Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170701 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochamad Rachmat
"Krisis ekonomi yang berkepanjangan membawa dampak negatif pada
berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti meningkatnya jumlah anak yang
mendeiita gizi bumk. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan terhadap
timbulnya masalah gizi bumk adalah anaI<~anak terlantar. Lembaga sosial yang
menangani anak-anak terlantar tefsebut adalah PSAA (panti sosial asuhan anak).
Sebagai Iembaga sosial yang menangani anak-anak terlantar, PSAA scnantiasa
bcmpaya membina anak-anak asuhnya agar menjadi generasi sehal. Unmk membina
anak-anak asuh yang sehat salah satu faktor yang diperlukan adalah penyediaan
makanan yang dapat memenuhi keculcupan gizi seirnbang. Dengan texjadinya krisis
ekonomi, ditengarai PSAA mengaiami penurunan pelayanan, khususnya di dalam
penyediaan makanan_
Dalam rangka mengetahui keadaan gizi anak-anak asuh di PSAA dilakukan
penelitian status gizi dan konsumsi makanan di sejumlah lembaga PSAA di DK1
Jakarta dan Tangerang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
anlara konsumsi energi dan status gizi serta faktor-taktor lain yang terkait pada anak
umur 6-18 mhun di PSAA se-wilayah DKI Jakarta dan Tangerang pada tahun 1999.
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder hasil survai penilaian status
gizi dan konsumsi makanan pada sejumlah lembaga PSAA di wilayah DKI Jakarta
dan Tangerang yang dilakukan oleh Subdirektorat Bina Gizi di Institusi Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Deparlemen Kesehatan Republik Indonesia.
Rancangan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah rancangan 'cross
sectional" yang melibatkan 308 orang responden yang berasal dad 48 PSAA Sebagai
variabel terikat adalah status gizi yang ditentukan berdasarkan indeks TB/U dan
indeks BB/U menggunakan "Z~scorc". Sedangkan variabel bebas yang ingin dipclajari kaitannya dengan status gizi adalahz status konsumsi energi, status
konsumsi protein, status konsumsi zat besi (Fc), lama tinggal anak di PSAA, umur_
dan jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berstatus gizi tergolong
KEP berdasarkan indeks TBIU sebcsar 49,7% dan berdasarkzm indeks BB/U sebesar
32,8%. Sebagian besar responden tergolong berstatus konsumsi kritis, baik konsumsi
encrgi, konsurnsi protein, maupun konsumsi zat best (Fc) yakni masing-masing
Sebesar 54,5%, 62,0% dan 68,2%.
Terdapat hubungan signifikan antara vmiabel Status konsumsi cnergi dan
status gizi dengan angka OR sebesar 1,7 (p=0,000l; 95%CI: 1,2--2,2) pada indeks
TB/U aan OR sebesar 2,2 (p=0,0067; 95%C1: 1,2--3,s) pada indeks BB/U.
Berdasarkan indeks BB/U kemungkinan responden yang telah tinggal di
PSAA selama 2 36 bulan untuk ter!-cena KEP sebesar 0,59 kali (p=0,0325; 95%CI:
0,36--0,95) dibandingkan dengan mercka yang tinggal di PSAA < 36 bulan.
Rjsiko rcsponden perempuan untuk menderita KEP sebesar 0,59 kali
(p=0,0230; 95%CI: 0.3 s-41.93 ) pada indeks Tnfu am 0,42 kati (p=0,000S; 9s%c1;
0.25--0.68 ) pada indeks BB/U dibandingkan dengan responden laki-laki.
Dari hasil analisis regresi ganda logistik terhadap variabel tedkat status gizi
berdasarkan indeks TB/U diperoleh model persamaan regesi sebagai berilcut:
Ln p/1-p; -0.4482 + 0.9090 (status konsumsi energi) + 0.3129 (status konsumsi
protein) - 0.7004 (un1ur)- 0.4208 (jenis kelamin). . '
Sedangkan berdasarkan indeks BB/U model persamaan regresi yang diperolch
adalah sebagai berikut:
Ln p/I-pg -0.9249 + 0.9116 (status konsumsi enefgi) + 0.5611 (status konsumsi
protein) - 0.6561 (lama Linggal di PSAA) - 0.8256 (ienis kelamin) - 0.3110 (umur).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh disarankan agar pihak yang
terkait dengan PSAA dapat memberi perhatian lebih agar PSAA dapat meningkatkan
kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan bagi anak asuhnya. Masih diperlukan
penelitian serupa terhadap populasi di komunitas yang meliputi lebih banyak lagi
variabel bebas sehingga didapatkan gambaran yang sesungguhnya di masyarakat.

Abstract
A long term of the economic crisis effect to the negative impact of social life
aspects, such as the increment of under nutrition problem. One of the hirnerable
group of under nutrition are the neglected children-
Orphanage is a social institution which responsible to neglected children. This
institution have to raised , guide and caring the children become a healthy generation.
Providing a balance (nutrition) diet as an imponant fitctor to meet the requirement of
growth phase of each child.
In line with the economic crisis, we assume that there is a decreasing food
availability in the orphanage, named PSAA (panti sosial asuhan anak).
