Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92073 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Indrahti
"Perkembangan industri kerajinan ukir di Jepara tahun 1945 - 2001 memberikan pengaruh pada orientasi aktivitas ekonomi masyarakatnya. Terutama setelah terjadinya promosi pemasaran pada pesanan internasional pada sekitar periode tahun 1980-an. Industri kerajinan ukir telah menjadi mata pencaharian utama masyarakat Jepara meskipun pemanfaatan laharnya lebih banyak pada bidang pertanian. Kemampuan menampung angkatan kerja yang ada sebanding dengan semakin meningkatnya angka eksportir. Menandakan bahwa dari segi kuantitas tampak bahwa industri kerajinan ukir mengalami perkembangan yang pesat terutama setelah datangnya eksportir ke daerah produsen (Jepara). Upaya antisipasi perlu dilakukan rnenyangkut hak paten, ketersediaan bahan-bahan dasar untuk produksi, keterampilan tenaga kerja serta jaringan pemasaran yang memadai.
Pendekatan historis pada penelitian ini digunakan untuk memahami perkembangan industri kerajinan seni ukir Jepara tahun 1945 - 2001. pendekatan historis ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang berbagai kondisi yang melatarbelakangi proses perkembangan itu sendiri, serta dampak dari perkembangan bagi masyarakat pendukungnya secara khsus dan umum.
Pada periode tahun 1945 - 1979, perkembangan kerajinan ukir masih dalam lingkup lokal, terutama untuk memenuhi permintaan pasaran dalam negeri. Hal ini disebabkan keterbatasan modal, promosi serta jaringan pema saran. Wilayah kecamatan yang ada di kabupalen Jepara, hanya tiga kecamatan yaitu Tahunan, Jepara dan Batealit yang menjadi aktivitas kerajinan ukir.
Ketiga kecamatan tersebut menjadi tempat memproduksi kerajinan ukir sekaligus memasarkannya. Pada tahun 1980 - 1990 terjadi pertambahan wilayah produksi yang hampir merata pada seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Jepara. Perkembangan ini juga ditandai dengan semakin berperannya eksportir dan PMA. Lonjakan perkembangan sangat cepat pada periode tahun 1991 - 2001, terutama akibat krisis moneter. Peningkatan jumlah eksportir dan PMA diikuti dengan peningkatan jumlah volume dan nilai ekspor. Keberhasilan ini berpengaruh dalam nilai total ekspor di Jawa Tengah.
Upaya menumbuhkan mitra kerja antara PMA dan pengusaha lokal di lakukan oleh pemda dan masyarakat, dengan strategi, PMA yang melakukan aktivitas produksi di Jepara harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Pengusaha lokal meningkatkan sikap yang lebih aktif untuk mengambil peluang-peluang yang ada terutama alih teknologi, promosi dan pema saran Dari segi modal, keterampilan, teknologi serta desain maka dapat dikatakan bahwa PMA mempunyai keunggulan dibanding dengan pengusaha lokal. Di sisi lain pengusaha lokal juga menguasai keterampilan di bidang pengembangan keterampilan ukir. Kedua kelebihan tersebut apabila dipadukan, maka dapat menghasilkan mitra usaha yang baik.

The development of carving industry in Jepara 1945 - 2001 influenced the orientation of economic activities of the local society. Especially, after marketing promotion, international orders increased in 1980-s period. Carving industry had been the main work of Jepara society although agriculture used more lands. The capacity of receiving workers was in line with the increase of export rate. Quantitatively, it seemed that carving industry developed rapidly especially after the exporters had come to the producers' area, Jepara. To anticipate the development, it is necessary to handle copyrights, raw material supplies, workers' skill, and marketing networks.
Historical method used in this research is to understand the development of carving art in Jepara 1945 - 2001. By using this method it is expected to give a comprehensive understanding on several conditions that had been the background of the development process itself, and the impact of the development on the supporting society in part and in general.
In 1945 - 1979 periods, the development of carving industry was still in the local scope, especially to fulfill domestic orders. It was caused by the limited capital, promotion and marketing network. The carving activities in Jepara Regency were held only in three sub-districts -Tahunan, Jepara and Batealit.
In 1980 - 1990 periods, the production areas extended to all sub-districts of Jepara Regency. It was also signed by the participation of exporters and foreign investments. The development increased rapidly in 1991 - 2001 because of monetary crisis. The quantitative increase of exporters and foreign investments implicated to the quantitative increase of export volumes and values. This success influenced on the total export values in Central Java.
