Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198732 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jahluddin
"Berbagai upaya yang dilakukan terhadap terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat, adalah merupakan salah satu hal penting yang bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi justru merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh komponen bangsa Indonesia. Adapun salah satu elemen guna dapat diwujudkannya keinginan tersebut, sangat banyak berkaitan dengan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat melalui ketersediaan sarana air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman secara cukup dan memadai. Sebagai salah satu kebutuhan vital bagi kehidupan masyarakat, peran program penyediaan sarana air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman yang dilakukan oleh pemerintah beserta sebagian lembaga non pemerintah ini, akan berimplikasi luas terhadap terciptanya peningkatan taraf kesejahteraan bagi masyarakat miskin yang masih banyak tinggal dan hidup diwilayah perdesaan. Hal ini dikaitkan gala dengan orientasi dari program tersebut yang bersifat bantuan dengan tidak mengharapkan perolehan keuntungan secara finansial seperti yang dilakukan oleh PDAM.
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui akan perbedaan yang nyata antara masyarakat desa yang telah memperoleh program penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman dengan masyarakat desa yang belum memperoleh program tersebut, serta dampaknya terhadap tingkat ketahanan daerah Kabupaten Bima, maka pembuktiannya dilakukan melalui studi dengan memilih sekitar 80 (delapan puluh) responden yang ada di delapan desa dari empat kecamatan di wilayah Kabupaten Bima. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh gambaran bahwa suplai air bersih yang cukup serta tersedianya sarana dan prasarana penyehatan lingkungan permukiman yang memadai, telah banyak membantu masyarakat di sebagian wilayah Kabupaten Bima pada upaya untuk hidup dalam tatanan standar kesehatan yang semestinya. Selain itu, program ini juga merupakan salah satu dari sekian program yang ikut memberikan kontribusi terhadap terciptanya kesejahteraan masyarakat di wilayah perdesaan Kabupaten Bima.Dampak lain terhadap dilaksanakannya program ini secara tidak langsung, adalah selain berkaitan dengan menurunya angka tingkat kematian bayi yang berusia dibawah lima tahun (balita), juga adanya penurunan dari perseteruan/pertentangan antara warga masyarakat yang salah satunya disebabkan oleh karena perebutan sumber mata air yang ada. Oleh sebab itu, pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa program penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman yang dilaksanakan selama ini, merupakan salah satu unsur penting untuk ikut serta menciptakan ketahanan daerah Kabupaten Bima.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T3322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Spenyel, Womsiwor
"Air Bersih merupakan Kebutuhan dasar (Basic Need) yang sangat perlu bagi manusia. Sebagian besar tubuh manusia memperoleh sumbangan paling besar dari air untuk kehidupannya. Terpenuhinya kebutuhan air bersih dapat memberikan kesehatan dasar pada manusia, baik untuk minum, memasak makanan dan keperluan sehari-harinya. Kesehatan manusia ini dapat menunjang kegiatan manusia sebagai pelaku pembangunan.
Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan Jawa Tengah, memang dijuluki sebagai daerah gersang, yang tidak tanpa alasan. Kualitas dan kuantitas air yang belum memadai menyebabkan banyaknya penyakit yang berhubungan dengan hal itu berjangkit. Upaya penanggulangan sering dilak.ukan, namun masih sukar untuk menurunk.an jumlah penderita, bahkan dalam lima tahun terakhir ini, prioritas perhatian terhadap penyakit masyarakat masih cenderung didominasi oleh penyakit yang mempunyai hubungan dengan air yang kurang memadai. Hasil upaya mengurangi berjangkitnya penyakit-penyakit tersebut merupakan upaya memperbaiki komponen penting yang ikut menentukan derajat kesehatan masyarakat.