This study was conducted to investigate the nutritional status and food
consumption of children in the Jakarta and Tangerang orphanages.
The aim of the study is to examined the relationship between energy
consumption and nutritional status included its related factors of children 6 to 18
years of ages in Jakarta and Tangerang in 1999.
The study was analysed the secondary data from the survey of nutritional
status and food consumption at some PSAA which execute by Nutrition Board of
Indonesian Ministry of Health.
The design of this study was Cross sectional, 308 respondents were involved
from 48 PSAA_ Nutritional status as the dependent variable determined by height for
age and weight for age using Z-score. The independent variables which related to
nutritional status were: energy consumption status, protein consumption status, length
of stay in the orphanage, age, and gender.
The result of this study shows that the prevalence of protein energy
malnutrition (PEM) is 49.7% (height for age) and 32.8% (weight for age). Most of
the respondents are catagoties as critical consumption, included energy consumption,
protein consumption, and iron consumption was 54.5%, 62.0%, and 68.2%
respectedly. Significance relationship was found between energy consumption status and
nutritional status (OR= 1.7; at p-value=0.000l; 95%Cl: l_3-2.2) using height for age
indices and OR = 2.2 (p=0.0067; 95%Cl: 1_2--3.8) using weight for age indices.
Based on weight for age. the risks of respondent who stayed at orphanage for
36 months or more to become PEM was 0.59 times (p=0.0325; 95%CI: 0,36--0.95)
compared to them whose stayed less then 36 months in the orphanage.
The risks of female respondents to become PEM was 0.59 times (p=0.0230;
95%Cl:0.38-0.93) using height for age and 0.42 times (p=o.ooo5; 95%CI: 025--
O.68) using weight for age compared to male respondents.
The result of logistic multiple regression analysis to nutritional status as a
dependent variable using height for age was finding the regression model as follows:
Ln p/l-p : -0.4482 + 0.9090 (energy consumption status) + 0.3129 (protein
consumption status) - 0.7004 (age) - 0.4208 (gender). While based on weight for age,
the regression equation was: ln p/1-p: -0.9249 + 0.91 I6 (energy consumption status)
+ 0_5611 (protein consumption status) - O.656l (length of stayed in orphanage) -
0.8256 (gender) - 0.3110 (age).
Refers to the result of this study, we rocommand to every institution or non
goverment organization (NGO) which relate to orphanage could give their
participation, funding and guidance in order to increase the quantity and quality of
food consumed by the orphanage child.
This study recommend a further study in order to know the real condition of
this problem especially in others independent variables."
xviii, 105 pages: illustration; 28 cm + appendix: Universitas Indonesia, 2001
T6481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Dewi Permatasari
"Tumbuh kembang anak salah satunya ditentukan oleh asupan yang baik. Asupan yang baik berhubungan dengan praktik pemberian makan yang baik pula. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara praktik pemberian makan bayi dan anak pada ibu bekerja dengan status gizi balita usia 6-23 bulan di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan desain Cross sectional dengan menggunakan Cluster sampling. Populasi penelitian sebanyak 8772 dengan sampel sebanyak 223. Praktik pemberian makan diukur dengan panduan Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS dari Kemenkes RI, sementara status gizi diukur dengan perhitungan berat badan berdasarkan tinggi badan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar praktik pemberian makan tidak sesuai 97,3 dan status gizi normal pada balita 82,8 . Hasil analisis statistik menunjukan tidak terdapat hubungan signifikan antara praktik pemberian makan dengan status gizi pada balita usia p=0,710 . Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat faktor lain yang mempengaruhi status gizi serta perlu dilakukan analisis lebih jauh kembali.

Growth of child is determined by a good intake. A good intake is associated with good feeding practices. This study aims to determine the relationship between infant feeding practices and children in working mothers with nutritional status of children aged 6 23 months in Depok City. This study used cross sectional design and Cluster Sampling. The study population was 8772 with 223 selected samples. Feeding practices were measured by a guide Book of Integrated Management of Toddlers from Ministry of Health, while nutrition status was measured by calculation of weight for height Z score . The results showed that most of feeding practice was inappropriate 97.3 and most of children has normal nutrition status 82.5 . The result of statistical analysis showed no significant relationship between feeding practices with nutritional status in infants p 0.710 . The results of this study indicate that there are other factors that affect nutritional status and need to be analyzed further."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Pelangi
"Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang tertinggi di DKI Jakarta tahun 2017 terjadi di Kota Jakarta Timur yaitu 18,6% dari 14,5%. Wilayah dengan prevalensi gizi kurang tertinggi berada di Kecamatan Cakung, dan wilayah yang berpotensi tinggi mengalami gizi kurang adalah Kecamatan Pulogadung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan perilaku pemenuhan gizi usia baduta di Kecamatan Cakung dan Kecamatan Pulogadung, Kota Jakarta Timur. Metode penelitian adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional. Penelitian ini mengambil 132 responden yang dipilih menggunakan metode purposive sampling dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata perilaku pemenuhan gizi usia baduta adalah 70 (skala 100). Perilaku pemberian MPASI berdasarkan frekuensi makan pada usia 6-9 bulan adalah perilaku yang paling banyak sesuai (92,4%) dan perilaku pemberian ASI selama dua tahun adalah perilaku yang paling banyak tidak sesuai (51,5%). Berdasarkan uji multivariat diketahui bahwa determinan perilaku pemenuhan gizi usia baduta adalah pengetahuan, sikap, dan dukungan suami. Temuan penelitian sesuai dengan teori perilaku, yaitu jika tingkat pengetahuan tinggi, sikap positif, maka akan terjadi perilaku. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata pengetahuan adalah 85,83; nilai rata-rata sikap adalah 76,31; dan nilai rata-rata perilaku adalah 70. Secara khusus, perilaku penyerta pemenuhan gizi usia baduta adalah dukungan suami. Pada variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kepercayaan terhadap tradisi, dukungan tenaga kesehatan dan akses terhadap pangan tidak berhubungan dengan perilaku pemenuhan gizi usia baduta.

