Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51402 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suleman Hi. Abdul Kahar
"Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu propinsi yang memiliki perkembangan pesat di kawasan Timur Indonesia. Dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang pesat tersebut, maka propinsi ini memiliki daya tarik bagi penduduk sekitarnya sebagai tempat memperbaiki taraf hidup. Namun demikian, meski dengan kecenderungan yang makin menurun, Propinsi Sulawesi Selatan masih tetap dikenal sebagai salah satu propinsi yang memiliki angka migrasi keluar cukup besar. Data SUPAS 1995 memperlihatkan bahwa sejumlah 149.148 orang pergi meninggalkan Sulawesi Selatan selama kurun waktu 5 tahun (1990-1995). Sementara itu jumlah migran masuk ke Sulawesi Selatan 137.341 orang. Hal ini berarti bahwa migrasi veto Sulawesi Selatan menunjukkan angka yang negatif.
Arah tujuan migrasi keluar dan Sulawesi Selatan terutama menuju ke propinsi-propinsi lain yang relatif masih berdekatan dengan Sulawesi Selatan, seperti Maluku dan propinsi-propinsi lain yang terletak di Pulau Sulawesi. Tujuan utama lain dari arah keluarnya migrasi penduduk Sulawesi Selatan adalah propinsi-propinsi di Jawa, terutama DI Yogyakarta dan DKI Jakarta. Tujuan dan penelitian ini adalah mempelajari pola tujuan migrasi keluar dari Sulawesi Selatan, selain itu penelitian ini juga bertujuan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan arah migrasi keluar dari Sulawesi Selatan. Data yang digunakan adalah data hasil SUPAS 1995. Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor individu migran (karakterisitik sosial, ekonomi dan demografi) seperti kelompok umur, jenis kelamin, status perkawinan dan tingkat pendidikan migran; dan faktor-faktor kontekstual, baik di daerah asal maupun daerah tujuan. Faktor kontekstual yang dijadikan sebagai variabel bebas adalah selisih PDRB, selisih industrialisasi dan selisih tingkat urbanisasi antara daerah tujuan dan daerah asal.
Pengolahan data dengan analisis regresi logistik multinomial memperlihatkan bahwa perbandingan antara tujuan migrasi ke Jawa-Bali terhadap propinsi lain dipengaruhi oleh perbedaan kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan status perkawinan migran yang setelah dikontrol terhadap ketiga variabel kontekstual semuanya signifikan. Untuk daerah tujuan Sumatera-Kalimantan terhadap propinsi lain dipengaruhi oleh perbedaan kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan status perkawinan migran dan semua signifikan pada a = 5 persen. Sedangkan perbandingan tujuan ke propinsi lain Sulawesi terhadap propinsi lain dipengaruhi oleh kelompok umur, tingkat pendidikan dan status perkawinan. Jika variabel kontekstual dimasukkan ke dalam model, maka terlihat bahwa besarnya selisih PDRB, industrialisasi dan tingkat urbanisasi antara daerah tujuan dan daeah asal mempengaruhi besarnya perbandingan tujuan migrasi ke Jawa terhadap propinsi lainnya. Hal yang sama juga diperlihatkan pada tujuan migrasi ke Sumatera-Kalimantan. Sedangkan untuk tujuan migrasi ke propinsi lain Sulawesi relatif terhadap propinsi lain, pengaruh selisih terhadap industrialisasi juga positif. Sedangkan pengaruh selisih PDRB yang memperlihatkan angka negatif.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T3515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanala, Frans
Jakarta : Lembaga Demografi FEUI , 1986
304.8 SIT m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Fadillah
"Gerak perpindahan penduduk atau migrasi dari suatu daerah ke daerah lainnya merupakan suatu bentuk respon atau reaksi dari adanya variasi keadaan dimana mereka berdiam / hidup. Perkembangan sosial ekonomi antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, jarang sekali terjadi kesamaan. ketidaksamaan ini menimbulkan kesempatan--kesempatan yang berbeda untuk masing-masing daerah. Banyak faktor yang mempengaruhi proses migrasi, sehingga permasalahannya makin rumit dan kompleks.