In order to develop join venture between foreign investment and local businessmen was done by the local govemment and society. E.g., the foreign investors who hold production activities in Jepara should obey the given rules. The local businessmen should increase their business manner more actively to take opportunities such as technology, promotion, and marketing. In dealing with captal, skill, technology, and design, it could be concluded that the foreign investors had more superior qualities than those of local businessmen did. On the other hand, the local businessmen had good skills of carving. lf both of the excellent qualities unite, they will be a good join venture."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T3095
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dono Karmadi
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1985
730 AGU s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Eko Punto Hendro G.
"ABSTRAK
Tesis ini akan membicarakan mengenai kegiatan industri tenun ikat sebagai suatu bentuk adaptasi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat Troso. Karena itu apa yang dibahas dalam tesis ini merupakan sebuah upaya dalam rangka mempelajari untuk dapat memahami latar belakang, proses-proses yang terjadi serta seluk beluk kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Troso tersebut. Faktor eksternal yang bersumber dari lingkungan fisik maupun sosialnya merupakan faktor yang mempengaruhi proses tumbuh dan bertahannya industri ini di desa Troso, di samping faktor internal yang bersumber dari sistem hubungan sosial yang berlaku di desa cukup penting peranannya. Semua merupakan bagian yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Adaptasi ekonomi dapat dipandang sebagai suatu upaya masyarakat dalam rangka mengembangkan dan mempertahankan sistem perekonomiannya. Melalui kegiatan bertenun ikat tersebut, adaptasi ekonomi yang dilakukan masyarakat Troso dapat dipandang sebagai upaya yang dilakukan masyarakat Troso dalam rangka mengembangkan dan mempertahankan kegiatan ini sebagai bentuk mata pencahariannya. Berbagai faktor telah menyebabkan tumbuh kembangnya kegiatan ini di desa Troso. Namun upaya masyarakat tersebut kini semakin terlihat dengan semakin terikatnya kegiatan ini dengan situasi pasar yang lebih luas. Hal ini menandai keterbukaan masyarakat yang lebih besar terhadap situasi perdagangan bebas, artinya bahwa masuknya unsur-unsur eksternal tersebut telah mewarnai sistem perekonomiannya menjadi semakin kompleks. Pada dasarnya sistem perekonomian masyarakat di pedesaan senantiasa akan terkait dengan sistem hubungan sosial yang berlaku, artinya ruang geraknya akan dibatasi oleh unsur internal tersebut. Karena itu keputusan-keputusan masyarakat menyesuaikan diri terhadap faktor eksternal dapat dipandang sebagai suatu bentuk mekanisme perubahan. Dalam hal ini unsur-unsur internalnya tidak dapat sepenuhnya terlepas, namun diwarnai oleh unsur-unsur eksternal telah menyebabkan munculnya bentuk sistem perekonomian yang semakin kompleks."
Lengkap +
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Sumartono
"ABSTRAK
Berawal dari suatu kondisi masyarakat desa dengan latar belakang kehidupan pertanian yang sederhana, masyarakat Desa Sukodono, Jepara, Propinsi Jawa tengah, berkembang menjadi kelompok masyarakat pengrajin seni kerajinan meubel ukir kayu yang handal. Dalam tesis ini hendak dijawab pertanyaan, berkaitan dengan pernyataan di atas, yaitu: Mengapa mereka memilih usaha di bidang seni kerajinan ukir kayu sebagai mata pencaharian pokoknya; bagaimana potensi mereka sehingga mampu mengembangkan kreativitasnya di bidang itu; bagaimana kaitannya dengan sumber daya lingkungan yang ada dan dapat dimanfaatkannya; bagaimana bentuk desain-desain ukir yang diciptakannya, dan; bagaimana fungsi seni kerajinan ukir kayu itu dalam kehidupan mereka sehari-hari?
Untuk mengkerangkai penjelasan terhadap data dan informasi yang dikumpulkan digunakan konsep kebudayaan, kesenian, kreativitas dan kreativogenik seni, serta desain dalam seni ukir. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, khususnya metode etnografis. Sasaran penelitian mengacu kedua arah yaitu kehidupan para perajin seni kerajinan ukir kayu di Desa Sukodono dan desain ukir yang diciptakannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pengrajin Desa Sukodono mengawali usahanya sebagai buruh serabutan, tukang kayu atau tukang ukir di industri-industri kerajinan meubel ukir kayu di wilayah kota Jepara. Akan tetapi, karena pada tahun 1965 sampai tahun 1972 mengalami persaingan yang ketat untuk memperoleh peluang pekerjaan tersebut di wilayah kota Jepara, mereka mengambil alternatif untuk pergi merantau ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya untuk bekerja di bidang yang sama di perusahaan industri meubel besar di kota-kota besar tersebut.