Salah satu cara yang dapat diperaunakan untuk: menanggulangi berjangkit secara luasnya penyakit tersebut yaitu dengan meningkatkan kuantitas penggunaan air, walaupun segi kualitasnya masih belum memenuhi standar. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian Saunders dan Was-ford pada tahun 1976 dengan hasil yang menunjukkan kemajuan pesat di bidang ini. Oleh karena itu, kualitas air yang nampaknya masih sukar diperbaiki dapat segera ditanggulangi dengan upaya mencapai target kuantitas.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa pencapaian target penyediaan air bersih yang dilaporkan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Grobogan tidak sesuai dengan kenyataan lapangan dan bahwa aspek kelembagaan implementasi merupakan pokok penting yang hasus diperbaiki, sehingga dapat menunjang program air bersih mencapai target riil. Pencapaian target tersebut mendorong perbaikan derajat kesehatan dengan menurunnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kuantitas dan kualitas air yang tidak memadai. Segi kelembagaan merupakan kelemahan dalam implementasi program pembangunan yang dimotori oleh pernerintah dalam upaya mensukseskan program air bersih. Kelemahan penelitian ini ada pada penggunaan teori implementasi yang lebih cenderung bagi model penelitian kasus. Selain itu, kendala paling berat adalah model penelitian survey dengan waktu dan tenaga yang tidak memadai sehingga banyak hal yang nampak, diselesaikan tergesa-gesa.
Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan seperti: Komunikasi, Sumberdaya, Sikap/Watak dan Struktur Dirokrasi dalam kelembagaan implementasi program dapat memberikan sumbangan besar untuk perbaikan program, terutama pencapaian target kuantitas secara riil. Kelemahan kelembagaan pada faktor-faktor tersebut merupakan salah satu kunci pokok upaya mencapai target kuantitas air bersih yang dapat mendorong perbaikan kualitas harus benar terwujud dalam implementasi program air bersih. Dengan wujud nyata kelembagaan impiementasi yang baik dalam program-program pembangunan, maka sekaligus proses Administrasi Negara dapat menyentuh bidang kesehatan sebagai bagian pelayanan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricka Widardoe
"Kabupaten Maros terletak persis di samping Kota Makassar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Maros sebesar 1,3 persen per tahun, luas daerahnya sebesar 1.619,09 km2 dan populasi sebanyak 299.662 orang. Apabila tingkat pertumbuhan 1,3 persen per tahun dipertahankan, maka jumlah populasi penduduk akan mencapai sebanyak 325.150 orang pada tahun 2013. PDAM Kabupaten Maros saat ini hanya beroperasi dengan kapasitas produksi 130 lps dari dua permukaan air utama yaitu sungai dan terowongan irigasi yang berfungsi sebagai sumber air. Sumber daya air yang utama adalah sungai Bantimurung, air tersebut dikelola oleh WTP Bantimurung yang terletak 2 km dari sungai yang menghasilkan 80 lps air bersih atau 61,5 persen dari total produksi.
Kendala yang dihadapi pada pemanfaatan air baku di Kabupaten Maros sebagai air bersih adalah investasi yang tinggi, sementara potensi sumber air baku di wilayah ini cukup banyak dan belum dimanfaatkan, sebagaimana pada sumber air Panttontongan yang juga berlokasi di Kecamatan Bantimurung. Dalam proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta, untuk penyediaan air bersih di Kabupaten Maros memerlukan investasi dana sebesar Rp.115 milliar, dengan pembiayaan konsultan untuk melakukan pra studi kelayakan sebesar USD 215.960 dan akan didanai melalui Infrastructure Reform Sector Development Project (IRSDP) dibawah item Project Development Facility (PDF) kategori 1B. Adanya proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk penyediaan air bersih di Kabupaten Maros, penulis menyadari bahwa adanya risiko dalam pembangunan proyek tersebut. Sehingga, diperlukan studi analisis risiko yaitu kuantitas air dan tarif air dengan menggunakan kondisi risiko terburuk dan terbaik yang nantinya diolah dengan scenario anaysis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29701
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heroe Sunarko
"Penyediaan air bersih merupakan salah satu komponen pelayanan perkotaan (urban services) yang seharusnya menjadi tugas pemerintah kota. Sejak tahun 1990, penyediaan air bersih melalui pipa distribusi di kota Bekasi belum menjangkau seluruh masyarakat. Kondisi ini mendorong pengelola perumahan Bumi Bekasi Baru dan Kemang Pratama untuk menyediakan air bersih di kawasan perumahan masing-masing. Berdasarkan kondisi tersebut permasalahan penelitian yang akan diangkat adalah membahas peran pengelola perumahan dalam penyediaan air bersih. Apakah ada kerjasama antara pemerintah kota dan pengelola perumahan, bagaimana pengaturan pemanfaatan sumber air barsih, dan bagaimana pengelolaan air bersih di setiap kawasan perumahan, mengapa pengelolaan air bersih di perumahan Kemang Pratama berlanjut sementara di perumahan Bumi Bekasi Baru tidak berlanjut.
