Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42975 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Nalaludin
"Tesis ini tentang penanganan tindak pidana pencurian tenaga listrik oleh Unit II Direktorat V Tipiter Bareskrim Polri.
Tesis ini bertujuan untuk menunjukkan penanganan yang dilakukan oleh Unit II Direktorat V Tipiter Bareskrim Polri, terhadap pelaku pencurian tenaga listrik, sehingga dapat dijadikan acuan oleh peneliti lainnya dan dalam penanganan di daerah lain.
Metode penelitian yang digunakan ada:ah metode diskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan menerapkan beberapa teknik pengumpulan data berupa studi kasus, analisis dokumen, pengamatan, wawancara dengan pedoman, dan kajian dokumen. Metode tersebut dipilih karena sifat dari masalah penelitian ini memerlukan pendalaman, di mana peneliti harus memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala pada obyek yang diteliti, yang dapat membentuk pemahaman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penanganan tindak pidana pencurian tenaga listrik dengan tersangka Suyanto Als Antok Als Betok oleh Unit II Direktorat V Tipiter Bareskrim Poiri dilakukan melalui upaya represif berupa tindakan penyidikan. yang terdiri dari penyelidikan, penindakan, pemeriksaan, dan penyelesaian serta penyerahan berkas perkara. Penyidikan dimulai setelah diketahuinya pencurian tenaga listrik yang dilakukan oleh Suyanto Als Antok Als Betok dirumahnya, yang dilakukan dengan cara menyambungkan aliran 3TR dengan menggunakan kabel twiss 2 x 6 mm dan alat pembatas / MCB merk multi gerin ukuran 3 x 16 A, yang dihubungkan ke Kwh meter. Sedangkan di bengkel/tempat usahanya, dilakukan dengan memasang Kwh meter tanpa surat-surat resmi dari PLN, yang kemudian disambungkan oleh Suyanto Als Antok Als Betok dengan kabel TC ukuran 2 x 10 mm, dengan daya sebesar 6 A. Pencuri-:n tenaga listrik yang dilakukan oleh Suyanto Als Antok Als Beim: diketahui, setelah Tim Gabungan Operasi listrik melakukan pemeriksaan dirumah dan bengkeinya.
Hasil pemeriksaan terhadap tersangka Suyanto Als Antok Ais Betok diketahui, bahwa selain melakukan pencurian tenaga listrik dirumah dan bengkelnya, ia. juga membantu melakukan pencurian ciibeberapa tempat seperti Gedung Nevada Mobil (sekarang Veranda Furniture), Bali Air Ticketing, PT ]atayu Unggul Lestari, rumah Bapak Ginting di Cempaka Putih, CV Darwin, dan ruko di Cempaka alas, Membantu melakukan pencurian yang dimaksudkan adalah Suyanto Als Antok Als Betok memberikan jasa keahliannya dibidang listrik kepada pemilik/pengelola tempat tersebut, untuk pemasangan baru dan menyambungkan atau memperlambat aliran listrik, sehingga tagihannya lebih murah. Tindakan tersebut ada yang dilakukan pleb Suyanto Als Antok Als Betok bersama-sama dengan anak buahnya, maupun bersama karyawan PT PLN (Persero).
Namun penanganan terhadap beberapa tempat tersebut di atas yang telah menikmati hasil pencurian tenaga listrik, tidak diproses secara pidana oleh Unit II. Hal ini mengingat, pemilik/pengelola tempat tersebut sudah membayar denda kepada PLN. Sedangkan terhadap karyawan PT PLN (Persero) yang ikut terlibat bersama Suyanto Als Antok Als Betok dalam pemasangan baru aliran listrik, hanya diberikan sanksi administrasi dari atasanya.
Adapun implikasi dari tesis ini adalah pada upaya pemeriksaan secara terus-menerus dan berkala kepada konsumen PLN oleh Tim Gabungan Operasi Listrik, guna mencegah kerugian negara yang lebih besar, yang dilakukan melalui kegiatan
1. Membentuk Tim Gabungan antara PLN dan Polri untuk melakukan operasi kepolisian di seluruh Indonesia terhadap pencurian tenaga listrik yang dilakukan oleh konsumen, baik konsumen rumah tangga, konsumen komersial, dan konsumen pabrik.
2. PT PLN (Persero) melakukan pengumpulan data melalui petugas pencatat meteran secara terus-menerus, terhadap konsumen-konsumen yang sering melakukan pencurian tenaga listrik.
3. Guna menghindari dilos lagi meteran oleh konsumen setelah dilakukan pencatatan oleh petugas pencatat, sehingga terjadi pencurian tenaga listrik, make PT PLN (Persero) membuat jadwal pemeriksaan dan pencatatan meteran kembali secara mendadak.