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan terungkap bahwa dorongan utama bagi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan migrasi adalah keinginan untuk memperbaiki mutu/taraf hidup, disini tersirat bahwa faktor ekonomi merupakan motivasi yang dominan dalam migrasi. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa faktor-faktor lain diluar faktor ekonomi tidak berpengaruh pada keputusan seseorang untuk melakukan migrasi; seperti persepsi seseorang atas reaksinya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lain juga tidak sama. Karena itu biasanya orang akan pindah ke suatu daerah, bilamana daerah tersebut akan memberikan suatu nilai positif bagi dirinya atau keluarganya.
Tesis ini mencoha menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi proporsi tujuan migrasi keluar dari Kalimantan Selatan; yaitu ke Kalimantan Tengah, antar kabupaten dan propinsi lain mengunakan data hasil SUPAS 1985. Data yang digunakan adalah migran berdasarkan tempat tinggal 5 (lima) tahun lalu ( RECENT MIGRANT ). Sedangkan model statistik yang di pergunakan untuk memperkirakan proporsi migrasi adalah Regresi Multinominal Logistik berganda. Variabel babas yang diamati adalah : Variabel ekonomi yang digambarkan melalui PDRB perkapita, Tingkat industri, Variabel sosial demografi, yang meliputi umur, Jenis kelamin, Pendidikan, dan Status Kawin. Selain pengaruh variabel utama tersebut, juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi antara umur dan jenis kelamin, PDRB perkapita dengan pendidikan.
Berdasrkan hasil analisa imperensial menggunakan model statistik Regresi Multinominal Logistik berganda, ternyata bahwa aktifitas perekonomian suatu daerah mempunyai pengaruh positif terhadap proporsi migrasi. Hal ini terlihat baik untuk migrasi antar kabupaten, ke Kalimantan Tengah, maupun ke propinsi lain.
Hasil uji statistik juga menunjukkan adanya hubungan positif antara umur dangan proposi migrasi. Pada kelompok umur muda proposi migrasi lebih besar dibanding kelompok umur tua kecuali untuk tujuan antar kabupaten, dimana proporsi migrasi kelompok umur muda sedikit lebih kecil dibandingkan dengan kelompok umur tua. Namun setelah dikontrol oleh variabel kontekstual proposi umur muda menjadi lebih besar.
Berdasarkan model yang telah dianalisa juga diketahui bahwa tiidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap proporsi migrasi. Hal ini menunjukan antara laki--laki dan perempuan mempunyai proposi yang hampir tidak jauh berbeda baik sebelum maupun setelah di kontrol oleh variabel kontekstual.
Sementara itu, dilihat dari tingkat pendidikan, baik sebelum maupun sesudah dikontrol oleh variabel kontekstual, proporsi migrasi menunjukan selalu di dominasi oleh kelompok berpendidikan lebih kecil SD ( < SD ) dihandingkan dengan kelompok pendidikan lebih tinggi."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chotib
"ABSTRAK
DKI Jakarta yang dikenal sebagai ibukota negara, sekaligus sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan, pusat kebudayaan, selalu mendapat tempat di mata penduduk Indonesia sebagai tempat untuk meningkatkan taraf hidup. Maka tidak heran jika angka migrasi masuk ke DKI Jakarta selama ini terbilang tinggi. Namun sejak tahun 1990, tingginya angka migrasi masuk ke DKI Jakarta ternyata diikuti juga oleh lebih tingginya angka migrasi keluar dari DKI Jakarta. Hal yang sama terlihat pula dari data SUPAS 1995 yang menunjukkan lebih tingginya angka migrasi keluar daripada yang masuk. Selama kurun waktu 1990-1995, jumlah migran risen masuk ke DKI Jakarta mencapai 595.542 orang, dan jumlah migran risen keluar dari DKI Jakarta mencapai 823.045 orang.