Pengalaman pergi merantau di kota-kota besar merupakan pengalaman yang berharga, dan sekaligus menjadi modal besar, bagi masyarakat Desa Sukodono untuk mendirikan usaha industri kerajinan meubel ukir kayu di desanya sendiri. Selanjutnya, industri kerajinan meubel ukir kayu di Desa Sukodono berkembang pesat membentuk sistem jaringan pekerjaan yang dapat memberikan peluang kerja yang menguntungkan bagi warga masyarakat desa. Dengan demikian perekonomian masyarakat setempat pun ikut berkembang dengan baik.
Lingkungan alam yang ada cukup mendukung usaha di bidang kerajinan ukir kayu. Walaupun sekarang bahan alam sudah tidak semelimpah pada waktu.yang lampau, tetapi tampaknya kayu jati dan mahoni masih tetap dapat diperoleh dari wilayah sekitar Jepara, yang relatif kaya akan hutan kayu jati. Selain itu, faktor kesejarahan telah melekat dalam kesadaran orang-orang Sukodono yang merasa bahwa keahlian membuat ukiran kayu merupakan keahlian warisan dari nenek-moyangnya, yang secara khusus merupakan keahlian orang Jepara pada umumnya.
Desain ukir yang berkembang dan dirancang oleh para pengrain Desa Sukodono pada awalnya adalah desain khas Jepara. Namun, sekarang untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin meluas, mereka juga membuat berbagai desain dan corak tradisional berbagai daerah di Indonesia, bahkan corak Eropa, Cina, dan Jepang pun sudah mulai dibuatnya. Barang yang dihasilkan juga semakin beragam. Industri kerajinan ukir Jepara, khususnya Desa Sukodono, telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupari sehari-hari masyarakat Desa Sukodono. Industri kerajinan ukir fungsional bagi pemenuhan kebutuhan hidup mereka, baik secara ekonomi maupun estetis, dan fungsional pula bagi pemenuhan berbagai kebutuhan lainnya.
"
Lengkap +
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Patria
"Usaha industri tradisional telah menjadi perhatian nasional dan internasional dengan perkembangan wacana industri sustainability (berkelanjutan). Akan tetapi, dalam kenyataannya perkembangan usaha ini tidak selalu mengarah pada model usaha berkelanjutan yang lebih baik dari para pelaku yang ada di dalamnya. Riset ini menampilkan gambaran dilema livelihood pada industri tradisional furnitur Jepara – Indonesia. Fenomena khusus yang terjadi di Jepara adalah kemampuannya untuk bertahan dalam kompetisi dunia usaha modern, dan juga secara menakjubkan menggapai pasar furnitur global. Di lain hal, Jepara secara mayoritas tetap bertahan dengan metode produksi tradisional. Dalam perhatian ini, studi kualitatif phenomenology dilaksanakan di kota Jepara, Jawa Tengah – Indonesia. Studi dilakukan pada industri tradisional furnitur rumah tangga, dengan para pelaku usaha dan pekerja didalamnya yang terdiri dari 12 orang partisipan, dan terbagi dalam 4 kategori usaha. Investigasi dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam dengan teknik semi structured interview. Riset ini mendeskripsikan tekanan (pressure) lokal, regional dan internasional yang berakibat implikasi unsustainable yang cukup besar. Implikasi berkisar dari kurangnya campur tangan pemerintah, pendapatan yang tidak memadai, persaingan yang tidak sehat dengan sebagian perusahaan asing yang secara legal dan ilegal berdiri di Jepara, dan yang paling substansial adalah hilangnya karakter keterampilan seni ukir di Jepara sendiri. Industri furnitur ukir tradisional Jepara di satu sisi, memiliki warisan sejarah keterampilan budaya ukir, bersama dengan ribuan orang yang bergantung pada jenis mata pencaharian ini (livelihood), dan harus tetap bertahan baik dalam skala pasar lokal ataupun global. Pada akhirnya, industry furniture tradisional Jepara ini menerapkan model perkembangan industri “Low Road” untuk menahan pengaruh tekanan (pressure) lokal dan internasional, yang kemudian secara bertahap berubah, dan melakukan manuver strategis untuk menyesuaikan prosedur dan peraturan kebijakan yang ada guna mempertahankan mayoritas praktik informal dari para pelaku usaha, dan utamanya untuk mempertahankan mata pencaharian produksi furnitur tradisional yang sudah berlangsung secara turun temurun