Berkaitan dengan penyediaan pelayanan perkotaan Savas menguraikan ada berbagai bentuk pengaturan. Dari berbagai model pengaturan, tampaknya model mekanisme pasar yang sesuai untuk menganalisis penyediaan air bersih di Kecamatan Rawalumbu. Dalam kerangka manajemen perkotaan, Proud'homme melihat keterlibatan swasta menyediakan pelayanan perkotaan termasuk dalam koordinasi internal. Savas kemudian membedakan bentuk tersebut ke dalam bentuk privatisasi dan kerjasama penyediaan pelayanan perkotaan.
Varibel-variabel yang dianalisis adalah tentang bentuk pelayanan, pembiayaan penyediaan prasarana air bersih, tanggung jawab penentuan harga, perolehan hasil penyediaan air bersih, hubungan antara konsumen dan produsen. Untuk memfokuskan penelitian ini saya mengajukan proposisi bahwa penyediaan air bersih di kawasan perumahan akan terus berjalan apabila air bersih bermakna sebagai barang ekonomi dan barang privat.
Penyediaan air bersih akan berfungsi sebagai investasi jangka panjang bila penyediaan air bersih merupakan bagian dari pelayanan publik. Untuk mengungkapkan masalah penyediaan air bersih di kawasan perumahan saya menggunakan strategi penelitian studi kasus Robert K Yin. Yin mengatakan bahwa metode studi kasus dapat mengungkap masalah di bidang kebijakan publik dan perencanaan kota dan wilayah.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penyediaan air bersih di kawasan perumahan di Kecamatan Rawalumbu diprakarsai dan dikelola oleo pengelola perumahan Bumi Bekasi Baru dan Kemang Pratama. Mekanisme pembiayaan penyediaan prasarana air bersih tercakup dalam komponen harga rumah dan lahan. Mereka membentuk unit pengelola air bersih sendiri, sehingga hubungan antara konsumen dan produsen bersifat langsung. Konsumen membayar langsung biaya pemakaian air bersih kepada pengelola perumahan dan penentuan harga air bersih lebih mempertimbangkan biaya operasional. Bukan hasil keputusan politik yang harus mendapat persetujuan dari lembaga legislatif dan eksekutif.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini antara lain tidak ada kerjasama antara pemerintah kota dan pengelola perumahan dalam penyediaan air bersih di kawasan perumahan di Kecamatan Rawalumbu. Pengelolaan air bersih cenderung bersifat ekslusif, hanya melayani warga perumahan Bumi Bekasi Baru dan Kemang Pratama saja. Pengelolaan air bersih di perumahan Kemang Pratama dapat terus berlangsung karena air bersih bermakna sebagai barang ekonomi dan barang privat. Sementara pengelolaan air bersih di perumahan Bumi Bekasi Baru tidak berlanjut karena peraturan pemerintah tidak mendukung. Pada masa mendatang penyediaan air bersih dapat diperluas ke berbagai perumahan di sekitar Kecamatan Rawalumbu apabila ada kerjasama antara Pemerintah Kota Bekasi dan pengelola perumahan. Pemerintah Kota Bekasi berfungsi sebagai penyedia air bersih sementara pengelola perumahan berfungsi sebagai pengatur pelayanan air bersih.
Daftar kepustakaan: 120 (1967 - 2003)

Water Supply At Housing Area Of Rawa Lumbu Sub District of Bekasi Municipality: Case Study at Bumi Bekasi Baru and Kemang Pratama Housing Water supply is one of urban service components municipal government should provide. Distribution of water supply through pipelines in Bekasi municipality, which has not reached all Bekasi communities since 1990, has encouraged the developers of Bumi Bekasi Baru and Kemang Pratama housing to provide water supply for their own housing.
Based on such condition, the research will focus on roles of housing developers in providing water supply. Is there any cooperation the municipal government and the housing developer? How do they manage water supply in their own housing areas? Why is water supply management in Kemang Pratama still continuing and why is it not continuing in Bumi Bekasi Baru?
Concerning urban services providing, Savas described several models of arrangement. Of various models of arrangement, market mechanism model seems to be fit to be used analyze water supply in Rawalumbu Sub-district. In the framework of urban management, Proud'homme sees that involvement of private sector in providing urban services is included internal coordination. Savas distinguishes such model into privatization and cooperation of urban service providing.