The highest prevalence of malnutrition in DKI Jakarta (2017) occured in East Jakarta City, which was 18,6% from 14,5%. The region with the highest prevalance is in Cakung Sub-district and the region with a high potential of experiencing malnutrtition is Pulogadung Sub-district. The purpose of this study was to determine the determinants of infant and young child nutrition fullfillment behavior in Cakung and Pulogadung Sub-Districts, East Jakarta City. The research method is quantitative with cross-sectional design. This study took 132 respondents selected using purpposive sampling method with data collection techniques using interviews. The results showed that the average value of infant and young child nutrition fullfillment behavior was 70 (scale 100). The behavior of complementary feeding based on eating frequency at the age of 6-9 months is the most appropriate behavior (92,4%) and the behavior of breastfeeding for two years is the most inappropiate behavior (51,5%). Based on the multivariate test, it is known that the determinants of infant and young child nutrition fullfillment behavior are knowledge, attitude and support from husband. The research findings are accordance with behavioral theory that is if the level of knowledge is high, the attitude is positive, then behavior will occur. This is indicated by the average value of knowledge is 85,83; the average attitude value is 76,31; and the average value of behavior is 70. Specifically, the behavior that accompanies the infant and young child nutrition fullfillment behavior is support from husband. In the variable of level of education, level of income, belief in tradition, support of health workers, and access to food are not related to infant and young child nutrition fullfillment behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milannisa Widia Alam
"Buruknya pemberian MP-ASI dalam hal kuantitas dan kualitas berdampak buruk pada kesehatan dan pertumbuhan anak-anak dan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak usia 6-23 bulan yang tidak sesuai tidak mencapai keragaman diet minimum (MDD), frekuensi makanan minimum (MMF), dan diet minimum yang dapat diterima (MAD). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional yang bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penentu yang terkait dengan pencapaian diet minimum yang dapat diterima untuk anak-anak berusia 6-23 tahun di Jakarta Pusat pada tahun 2019. Penelitian ini menghasilkan data primer dengan jumlah sampel 260 anak. diperlukan menggunakan teknik multistage random sampling dari 13 posyandu di 6 kelurahan dari 3 kecamatan di Jakarta Pusat. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian diet minimum yang dapat diterima pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat adalah sebesar 38,1%. Dalam hasil analisis bivariat menggunakan uji chi-square ditemukan bahwa hanya satu faktor yang terkait dengan pencapaian MAD, yaitu sikap ibu tentang praktik pemberian MP-ASI (OR = 1.912; 90% CI 1.142-3.292 ). Hasil analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda juga menemukan sikap ibu tentang praktik pemberian MP-ASI yang merupakan faktor penentu pencapaian MAD pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat pada tahun 2019 setelah dikendalikan oleh variabel pengetahuan ibu. tentang praktik pemberian MP-ASI, perawatan antenatal, paparan ibu ke media, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendapatan keluarga, dan ukuran keluarga. Saran untuk Sudinkes Jakarta Pusat untuk menemukan alat adalah dengan kebijakan yang disetujui dan program yang disetujui oleh MP-ASI sedini mungkin, serta menyediakan fasilitas pendidikan bagi ibu untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap mereka terkait dengan praktik pemberian MP -ASI. Saran untuk peneliti lain adalah bahwa penelitian perlu dilakukan pada skala yang lebih besar, dan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan validasi potongan MDD, MMF dan MAD dan berapa banyak makanan yang dapat dikategorikan terpenuhi dan dibantu dalam penarikan makanan setidaknya 2 kali dapat dibandingkan dengan asupan makanan anak-anak dengan AKG anak untuk tercermin dalam pola praktik MP-ASI.

