Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178034 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Budimanta
"Di Indonesia, erosi tanah adalah penyumbang terbesar dari terjadinya degradasi lahan. Walaupun degradasi lahan bukan meaipakan peristiwa ekonomi akan terapi proses ini berkaitan erat dengan penurunan mutu lahan yang menyebabkan menurunnya produksi pertanian dan meningkatnya biaya pencegahan degradasi lahan yang merupakan problem ekonomi. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat erosi tanah dapat dibagi atas kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh dampak langsung di tempat kejadian erosi (on-site) maupun dampak di luar tempat kejadian erosi (off-site). Dampak langsung yang utama adalah penurunan produktivitas tanaman yang diakibatkan oleh kemerosotan produktivitas tanah, kehilangan unsur hara tanah dan kehilangan lapisan tanah yang baik/subur bagi berjangkarnya akar tanaman, sedangkan dampak tidak langyung adalah pelumpuran dan pendangkalan waduk, kerusakan ekosistem peraimn, memburuknya kualitas air, meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan, serta tertimbunnya lahan-lahan pertanian.
Untuk memperkirakan kerugian ekonomi yang timbul akibat dampak iangsung erosi tanah pada lahan-Iahan tanaman pangan di Indonesia dilakukan perhitungan dengan tanah karena terjadinya erosi tanah. Tambahan biaya tersebut dihitung berdasarkan banyaknya pupuk yang harus ditambahkan unluk memulihkan kesuburan tanah. Lahan-lahan tanaman pangan yang dikaji adalah lahan yang ditanami pads savvah, padi ladang, kacang kedelai, ubi kayu, dan kacang tanah. Basil perhitungan kerugian ekonomi yang timbul akibat dampak langsung erosi tanah tersebut kemudian dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun berjalan, Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder pada tahun 1939 sampai dengan tahun 1995.
Hasil kajian menunjukkan bahwa, di Pulau Jawa selama tahun 1989 sampai dengan 1995 terjadi penurunan luas lahan sawah 82.745 ha yang setara dengan basil panen gabah dalam setahun lebih kurang sekitar 700.000 ton. Persentase penurunan lahan sawah yang tertinggi terdapat di propinsi DKI Jakarta seluas 3.041 ha (45,6%), Jawa Barat 41.754 ha (3,5%), Jawa Timur 23.777 (2%), DI. Yogyakarta 1.930 ha (3,1%) dan Jawa Tengah 12.243 ha (1,2%).
Terjadinya penurunan luas lahan sawah di Pulau Jawa antara lain disebabkan oleh perluasan areal permukiman baru akibat pertambahan penduduk maupun akibat pembangunan industri terutama di wilayah propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Erosi tanah yang terbcsar di Indonesia terjadi pada lahan-iahan yung ditanami Ubi Kayu (588,6 - 1.947,4 ton/ha/tahun) yang kemudian diikuti oleh lahan-labaii yang ditanami padi ladang (533,6 - 1.560,7 ton/ha/tahun), kedelai (365,3 - 1.110 ton/ha/tahun), kacang tanah (168,2 - 556,4 ton/ha/tahun) dan padi sawah (2,6 - 14,4 ton/ha/tahun).
Terjadinya erosi tanah juga akan mengakibatkan terkikisnya unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah seperti kalium dan fosfor yang dibutuhkan oteh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi. Hilangnya unsur hara kalium dan foslbr yang diakibatkan oleh terjadinya erosi tanah berkisar antara 0,04 kg/'/ha/'tahun sampai dengan 1.256,01 kg/ha/tarmn (setara dengan 0.10 - 3.027,30 kg/ha/th pupuk KG) dan 0,09 kg/ha/tahun sampai dengan 1.522,51 kg/ha/tahun (setara dengan 0,46 - 7.748,98 kg/ha/th pupuk TSP).
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat dampak langsung erosi tanah pada Jahan padi sawah, ubi kayu, padi ladang, fcedelai dan kacang tanah, pada tahun 19S9 adaiah sebesar Rp. 49.770,32 miliar atau 29,77% dari PDB berdasarkan harga berlaku yang sebesar Rp 167,184 triliun, 1990 sebesar Rp 55.937,78 miliar atau 28,60% dari PDB yang sebesar Rp. 195.60 triliun, 1991 sebesar Rp 64.847 miliar atau 28.50% dari PDB yang sebesar Rp. 227,50 triliun, 1992 sebesar Rp 82.289.39 miliar atau 31.55% dari PDB yang sebesar Rp. 260,77 triliun, 1993 sebesar Rp 91.075,90 miliar atau 30.16% dari PDB yang sebesar Rp. 302,02 triliun, 1994 sebesar Rp 102.139,37 miliar atau 25,85% dari PDB yang sebesar Rp. 382,38 triliun, 1995 sebesar Rp 316.939.59 miliar atau 25,85% dari PDB yang sebesar Rp. 452,38 triliun.