Variables to be analyzed are forms of services, water infrastructure financing, price determination accountability, profit gained from water supply, and relationship between costumers and producers. To focus this research, I propose proposition that water supply at housing area will continue provided if that water supply is deemed economic and private goods. Water supply functions to be a long-term investment if water supply becomes a part of public service. To reveal the problem of water supply at housing areas, I use a research strategy of Robert K.Yin's case study. Yin said that case study method could be used to reveal problems in field of public policy and urban and regional planning.
Research results show that water supply was launched and managed by Bumi Bekasi Baru and Kemang Pratama housing developers. Financing mechanism for supplying water is included in components of house and land price. They formed a unit to manage water supply, resulting in direct relationship between consumers and producers. Costumers pay for water supply directly to housing operator. And the price of water is determined under operational cost consideration. It is not based on a political decision which requiring approval from legislative and executive.
From this research, it can be concluded that there is no cooperation between municipal government and housing developers in providing water supply in Rawalumbu Sub-district. Water supply management trends to be exclusive, supplying only resident of Bumi Bekasi Baru and Kemang Pratama housing. At the latter water supply is continuing because water supply is deemed to be economic and private goods, while at Bumi Bekasi Baru is not continuing because of governmental regulations are not supportive. In the future, the providing of water supply will reach larger areas, including other housings area in Rawalumbu Sub district, if there is cooperation between municipal government of Bekasi and housing developers. The former will function as water supply producer, while the latter will function as arranger the water supply.
The number of references: 120 (1967-2003)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T12256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The big challenge in developing of community based water sypply is the issue of 'sustainability. The failures and success of community based management are determined by some factors, they are technical, social, financial, community institution and environment. In this paper the case study is in Cibodas Village as a best practice community based water supply which has been conducting since 1984 until now. The objective is to obtain the lesson learned for implementation of policy of community based water supply. Methodology of data collection is by field observation, questionnare, interview, and the analysis by descriptive analysis. The succes factors of water supply management are because of potencial water resourcese, the trust of the consummer to the community Water Body, community rules and commitment of the consumers, good administrative water management. Is is recommended the community is as the subject in commnity based management."
KOM 3:2 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yety Yanutriastuti
"Perusahaan Daerah Air Minum Kota Bogor merupakan instansi yang mempunyai kewenangan dalam hal penyediaan air bersih sesuai dengan Surat Keputusan Mendagri nomar 5 tahun 1977 dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 28/KPTS/1984. Berdasarkan SK tersebut target cakupan pelayanan PDAM Kota Bogor (termasuk kota sedang) adalah 80 % pelayanan. Sebelum terjadi perkembangan wilayah dan pertumbuhan penduduk target tersebut telah terpenuhi, namun dengan perkembangan yang teljadi cakupan pelayanan PDAM saat ini sebesar 53 %.
Agar dapat terpenuhi target raihan, PDAM hams melakukan pengembangan jaringan pipa air bersih di wilayah baru. Untuk itu sisa kapasitas produksi yang ada (idle capacity) perlu dievaluasi dengan pertambahan pelanggan yang dapat dilayani.
Total kapasitas produksi sebanyak 1102 liter/detik. Jumlah yang didistribusikan sebanyak 954 liter/detik. Sisa produksi = 1102 lt/det - 974 lt/det = 128 lt/det.
Dengan kondisi sisa produksi tersebut diatas dan pertumbuhan penduduk pada saat ini serta untuk memenuhi kebuluhan di masa mendatang jaringan sistem yang ada perlu dievaluasi, apakah masih diperlukan penambahan unit-unit pengolahan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S37122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Handayani
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S35709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nugroho Imam Santoso
"Kota Bima merupakan salah satu dari dua kota administratif dari Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kota Bima memiliki luas wilayah perairan 188,02 km2 dan luas daratan 222,25 km2. Kota Bima mengalami kekeringan utamanya di musim kemarau. Kekeringan terjadi mengganggu kegiatan pertanian serta berdampak pada pemenuhan kebutuhan air masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekeringan yang terjadi di Kota Bima dengan tinjauan aspek pemenuhan kebutuhan air Kota Bima setiap bulannya, serta upaya pemenuhan kebutuhan air berdasarkan analisis neraca air yang dilakukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Weibull untuk mendapatkan curah hujan andalan dan metode rasional untuk mencari debit andalan. Dari hasil analisis yang didapat Kota Bima memiliki kelebihan air yang dapat dimanfaatkan. Untuk memastikan juga dilakukan analisis pada hulu DAS Rontu dimana pada sub-DAS Sori Nae  dan sub-DAS Sori Nangarade memiliki kelebihan air dan sub-DAS Sori Tambe mengalami kekurangan air. Untuk menangani hal dilakukanlah sebuah skenario untuk mengetahui besar air dibutuhkan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi kasus kekeringan yang ada di Indonesia terutama pada Kota Bima.


