Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94652 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Telisa Aulia Falianty
"Pembentukan suatu currency union adalah tahap terakhir dari langkah kebijakan menuju integrasi regional. Currency union biasa didefinisikan sebagai suatu area di mana mata uang tunggal beredar. Perdebatan mengenai adopsi dari common currency oleh negara-negara anggota ASEAN mulai bermunculan terutama sejak terjadinya krisis Asia 1997 dan setelah Euro menjadi kenyataan pada awal tahun 1999 dan tetap bertahan dengan baik sampai sekarang. Keinginan untuk membentuk currency union di Asia Timur dan ASEAN juga dipicu oleh semakin meningkatnya integrasi dalam perdagangan melalui ASEAN Free Trade Area (AFTA).
Hal-hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk mengadakan penelitian mengenai kemungkinan pembentukan currency union di ASEAN. Penelitian mengenai currency union pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu : kemungkinan pembentukan dilihat dari beberapa prasyarat pembentukan currency union (properti dari Optimum Currency Area), penghitungan Indeks Optimum Currency Area (OCA Index), dan endogeneitas dari indikator OCA. Paper ini akan memfokuskan pada studi empiris mengenai OCA index dan endogeneitas dari prasyarat pembentukan currency union.
lndikator-indikator OCA dapat menjadi endogen terhadap variabel-variabel lain. Hal ini disebut sebagai endogeneitas dari indikator-indikator prasyarat pembentukan currency union. Asymmetric shocks sebagai salah satu indikator OCA endogen terhadap variabel perdagangan. Menurut Frankel dan Rose (1998), semakin tinggi level bilateral trade maka semakin besar korelasi siklus bisnis antar negara dan semakin kecil ketidaksimetrisan antar negara dalam menghadapi guncangan (shocks). Menurut Fidrmuc (2001), konvergensi siklus bisnis terjadi melalui jalur intra industry trade. Dengan menggunakan Structural VAR dan Kalman Filter akan diteliti mengenai endogeneitas dari asymmetric shocks di ASEAN terhadap variabel perdagangan. Kalman Filter akan digunakan untuk menghitung time varying correlation coefficient antara negara-negara anggota ASEAN. Filter ini menggambarkan bagaimana time path dari parameter model. "
2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Telisa Aulia Falianty
"Pembentukan suatu currency union adalah tahap terakhir dari langkah kebijakan menuju integrasi regional. Currency union biasa didefinisikan sebagai suatu area di mana mata uang tunggal beredar. Perdebatan mengenai adopsi dari common currency oleh negara-negara anggota ASEAN mulai bermunculan terutama sejak terjadinya krisis Asia 1997 dan setelah Euro menjadi kenyataan pada awal tahun 1999 dan tetap bertahan dengan baik sampai sekarang. Keinginan untuk membentuk currency union di Asia Tintur dan ASEAN juga dipicu oleh semakin rneningkatnya integrasi dalam perdagangan melalui ASEAN Free Trade Area (AFTA)
Hal-hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk mengadakan penelitian mengenai kemungkinan pembentukan currency union dl ASEAN. Penelitian mengenai currency union pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu : kemungkinan pembentukan dilihat dari beberapa prasyarat pembentukan currency union (properti dari Optimum Currency Area), penghitungan indeks Optimum Currency Area (OCA index). dan endogeneitas dari indikator OCA. Paper ini akan memfokuskan pada studi empiris mengenai OCA index dari endogenitas dari prasyarat pembentukan currency union.
Indikator-indikator OCA dapat menjadi endogen terhadap variabel -variabel lain. Hal ini disebut sebagai endogeneitas dan indikator- indlkator prasyarat pembentukan currency union. Asymmetric shocks sebagai salah satu indikator OCA endogen terhadap variabel perdagangan. Menurut Frankel dan Rose (1998), semakin tinggi level bilateral trade semakin besar korelasi siklus bisnis antar negara dan semakin kecil ketidaksimetrisan antar negara dalam menghadapi guncangan (sttocks). Menurut Fidrmuc (2001), konvergensl siklus bisnis terjadi melalui jalur intra industry trade. Dengan menggunakan Structural VAR dan Kalman Filler akan diteliti mengenai endogeneitas dari asymmetric shocks di ASEAN terhadap variabel perdangangan Kutman Filler akan digunakan vniuk menghitung time varying coorelation antara negara-negara anggota ASEAN. Filter ini menggambarkan bagaimana time path dari parameter model
"
2006
JEPI-VI-2-Jan2006-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eki Setianingtyas
"ABSTRACT
This research aims to observe the shock symmetry between thirteen ASEAN Plus Three countries in order to justify the formation of Optimum Currency Area within the region. Five variable structural vector autoregressive model is employed to chosen macroeconomic variables as proxies to shocks using yearly data from 1980 to 2015.Size of disturbances, speed of adjustment, impulse response to exchange rate and variance decomposition are analyzed to identify the symmetry of shocks. Results of empirical analysis suggest the formation of a sub region OCA which consists of Malaysia, Philippines, Singapore, Indonesia and Thailand.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati simetri dari gangguan diantara tiga belas negara ASEAN Plus Three untuk mencari pembenaran dalam pembentukan Optimum Currency Area di kawasan ini. Model structural vector autoregressive diterapkan pada variabel makroekonomi yang telah ditunjuk sebagai acuan terhadap gangguan dengan menggunakan data tahunan dari tahun 1980 sampai 2015. Dilakukan analisis pada ukuran gangguan, kecepatan penyesuaian, respon impuls terhadap nilaitukar dan dekomposisi varians untuk mengidentifikasikan simetri dari gangguan. Hasil analisis empiris menyarankan pembentukkan OCA sub-wilayah yang terdiri dari Malaysia, Filipina, Singapura, Indonesia dan Thailand."