Traditional industry sustainability has been the focus and interest of local and international study. However, current traditional industry developments may not always indicate better progressive sustainable achievements. This research presenting an epic rural traditional industry dilemma of livelihood, focusing at traditional industry Jepara – Indonesia. Distinct significance phenomenon at Indonesian - Jepara traditional rural furniture industry is in its ability to survive current modern business competition while remarkably prosper for global furniture market. Meanwhile, this industry and its people have been largely remains with traditional method of production. In concern to this, a qualitative phenomenology study had been conducted at Jepara city, Central Java- Indonesia, in a range of home-based furniture, adjoining with business owners and workers involved. A total of 12 participants and 4 main categories of business are investigated. This research deployed in-depth interview using a semi-structured interview. The study depicting pressure of local, regional and international which further result major unsustainable implications. Implications span from the absence of government assistance, income insufficiencies, unfair rivalries with partial foreign firms legally and illegally stands at Jepara, and in most substantial is the loss of carving craftmanship skills character within. The pressures at Jepara is related to the main feature of historical carving craftmanship inheritance, which determined to many thousands of livelihood reliance people contained. This rural furniture cluster industry is obviously needed to sustain both domestically and internationally, despite this research reveals many problems and implications. Eventually, Jepara furniture industry people have to undertake "low road" survival to withstand pressures, and at the same time transform and maneuvering current international rules and regulations on timber trade products. Inevitably, Jepara small furniture firms need to operate informally, in order to continue their cultural industry legacy which formerly passed for many generations."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mudjahirin Thohir
"ABSTRAK
Desa Sukodono, Jepara (87 km sebelah timur laut kota Semarang) luas wilayahnya 182 ha. Tahun 1990, berpenduduk 3879 jiwa, dengan kepadatan rata-rata per km2 2131 jiwa.
Sebagai daerah pesisir, masyarakat desa Sukodono ini bersikap terbuka, dalam bertutur kata nampak kasar, serta memiliki etos kerja yang tinggi. Sedang dalam hal religi (kepercayaan), masyarakat desa ini lebih cocok sebagai masyarakat Kejawen. Jenis agama yang dipilih, menunjukkan keragaman, yaitu sebagian Islam, Kristen, dan sebagian Budha, di samping masih banyak yang menjadi penganut kepercayaan lokal (agami Kodono).
Masyarakat yang berciri demikian ini, mata pencahariannya secara umum bergerak di bidang industri kerajinan mebel ukir, baik sebagai pengrajin, pengusaha, maupun sebagai tukang.
Industri kerajinan ukir yang diusahakannya itu, mengalami perkembangan pesat mulai sekitar awal tahun 1980-an, yaitu sejak barang-barang mebel ukir dijadikan salah satu komoditi ekspor ke luar negeri.
Kegiatan ekonomi pengrajin desa ini memiliki hubung-kait dengan sistem sosio-budayanya. Oleh karena itu, untuk memahami seberapa jauh peranan wong pinter dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi masyarakat ini, diperlukan data-data etnografis, data-data yang berkaitan langsung dengan industri kerajinan, serta data-data tentang wong pinter menyangkut pandangan hidup dan kontribusinya terhadap pengrajin.
Setelah sekitar setengah tahun penulis melakukan studi lapangan, dapat dijelaskan temuan-temuan berikut:
1. Ketrampilan membuat perabot rumahtangga dari bahan kayu sudah dijadikan identitas masyarakat Jepara. Pengakuan ini bisa bersumber dari cerita rakyat setempat,dan dari kenyataan empiris yaitu banyaknya usaha mebelair yang dikembangkan oleh orang-orang Jepara.
2. Dalam rangka pengembangan usaha tersebut, rata-rata pengrajin setempat, membutuhkan bantuan yang bersifat spiritual dari wong pinter seperti pengujub kyai dan dukun. Bantuan yang diminta dari mereka bersifat berjenjang, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dan tuntutan yang dikehandaki .
