Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arian Saptono
"Latar belakang permasalahan yang diangkat dalam tesis ini bermula dari fakta yang ada bahwa sebelum undang-undang fidusia dinyatakan berlaku, cara pembebanan/pengikatan jaminan fidusia dapat dilakukan dengan akta notaris maupun dengan akta dibawah tangan. Permasalahan yang kemudian timbul adalah bahwa undang-undang no. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUF) telah menetapkan secara imperatif mengenai cara dan bentuk pembebanan/pengikatannya, yaitu akta jaminan fidusia harus dibuat dengan "akta notaris" dan dalam "bahasa Indonesia" serta di daftarkan di "Kantor Pendaftaran Fidusia". Fungsi akta notaris dalam jaminan fidusia bukan semata-mata sebagai alat bukti, melainkan merupakan "syarat esensial" untuk "sah" nya jaminan fidusia.
Metode penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu disamping menelaah data sekunder berupa bahan pustaka yang mencakup bahan primer, juga didukung data primer hasil wawancara penulis dengan nara sumber terkait yaitu 3 (tiga) Notaris/PPAT masing-masing di Jakarta, Bekasi dan Bandung, serta 1 (satu) Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Bandung dan beberapa pegawai P.T. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk pada Divisi terkait.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Undang-undang Fidusia bertentangan dengan asas hukum kebendaan, sedangkan bila ditinjau dari aspek hukum perjanjian, suatu pembebanan/pengikatan jaminan fidusia yang aktanya dibuat di bawah tangan maupun berupa akta notaris tetapi tidak di daftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, maka atas kedua jenis perjanjian seperti itu hanya mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi kedua pihak yang membuat perjanjian, namun tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terhadap pihak ketiga dan tidak memiliki daya perlindungan hukum dalam upaya eksekusinya, karena cara pembebanan/pengikatan seperti itu bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang fidusia (UUF)."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoni
"Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang umumnya diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam. Guna menunjang aktivitas tersebut, dibutuhkan lembaga jaminan yang dapat mengakomodir kepentingan masyarakat, seperti halnya Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia telah lama dikenal sebagai salah satu lembaga jaminan yang sexing digunakan disamping hak tanggungan, hipotek dan gadai. Berbeda dengan hak jaminan lain yang telah memiliki dasar hukum tersendiri, awalnya jaminan fidusia hanya berdasarkan pada yurisprudensi, dan hanya tertuju pada objek jaminan berupa benda bergerak.
Yang menjadi persoalan berkaitan dengan jaminan fidusia adalah dasar hukum dan juga kepastian hukum bagi para pihak dalam menggunakan lembaga tersebut, antara lain mengenai proses lahir dan hapusnya jaminan fidusia, juga menyangkut objek jaminan fidusia itu sendiri, dalam hal ini apakah kepentingan masyarakat telah terakomodasi dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Untuk menelusuri hal tersebut di atas, tesis ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dan perbandingan terhadap pendapat dari beberapa pakar hukum. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, lembaga jaminan ini telah memiliki dasar hukum tertulis. Dalam undang-undang tersebut terdapat penegasan adanya sifat hak kebendaan yakni adanya asas droll de suite yang berarti bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, juga asas droit de preference, yang berarti kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya.