Giving a poor provision of MP-ASI in terms of quantity and quality has a bad effect on the health and growth of children and increases the risk of morbidity and mortality. Breastfeeding complementary foods (MP-ASI) in children aged 6-23 months that are not appropriate do not achieve minimum dietary diversity (MDD), minimum food frequency (MMF), and minimum acceptable diet (MAD). This study was conducted using a cross sectional study design that aims to determine the determinants associated with the minimum acceptable dietary attainment for children aged 6-23 years in Central Jakarta in 2019. This study produced primary data with a total sample of 260 children. required using multistage random sampling techniques from 13 posyandu in 6 kelurahan from 3 sub-districts in Central Jakarta. Data collection is done by conducting interviews with respondents. The results showed that the minimum acceptable dietary achievements in children aged 6-23 months in Central Jakarta amounted to 38.1%. In the results of bivariate analysis using the chi-square test it was found that only one factor was related to the achievement of MAD, namely the mother's attitude about the practice of giving MP-ASI (OR = 1,912; 90% CI 1,142-3,292). The results of multivariate analysis using multiple logistic regression analysis also found maternal attitudes about the practice of giving MP-ASI which were the deciding factors of MAD achievement in children aged 6-23 months in Central Jakarta in 2019 after being controlled by the mother's knowledge variable about the practice of giving MP-ASI, antenatal care, maternal exposure to the media, mother's education level, family income level, and family size. Suggestions for Central Jakarta Sudinkes to find the tools are with policies that are approved and programs that are approved by MP-ASI as early as possible, as well as providing educational facilities for mothers to improve their knowledge and attitudes related to the practice of giving MP-ASI. Suggestions for other researchers are that research is needed to be carried out on a larger scale, and further research needs to be done with validation of MDD, MMF and MAD cut-offs and how many foods that can be categorized are fulfilled and assisted in withdrawing food at least 2 times can be compared to food intake children to the child's RDA to be reflected in the MP-ASI practice patterns."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Wandini
"Secara umum studi cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui status gizi dan praktik pemberian makan yang diterima oleh anak usia 0-59 bulan yang tinggal di panti asuhan di Jakarta. Penelitian dilakukan di tiga panti asuhan yang dikhususkan untuk menampung anak usia balita. Sebanyak 144 anak usia balita di panti dilibatkan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil studi, sebesar 21.9% anak termasuk dalam kategori gizi kurang, 35.2% pendek, dan 6,5% kurus. Hampir 90% anak yang kebutuhan protein dan vitamin A nya terpenuhi, namun lebih dari 90% anak yang kebutuhan zinc nya tidak terpenuhi. Pada kenyataannya, kandungan gizi pada makanan yang disajikan oleh panti pun tidak memenuhi kebutuhan anak untuk zinc.
Penelitian ini menemukan beberapa praktik pemberian makan yang tidak tepat seperti, tipe makanan dan respond pengasuh yang tidak tepat, juga praktik pemberian makan saat anak sakit dan dalam masa pemulihan. 71,5% anak menderita ISPA dan 22,2% menderita diare, sementara 18.8% anak menderita ISPA dan diare. Penelitian ini menemukan beberapa praktik yang tidak tepat seperti dalam hal penanganan makanan, penggunaan botol makanan (bottle feeding), tidak praktik cuci tangan yang tidak dilakukan oleh anak maupun pengasuh ketika menyajikan makanan atau menyuapi anak, serta beberapa hal lain yang dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi silang ataupun memudahkan terjadinya penyebaran penyakit menular.

In general, this cross sectional study aims to explore nutritional status and feeding practice received by orphanage children aged 0-59 months in Jakarta. This study was conducted in three orphanages that are specifically accomodate under five children. Totally, 144 under five children in the orphanages were included in this study. This study found, 21.9% of children were underweight, 35.2% were stunting, and 6.5% were wasting. Almost 90% children had adequate protein and vitamin A, but more than 90% of them had zinc inadequacy. In fact, nutrient content in the food served by orphanage was also not fulfilled child's requirement for zinc.
This study found inappropriate feeding practice received by children, i.e in appropriate food type, inappropriate respond from caregiver during feeding and improper feeding during illness and recovery. 71.5% of children were suffered from ARI, 22.2% suffered from diarrhea and 18.8% children suffered from ARI and diarrhea. This study found some inappropriate practice of food handling such as the use of bottle feeding, hand-washing which was not practiced by children or caregivers when serve food or feeding children, as well as some other things that could allow cross-contamination, or facilitate the spread of infectious diseases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31539
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Dina Amri
"Pelayanan gizi pada bayi dan balita tidak dapat dilaksanakan selama masa pandemi COVID-19 dengan adanya Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Angka kunjungan ke POSYANDU di empat wilayah kerja Puskesmas se-Kota Solok mengalami penurunan signifikan pada bulan April hingga bulan Mei tahun 2020. Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Pedoman Pelayanan Gizi pada Bayi dan Balita di Masa Tanggap Darurat COVID-19 pada tanggal 4 Mei 2020. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Pedoman Pelayanan Gizi pada Bayi dan Balita di Masa Tanggap Darurat COVID-19 di Wilayah Kerja Puskesmas se-Kota Solok dari perspektif kebijakan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan desain studi kasus pada bulan Mei sampai Agustus 2021 di wilayah kerja Puskesmas se-Kota Solok dan Dinas Kesehatan Kota Solok. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, telaah dokumen dan wawancara mendalam terhadap 11 informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal (Kebijakan Kepala Puskesmas, SDM, dana dan fasilitas) serta faktor eksternal (Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Solok dan kondisi-sosial ekonomi masyarakat) yang dimiliki oleh Puskesmas se-Kota Solok tidak sepenuhnya mendukung untuk pelaksanaan Pedoman Pelayanan Gizi pada Bayi dan Balita di Masa Tanggap Darurat COVID-19. Keadaan penduduk di wilayah kerja masing-masing Puskesmas yang masih banyak tidak memiliki smartphone dan tidak bisa akses media sosial menyebabkan konseling gizi secara daring tidak dapat dilaksanakan oleh Petugas Gizi. Kegiatan pelayanan gizi di POSYANDU tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik dikarenakan kurang memadainya sarana dan prasarana kesehatan. Kegiatan pelayanan gizi pada bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas se-Kota Solok pada masa tanggap darurat COVID-19 tidak dilaksanakan sepenuhnya sesuai Pedoman Pelayanan Gizi pada Bayi dan Balita di Masa Tanggap Darurat COVID-19. Kepala Puskesmas dan Petugas Gizi diharapkan bekerjasama dengan Tokoh Masyarakat (Ketua RT/RW), Kepala Kelurahan dan Pemerintah Daerah Kota Solok dalam meningkatkan swadaya masyarakat dengan cara mengadakan rapat lintas sektor dan memanfaatkan dana kelurahan untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di Posyandu berbasis gotong royong seperti yang telah diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Solok.