3. Untuk menjalankan perannya itu, pengujub umumnya memberi sarana berupa penentuan waktu yang dianggap paling cocok untuk memulai membuka usaha serta memimpin upacara Selamatan Rasulan; para kyai memberi sarana berupa doa, rajah dan semisalnya; dan dukun memberikan sarana-sarana yang beragam menurut keahlian dukun sendiri atau atas permintaan kliennya.
4. Bantuan spiritual dari wong pinter seperti itu, penilaiannya tidak selalu diukur dari peningkatan ekonomi. Keberhasilan dalam kegiatan ekonomi perseorangan, banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti motivasi, modal, dan ketrampilan, baik dalam aspek teknologis, manajerial, sampai pemasaran. Padahal ciri-ciri umum pengrajin industri di desa Sukodono ini, justru faktor-faktor penentu itu yang masih lemah.
Oleh karena itu, pemerintah daerah seharusnya secara moral merasa terpanggil untuk ikut membantu pengembangan kegiatan ekonomi mereka secara lebih konkrit.
"
Lengkap +
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Subiyantoro
"ABSTRAK
Seni ukir adalah aset bangsa, bukan hanya dari segi budaya tetapi juga dari aspek sosial ekonomi, Sehingga harus dilestarikan bahkan dikembangkan untuk memperoleh peningkatan kesejahteraan masyarakat dan derajat kehormatan bangsa, sebagaimana yang diamanatkan pasal 32 UU 1945. Untuk mewujudkan amanat tersebut sangat berkaitan dengan kegiatan enkulturasi, yang memerlukan, pewaris-pewaris kreatif yang mampu meneruskan pengetahuan-pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap serta nilai-nilai seni ukir kepada generasi berikutnya secara berkesinambungan. Apalagi pada masa-masa seperti sekarang ini, laju modernisasi telah menuntut pergeseran nilai-nilai kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Masalah penelitian yang dikaji adalah bagaimana proses enkulturasi seni ukir berlangsung, meliputi: unsur-unsur maupun proses-proses dan cara-cara serta pola-pola enkuturasi (pembudayan) dari generasi ke generasi terhadap berbagai sarana atau instisirsi sosial yang terkait satu sama lain dalam kerangka kebudayaan masyarakat setempat.
Penulisan ini bersifat deskripstif dan analisis. Model penjelasan mengacu pada konsep enkulturasi (Herkovits, 1964: 325; Theodorson, 1979: 131; Seymour, 1992: 92-93) kerangka proses enkulturasi konsep Fortes (dikutip Koentjaraningrat, 1990: 229-231) dan teori pola enkulturasi ((Devault, 1971: 315; Baumrind,1963: 479; Jaeger, 1977: 96).
Penelitian bersifat kualitatif, dilakukan dengan field voile research, menggunakan metode survey, pengamalan dan pengamatan terlibat (participant observation) serta wawancara mendalam (indepfh interview) terutama dalam menghimpun individual life history.
Hasil studi menunjukkan bahwa
1. Hal-hal yang melatarbelakangi proses enkulturasi nilai seni ukir berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi, telah didasari oleh motif ekonomi dan kesadaran sosial terutama para pewaris (pihak pembudaya) yang dilandasi oleh faktor historis masyarakat setempat (budaya).
2. Sarana proses berlangsungnya enkulturasi dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan. Golongan pertama adalah proses enkulturasi yang bersifat langsung (eksplisit) dan golongan kedua adalah proses enkulturasi yang bersifat tidak langsung (implisit). Sarana proses enkulturasi yang bersifat langsung terjadi di sekolah dan di tempat magang seni ukir. Samua proses enkulturasi yang bersifat tidak langsung terjadi melalui: institusi keluarga, kelompok sebaya atau peer group, tempat pekerjaan, lembaga agama seperti masjid, dan media massa.