Undang-Undang Jaminan Fidusia telah memberikan suatu kepastian hukum bagi masyarakat dan dalam pasal-pasalnya telah mengatur secara sistematis masalah proses lahir hingga hapusnya jaminan fidusia, disamping itu, telah memberikan batasan tentang objek dari jaminan fidusia itu sendiri, yang lebih luas daripada yang selama ini dikenal lewat yurisprudensi, yakni tidak hanya terbatas pada benda bergerak saja, melainkan juga mencakup benda tetap."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leila Gentjana
"Perbankan sebagai lembaga yang mempunyai fungsi dan berperan sebagai sarana memobilisasi dana masyarakat dan menyalurkannya untuk pembiayaan yang produktif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman. Dalam memberikan pinjaman tersebut mempunyai resiko yang besar bagi bank apabila debitur cidera janji. Untuk menghindari risiko tersebut dalam pemberian kredit, bank meminta jaminan dari debitur untuk pelunasan piutang berupa jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok berupa proyek yang dibiayai oleh kredit tersebut, sedangkan jaminan tambahan dapat berupa kebendaan atau jaminan perorangan, dalam hal ini biasanya bank memilih jaminan kebendaan untuk pelunasan hutang debitur. Objek jaminan tambahan yang banyak digunakan oleh bank adalah piutang karena bernilai ekonomis dan bisa dialihkan. Piutang ini dapat dibebankan dengan jaminan gadai, cessie dan jaminan fidusia. Piutang yang dapat dibebankan jaminan fidusia serta kedudukan pemilik piutang pada jaminan fidusia berkaitan dengan penyerahan secara constitutum possessorium.
Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan menganalisis bahan-bahan pustaka bidang hukum dan perundang-undangan. Pada dasarnya semua jenis piutang dapat dibebankan dengan jaminan fidusia, namun piutang atas nama yang sering dibebankan dengan jaminan fidusia yang timbul dalam kegiatan perdagangan karena penyerahannya dilaksanakan dengan constitutum possesorium. Kedudukan pemilik piutang pada jaminan fidusia adalah sebagai penerima kuasa dari bank untuk melakukan penagihan pada pihak ketiga dan menyerahkannya pada bank tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rurun Nur Cahyani
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S24657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Agustianto Sudrajad
"Jaminan fidusia merupakan jenis jaminan kebendaan yang muncul akibat perkembangan kebutuhan masyarakat sebagai akibat dari ketidakmampuan lembaga gadai untuk mengakomodasi kebutuhan. Lembaga gadai menuntut penguasaan benda jaminan oleh kreditur sedangkan benda tersebut dibutuhkan oleh debitur untuk melakukan usahanya. Oleh karena itulah lembaga fidusia yang berdasarkan kepercayaan ini semakin diminati dalam prakteknya. Semakin banyak debitur yang membutuhkan dana pinjaman dan kreditur juga menuntut adanya jaminan yang pasti dan fleksibel bagi debitur. Jaminan fidusia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999, merupakan perlindungan bagi para pihak khususnya kreditur pemberi pinjaman sebagai penerima fidusia. Akan tetapi undang-undang tidak menjelaskan secara detail hal-hal yang perlu dicantumkan sebagai klausula perjanjian fidusia sehingga kreditur penerima fidusia terlindungi hak-haknya. Perjanjian fidusia tunduk pada ketentuan umum tentang perjanjian dalam KUHPerdata oleh karena itu berlaku pula asas kebebasan berkontrak. Hal ini menyediakan kesempatan bagi pihak kreditur untuk merumuskan klausula yang dapat melindungi haknya secara menyeluruh dan wajib melakukan pendaftaran atas akta tersebut sehingga kreditur dilindungi oleh hukum sebagai kreditur preferen. Salah satu obyek jaminan fidusia adalah kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua, merupakan benda bergerak yang terdaftar. Ada kalanya, debitur memberikan jaminan berupa kendaraan bermotor namun belum atas nama debitur itu sendiri, hal ini sering kali menyebabkan keraguan dari pihak kreditur. Oleh karena itu, harus dikaji secara teoritis dan yuridis mengenai hal ini demi kepastian hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan studi dokumen data sekunder berupa bukubuku teoritis dan undang-undang dengan harapan menghasilkan sifat penulisan yang deskriptif-preskriptif."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S21379
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fachru Riansyah
"Berdasarkan sejarah perkembangan lembaga Jaminan Fidusia, konstruksi penyerahan hak milik secara Constitutum Possessorium diadakan untuk memenuhi kebutuhan akan praktik penjaminan benda bergerak, di mana benda jaminan tetap ada dalam kekuasaan pemberi Jaminan Fidusia, karena dibutuhkan untuk kegiatan usaha pemberi Jaminan Fidusia. Lembaga Fidusia ini, dalam perkembangannya kemudian muncul sebagai lembaga jaminan yang juga berlaku bagi benda tidak bergerak. Pembebanan dan pendaftaran obyek Jaminan Fidusia menurut Undang-undang Nomor 42 Tabun 1999 tentang Jaminan Fidusia, studi di PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk, secara teoritis menimbulkan permasalahan dalam praktik. Beranjak dari hal itu, dipandang perlu dilakukan penelitian terutama berkenaan dengan upaya bank atas penolakan pendaftaran obyek Jaminan Fidusia, upaya bank atas penolakan roya sertifikat Jaminan Fidusia, serta tanggung jawab hukum pemberi Fidusia atas penjualan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris, mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lain serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktik. Kemudian pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan informan, yang didasarkan pada suatu sistem atau daftar pertanyaan yang berstruktur yaitu mempergunakan pertanyaan yang terbuka. Terakhir analisis terhadap data yang diperoleh kerudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya menghasilkan data berbentuk evaluatif-analisis.