2017
S69482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Telisa Aulia Falianty
"Pembentukan suatu currency union adalah tahap terakhir dari langkah kebijakan menuju integrasi regional. Currency union biasa didefinisikan sebagai suatu area di mana mata uang tunggal beredar. Perdebatan mengenai adopsi dari common currency oleh negara-negara anggota ASEAN mulai bermunculan terutama sejak terjadinya krisis Asia 1997 dan setelah Euro menjadi kenyataan pada awal tahun 1999 dan tetap bertahan dengan baik sampai sekarang. Keinginan untuk membentuk currency union di Asia Timur dan ASEAN juga dipicu oleh semakin meningkatnya integrasi dalam perdagangan melalui ASEAN Free Trade Area (AFTA).
Hal-hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk mengadakan penelitian mengenai kemungkinan pembentukan currency union di ASEAN. Penelitian mengenai currency union pada umumnya dibagi menjaji tiga bagian besar, yaitu kemungkinan pembentukan dilihat dari beberapa prasyarat pembentukan currency union (properti dari Optimum Currency Area), penghitungan Indeks Optimum Currency Area (OCA Index), dan endogeneitas dari indikator OCA. Disertasi ini merupakan studi komprehensif dari ketiga bagian besar penelitian pembentukan currency union di ASEAN tersebut.
Hasil studi mengenai prasyarat pembentukan currency union (indikator OCA) menunjukkan bahwa negara yang optimal membentuk currency union adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Baik dengan menggunakan metode pairwise maupun dengan menggunakan metode clustering didapatkan kesimpulan yang sama bahwa tidak semua negara anggota ASEAN-5 optimal dalam membentuk currency union. Hanya tiga negara anggota ASEAN-5 yang optimal membentuk currency union, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand. Perhitungan indeks OCA juga menunjukkan hasil yang konsisten bahwa Singapura, Malaysia, dan Thailand layak untuk membentuk currency union karcna mcmiliki indeks OCA yang terendah.
Dua prasyarat OCA yang penling adalah korelasi shocks yang positif dan upah yang fleksibel. Dua prasyarat tersebut dibutuhkan sebagai konsekuensi dari currency union di mana nilai tukar antar negara anggota bersifat fixed. Dalam studi mengenai andogeneitas shocks dan upah menjadi variabel endogen. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan evidence bahwa terdapat endogeneitas dari czsynnnetric shocks sebagai prasyarat pembentukan currency union. Peningkatan dalam infra-industry trade dapat menurunkan asymmetric shocks di antara negara anggota. Sedangkan untuk upah ditemukan weak evidence bahwa terdapat endogeneitas dari upah sebagai prasyarat pembentukan currency union. Upah menjadi lebih prosiklus pada rezim nilai tukar yang lebih fixed.
Dengan ditemukannya evidence mengenai adanya endogeneitas dari asymmerric shocks maka terdapat harapan bagi pembentukan currency union untuk negara ASEAN-5. Negara ASEAN-5 perlu melakukan koordinasi dalam kebijakan ekonomi untuk lebih meningkatkan konvergensi dari perekonomiannya agar tercipta siklus bisnis yang lebih sinkron dan menurunkan asymmetric shocks. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah mendorong peningkatan intra-industry trade antar negara anggota ASEAN-5. Peningkatan trade intensity yang disertai peningkatan intra-industry trade-lah yang akan menurunkan asymmetric shocks.