Wilayah di Indonesia yang paling besar menimbulkan kerugian ekonomi akibat dampak langsung erosi tanah pada lahan padi sawah, padi ladang, kacang tanali, kedelai, ubi kayu adatah Jawa dan Bali yang kemudian diikuti oleh wilayah Sumateni serta Kalimantan dan Sulawesi. Hal ini dikarenakan luas lahan tanaman pangan di pualau Jawa dan Bali relatif iebih luas apabila dibandingkan dengan wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Apabila kerugian ekonomi yang timbul akibat dampak langsung erosi tanah diperhitungkan dalam laju pertumbuhan nasional maka terjadi penurunan laju pertumbuhan sebesar 5,32% pada tahun 1989 dan 4,75% pada tahun 1995 (ram-rata penurunan pertumbuhan pertahun negatif 5%). Laju pertumbuhan nasional berdasarkan harga berlaku setelah mempertimbangkan erosi tanah adaiah sebesar 12,55% (awa! 17,87%) pada tahun 1989 dan 13,61% {awal 18,36%) pada tahun 1995.
Proses perhitungan Produk Domestik Bruto dan !aju pertumbuhan nasionul cii masa datang diharapkan juga akan mencermati aspek deplesi dan degradasi sumberdaya alam secara terpadu sehingga akan memberikan gambaran sesimgguhnya mengenai proses pembangunan yang sedang dan akan dialami suatu negara."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T1111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wa Ode Noor Julia Gabrielle
"Hasil sedimen (sediment yield) adalah tanah hasil erosi yang diangkut dari suatu tempat ke titik pengukuran, misalnya pada waduk. Keberadaan sedimentasi pada waduk perlu dimonitor secara berkala agar dapat memperpanjang usia efektif waduk, salah satu caranya yaitu dengan menghitung potensi hasil sedimen yang masuk ke waduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung potensi sedimen yang masuk ke waduk di Bendungan Gintung menggunakan dua metode, Universal Soil Loss Equation (USLE) dan metode Schaffernak. Metode USLE menghitung sedimen yang berasal dari erosi tanah suatu Daerah Aliran Sungai (DAS), tetapi potensi erosi tanah yang terjadi tidak selalu menciptakan muatan sedimen yang sebenarnya di badan air sehingga perlu dikorelasikan dengan hasil dari muatan sedimen. Erosi tanah yang berubah menjadi sedimen di badan air dihitung dengan menggunakan metode Schaffernak. Hasil dari masing-masing metode mengkonfirmasi keterwakilan potensi sedimen lahan di Bendungan Gintung.

Sediment yield is eroded soil that transported from a place to a measurement point, for example in a reservoir. Sediment in the reservoir is a problem that can reduce the performance of the reservoir, so it needs to be monitored regularly. One of many ways to monitor is to calculate the potential of sediment that enters the reservoir. The research objective is to calculate the potential of sediment that enters the reservoir at Bendungan Gintung using two methods, the Universal Soil Loss Equation (USLE) and Schaffernak methods. The USLE method calculate sediment that comes from land erosion of a watershed, but the potential land erosion that occurred is not necessarily create actual sediment load at the river bed so it needs to be correlated with the results of the actual sediment load. potential land erosion that transform into the sediment in the water body can be calculate by the value of Schaffernack method. The results from each method confirm the representativeness of the potential land erosion in Bendungan Gintung.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Daniswara Santoso
"Fenomena alih fungsi lahan dan kerusakan hutan telah menyebabkan erosi yang besar yang terjadi di bagian hulu DAS (Daerah Aliran Sungai) . Erosi mengakibatkan lahan terdegradasi sehingga menurunkan daya dukung lingkungan. DA Ciwilung Hulu termasuk salah satu dari 13 DAS dalam kondisi sangat kritis. Pemilihan DA Ciliwung hulu sebagai wilayah penelitian dikarenakan fakta tren erosi dan lahan kritis yang terus meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sebaran erosi serta luasannya di DA Ciliwung Hulu, menganalisis produktivitas lahan DA Ciliwung Hulu, serta menganalisis hubungan antara erosi dan produktivitas lahan. 
Metodologi penentuan tingkat bahaya erosi adalah Universal Soil Loss Equation (USLE) menggunakan ArcGIS 10.1. Selain itu dilakukan survei lapang untuk verifikasi data penggunaan lahan, pengelolaan lahan maupun produktivitas lahan. Tingkat erosi sangat tinggi ini berada wilayah topografi agak curam hingga sangat curam dengan erodibilitas tanah sangat tinggi dan didominasi oleh penggunaan lahan pemukiman. Sementara erosi tingkat berada di wilayah erodibilitas tanah sangat rendah dengan topografi datar. Penurunan ini diiringi dengan peningkatan luasan yang terjadi pada erosi tingkat sangat tinggi. Produktivitas lahan tanaman pangan sangat tinggi berada di sub DA Ciesek dan Ciliwung Hulu dengan hasil responden rata-rata 4,65 ton/ha/tahun. Sementara untuk produktivitas lahan holtikultura, tingkat tertinggi ada pada sub DA Ciseuseupan dan Cisukabirus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkatan erosi dengan produktivitas lahan holtikultura. 

The phenomenon of land use change and forest destruction has caused large erosion that occurs in the upper reaches of the watershed. Erosion causes degraded land to reduce the carrying capacity of the environment. The Upper Ciwilung Watershed is one of the 13 watersheds in very critical conditions. The selection of Upstream Ciliwung Watershed as a research area is due to the fact that erosion trends and critical land continue to increase. The purpose of this study was to analyze the distribution of erosion and its area at Upstream Ciliwung Watershed, analyze the productivity of Upstream Ciliwung Watershed land, and analyze the relationship between erosion and land productivity.