Bima City is one of two administrative cities in West Nusa Tenggara Province. Bima City has a water area of 188.02 km2 and a land area of 222.25 km2. The city of Bima experiences drought, especially in the dry season. Droughts disrupt agricultural activities and have an impact on meeting people's water needs.

This research aims to analyze the drought that occurs in Bima City by reviewing aspects of meeting Bima City's water needs every month, as well as efforts to fulfill water needs based on the water balance analysis carried out. The method used in this research is the Weibull method to obtain reliable rainfall and the rational method to find reliable discharge. From the analysis results obtained, Bima City has excess water that can be utilized. To ensure this, an analysis was also carried out at the upstream of the Rontu watershed, where the Sori Nae sub-watershed and the Sori Nangarade sub-watershed had excess water and the Sori Tambe sub-watershed experienced a water shortage. To handle this, a scenario is carried out to determine the amount of water needed. This needs to be done to reduce cases of drought in Indonesia, especially in Bima City."

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
G.M. Suwartono
"PDAM Kabupaten Sleman dibentuk dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 5 Tahnn 1990 dan rnempunyai mandat peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat disamping pula sebagai salah satu sumber PAD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja PDAM Kabupaten Sleman dengan membandingkan PDAM Kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul dengan menggunakan data selama 4 tahun rnulai tahun 1997 - 2000, selanjutnya dianalisis rasio sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999, serta analisis SWOT untuk pembuatan strategi pemberdayaan kinerja PDAM di masa depan.
Untuk mendekati permasalahan kinerja, digunakan pendekatan keuangan dan operasional selama 4 tahun terakhir. Hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja PDAM Kabupaten Sleman berstatus variatitf dan tahun 2000 mempunyai status "kurang", lebih rendah dibandingkan dengan kinerja PDAM Kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul yang berada dalam batas status " nilai cukup".
Permasalahan yang nampak dari kinerja tersebut meliputi. Dari aspek keuangan meliputi a) Penerimaan PDAM terlalu kecil dibandingkan dengan pengeluaran PDAM. Akibat hal ini nampak pada rasio laba terhadap aktiva produktif, rasio laba terhadap penjualan, rasio biaya operasi terhadap penjualan air, dengan nilai rendah; b) Adanya beban hutang jangka panjang kepada pemerintah pusat yang semakin memberatkan ekuitas PDAM Kabupaten Sleman. Dari aspek kinerja operasional;, meliputi a) Cakupan pelayanan;. Rendahnya pertumbuhan cakupan pelayanan ini dikarenakan kemampuan perusahaan untuk berinvestasi rendah serta turunnya animo masyarakat menjadi pelanggan PDAM; b) Kontinyunitas air; c) Peneraan meter air.
Langkah strategis pemberdayaan kinerja PDAM Kabupaten Sleman, meliputi antara lain : a) Perbaikan alat meter air yang rusak dan melakukan tera alat meter yang telah ada; b) Peningkatan cakupan pelayanan dengan mempertimbangkan kemampuan pasokan sumber air dan pendanaan; c) Perubahan pinjaman hutang dari pemerintah pusat menjadi hibah/penyertaan modal pemerintah; d) Pemberian subsidi oleh PEMDA untuk program pemerataan distribusi air bersih: e) Peningkatan tarip air secara hertahap dengan tetap memperhatikan keterjangkauan Jaya beli pelanggan; e) Optimalisasi sumber pasokan air, f) Peningkatan keunggulan pelayanan PDAM kepada masyarakat, g) Pemberian bimbingan kepada wilayah/desa yang telah mengelola penyediaan air bersih secara swadaya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>