Negara Singapura, Malaysia, dan Thailand bisa segera mempersiapkan diri dengan lebih serius ke arah pembentukan currency union di antara mereka karena mereka relatif lebih siap secara ekonomi dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya. Sedangkan untuk negara Indonesia dan Filipina, jika ingin bergabung dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand harus melakukan usaha yang lebih keras dalam rangka mencapai harmonisasi perekonomian dengan ketiga negara tersebut. Dengan memperbaiki kinerja ekonominya, diharapkan kedua negara dapat menurunkan OCA Index-nya dan meningkatkan benefit dari optimum currency area."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
D667
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Widodo
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan ASEAN-5 membentuk integrasi moneter berdasarkan dua pendekatan dalam teori Optimum Currency Area OCA : indeks OCA dan endogenitas kriteria OCA. Hasil indeks OCA menunjukkan ASEAN secara keseluruhan baru memenuhi dua dari empat kriteria OCA yang digunakan. Singapura, Malaysia, dan Thailand dinilai layak membentuk integrasi moneter, sedangkan Indonesia menjadi yang paling tidak layak. Untuk hasil endogenitas kriteria OCA didapati bahwa peningkatan intensitas perdagangan, integrasi keuangan, dan kesamaan sektor produksi akan meningkatkan kesimetrisan guncangan moneter di ASEAN-5, tetapi tidak untuk guncangan penawaran dan guncangan permintaan. Dengan demikian, ASEAN-5 dinilai masih belum layak membentuk integrasi moneter.

ABSTRACT
This study aims to analyze the feasibility of ASEAN 5 in forming monetary integration based on two Optimum Currency Area OCA theory applications OCA index and endogeneity of OCA criteria. OCA index result shows that ASEAN 5 as a whole only complies two of four OCA criteria being used. Singapore, Malaysia, and Thailand are proper in forming monetary integration, whereas Indonesia has become the most improper one. From endogeneity of OCA criteria, it is found that the increasing of trade intensity, financial integration, and similarity of production sector will promote the symmetry of monetary shocks in ASEAN 5, but not for supply shocks and demand shocks. Thereby, ASEAN 5 is assessed not feasible enough in forming monetary integration."
2017
S69792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Girsang, Erna Sari Ulina
"Salah satu alternatif mengatasi persoalan dispersi mata uang adalah dengan membentuk mata uang tunggal, tetapi harus memenuhi berbagai persyaratan agar manfaat yang diperoleh lebih besar dari kerugian. Salah satu teori yang mendasari pembentukan mata uang bersama adalah Teory Optimum Currency Area (OCA), di mana nilai tukar negara-negara dalam OCA harus bergerak ke arah derajat yang sama (co-movement). Nilai tukar nominal akan mengambil alih peran variabel riil dalam melakukan penyesuaian terhadap goncangan. Co-movement nilai tukar harus dipengaruhi oleh indikator makro, yaitu inflasi, suku bunga, produk domestik bruto, dan jumlah uang beredar.
Arah permodelan dan teknik estimasi yang digunakan harus ditujukan untuk mendeteksi terpenuhinya ketiga karakteristik di atas, sehingga digunakan vector error correction model (VECM). Hasilnya, diketahui co-movement jangka panjang hanya diperoleh dari pergerakan ringgit Malaysia dan dolar Singapura. Namun, tidak semua indikator makro menjadi faktor penjelas dari pegerakan nilai tukar itu. Dengan demikian, secara keseluruhan tidak ditemukan indikasi pementukan mata uang tunggal dari pergerakan nilai tukar dan indikator makro ekonomi ASEAN5.

One alternative to overcome the dispersion problem is the currency by establishing a single currency, but must meet various requirements for benefits greater than the losses. One theory that underlies the formation of a common currency is the Theory of Optimum Currency Area (OCA), in which the exchange rate of countries in the OCA should be moving toward the same degree (comovement). Nominal exchange rate would takeover the role of real variables in making adjustments to the shocks. Co-movement rate should be influenced by economic indicators, namely inflation, interest rates, gross domestic product, and the money supply.
The direction of modeling and estimation techniques used should be directed to detect the fulfillment of the three characteristics above, so the used vector error correction model (VECM). The result, known to long-term co-movement is only obtained from the movement of Malaysian ringgit and Singapore dollar. However, not all macro indicators of movement explanatory factors of exchange value. Thus, overall indication to create not find a single currency exchange rate fluctuations and macroeconomic indicator ASEAN5.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T28307
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Randa Silvano Bangun
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan pembentukan mata uang tunggal di ASEAN-5 dengan meneliti hubungan antara volatilitas nilai tukar dengan variabel optimum currency area (OCA) menggunakan Dollar Singapura sebagai mata uang acuan. Penelitian ini menggunakan metode Error Correction Model (ECM) dengan periode penelitian pada tahun 1975-2010. Hasil analisis penelitian ini didasari oeh variabel kriteria OCA membuktikan Dollar Singapura bukan merupakan mata uang acuan yang ideal untuk ASEAN-5, dengan Thailand dan Malaysia merupakan negara yang paling mendekati untuk membentuk mata uang tunggal dengan Singapura. Sedangkan Indonesia dan Filipina belum siap.