Kajian mengenai perilaku migran yang keluar maupun yang masuk dari dan ke DKI Jakarta akan lebih menarik bila dibahas melalui pendekatan demografi multiregional, yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada aspek diriamika penduduk secara spasial. Perhitungan migrasi melalui pendekatan ini dapat diaplikasikan pada Skedul Model Migrasi, yang menggambarkan keteraturan pola migrasi menurut umur.
Temuan menunjukkan bahwa migran masuk ke DKI Jakarta lebih "labor dominant", sedangkan yang keluar lebih "child dependent". Terlihat juga kenaikan angka migrasi pada usia puncak angkatan kerja lebih tajam daripada penurunannya. Sedangkan pada usia pasca angkatan kerja, penurunan angka migrasi dari usia puncak lebih tajam daripada kenaikannya. Temuan lain juga menunjukkan bahwa intensitas migran perempuan sedikit lebih tinggi daripada migran laki-laki; intensitas migran dari dan ke perkotaan lebih tinggi daripada dari dan ke perdesaan; dan intensitas migrasi keluar lebih tinggi pada migran kelahiran luar DKI Jakarta, sedangkan intensitas migrasi masuk lebih tinggi pada migran kelahiran DKI Jakarta.

ABSTRACT
Most human populations have rates of age-specific fertility and mortality that exhibit remarkably persistent regularities. Consequently, demographers have found it possible to summarize and codify such regularities by means of mathematical expressions called model schedules. Although the development of model fertility and mortality schedules has received considerable attention in demographic studies, the construction of model migration schedules has not, even though the techniques that have been succesfully applied to treat the former can be readily extended to deal with the latter.
This research examines spatial population dynamics into and out of DKI Jakarta based on SUPAS 1995 (1995 Intercencal Population Survey). Such an examination is carried out by means of a multiregional approach, that is, an extension of demographic analysis that accounts for population at risk on migration behavior.
Applying model migration schedules, this research characterizes the migration flows between DKI Jakarta and the rest of Indonesia. , It demonstrates that out-migration from DKI Jakarta (to the rest of Indonesia) is more "child dependent", whereas in-migration (out-migration from the rest of Indonesia) to DKI Jakarta is more "labor dominant". The research also finds that the intensity of female migrants is higher than the intensity of male migrants; the intensity of urban to urban migrants is higher than the intensity of urban to rural or rural to urban migrants; and the propensity to move out of DKI Jakarta is three times as high for migrants those born outside DKI Jakarta as for migrants those born in DKI Jakarta; Similarly, the propensity to move out of the rest of Indonesia is almost seven times as high for migrants those born in DKI Jakarta as for migrants those born in the rest of Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Saepudin
"Tujuan penelitian pada tesis ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mendorong terjadinya migrasi risen tenaga kerja masuk ke wilayah Bodetabek, termasuk menganalisis hubungan antar variabel serta pola dan kecenderungannya. Penelitian ini menggunakan model Regresi Multinomial Logistik (Polytomus Logit Regression), dengan variabel terikat daerah asal migran yang bermigrasi ke Bodetabek yaitu yang berasal dari: internal Bodetabek; DKI Jakarta; Jabanten (Jawa Barat dan Banten); Pulau Jawa (DIY, Jateng dan Jatim) serta Luar Pulau Jawa (seluruh daerah - Jawa). Sedangkan variabel indevenden yang digunakan adalah variabel individu (yaitu: umur, Janis kelamin, stutus kawin, tingkat pendidikan dan status kerja), dan variabel kontekstual (yaitu: pertumbuhan ekonomi, peran sektor industri, upah dan tingkat pengangguran) dari daerah asal dan daerah tujuan migrant. Data yang digunakan adalah data Supas (Survei Antar Sensus) dan Sakrenas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Tahun 2005, serta data publikasi lainnya dari Biro Pusat Statistik (BPS).
Dari hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa jumlah migran risen tenaga kerja yang masuk ke Bodetabek terbesar adalah berasal dari DKI Jakarta yaitu sebesar 420.899 orang (42%) dari total migran yang masuk ke Bodetabek yaitu sejumlah 1.009.565 orang (Data supas 2005, BPS, diolah). Urutan kedua adalah migran asal Jawa 191.290 orang (19%) dan yang terendah adalah migran asal Luar Jawa hanya (11%).