Nutrition services for infants and children under-five cannot be carried out during COVID-19 pandemic because of the Large-Scale Social Restriction Policy (Pembatasan Sosial Berskala Besar/PSBB). POSYANDU visit rate in the four working areas of Public Health Centers (Puskesmas) in Solok City showed significant decrease from April to May 2020. To overcome this, the Ministry of Health of Indonesian Republic issued Nutrition Services Guidelines for Infants and Children Under-Five during COVID-19 Emergency Response Period on May 4th, 2020. This study aims to analyze the implementation of Nutrition Services Guidelines for Infants and Children Under-Five during COVID-19 Emergency Response Period in Public Health Centers in Solok City from policy perspective. This study was conducted with qualitative approach and case study design from May to August 2021 in Public Health Centers in Solok City. Data was collected by using observation, document review and in-depth interviews with 11 informants. The results showed that internal factors (Internal Policy, HR, funds and facilities) as well as external factors (Solok City Government Policy and community socio-economic conditions) of Public Health Centers in Solok City did not fully support the implementation of Nutrition Services Guidelines for Infants and Children Under-Five during COVID-19 Emergency Response Period. Population condition which still does not have a smartphone and cannot access social media, causes online nutrition counseling cannot be carried out by Nutrition Officers. Nutrition service activities at POSYANDU did not properly implement health protocols due to inadequate health facilities and infrastructure. Nutrition service activities for infants and children under-five in ​​Public Health Centers in Solok City during COVID-19 were not fully implemented according to Nutrition Services Guidelines for Infants and Children Under-Five during COVID-19 Emergency Response Period. Heads of Public Health Centers and Nutrition Officers are expected to cooperate with Community Leaders and Local Government of Solok City in increasing community self-reliance by holding cross-sectoral meetings and utilizing village funds to support the development of health facilities and infrastructure in POSYANDU based on mutual cooperation as regulated by the Local Government of Solok City."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Ridhawaty
"Praktek pemberian makanan yang tidak memadai adalah salah satu penyebab utama kekurangan gizi. Wasting dan stunting biasanya meningkat antara usia 6 sampai 23 bulan. Minimum Acceptable Diet (MAD) adalah salah satu indikator utama untuk menilai praktik pemberian makan bayi dan anak yang menggabungkan Minimum Meal Frequency (MMF), Minimum dietary diversity (MDD) berdasarkan status pemberian makan. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh informasi secara mendalam dan memperoleh fakta terkait faktor penghambat dan pendukung dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Rapid Assesment Procedure (RAP) dengan metode pengumpulan data Focus Group Discusion (FGD) dan wawancara mendalam terhadap infroman ibu dengan anak MAD tercapai sebanyak 23 informan dan tidak tercapai sebanyak 31 informan, kader Posyandu sebanyak 3 informan, dan Petugas Gizi sebanyak 3 informan. Faktor penghambat dalam keberhasilan praktik pemberian makan bayi dan anak yaitu, keterbatasan fasilitas memasak, pemberian makanan selingan yang lebih sering disbanding makanan utama, kebiasaan pemberian MPASI dini dalam keluarga, pelatihan PMBA untuk kader belum menyeluruh, dan keterbatasan tenaga gizi, sedangkat faktor pendukung yaitu, pengetahuan dan sikap ibu yang baik, akses pelayanan kesehatan yang mudah dicapai, keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu, dan daya beli keluarga yang baik mempengaruhi keberhasilan praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan. Perlu adanya monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan/konseling pemberian makan bayi dan anak di lapangan, membuat inovasi kedai balita sehat yang berisikan jajanan sehat yang aman dan bergizi baik bagi balita yang dibina secara langsung oleh dinas kesehatan, melakukan kegiatan penyegaran (refreshing) kepada fasilitator kota, Puskesmas, dan kader Posyandu, dan melibatkan anggota keluarga lain dalam melakukan penyuluhan dan konseling pemberian makan bayi dan anak.