The methodology for determining the level of erosion is Universal Soil Loss Equation (USLE) using ArcGIS 10.1. In addition, a field survey was conducted to verify land use data, land management and land productivity. This very high level of erosion is in a rather steep to very steep topographic area with very high soil erodibility and is dominated by residential land use. While level erosion is in very low erodibility areas with flat topography. This decrease was accompanied by an increase in the area that occurred at very high levels of erosion. The productivity of land for food crops is very high in sub Watershed Ciesek and Ciliwung Hulu with respondent` average yield of 4.65 tons / ha / year. While for horticultural land productivity, the highest level is in sub watershed Ciseuseupan and Cisukabirus. The results showed that there is a relationship between the level of erosion and the productivity of horticultural land.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frances Roi
"Penelitian ini menganalisa pengamh dari surnber daya alam dan tingkat pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Model yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan satu variabel terikat dan empat variabel bebas. Pcnelitian ini menggunakan mctode OLS (Ordinary Least Square) yang taksiran parameter model- modelnya diverifikasi dengan uji statistik. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini antara Iain adalah waktu atau lamanya sekolah (year of schooling), jumlah tenaga kerja (labor), produk tambang, dan PMTDB (pembentukan modal tetap domcstik bruto). Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa sumber daya alam (produk tambang) mempunyai kontribusi yang positifterhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kemudian semakin tinggi tingkat (level) pendidikan maka akan memberikan konlribusi yang positif jugn terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

his thesis analizes the impact ofthe natural resources and the level of the education to the growth of the economy in Indonesia. The model which is used in this thesis is multiple regression. This thesis usecl_Ordinary Least Square (OLS) to estimate the variable of the parameters and was tested by statistics’ test. The variables which is used in this thesis are the mean year of schooling, the number of labor, share of mining, and the gross domestic fixed capital formation at 2000 constant market prices. The results of the analysis of the data showed that the natural resources has given the positif contribution to the lndonesia’s Economic Growth. The higher of the level of the education will have the higher of Indonesia's Economic Growth."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T33863
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Saputra
"Di Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) , malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sudah berlangsung lama dan sampai saat ini belum bisa diatasi. Salah satu kabupaten di NAD yaitu Kabupaten Aceh Utara merupakan daerah endemis malaria. Selama 5 (lima) tahun terakhir (2003-2007) AMI (Annual Malaria Jndeks) di Kabupaten Aceh Utara mengalami peningkatan dibandingbn tahun-iahun sebelumnya. Pada tahun 2007 angka AMI sebesar 3,67 per 1000 penduduk. dengan jumlah penderita klinis yang diobati pada puskesmas mencapai 1.555 orang. Aogka tersebut tidak termasuk: kasus-bsus malaria pada rumah saldt pemerintah maupun swasta.. Tinggi AMI di Kabupaten Aceh utara tersebut tidak hanya memberikan dampak terhadap sektor kesehatan saja, tetapi juga berdampak: terbadap sektor ekonomi masyarakat. Tingginya kasus malaria tersebut menyebabkan banyaknya waktu yang hilang karena sesorang tersebut sakit sehingga dia tidak produktif dan harus kehilangan penghasilannya. Selain itu penderita malaria juga meugelwukan biaya untuk pengobatan. tnmsportasi, konswnsi dan sebagainya. Kerugian tersebut tidak banya dirasakanoJeh penderita tetapi juga o1eh pemerintah karena adanya pengeluaran dalam angka penanggulangan penyalit malaria. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kerugian ekonomi akib&t malaria di Kabupaten Aceh tfurra Tahun 2007. Tujuan kuhusus adalab untuk mengetahui karakteristik penderita malaria tahun 2007, berapa besar biaya Jangsomg dan fidak 1angsung yang dilrelwukan oleh peoderita baik sebelum., selama dan sesudah pengobatan perawatan di puskesmas, faktor-faktor apa Saja yang mempengaruhi total biaya yang dilkeluarkan penderita malaria, juga untuk mengetahui berapa besar biaya yang dikeluarkan pemerintah baik preventif maupun kuratif dalam jangka penanganan penyakiAceh Utara mengenai biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah selama Tahun 2007 dalam rangka penanganan penyakit malaria. Hasil Penelitian menuqjukkan bahwa penderita malaria di Kabupaten Aceh Utara tahun 2007 sebagian besar laki-laki mencapai 92.3% dari total seluruh sampel penelitian. Dari segi umur responden, didapatkan bahwa sebagian besar penderita berumur 26 tahun - 35 tahun yang sebagian besar bek.erja di daemh pen.ggummgan sebagai petani atau buruh lac!ang. Biaya tidak langsung yang dikeluarlam oleh responden beJjumlah rata-rata sebesar Rp. 948.009,- atau 82,5% dari total biaya keselurulum. Sementara biaya l.mgsuog sdalah Rp. 195.000,- atau 17,5 % dari total biaya keseluruhan. Rata-rata total biaya yang dikeluarlam oleh setiap responden pada Tahun 2007 karena sakit malaria adalah Rp. Rp. 1.565.922,?Jumlah penderita klinis Tahun 2007 menurut laponm dinas kesehatan adalah 1.555 orang