3. Sistem magang merupakan sarana proses berlangsungnya enkulturasi secara langsung dan efektif yang membentuk pribadi perajin seni ukir, Nilai-nilai seni ukir yang dienkulturasikan pada instltusi ini ada empat, yakni nilai keindahan, nilai teknik dan nilai kegunaan yang dilandasi oleh nilai ekonomi. Proses enkulturasi melibatkan dua peran, pertama peran orang yang belajar yaitu melalui tahapan: meniru [mitas), identifikasi, internalisasi dan eksternalisasi; kedua peran pendidik ukir sebagai, pembimbing yang memberikan: instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman. Cara enkulturasi melibatkan anak langsung ke dalam kegiatan praktek sehari-hari di tempat magang, baik sistem magang model ginaon maupun model ngenek,
4. Keseluruhan dalam proses mengenkulturasikan nilai-nilai, pengetahuan, ketrampilan maupun sikap dalam proses pembudayaan seni ukir, pola yang diterapkan adalah bervariasi dan cenderung berbeda pada setiap model sistem magang. Pola enkulturasi merupakan perpaduan, dan bukannya menggambarkan pada satu pola tertentu. Pola-pola tersebut adalah: (1) pola otoriter demokratis, (2) pola otoriter-dominan demokratis (3) pola demokratis. Pola yang diterapkan pada pewaris generasi terdahulu dengan pola enkulturasi yang diterapkan pada generasi sekarang telah mengalami perubahan, yakni dari pola yang semula demokratis bergeser ke pola perpaduan antara otoriter demokratis, hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang merupakan motif dominan mereka di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan melalui seni ukir sebagai medianya."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haeranah Ahmad
"ABSTRAK
Konsentrasi PM2,5 di udara dapat mempengaruhi kesehatan apabila terhirup oleh
manusia karena akan terdeposit ke dalam alveoli yang akan menimbulkan reaksi
radang yang mengakibatkan daya kembang paru menjadi terbatas dan
menurunkan fungsi paru pada manusia. Pekerja yang bekerja di industri kerajinan
batu ukir mempunyai risiko tinggi terpajan oleh PM2,5 yang dihasilkan dari proses
pemotongan, pembentukan dan penghalusan menggunakan gerinda. Penelitian ini
bertujuan mengetahui hubungan pajanan debu PM2,5 terhadap gangguan fungsi
paru pada pekerja dengan desain studi cross sectional yang dilakukan pada
seluruh pekerja industri kerajinan batu ukir yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi di desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap
sebanyak 100 orang. Pemeriksaan faal paru menggunakan spirometri sedangkan
pengukuran konsentrasi PM2,5 di ruang kerja menggunakan Haz dust EPAM 5000.
Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil analisis
menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2,5 dengan
gangguan fungsi paru (4,17 ;1,68- 10,38). Faktor lain yang mempengaruhi adalah
masa kerja (2,41; 1,05-5,52) dan kecepatan angin (4,77 ;1,93-11,77). Pada analisis
multivariat menunjukkan bahwa pekerja yang bekerja pada lingkungan kerja
dengan konsentrasi PM2,5 yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,86 kali
menderita gangguan fungsi paru setelah dikontrol dengan variabel kecepatan
angin, kelembaban, suhu, masa kerja dan penggunaan APD. Penelitian ini
menyimpulkan didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pajanan debu batu
dengan gangguan fungsi paru. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian
terhadap pajanan debu batu dan hasil penelitian ini diharapkan dapat
dipergunakan sebagai acuan pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan
pada pekerja serta pelaksanaan monitoring lingkungan kerja serta surveilans
kesehatan kerja.

ABSTRACT
PM2,5 concentration on the air can affect health when inhaled by human. It will be
deposited in the alveoli that could inflict an inflammatory reaction that cause
reduce lung volume and decreasing the lung function in human. Workers who
work in stone carving craft industry had a high risk of PM2,5 exposure that resulted
from the process of cutting, forming and refining by using grinder. This cross
sectional study purposed to assess the relationship between exposure of PM2,5 dust
and impaired lung function among 100 workers who had fulfilled the inclusion
and exclusion criteria in the Allakuang village, Maritengngae subdistrict, Sidrap
District, South Sulawesi Province. Lung function was assessed by spirometry.
PM2,5 concentration in the workspace was assessed by Haz dust EPAM 5000.
Logistic regression analysis was carried out and showed a significant correlation
between the PM2,5 concentration with impaired lung function (4,2; 1,68- 10.38).
Another determinant factor was the work duration (2.4; 1,05-5,52) and wind speed
(4,8; 1.93-11.77). Multivariate analysis showed that worker who work on the
work space with high concentration of PM2,5 tend to have 6.86 times higher risk of
suffering from impaired lung function after adjusted by wind speed, humidity,
temperature, work duration and using PPE (Personal protective equipment). There
was significant association between the level of dust exposure with impaired lung
function. Hence, it is necessary to control the dust exposure.The finding of this
study could be used as a consideration of health and safety programs
implementation among workers and monitoring the implementation of work space
and also the surveillance of occupational health."
Lengkap +
2016
T47074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>