Berdasarkan variabel individu, ditemukan bahwa migran risen tenaga kerja dari berbagai daerah, jumlah terbesar yang masuk ke Bodetabek memiliki karakteristik sebagai berikut: migran berumur muda (20-34 tahun) sebesar (59%); berjenis kelamin laki-laki (51%); berpendidikan SMU (46%); berstatus kawin (65%) dan bekerja di sektor informal (57%). Secara umum karakteristik migran tersebut mempunyai pola yang sama baik berdasarkan daerah asal maupun daerah tujuan.
Analisis inferensial menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi dan peran sektor industri mempunyai hubungan yang negatif. Artinya variabel pertumbuhan ekonomi atau peran sektor indutri yang tinggi di daerah asal migran menjadi faktor penghambat terjadinya migran pindah ke Bodetabek. Sedangkan variabel upah dan variabel tingkat pengangguran tidak sesuai dengan hipotesis (teori), artinya peningkatan tingkat upah di daerah asal migran (dari berbagai daerah) tidak menjadi pengahambat terjadinya migran untuk pindah ke Bodetabek. Demikian juga variabel tingkat pengangguran mempunyai nilai koefisien parameter negatif untuk semua daerah asal migran. Artinya bahwa walaupun terjadi peningkatan rasio tingkat pengangguran daerah asal relatif terhadap Bodetabek, namun kecenderungannya migran untuk pindah ke Bodetabek masih lebih besar."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bhatta, Jitendra Nath, 1931-
Djakarta : Direktorat Topografi A.D. Kementrian Pertahanan, [date of publication not identified]
301.32 BHA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Susanna Taslim
"Perpindahan (mobilitas) penduduk yang telah terjadi sejak tahun sembilan puluhan, membutuhkan data migrasi yang relevan, yaitu dengan pengukuran yang tepat. Selama ini migrasi diukur dengan angka migrasi kasar (crude migration rate =cmr), masih belum dapat menggambarkan kejadian migrasi yang terjadi, karena masih dipengaruhi oleh perubahan struktur usia. Untuk itu diperlukan suatu pengukuran yang telah terbebas dari pengaruh struktur usia. Untuk itu dibutuhkan data migrasi yang lebih rinci, yaitu migrasi yang dapat menggambarkan migrasi dengan renlang waktu yang relatif pendek, menurut kelompok usia. Data SUPAS 1995 memungkinkan untuk memperoleh data migrasi (risen) menurut kelompok usia dan daerah tujuan dan asal migran, melalui pengolahan data dengan menggunakan lamanya tinggal.
Ananta dan Anwar (1995), telah mempergunakan suatu pengukuran migrasi yang terbebas dari pengaruh struktur usia, yang dikenal dengan gross-migra-production-rate (GMR), yang merupakan suatu angka indeks. Angka ini merupakan penjumlahan daripada angka migrasi menurut kelompok usia (age-specific-migration-rate). Pengukuran ini analog dengan Gross Reproduction Rate (GRR) dalam analisis fertilitas. Sesungguhnya, pengukuran ini digunakan dalam analisis demografi multiregional, yang merupakan perluasan dari pada demografi formal, sehingga hanya ada satu angka migrasi (angka migrasi keluar). Dengan menggunakan pengukuran ini dalam perspektif demografi uniregional, maka ditemukan dua angka migrasi, yaitu Gross-migra-out-prociuction-rate (GOMR) untuk mengukur migrasi keluar dan gross-migra-in-production-rate (GIMR) untuk mengukur migrasi masuk.