Inadequate feeding practices are one of the main causes of malnutrition. Wasting and stunting usually increase between the ages of 6 to 23 months. The Minimum Acceptable Diet (MAD) is one of eight core indicators for assessing infant and young child feeding practices that is composite indicators composed of the Minimum Meal Frequency (MMF) and Minimum Dietary Diversity (MDD). The purpose of this study is to obtain in-depth information and obtain facts related to inhibiting and supporting factors infant and young child feeding practices at 6-23 month in Central Jakarta. This study uses a qualitative method with the Rapid Assessment Procedure (RAP) with the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with mothers in children achieve by MAD as 23 informants and not achieve by MAD as 31 informants, Posyandu cadres as 3 informants, and Nutritionists as 3 informants. Inhibiting factors in infant and young child feeding practices is limited cooking facilities, provision of distinctive food more often than the main food, preparation of early complementary feeding in the family, IYCF training for cadres has not comprehensive. Supporting factors in infant and young child feeding practices is good knowledge and attitude of mothers, access to health services that are easily achieved, active mothers in Posyandu activities, and good family purchasing power increase the success of the infant and young child feeding practices aged 6-23 month. There is a need for monitoring and evaluation in the implementation of counseling / counseling activities for infant and child feeding in the field, making healthy toddler shops containing healthy snacks that are safe and nutritious both for toddlers who are directly fostered by the health department, conducting refreshing activities for facilitators cities, Puskesmas, and Posyandu cadres, and invite other family members to conduct counseling of the infant and young child feeding practices."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminuddin
"Krisis ekonomi yang berlangsung sejak tahun 1997 di Indonesia mengakibatkan bertambahnva jumlah orang miskin, Jaya bell masyarakat menurun, harga bahan pokok melambung, munculnya ancaman kelaparan dan kerawanan gizi terutama pada kelompok anak Balita.
Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencegah agar masyarakat miskin tidak makin terpuruk , Program tersebut meliputi: peiayanan kesehatan dasar bagi anggota keluarga miskin; pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas dan balita; perbaikan gizi ibu hamil, menyusui dan balita serta pengembangan model JPKM.
Studi longitudinal program JPSBK pada 5 propinsi di Indonesia memperlibatkan adanya kecenderungan perbaikan status gizi dan penurunan infeksi pada balita. Dalam rangka mengetahui dampak program JPSBK terhadap status gizi anak BADUTA maka Pusat Studi Gizi dan Pangan (PSGP) Universitas Hasanuddin bekerjasama dengan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI melakukan penelitianpada 2 Kabupaten yakni Maros Propinsi Sulawesi Selatan dan Tangerang Propinsi Banten. Data yang dianalisis dalam rangka pembuatan Iesis ini adalah bagian dari penelitian yang diiaksanakan di Kabupaten Tangerang.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak program JPSBK terhadap status gizi dan prevalensi penyakit infeksi anak BADUTA dengan desain penelitian Time Series (trend)_ Sedangkan yang menjadi sampel daiam penelitian ini adalah bayi dan anak yang berumur 6 - 23 buaan.
Dari hasil analisis dengan menggunakan indikator < -2 z- score untuk PBIU,BBIPB dan BBIU ditemukan anak baduta Gakin malnutrisi setelah setahun program 3PSBK masing-masing berturut-turut 43,3°/x; 14% dan 45,1% . Untuk poia asupan makanan meningkat pads. BADUTA GAKIN dan non GAKIN setelah setahun program JPSBK. Prevalensi penyakit infeksi meningkat pada kasus diare dan demam tetapi menurun untuk kasus ISPA. Pada BADUTA non GAKIN prevalensi diare dan ISPA menurun tetapi meningkat pads kasus demain. Variabel yang bermakna dalam penalitian ini hanya pola asupan makanan, penyakit Diare dan ISPA.
Dari basil yang diperoleh dalam penekitian ini maka disarankan untuk mencontoh model program JPSBK untuk menanggulangi status gizi anak Baduta yang sifatnya darurat.

Impact of Infectious Diseases and Quality of Nutrition Intake Method Concerning to Nutrition status of Children Under Two Years Age Before and After One Year of Social - Health Safety Net Program (SHSNP) at Tangerang District Banten Province in Year 2000
During Indonesia economic crisis since 1997 has made impact to increase the numbers of poor, decrease the purchasing power of people, to rise the prices of primary goods then starvation and malnutrition comes up among children under five years old.
Social - Health Safety Net Program (SHSNP) is one of action of government to prevent the poor people should not be more savers. This program included primary health services for poor family, maternal and child services, mother nutrition, breastfeeding and develops SHSNP model
Longitudinal study of this program at five provinces in Indonesia has shown the improvement of nutrition status and decrease of infectious diseases on children under five years old or BALITA. Recording to find out the effect of this program to the improvement of nutrition status on children under five years old, Direktorat Bina Gizi Masyarakat or Directorate of Cultivate of Community Nutrition Ministry of Health, Republic of Indonesia has studied at 2 (two) Districts; Maros on South Sulawesi Province and Tangerang on Banten Province. The data that analyzed in this study is part of research that has run on Tangerang District.