The purpose of this research is to analyze the feasibility to form a currency union in ASEAN-5 through the investigation of how well the optimum currency area (OCA) criteria variabels could explain the exchange rate volatility by using Singapore Dollar as an anchor currency. This research uses Error Correction Model (ECM) Method with 1975-2010 research period. Based on OCA criteria, this study results show that Singapore Dollar is not suitable as anchor currency and not all ASEAN-5 countries such as Indonesia and Philipines could form currency union."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S45798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyadi Wuliyanto
"Hasil penelitian mengenai default risk dengan menggunakan data saham di Amerika oleh Vassalou dan Xing (2004) secara empirik membuktikan bahwa ada hubungan yang positif antara default risk dengan return saham. Sedangkan, hasil riset dari Gharghori, Chan, Faff. (2009) di Australia dengan menggunakan data Australia membuktikan bahwa antara default risk dengan return saham tidak ada hubungan yang positif. Metode penelitian ini menggunakan metode perhitungan default risk yang dipakai oleh Vassalou dan Xing (2004) yang merupakan pengembangan dari Option based Black-Scholes-Metode Merton (1974). Hasil penelitian dengan menggunakan data saham ASEAN memberikan hasil tidak ada hubungan yang positif antara default risk dan return saham. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa di wilayah ASEAN default risk tidak memberikan hasil positif terhadap return saham

Vassalou dan Xing (2004) emprical result on default risk in equity returns research in American stocks stated positive relationship between default risk in equity returns. Meanwhile Gharghori, Chan, Faff. (2009) researched on Australian stocks stated negative relationship between default risk in equity returns. This study follows default risk calculation method by Vassalou dan Xing (2004) as further development of Option based Black-Scholes-Metode Merton (1974). Research results on ASEAN stocks market there is negative relationship between default risk and equity returns"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliyah Rizky Suhasmoro
"Penelitian ini meneliti dampak akuisisi mengurangi kendala keuangan perusahaan target dan juga meneliti bagaimana perbedaan kendala keuangan perusahaan target dan acquirer dapat menciptakan keuntungan sinergi. Peneliti menggunakan sampel perusahaan yang mengakuisisi dan diakuisisi di ASEAN selama periode 1988-2016. Dilihat dari kepemilikan tunai, sensitivitas arus kas terhadap kepemilikan tunai dan sensitivitas arus kas terhadap investasi, hasilnya menunjukan bahwa kendala keuangan perusahaan target berkurang setelah diakuisisi. Dengan membangun perbedaan kendala keuangan perusahaan target dan pengakuisisi, peneliti menemukan keuntungan sinergi operasi dihasilkan dari akuisisi.

The research examines whether acquisitions lessen financial constraints of target firms and examines mergers and acquisition motivated by financial constraints based on sample of acquirer firms and target firms in ASEAN over the period of 1988-2016. Using cash holdings of target firms, cash flow sensitivity to cash holdings and cash flow sensitivity to investment, the author found that the target company's financial constraints are reduced after being acquired. By constructing a financial constraint difference between the target and the acquirer, the author found a positive relationship between the financial constraints difference and synergy gains generated from the acquisition."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwin Istiarko
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indikator analisis teknikal (Moving Average, MACD, Relative Strength Index, Stochastic Oscilator, atau Parabolic SAR) yang memberikan imbal hasil optimum ketika berinvestasi di pasar modal untuk saham-saham yang tergabung dalam kelompok BISNIS-27 di pasar modal Indonesia. Sampel saham yang terpilih kemudian dilakukan uji simulasi untuk kurun waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2011.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dengan menggunakan indikator analisis teknikal memberikan imbal basil yang lebib baik daripada strategi "buy and hold". Pada saat krisis keuangan yang terjadi pada tahun 2008, indikator teknikal analisis cukup membantu dan masih memberikan imbal basil yang positif. Pengujian secara t­ statistik babwa rata-rata imbal hasil dengan menggunakan indikator analisis teknikal lebih besar dibandingkan dengan strategi "buy and hold".

The test of technical analysis indicators (Moving Averages, MACD, Relative Strength Index, Stochastic Oscillator, or Parabolic SAR) determine and to provide optimum return when investing in stocks me1nbers of the BISNIS-27 in Indonesia's capital markets. Simulation test of stocks selected sample (long position) for the period 2004 to 2011.
The result showed the use of technical analysis indicators give a return greater than the "buy and hold" strategy . At the time of financial crisis in 2008, technical analysis indicator is quite helpful with positive results. T-test of mean return by using technical analysis indicators are greater than 1nean return of the "buy and hold" strategy.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T44123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>