Hasil penelitian mengungkapkan, bangunan di atas tanah Hak Milik orang lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia, roya sertipikat Jaminan Fidusia dilakukan dengan pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh pihak bank, serta kewajiban pemberi Fidusia menyerahkan benda jaminan yang difidusiakan. Untuk mewujudkan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, disarankan adanya sosialisasi mengenai rang lingkup obyek Jaminan Fidusia, permohonan roya sertipikat Jaminan Fidusia dapat dijadikan klausul dalam akta Fidusia, serta monitoring secara teratur oleh kreditur dan laporan tiap waktu atas benda jaminan dari pemberi Fidusia dan persetujuan tertulis dari kreditur tentunya dapat dijadikan klausul dalam akta Fidusia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Willing Learned
"Peranan Lembaga pembiayaan sangat dibutuhkan sebagai sarana penyediaan dana bagi masyarakat dalam rangka menunjang pembanguan ekonomi. Leasing sebagai salah satu bidang usaha perusahaan pembiayaan selama ini mendasarkan pada perjanjian lesing. Dalam Leasing terdapat perjanjian yang dibentuk oleh para pihak yaitu pihak Lessor di satu sisi dan pihak Lessee di sisi lainnya sesuai asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1). Dalam perjanjian leasing itu telah ditegaskan hak dan kewajiban para pihak termasuk dalam hal kemungkinan terjadi masalah yang terkait dengan isi perjanjian. Untuk menjamin kelancaran dan ketertiban pembayaran uang sewa, serta untuk mencegah timbulnya kerugian bagi pihak Lessor, umumnya seperti lembaga pembiayaan yang lain seperti bank pihak Lessor akan meminta jaminan dari pihak Lessee. Jaminan itu dapat berupa jaminan Fidusia, sebab dengan adanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maka tersedia upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak Lessor bila Lessee melakukan tindakan wanprestasi. Dalam Undang-Undang ini, perjanjian pokok yang dibebani Jaminan Fidusai wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia untuk diterbitkan Sertipikat Jaminan Fidusia, sehingga dengan sertipikat tersebut pihak Lessor dapat melakukan parate eksekusi atas barang jaminan milik Lessee. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah dengan diterapkannya Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi Lessor serta dapat menjamin kesinambungan usaha perusahaan pembiayaan umumnya dan perusahaan leasing khususnya yang pada gilirannya akan membantu pemulihan ekonomi Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia
"Setelah diundangkannya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang disebut juga undang-undang fidusia, dalam praktik; masih terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya. Permasalahan tersebut disebabkan antara lain adanya perbedaan dalanl menafsirkan ketentuan undang-undang fidusia. Permasalahan sebagaimana yang dialami oleh Notaris X yaitu dalam menentukan jenis akta jaminan fidusia yang harus dibuat guna menjamin piutang baru dengan adanya penerima fidusia baru. Apabila dibuat akta jaminan fidusia baru, hal inig menimbulkan keberatan dari para kreditur yang telah menjadi penerima fidusia karena menyebabkan kekosongan jaminan. Sedangkan, Notaris X ragu-ragu mengenai dapat atau tidaknya dibuat akta perubahan jaminan fidusia menimbang akta pengakuan hutangnya dibuat beberapa waktu setelah dibuatnya akta jaminan fidusia pertama kali. Selain itu, di antara para pihak juga muncul perbedaan penafsiran mengenai