Dengan menggunakan data SP 1980 dan SP 1990, Ananta dan Anwar (1995) menghitung GOMR dan GIMR untuk keduapuluh tujuh propinsi. Pengukuran ini memperhatikan kecenderungan angka migrasi masuk dan keluar, dengan membagi propinsipropinsi atas tujuh kelompok kecenderungan poia migrasi. Selanjutnya, Karyatna (1996) telah menggunakan pengukuran ini untuk mengestimasi angka migrasi periode 1990-1995, dengan menggunakan data SP 1980 dan SP 1990. Estimasi angka migrasi dilakukian sebelum keluarnya hash SUPAS 1995, dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu, yang juga melihat kecenderungan naik-lurunnya angka migrasi keluar dan masuk, dengan menghasilkan skenario pola migrasi. Berdasarkan skenario 1 dan 2, pola kecenderungan migrasi propinsi dibagi atas sembilan kelompok. Dan akhirnya, penelitian ketiga dilakukan Ananta et al. (1998), dengan menggunakan data SUPAS 1995, telah lebih maju. Pengukuran migrasi yang dilakukan telah memperhitungkan penduduk yang beresiko untuk pndah, serta adanya kriteria GMR yang tertentu. Angka migrasi dikelompokkan atas tiga, yaitu migrasi rendah (GMR-nya kecil dari 0,20), migrasi sedang (GMIR berada antara 0,20 - 0,40) dan migrasi tinggi (GMR-nya besar dari 0,40). Penelitian ini membagi propinsi-propinsi atas lujuh kelompok. Namun, keliga penelitian ini belum melihat GMR menurut propinsi asal dan propinsi tujuan.
Thesis ini bertujuan untuk mengestimasi angka migrasi (risen) pada propinsipropinsi, dengan menggunakan variabel lamanya linggal : lima, empat, tiga, dua dan satu tahun pada propinsi tempat tinggal sekarang. Setelah memperoleh data migrasi, maka akan dapat diketahui bagaimana pola kecenderungan migrasi risen yang terjadi. Untuk itu diperlukan data migran menurut kelompok usia dan jenis kelamin untuk duapuluh tujuh propirisi. Data tersebut diperoleh melalui beberapa tahapan, yaitu : (1) menginterpolasi jumlah penduduk menurut kelompok usia lima tahunan dan jenis kelamin untuk 27 propinsi, (2) Mendapatkan variabel migran menurut kelompok usia lima tahunan, propinsi asal dan propinsi tujuan.(3) mengestimasi data jumlah penduduk usia 0-4 tahun dengan asumsi 25 persen penduduk usia 0-4 mengikuti penduduk wanita usia 15-19 tahun, dan (4) mengestimasi angka migrasi risen ketuar dan masuk (GOMR, GIMR). Data dan angka migrasi yang dihasilkan adalah berdasarkan data kumulatif. Selanjutnya diestimasi lagi migran berdasarkan titik waktu yang diinginkan, dengan teknik yang sederhana dari data migran kumulatif, khusus untuk dua propinsi, yaitu : Sumatera Barat dan DKI Jakarta.
Dari hasil estimasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa beberapa hai yang menarik :
1. Angka migrasi propinsi-propinsi terus mengalami penurunan, dengan kecepatan yang bervariasi antar propinsi. Ada yang relatif cepat, tetapi ada juga yang sangat cepat. Propinsi-propinsi yang semula berada pada delapan kelompok berdasarkan kecenderungan migrasinya (1989-1995), pada akhir periode pengamatan (1993-1995), duapuluh empat propinsi telah masuk pada kelompok migrasi rendah. Hanya tiga propinsi yang masih berada pada kelompok migrasi lainnya, yaitu DKI Jakarta pada kelompok empat yang bercirikan migrasi sedang dan Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara pada kelompok tiga yang bercirikan migrasi masuk sedang dan migrasi keluar rendah.
2. Angka migrasi laki-laki pada umumnya lebih besar daripada perempuan. Namun ada pada beberapa propinsi ditemukan angka migrasi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Tenggara.
3. Konsentrasi migran masih pada kelompok-kelompok usia muda, yaitu 20-29 tahun untuk perempuan. Sedangkan untuk migran laki-laki, sedikit lebih tinggi, yaitu 25-34 tahun.
4. Propinsi tujuan migran dan propinsi asst migran masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. DKI Jakarta masih mempunyal daya tarik yang cukup besar untuk didatangi, meskipun akhirnya telah digeser oleh Jawa Barat.