sehingga total pengeluaran penderita malaria Tahun 2007 adalah sebesar Rp.2.435.008.710,­ Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007 untuk penanganan penyakit malaria berdasarkan laporan dinas kesehatan adalah sebesar 566.555.000,­ atau naik 25 kali lipat dari tahun 2006 yang hanya sebesar Rp. 22.800.000,- Total kerugian ekonomi alaOat malaria (Economic Loss) di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007 adalah sebanyak Rp. 3.001.563.710,-.Total kerugian ini hanya mencakup nilai perhitungan dari pasien yang datang ke puskesmas dan pengeluaran pemerintah selama Tabw 2007. Hasil analisis bivariat menemukan, hanya satu variabel yang tidak menunjukan hubungan dengan total biaya, yaitu lama hari tidak produk1if penderita, sedangkan variabel lain seperti jenis plasmodium, jenis kelamin, pendidikan, pengbasilan. hari rawat dan jenis pekerjaan menuqjukkan adanya hubungan dengan total bi.aya yang dikeluarlam penderita selama sakit malaria Tahun 2007. Saran yang disampaikan adalah perlu dilakukan penelitian yang lengkap tentang bahaya yang di timbulkan oleh penyakit malaria, baik dari sisi pasein maupun dari pemerintah serta dampak ekonomi secara luas terbadap perekonomian masyarakat.Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara perlu mengupayakan kerjasama dengan dinas perkebunan yang mempunyai akses langsung dengan perusahaan tempat buruh bekeJja untok pemberantasan malaria. Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara perlu meningkatkan upaya.upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya buratif yang tepat dan efesien, terutama yang menyangkut tentang upaya pencegahan dari masyarakat sendiri sebingga dapat menurunkan kasus malaria. Dan bagi pemerintah Kabupataten Aceh Utara diharapkan dapat memberikan perhatian yang khusus terhadap berbagai faktor risiko yang bekaitan dengan penyebaran penyakit malaria. Dengan demikian diharapkan adanya intervensi yang berkelanjutan untuk dapat menurunkan kasus malaria sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Malaria is still one of public health problems for a long time and it can not be overcame yet until now in Province of Nanggroe Ac:eh Darussalam. One of districts in Nanggroe Aceh Darussalam is North Aceh which is a place with malaria endemic. Annual Malaria Index (AMI) improved for five years (2003-2007) in North Aceh district. AMI level is 3,67 of 1000 population with amount of clinic patients which are medicated at Primary Health Care are 1.555 peoples. These numbers do not include malaria cases at private and government hospital. High number of AMI in North Ac:eh district does not only give impact for health sector, but it also gives impact for economic sector.This high malaria case caused of many missing times because someone is ill so they are not productive and they have to lose their income. Besides, malaria patient must spend more expenses for medication, transportation, consumption and others. Loss is not only felt by patient but also by government because there are expenses for overcoming malaria disease. This study aim generally to get describing of economic loss which is caused of malaria at North Ac:eh district in 2007. Specific aim is to know how big expenses directly and indirectly which are spent by patient before, during and after medication at Primary Health Care. It is also to know how big expenses which are spent by government for promotion, prevention, and curative for handling malaria disease in 2007. This study don't cover the expenses which are spent by malaria patient who are looking for medication beside to Primary Health Care at North Aceh district in 2007. This study used a descriptive exploitative method with a cross sectional design which has been done from March until June in 2008 by 91 samples. Primary data was got from patient or family who got health service both of outpatient and inpatient with malaria in 2007. While secondary data was got from Health Department at North Ac:eh district concerning the expenses which have been spent by government during 2007 for handling of malaria disease Study result indicated that malaria patient at North Aceh district in 2007, most of them were men. They were 92,3% from total sample of this study. From respondent age got that most patient age 26 - 35 years old who most of them worked as farmer and farm worker at mount area. The expenses which were spent indirectly by respondents were Rp. 948.009 or 82,5% of total costs entirely.While direct costs were Rp. 195.000 or 175% of total costs entirely. Average of total costs which were spent by every respondent with malaria in 2007 were Rp. 1.565.922.Amount of clinic patient in 2007 based on report of Health Department were l.SSS patient so total expenses of malaria patient in 2007 were Rp. 2.435.008.710. The expenses of North Aceh district government in 2007 for handling of malaria disease based on report of Health Department were 566.555.000 or increased 25 times from 2006 which they were only Rp. 22.800.000. Total economic loss which was caused of malaria in North Aceh district in 2007 were Rp. 3.001.563.710. This total loss was only including of calculation value from patient who came to Primary Health Care and government expenses during 2007. From Bivariate analysis result indicated that it was only one variable which didn't indicate a relationship?with total cost including total day of unproductive patient, while other variables like typos of plasmodium, gender, education, income, care day and job indicated the eXistence