This study focuses on the effect of SHSNP to nutrition status and prevalence of infectious diseases on children under two years old or BADUTA Design of this study is quasi experimental. Babies and children with age 6 - 23 months are become sample in this study.
The result of this study by using indicator < -2 z- score Height/Age, Weight/Height and Weight/Age, and after one year it was founded children with malnutrition, each of them are 43,3 %, 14,0 % and 45,1%. The nutrition intake method increase an BADUTA GAKIN and Non-BADUTA GAKIN after one year of this program. Infectious disease prevalence of diarhoea and fever increase, but respiratory tract infection decrease. BADUTA Non GAKIN has decreasing of diarrhea and
respiratory infection, but fever increase. The significant variables are food intake, diarrhea and respiratory tract infection.
This study has recommendation to imitate Social - Health Safety Net Program (SHSNP) to take care the emergency nutritional status on children under two years age (BADUTA)."
2001
T690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azrimaidaliza
"Hasil pemantauan gizi dan kesehatan (Nutrition and Health Surveillance System/NSS) tahun I999-2003 menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang (berat badan menurut umur <-2 SD dari median NCHS), yaitu di atas 30% (klasifikasi WHO) pada balita di daerah kumuh perkotaan maupun pedesaan. Prevalensi gizi kurang tersebut lebih tinggi di daerah kumuh perkotaan dibandingkan daerah kumuh pedesaan. Kota Jakarta merupakan salah satu daerah kumuh perkotaan yang terrnasuk dalam daerah pengumpulan data NSS. Di daerah ini, prevalensi gizi kurang tinggi pada anak usia 12-23 bulan (Juni-September 2003), yaitu 42% dan prevalensi ASI eksklusif paling rendah dibandingkan dengan ketiga daerah kumuh perkotaan lainnya (Surabaya, Semarang dan Makassar), yaitu hanya 1%.
Penelitian ini merupakan penelitian survei menggunakan data sekunder NSS yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak umur 6-24 bulan daerah kumuh perkotaan di Jakarta tahun 2003. Jumlah sampel sebanyak 1031 anak dan analisis data meliputi univariat, bivariat dan multivariat. Analisis multivariat menggunakan analisis Regresi Logistik Ganda.
Hasil penelitian menunjukkan anak umur 18-24 bulan berisiko mengalami gizi kurang 3,041 kali dan anak umur 12-17 bulan berisiko mengalami gizi kurang 2,443 kali dibanding anak umur 6-11 bulan. Kemudian anak dengan berat badan lahir < 2,5 kg berisiko mengalami gizi kurang 3,018 kali dibanding anak dengan berat badan lahir > 2,5 kg. Selanjutnya ibu dengan IMT S 18,5 berisiko mempunyai anak gizi kurang sebesar 1,828 kali dibanding ibu dengan IMT > 18,5. Adapun keluarga dengan jumlah balita > 2 orang berisiko mempunyai anak gizi kurang 1,407 kali dibanding keluarga dengan jumlah balita 1 orang. Faktor paling dominan berhubungan dengan status gizi anak adalah umur bayi/anak berikutnya berat badan lahir, IMT ibu dan jumlah balita. Umur bayi/anak terutama umur 18-24 bulan berisiko lebih besar menderita gizi kurang karena pada umur tersebut anak mulai mengalarni gangguan pertumbuhan akibat efek kurnulatif dani faktor ASI dan makanan yang tidal( diberikan secara adekuat pada umur sebelumnya. Di samping itu, anak mempunyai riwayat berat badan lahir rendah sehingga sulit mengejar ketinggalan pertumbuhannya, status gizi ibu yang kurang balk dan banyaknya balita dalam keluarga berdampak pada pertumbuhan anak. Oleh karena itu, perlu pemantauan status gizi anak, status gizi ibu prahamil, selama hamil dan pasta hamil. Selain itu, perlu penyuluhan mengenai pemberian MP-ASI umur 4-6 bulan dan pemberian makanan tambahan pada anak serta suplementasi vitamin pada ibu.

Nutrition and Health Surveillance System (NSS) year 1999-2003 shows prevalence of underweight (weight for age < -2 SD from NCHS median) is very high , that is above 30% (WHO classification) on infant at rural and urban slum areas. An underweight prevalence at urban slum areas is higher than rural slum areas. Jakarta is the one of slum area that include in NSS data collection area. In this area, prevalence of underweight children 12-23 months of age (June-September 2003), is 42% and prevalence of exclusive breastfeeding is the lowest compared with other three urban slum areas (Surabaya, Semarang and Makassar), is only 1%.
This research is a survey research using NSS secondary data that aimed to identify factors that related with nutrient status of children 6-24 months of age in urban slum of Jakarta year 2003. Total sample are 1031 children and data analysis consist of univariate, bivariate and multivariate. Multivariate analysis use double logistic regression analysis.