5. Berdasarkan data tahunan, terlihat bahwa angka migrasi yang diperoleh lebih kecil. Pola migrasinya bervariasi antara migrasi keluar laki-laki dan perempuan dengan migran masuk laki-laki dan perempuan.
Di masa mendatang, ketersediaan data migrasi yang lebih rinci dan semakin komprehensif sangat dibutuhkan, sehingga dapat digunakan untuk berbagai analisis demografi, khususnya migrasi. Untuk itu disarankan agar Badan Pusat Statistik dapat mengumpulkan dala tersebut dalam Sensus Penduduk pada pertanyaan kor (inti), sehingga kesalahan sampling dapat diatasi, dan ketersediaan data untuk analisis dapat direalisasikan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madris
"Titik fokus penelitian ini, adalah untuk mengetahui pengaruh upah terhadap jam kerja yang dikaitkan dengan berbagai karakteristik individu tenaga kerja seperti pendidikan, umur, jenis kelamin dan tempat tinggal. Di samping karakteristik individu tersebut juga dikaitkan dengan karakteristik secara makro seperti rasio ketergantungan, produk domestik regional bruto dan nilai investasi menurut daerah tingkat II di Sulawesi Selatan, yang kemudian disebut variabel kontekstual. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis penawaran tenaga kerja secara individu (invidual labor supply).
Penelitian ini didasarkan pada dua literatur utama. yakni teori ekonomi rumah tangga (New-Homes Economics) dan teori penawaran tenaga kerja (Economics Labor Supply) dalam aspek mikro. New-homes ecomics didasari konsep Utility, sedangkan konsep individual labor supply berkaitan dengan konsep biaya alternatif (opportunity cost), Kedua konsep tersebut, akan melahirkan konsep efek subtitusi (subtitution effect) dan efek pendapatan (income effect). Perpaduan antara kedua konsep ini akan melahirkan, apakah individu akan menambah alokasi waktu untuk bekerja atau tidak. Seandainya pun harga jasa tenaga kerja (upah/gaji) mengalami peningkatan (asumsi leisure merupakan barang normal), maka belum tentu individu menambah jam kerjanya. Hal tersebut sangat tergantung pada utility yang diterima jika dia mengkonsumsi jam leisure lebih sedikit dan juga tergantung opportunity cost-nya jika dia melepaskan sejumlah jam kerjanya yang sudah dia miliki sebelumnya.
Dari latar belakang teori inilah muncul, Bak-ward Bending Supply Curve dalam fungsi penawaran tenaga kerja, yang dimulai dari arah positif kemudian berubah menjadi negatif setelah harga leisure menjadi lebih terjangkau.
Studi ini menggunakan data mentah (row data) Shpas 1995, Jumlah sampel sebanyak 49.816 observasi; terdiri atas 22.105 tenaga.kerja yang bekerja dan mempunyai informasi jam kerja dan sebanyak 4.793 di antara yang bekerja berstatus buruh/karyawan. Di samping menggunakan data individu Supas 1995 juga menggunakan data kelompok, yaitu masing-masing PDRB harga konstan 1993 tahun 1995, nilai investasi tahun 1994, dan rasio ketergantungan tahun, masing-masing menurut daerah tingkat II se Sulawesi Selatan.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang bekerja dan berstatus buruh/karyawan. Untuk mengestimasi- fungsi penawaran tenaga kerja yang diduga berbentuk Bakward Bending Supply Cuve, digunakan model regresi dengan metode OLS. Variabel utama adalah jam kerja dan upah. Sedangkan variabel pendidikan, umur, jenis kelamin dan tempat tinggal merupakan variabel kontrol. Rasio Ketergantungan merupakan variabel kontekstual.
Penelitian ini berhasil menemukan pola penawaran tenaga kerja berbentuk parabola, mengikuti model teoretis, yakni pada awalnya arahnya positif, namun setelah mencapai backward bending supply curve hubungan antara jam kerja dengan upah berubah menjadi negatif.