of relationship with total costs which were spent by patient during malaria sick in 2007. It was suggested to do a compreliensive study concerning the expenses which were spent by malaria disease both of patient and government side and also economic impact for public economic. Health Department ofNorth Aceh District must strive cooperation by Plant Department which has direct access with company where labors work for overcoming malaria. Primary Health Care of North Aceh District must improve the efforts of promotion and prevention without disregarding correct and efficient curative effort, especially concerning prevention effort of public its self so it can reduce malaria case. It was also suggested to government of North Aceh District to give a special attention of various risk factors related to spreading of malaria disease. It was expected a comprehensive intervention to be able to reduce malaria case so it can increase public income and prosperity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T29159
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ryananda Muchlis
"ABSTRAK
Erosi tanah di wilayah beriklim tropis dipicu oleh curah hujan baik secara spasial maupun temporal. Erodibilitas tanah berkaitan erat dengan jumlah dan intensitas hujan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola keterpaparan erosi akibat hujan menurut kondisi fisik wilayah. Data curah hujan harian tahun 2005-2016 digunakan untuk mendapatkan wilayah keterpaparan erosi yang diperoleh dari hasil scoring data berdasarkan frekuensi hari hujan FHH 5-10 mm/hari, FHH 11-25 mm/hari, FHH 26-50 mm/hari dan FHH >51mm/hari berbasis metode Thiessen. Validasi melalui survey lapang di 64 lokasi, dengan metode stratified sampling. Analisis spasial dilakukan dengan teknik overlay peta keterpaparan erosi dengan variabel jenis tanah, lereng dan penggunaan tanah, selanjutnya dilakukan uji validasi untuk mengetahui jenis erosi di lokasi sampel. Luas wilayah keterpaparan erosi tingkat berat di Kabupaten Kulon Progo mencapai 314,98 km 53,7 . Keterpaparan erosi tingkat berat menurut kondisi fisik wilayah di Kulon Progo yaitu pada lereng 15-40 , dengan penggunaan tanah berupa tegalan dan jenis tanah Andisol. Pada wilayah keterpaparan erosi tingkat berat, didominasi oleh jenis erosi parit. Pada wilayah keterpaparan erosi tingkat sedang, didominasi oleh jenis erosi alur. Pada wilayah keterpaparan erosi tingkat ringan, didominasi oleh jenis erosi lembar.

ABSTRACT
Soil erosion in tropical climates is triggered by variations in both spatial and temporal rainfall. The soil erodibility is closely related to the amount and intensity of the rain that the frequency of occurrence varies spatially. The purpose of this research is to analyze rainfall erosion exposure pattern according to physical condition of region. The 2005 2016 daily rainfall data is used to obtain erosion exposure area obtained from scoring data based on 5 10 mm day rain frequency DRF , DRF 11 25 mm day, DRF 26 50 mm day and DRF 51mm day based on Thiessen method, validated through field survey at 64 locations, the location distribution was determined by stratified sampling method. Spatial analysis is done by overlay technique on the map of erosion exposure with variables soil type, slope, and land use, then validation test is done to determine the type of erosion at sample location. The area of heavy erosion exposure in Kulon Progo reached 314,98 km 53,7 . The exposure of heavy erosion according to the physical condition of the area in Kulon Progo is on the slope of 15 40 , with the moor as the land use and Andisol as the soil type. In areas of severe erosion exposure, erosion is dominated by the type of trench erosion. In areas of moderate erosion exposure, erosion is dominated by the type of flow erosion. In areas of mild erosion exposure, erosion is dominated by type of sheet erosion."
2017
S67577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riansyah
"Pupuk berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman yang dibedakan menjadi dua jenis pupuk yaitu, pupuk organik dan anorganik. Pemberian pupuk (organik dan anorganik) secara berlebih membuat kondisi lahan menjadi kekurangan unsur hara yang berpengaruh dalam kesuburan tanah, perubahan struktur tanah dan pencemaran lingkungan. Penelitian ini memanfaatkan metode resistivitas untuk mengamati perubahan nilai resistivitas akibat pemberian pupuk organik dan anorganik pada lahan pertanian di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Pemilihan metode resistivitas geolistrik karena dapat memetakan karakteristik tanah dengan cepat dan murah. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data resistivitas lapangan dan sampel tanah. Pengukuran resistivitas lapangan dilakukan sebanyak 5 kali pengukuran (1 kali sebelum diberi pupuk dan 4 kali setelah diberi pupuk) pada setiap lintasan (lintasan Organik dan lintasan Anorganik). Konfigurasi yang digunakan merupakan konfigurasi dipole-dipole dengan panjang lintasan 6 meter dan elektroda sebanyak 16 batang. Sedangkan pengukuran sampel tanah dilakukan di laboratorium sedimentologi, FMIPA UI untuk mendapatkan klasifikasi tekstur tanah dan grafik resistivitas fungsi kadar air. Hasil yang didapat menunjukan bahwa perubahan nilai resistivitas dalam rentang 27 jam setelah diberi pupuk (organik dan anorganik) cenderung mengalami penurunan yang disebabkan oleh kadar air dan reaksi larutan kimia pupuk dan penurunan resistivitas pemberian pupuk organik lebih tinggi dibandingkan larutan anorganik.