Research result show child 18-24 months of age have risk in having underweight 3,041 times and child 12-17 months of age have risk in having underweight 2,443 times compared with child 6-11 months of age. Moreover, child with birth weight < 2,5 kilo have risk in having underweight 3,018 times compared with child with birth weight >. 2,5 kilo. While mother with Body Mass Index (BMI)
BMI > 18,5. Meanwhile family with under-five child member > 2 have risk 1,407 times in having underweight child compared to family with one under-five child member. The most dominant factor related to child nutrient status is child age, after that birth weight, mother's BMI and under-five child member. Child 18-24 months of age have bigger risk in having underweight because, at that age, the child begin to have growth problem result from cumulative effect from breastfeeding factor and not enough food given at previous age. Besides that, child with low birth weight record is difficult to catch up their growth, mother nutrient status and the amount of under-five child impact to child growth. Thus, the need of children nutrient status surveillance, mother nutrient status of before pregnancy, during pregnancy and after pregnancy. Besides that, the need of health promotion about complementary feeding 4-6 month age and extra food distribution to child and vitamin supplement to mother."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winson Jos
"Latar belakang: Saat ini kondisi status gizi anak usia sekolah di Indonesiacukup memprihatinkan. Hal ini terlihat dari data Departemen Kesehatan (2004), bahwa pada tahun 2003, bahwa 27,5% anak Indonesia kurang gizi. Untuk mencapai visi Indonesia Sehat 2010, diperlukan perbaikan pada semua aspek kesehatan termasuk status gizi. Program perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang berkaitan erat dengan kebersihan diri diharapkan dapat meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang kebersihan diri dan pada akhirnya akan meningkatkan status gizi msyarakat pula. Akan tetapi, belum terdapat bukti yang jelas yang membahas keterkaitan langsung antara tingkat pengetahuan menjelaskan hubungan antara hubungan tingkat pengetahuan mengenai kebersihan diri dengan status gizi khususnya pada kelompok anak usia sekolah.
Metode: Penelitian ini dilakukan terhadap 78 anak usia sekolah di bawah binaan Yayasan X, penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional untuk menilai tingkat pengetahuan responden, kondisi status gizi di Yayasan X, dan mencari hubungan di antara keduanya.
Hasil: Jumlah subjek laki-laki pada penelitian ini (45 anak)lebih banyak dibanding jumlah subjek perempuan (33 anak) Usia rata-rata anak tersebut adalah 10,10 tahun ± 1,43 tahun, dengan berat badan rata-rata 26,18 kg ± 5,55kg dan tinggi badan rata-rata 130,67cm ± 8,32cm. Semua data yang didapat dianalisis dengan menggunakan Chi-square test untuk melihat ada tidaknnya hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan tentang kebersihan diri dengan status gizi pada anak usia sekolah di Yayasan X. Dari hasil uji tersebut diketahui bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan tentang kebersihan diri dan status gizi yang diukur berdasarkan indikator persenti berat badan terhadap umur (p=0, 212), tinggi badan terhadap umur (p = 0,318), dan persentil body mass index(p = 0,117). Akan tetapi, dapat dilihat bahwa anak dengan tingkat pengetahuan yang baik cenderung memiliki status gizi yang baik pula.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan tentang kebersihan diri dengan status gizi pada anak usia sekolah, namun terlihat adanya efek positif dari kebersihan diri dalam kaitannya dengan status gizi.

Background: Nowadays, nutritional status of school-aged children in Indonesia is devastating. According to Ministry of Health (2004), in 2003 27,5% of Indonesia children is undernourished. In order to achieve the vision of Indonesia Sehat 2010, a full sector improvement is required, including improvement of nutritional status in school-aged children. The Healthy and Hygiene Lifestyle Programme (Program Perilaku Hidup bersih dan Sehat) which include personal hygiene improvement is expected to be able to improve the nutritional status in Indonesia. However, there are no sufficient evidence proving the effectiveness of personal hygiene improving nutritional status, especially in school-aged children group.
Methods: The research was conducted in X Foundation, with 78 school-aged children as the subjects. This research uses cross-sectional designed to identify the personal hygiene knowledge of subjects, nutritional status of subjects, and associationbetween the personalhygiene knowledge and nutrional status.
Result: The total of male subjects (45 kids) is more than the total of female subjects (33 kids). The avarage age for the subject is 10,10 years old ±1,43 years old, the avarage weight for the subject is 26,18kg ± 5,55kg, and the avarege height for the subject is 130,67cm ± 8,32cm. The collected data is analyzed usingchi-square test to prove the association between personal hygiene knowledge and nutritional status in school-aged children in KampungKids Foundation. The result shows there is no significant association between personal hygiene knowledge and nutritional status indicators, such as, weight-age-percentils (p=0,212), height-age-oercentils (p = 0,318), dan body mass index percentils(p = 0,11 7). However, school-aged children with better personal hygiene knowledge tend to have better nutrional status.
Conclusion: There are no significant association between hygiene knowledge and nutritional status of school-aged children in X Foundation. However, personal hygiene knowledge shows positive benefits to improve nutritional status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>