuk strategi jangka pendek "memanfaatkan luasnya pangsa pasar komoditas sektor pertanian khusunya sub sektor perkebunan dan perikanan melalui jaringan keija lama (net working) antar pemerintah daerah, masyarakat, LSM dan swasta pada tataran lokal, regional, nasional dan internasional dibidang ekonorni dan perdagangan." Dan untuk strategi jangka panjang " meningkatkan sumber daya manusia (pegawai) pada Kantor BAPPEDA Kabupaten Manggarai, agar berkemampuan professional di bidang teknis maupun manajerial untuk memanfaatkan luas lahan dan potensi sumber daya kelautan bagi pengembangan sektor perkebunan, perikanan dan penggalian di Kabupaten Manggarai.""
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri-Edi Swasono
Yogyakarta: UGM, 2003
330.9 Sri e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mauled Mulyono
Jakarta: Rajawali, 2010
330.9 MAU m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A.R. [Abdoel Raoef] Soehoed
Jakarta: Djambatan, 2006
338.47 Soe s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>