keberadaan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan Cara Studi dokumen dan wawancara. Yang menjadi perjanjian pokok dan diikuti dengan jaminan fidusia adalah perjanjian awal di mana telah disepakati adanya pencairan dana di kemudian hari, dan bukan akta pengakuan hutangnya. Jadi, akta perubahan jaminan fidusia sebagai perjanjian accessoir dapat dibuat dalam rangka menjamin hutanq yang baru ada di kemudian hari tersebut. Akta perubahan jaminan fidusia tersebut selain ditandatangani oleh penerima fidusia baru, sebaiknya juga ditandatangani oleh penerima fidusia awal guna memberi kepastian bahwa penerima fidusia awal mengetahui dan menyetujui adanya kreditur yang turut menjadi penerima fidusia yang dijamin pelunasan piutangnya dengan jaminan fidusia yang sama. Hal ini penting karena Notaris selain bertugas untuk membuat akta sesuai kesepakatan para pihak, harus tetap berdasar pada hukum yang berlaku. Oleh karena itu, untuk menghindari berbagai permasalahan dalam pelaksanaan jaminan fidusia seperti yang dialami Notaris X maka perlu adanya pengaturan yang lebih jelas agar mampu memberi kepastian dan tidak memunqkinkan perbedaan penafsiran."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Arnold
"Penjaminan untuk pinjaman sudah layak dilakukan. Umumnya yang dijadikan jaminan atas pinjaman ini adalah benda-benda yang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan karena mempunyai nilai jual yang lebih tinggi disamping terhadap benda-benda tersebut peraturan tentang penjaminannya jelas. Perjanjian yang mengikat benda-benda tidak bergerak ini ditetapkan dengan adanya suatu Grosse Akta yang dibuat oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional. Adapun maksud dari Grosse Akta disini adalah suatu titel perjanjian yang dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional yang jaminannya adalah benda-benda tidak bergerak (sesuai dengan kesepakatan para pihak) yang apabila terjadi wanprestasi maka pihak yang mengikatkan diri dengan pemilik benda tidak bergerak tersebut dapat mengambil benda tidak bergerak tersebut menjadi miliknya tanpa menunggu adaitya suatu proses Peradilan, cukup dengan pendaftaran perjanjian tersebut dan memohon penetapan dari hakim kemudian Pengadilanlah yang akan melakukan eksekusi. Sedangkan untuk benda bergerak penggunaan Grosse Akta dalam perjanjian penjaminan masih kurang. Terhadap benda bergerak ini ada suatu perjanjian yang sering dikenal dan digunakan yaitu Fidusia. Fidusia berarti penjaminan dengan menggunakan benda bergerak (termasuk juga didalamnya benda tidak bergerak yang di dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek) dimana pemakaian benda bergerak yang dijadikan jaminan tersebut berada pada pihak yang memiliki benda bergerak tersebut. Karena penggunaan benda tersebut ada pada pemiliknya tidak pada pihak yang memberikan penjaman sekalipun, dalam hal ini, hak kepemilikan atas benda tersebut sudah berpindah kepada pihak yang memberikan pinjam maka saat eksekusi adalah saat yang sulit dibandingkan apabila dengan menggunakan Grosse Akta. yang memenuhi unsur-unsur peradilan yaitu murah dan cepat. Sekarang ini ada suatu Undang-undang yang akan mengatur Fidusia untuk benda-benda bergerak tersebut. Karenanya apabila disesuaikan dengan Undang-undang tersebut maka penggunaan Fidusia akan semakin terjamin keamanannya dengan adanya suatu Grosse Akta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21119
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>