Fertilizers play a role in providing nutrients for plant needs and are categorized into two types of fertilizers, namely, organic and inorganic fertilizers. Excessive application of fertilizers (organic and inorganic) causes a lack of nutrients that affect soil fertility, changes in soil structure, and environmental pollution. This study uses the resistivity method to observe changes in resistivity values due to applying organic and inorganic fertilizers on agricultural land in Caringin District, Bogor Regency. The geoelectric resistivity method was chosen because it can map soil characteristics quickly and cheaply. The data used in this study consisted of field resistivity data and soil samples. Field resistivity measurements were carried out five times (1 time before being fertilized and four times after being fertilized) on each line (Organic line and Inorganic line). The configuration used is a dipole-dipole configuration with a line length of 6 meters and a total of 16 electrodes. Meanwhile, soil sample measurements were carried out at the sedimentology laboratory, FMIPA UI to obtain a soil texture classification and a resistivity graph of the water content function. The results showed that the change in resistivity values within 27 hours after being given fertilizer (organic and inorganic) tended to decrease due to the fertilizer solution's water content and chemical reaction. The decrease in resistivity of organic fertilizer application was higher than inorganic solutions."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Amru Hidayat
"Program subsidi input pertanian seperti subsidi pupuk telah diterapkan sejak tahun 1970-an di Indonesia. Dalam pelaksanaanya, kebijakan subsidi pupuk terbukti berpengaruh dalam meningkatkan produktivitas lahan pertanian di Indonesia. Namun, kebijakan subsidi pupuk seringkali mengalami kendala, seperti sistem alokasi pupuk bersubsidi kurang akurat, peggunaan pupuk bersubsidi berlebih, hingga masalah lemahnya pengawasan distribusi pupuk bersubsidi. Oleh karena itu, pemerintah pada tahun 2017 memenerapkan program Kartu Tani sebagai kebijakan baru untuk mengatasi masalah-masalah di kebijakan subsidi pupuk sebelumnya. Untuk mengetahui dampak program Kartu Tani terhadap tingkat produktivitas lahan pertanian pangan di Indonesia, dilakukan penelitian menggunakan data panel seluruh provinsi di Indonesia selama 6 tahun (2015-2020). Menggunakan model Pooled Least Square (PLS), penelitian ini ingin menguji apakah program Kartu Tani berpegaruh terhadap produktivitas lahan pertanian dengan menggunakan program Kartu Tani, pupuk bersubsidi, jumlah petani, iklim, dan teknologi sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program Kartu Tani terbukti secara staitistik meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Selain itu, pengaruh kondisi iklim dan penggunaan teknologi alat pertanian juga terbukti secara signifikan dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Sementara itu, alokasi pupuk bersubsidi dan jumlah petani tidak terbukti signifikan secara statistik dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Hal ini karena inefisisensi penggunaan pupuk bersubsidi dan jumlah petani yang cukup banyak dibandingkan luas lahan pertanian.

Agricultural input subsidy programs such as fertilizer subsidies have been implemented since the 1970s in Indonesia. In its implementation, the fertilizer subsidy policy has proven to be influential in increasing the productivity of agricultural land in Indonesia. However, the fertilizer subsidy policy often encounters obstacles, such as the inaccurate distribution of subsidized fertilizers, the excessive use of subsidized fertilizers, and the problem of weak supervision of the distribution of subsidized fertilizers. Therefore, in 2017 the government implemented the Kartu Tani program as a new policy to overcome problems in the previous fertilizer subsidy policy. To find out the impact of the Kartu Tani program on the level of productivity of food agriculture land in Indonesia, a study was conducted using panel data from all provinces in Indonesia for 6 years (2015-2020). Using Pooled Least Square (PLS) models, this study wants to test whether the Kartu Tani program affects the productivity of agricultural land by using the Kartu Tani program, subsidized fertilizer, number of farmers, climate, and technology as independent variables. The results showed that the Kartu Tani program was statistically proven to increase the productivity of agricultural land. In addition, the influence of climatic conditions and the use of agricultural equipment technology has also been shown to significantly increase the productivity of agricultural land. Meanwhile, the allocation of subsidized fertilizers and the number of farmers were not proven to be statistically significant in increasing the productivity of agricultural land. This is due to the inefficiency of using subsidized fertilizers and the large number of farmers compared to the area of ??agricultural land.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riani Triesnawati
"One of the environmental changes caused by forest fire is air pollution by PM 10. Its impacts to the human health can be direct ill (acute diseases), chronic diseases and death. The other impacts are the restricted activity days and the work loss days. The aim of tleis study is obtaining information on the increase of health cases and economical loss of those health impacts of forest and land fire in Riau that happened in September November 1997. This study's design is cross sectional, using secondary data from Bapedal, Haze Distribution and Index-TOMS - NASA-Administrative Boundaries and Population-Center Statistic Bureau, BPS, Departemen kesehatan, Departemen Keuangan, Depnaker, and many other institutions.
The health cases were estimated by dose - response calculation of the ambieut concentration of the PM 10 on the increase of asthma attack, bronchitis attack on children, ART, death, hospitalized respiratory disease and clinic visits (including medicine cost), and the productive time loss. The estimation of economical loss was obtained by economical calculation due to the amount of the estimated health cases (medical treatment cost) and the estimated productive time loss (because of premature death, restricted activity days and work loss days). The estimations were calculated in five areas (Bengkalis, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu and Pekanbaru) exposed by haze index in level fourth and fifth.