Terdapat hubungan yang singnfikan antara jam kerja dengan masing-masing variabel upah, pendidikan, umur, jenis kelamin, tempat tinggal dan rasio ketergantungan pada taraf alpha 0,05.
Pola hubungan antara umur dengan jam kerja berbentuk parabola, mirip huruf U terbalik, yakni pada umur yang relatif muda hubungan antara umur dengan jam kerja positif, tetapi setelah umur semakin tua hubungannya menjadi negatif Hubungan tersebut menyerupai pola APAK (Angka Partisipasi Angkatan Kerja) secara universal.
Rata-rata jam kerja masing-masing kelompok tenaga kerja yang berpendidikan di bawah SD, tamat SD dan tamat SLTP lebih tinggi daripada rata-rata jam kerja yang berpendidikan SLTA ke atas. Rata-rata jam kerja laki-laki lebih tinggi daripada rata-rata jam kerja perempuan Demikian halnya, rata-rata jam kerja di daerah perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Rasio ketergantungan berhubungan negatif dengan jam kerja yang ditawarkan ke pasar kerja."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lies Rosdianty
"ABSTRAK
Dengan semakin tingginya tingkat mobilitas baik nasional maupun internasional, telah mendorong banyak peneliti melakukan analisa mengenai migrasi. Sayangnya, analisis mengenai konsekuensi yang timbul dari proses migrasi penduduk masih jarang dilakukan. Analisis migrasi yang dilakukan lebih banyak kepada faktor-faktor yang terjadi sebelum terjadinya proses tersebut, tetapi analisis mengenai apa yang terjadi sesudahnya atau pengaruh yang diakibatkan proses migrasi masih jarang dilakukan.
Di Indonesia, migrasi internal antar propinsi akhir-akhir ini propinsi yang menarik untuk ditempati, karena telah banyak menarik pendatang dengan tujuan ke propinsi tersebut. Hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya jumlah migran masuk dan menurunnya jumlah migran keluar. Oleh sebab itu, propinsi ini perlu mendapat perhatian pemerintah, karena pada lokasi seperti ini terjadi pertemuan berbagai suku dengan latar belakang yang beragam, sehingga sangat potensial bagi konflik antar budaya. Di Indonesia, dampak dari sentuhan terhadap etnis lain atau kontak dengan budaya lain nampak paling kritis dan sangat potensial untuk menuju pada disintegrasi nasional. Dengan mengetahui perbedaan karakteristik penduduk migran dan non migran baik keadaan sosial maupun ekonomi, diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya konflik dan kesenjangan diantara mereka. Selain itu, dengan mempelajari karakteristik migran juga diharapkan dapat diketahui apakah kedatangan mereka ke daerah tujuan akan mendatangkan perubahan sosial, budaya dan ekonomi yang positif atau negatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik perempuan migran dan non migran serta mengetahui apakah ada asosiasi antara rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup dan status migran serta variabel lain yang diamati. Dari hasil penelititan ini terlihat adanya perbedaan karakteristik antara perempuan migran dan non migran. Selain itu, dengan menggunakan model log-linier juga dapat dibuktikan adanya asosiasi antara jumlah anak dan status migran. Perempuan migran yang umumnya berada pada kelompok usia produktif mempunyai karakteristik sosial dan ekonomi yang umumnya lebih baik dibandingkan perempuan non migran. Dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik, perempuan migran ternyata mempunyai paritas yang lebih rendah dibandingkan perempuan non migran. Hal ini kemungkinan disebabkan perempuan non migran yang sebagian besar adalah penduduk nativ Jawa Barat umumnya telah menikah pada usia muda. Penyebab utama keadaan tersebut diduga karena rendahnya pendidikan dikalangan perempuan non migran. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi penduduk khususnya perempuan non migran di Jawa Barat, maka perlu ditingkatkan pendidikan mereka. Karena pendidikan adalah salah satu faktor yang ikut menentukan dalam perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan dan pendidikan juga mempunyai arti penting bagi penundaan usia perkawinan pertama. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin lama waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pendidikannya, sehingga akan menunda seseorang untuk melakukan perkawinan pertama pada usia muda."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>