The result shows that the minimal increase of health cases are 15.984 asthma attacks cases, 15.305 bronchitis attack on children cases, 75.606 ARI cases, 30 death cases, 3.815 hospitalized respiratory disease cases, and 8.838 respiratory disease clinic visit cases, 2.176.385 restricted activity days and 1.119.063 work loss days. The economical loss in lowest estimation is Rp. 23.455.416.625,- and in highest estimation is Rp. 91.558.663.585;
It is concluded that the great loss of this haze damage caused by the increase of FM 10 concentration far from the standard and manifested as a great number of health cases. This estimation is only for low loss, do not consider the impacts of the other pollutants and the long term health impacts in the consideration yet. Furthermore, it is necessary developing prolonged studies with more comprehensive method to get more accurate calculation.

Salah satu perubahan lingkungan yang merupakan akibat dari kebakaran hutan dan lahan adalah pencemaran udara oleh partikel yang berdampak bagi kesehatan manusia .Kasus kesehatan yang timbul dapat berupa sakit langsung, sakit keras maupun kematian. Dampak yang lain adalah timbulnya keterbatasan aktivitas harian dan hari kerja yang hilang. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai dampak kesehatan yang timbul karena bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Riau yang terjadi pada bulan September-November 1997 dan kerugian ekonomi dari dampak kesehatan tersebut. Rancangan penelitiannya potong lintang dan data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai pihak, antara lain Bapedal, Haze Distribution and Index-TOMS-NASA-Administrative Boundaries and Population-Center Statistic Bureau, BPS, Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan, Depnaker, dan institusi yang lain.
Estimasi kasus dan dampak kesehatan didapat dari perhitungan dosis-respon peningkatan kadar PM 10 di udara ambien terhadap peningkatan serangan asma, serangan bronkitis pada anak, dan LSPA, peningkatan kematian, peningkatan penyakit saluran pernafasan yang dirawat di rumah sakit, peningkatan kunjungan rawat jalan penyakit saluran pernafasan, kehilangan hari kerja dan keterbatasan aktivitas harian. Estimasi kerugian ekonomi dari dampak kesehatan yang diestimasi diperoleh dari perhitungan ekonomi akibat peningkatan jumlah kasus kesehatan yang diperkirakan terjadi yang berupa peningkatan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan, ditambah dengan kerugian karena hilangnya waktu produktif (hari kerja, keterbatasan aktivitas harian dan kematian sebelum mencapai usia harapan hidup).
Hasil estimasi menunjukkan sekurang-kurangnya timbul peningkatan serangan asma sebanyak 15.984 kasus, serangan bronkitis pada anak 15.305 kasus, ISPA 75.606 kasus, kematian 30 kasus, penyakit saluran pernafasan yang dirawat di rumah sakit 3.815 kasus, kunjungan rawat jalan penyakit saluran pernafasan 8.838 kasus, kehilangan 1.1.19.063 hari kerja dan keterbatasan aktivitas harian sebanyak 2.176.385 hari. Estimasi dilakukan di lima daerah tingkat II (Bengkalis, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Kampar dan Pekanbaru) yang terpapar kabut asap pada tingkat haze index 4 dan 5 menurut data dari Haze Distribution and Index-TOMS-NASA-Administrative Boundaries and Population-Center Statistic Bureau. Hasil estimasi kerugian ekonomi terbesar di kelima daerah tingkat II tersebut adalah sebesar Rp. 91.558.663.585,- dan estimasi terendah adalah Rp. 23.455.416.625.
Disimpulkan bahwa kerugian yang sangat besar dari kejadian kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Riau ini merupakan akibat meningkatnya kadar PM 10 jauh diatas baku mutu yang berlaku sehingga menyebabkan peningkatan kasus kesehatan yang besar pula. Estimasi kerugian ini adalah estimasi rendah, belum memperhitungkan dampak dari polutan yang lain dan dampak kesehatan jangka panjang. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mendapatkan metode yang lebih komprehensif agar diperoleh hasil perhitungan kerugian yang lebih akurat."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tristiyenny Pubianturi
"Kebakaran Hutan dan Lahan (KHL) di Propinsi Riau merupakan salah satu isu lingkungan hidup yang timbul akibat pelaksanaan pembangunan dan ekonomi yang cenderung dilakukan secara eksploitatif sehingga melupakan upaya menjaga kelestarian lingkungan. Kabupaten Bengkalis merupakan kabupaten yang setiap tahunnya mengalami polusi dari kabut asap yang ditimbulkan oleh KHL selama 2-3 bulan setiap tahunnya. Dari aspek ekonomi kerugian dari kabut asap tersebut meiiputi bukan hanya masalah hilangnya aset kekayaan tegakan hutan kayu, tetapi juga aspek ekologi sangat luas berupa hilangnya flora dan habitat satwa liar- Dampak negatif lain yang sangat menonjol adalah menurunnya kualitas udara yang menyebabkan gangguan daya pandang dan meningkatnya penderita penyakit saluran pernafasan sampai 2-3 kali lipat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar dampak kesehatan yang ditimbulkan karena kabut asap KHL dan berapa estimasi kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh dampak kesehatan tersebut. Jenis penelitian adalah studi ekologi yang memakai analisa korelasi dengan menggunakan data polutan Udara PMIO dan S02 yang diperoleh dari Air Quality Monitoring Station di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Angka kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Asma Bronkiale dan Bronkitis diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di Kecamatan Mandau, data titik api (hotspot) sebagai penunjuk adanya KILL diperoleh dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Jakarta. Data yang diolah adalah data dari Januari tahun 2000 sampai Desember 2002.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, antara Hotspot dan PM 10 terdapat hubungan positif yang kuat dan bermakna. Analisis bivariat dengan uji regresi linier menghasilkan hubungan Prediksi dengan persamaan garis PM10 = 90,61 + 1,955 x Hotspot. Hubungan antara Hotspot dengan ISPA menunjukran hubungan sangat kuat dan bermakna yang dapat dijelaskan dengan persamaan gads ISPA = 723,685 + 60,046 x Hotspot. Hubungan antara PM14 dan ISPA mempunyai hubungan yang sedang dan bermakna yang dapat dijelaskan dengan persamaan garis prediksi LSPA = 359,471 + 6,488 x PM10. Dampak kesehatan masyarakat yang terbesar akibat kabut asap KHL di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2002 adalah keterbatasan aktifitas harian yaitu sebesar 711.850 hari. Estimasi kerugian ekonomi akibat dampak kesehatan masyarakat sebesar Rp 98 milyar rupiah.
Disimpulkan bahwa besarnya dampak kesehatan dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kabut asap KHL ini merupakan estimasi rendah karena hanya menggunakan PM10 sebagai parameter pencemar, tanpa memperhitungkan dampak yang ditimbulkan oleh polutan lain (misalnya NOx dan Dian) dan juga belum memperhitungkan kerugian penyakit jangka panjang karma polutan udara.
Disarankan kepada Puskesmas di wilayah kerja Kabupaten Bengkalis agar melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh KHL, berikut upaya yang harms dilakukan dalam mengantisipasi kualitas udara yang buruk Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis agar melakukan perencanaan program antisipasi dampak kesehatan supaya masyarakat terlindung dari akibat kabut asap. Secara keseluruhan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis disarankan bertindak aktif dalam mengantisipasi dampak kesehatan akibat KHL secara teknis dan administratif.
Daftar Pustaka: 45 (1982-2002)

Community Health Impacts and Estimation of Economic Loss from Forest and Land Fires in the Regency of Bengkalis in 2002Forest and Land Fires (FLF) in Riau Province is one of the environmental issues that arise from the progressive and economical development which tends to be done exploitatively and thus overlook efforts to preserve the environment. Bengkalis regency is the regency that every year suffers from pollution of smoke haze which caused by FLF for as long as 2-3 months every year. The disadvantages are not only from the economical perspective that consist of loosing assets of forest lumber, but also ecologically of loosing flora and habitat of wild animals. Another implication which is very significant is the decrease of air quality which causes visual troubles and the risen of respiratory disease up to 2-3 times higher.
The objectives of this are to find out how far does-the impact to health which arise from smoke haze of FLF and the estimation of economical loss which arise from that health implication. The type of this study is ecological study using correlation analysis through air pollutant data PM10 and S02 derived from Air Quality Monitoring Station in Mandan District, Regency of Bengkalis. Numbers of ISPA, Asthma Bronchiole and Bronchitis are attained from health service facilities in Mandau District, hot spot data as signs of FLF are attained from the Environment Head State Office in Jakarta The data which are processed are those from January 2000 to Desember 2002.
The result of the study shows that, between hot spot and PM 10, is an important positive and significant relationship. Bivariance analysis with tinier regression test generates a prediction relationship with vector PM 10 = 90,61 + 1,955 x Hotspot The relationship between Hotspot and ISPA shows strong relationships and signified which describes with vector ISPA = 723,685 + 60,046 a Hotpot PM] 0 dengan ISPA has an intermediate significant relationship which could be shown with prediction vector ISPA = 359,471 + 6,488 i PM 10. Health impacts shows that the lack of daily activities which are foreseen to occur toward workers in Regency of Bengkalis as a result of smoke haze disaster and weather troubles is resulted 711.850 working days. The economical loss estimation is costing Rp 98 billion.
It is concluded that health impacts and economical loss initiated by this FLF smoke haze is a low estimation because it merely uses PM]0 as a polluted parameter, without considering the effect of other pollutants (e.g. NOx and Qzon) and also yet to estimate the impacts of long term disease of air pollutant.
Based on the result of this study, Health Centers in the working environment of Bengkalis Regency are advised to make extensions to the community concerning health impacts caused by FLF, along with the efforts to be made in anticipation to the terrible air quality. Head of the Health Board in Bengkalis Regency is advised to make planning for an anticipated health implication program so that the community would be protected against the smoke haze. As a whole, the Regional Government in Bengkalis Regency is advised to make active measures in anticipating health impacts by FLF, technically and administratively.
References: 45 (1982-2002)
"
Depok: Fakutlas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>