4. PT PLN (Persero) dan Polri harus mewaspadai perkembangan modus baru dalam pencurian tenaga listrik, seperti setelah MCB diganti konsumen, kemudian disekitarnya disemprot cairan menyerupai sarang laba-laba atau disemprot debu, guna mengelabui seakan-akan MCB atau meteran tersebut sudah lama tidak terpakai.
5. Melakukan penindakan secara tegas terhadap pelaku tindak pidana pencurian tenaga listrik dengan tidak pandang bulu terhadap siapa raja yang terlibat, dengan mengutamakan ganti rugi terlebih dahulu guna mencegah kerugian negara - yang lebih besar. Apabila ganti rugi tidak terlaksana, baru dilakukan upaya hokum, guna memberikan efek Sera kepada konsumen.
6. Penindakan terhadap pelaku tindak pidana pencurian tenaga listrik yang dilakukan oleh Polri, selain berpedoman kepada UU No 20 tahun 2002 dan KUHP, hendaknya juga memperhatikan UU No 1 tahun 1946.
7. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan personif Tim Gabungan antara PLN dan Polri, guna pencapain target yang ingin dicapai dan menghindari penyimpangan.
8. Melakukan analisa dan evaluasi setiap hasil pelaksanaan operasi, guna dijadikan landasan dalarn melakukan kegiatan selanjutnya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Suryanto
"Tesis ini tentang penanganan illegal logging di pelabuhan Kalibaru Tanjung Priok Jakarta Utara oleh Direktorat V/Tipiter Bareskrim Polri, seperti kita ketahui bersama bahwa kehutanan telah memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan nasional Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung, di mana sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan nasional yang memberikan dampak positif antara lain peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pembangunan wilayah dan pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, pemanfaatan hasil hutan kayu secara berlebihan dengan melakukan penebangan liar juga membawa dampak terhadap bencana alam dalam skala nasional, mengingat kegiatan illegal logging tidak saja hanya terjadi di kawasan hutan yaitu dengan melakukan penebangan liar yang juga perlu diperhatikan adalah illegal logging yang terjadi di tempat peredarannya, di mana salah satunya adalah di pelabuhan Kalibaru Tanjung Priok Jakarta Utara.
Penanganan illegal logging di pelabuhan Kalibaru tidak dapat dilakukan sendiri oleh Direktorat V/Tipiter Bareskrim Polri, mengingat di pelabuhan tersebut terdapat beberapa instansi pemerintah dan non-pemerintah yang memiliki tanggung jawab bersama dalam pemberantasan illegal logging."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Golose, Petrus Reinhard
"Disertasi ini merupakan hasil analisis dari penelilian kualitatif dan literatur secara mendalam yang terfokus pada manajemen penyidikan hacking oleh Unit V IT & Cybercrime yang diterapkan pada proses penyidikan kasus hacking website Partai Golkar. Kasus hacking website Partai Golkar merupakan kasus hacking pertama yang telah berkekuatan hukum tetap yang ditangani oleh Unit V IT & Cybercrime. Dalam pelaksanaan penyidikan hacking, Unit V IT & Cybercrime menghadapi permasalahan berkaitan dcngan belum adanya ketentuan hukum materil yang secara tegas mengatur mengenai tindak pidana hacking pada saat itu dan belum adanya ketentuan hukum formil yang mengatur secara khusus mengenai penanganan bukti digital. Permasalahan tersebut berhasil dihadapi penyidik dengan melakukan interpretasi terhedap ketentuan hukum yang ada.
Disertasi ini mengajukan suatu pengertian tindak pidana hacking sebagai setiap kegiatan yang menggunakan komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilalcukan dengan cara mengakses suatu sistem jaringan komputer baik yang terhubung dengan internet atau tidak, baik dengan tujuan maupun tidak, untuk memperoleh, mengubah dengan cara menamhah atau mengurangi, menghilangkan atau merusak informasi dalam sistem komputer dan atau sistem elektronik lainnya dengan melawan hukum. Hacking berbeda dengan kejahatan konvensional.
Hacking dapat dilakukan dari berbagai tempat yang terpisah atau tidak mengenal batas wilayah (borderless) dan transnasional (lintas batas ncgara). Hacking tidak meninggalkan jejak berupa catatan atau dokumen fisik dalam bentuk kertas (paperless) akan tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam komputer dan jaringan tersebut dalam bentuk data atau informasi digital berupa log files. Penyidikan tindak pidana hacking juga berbeda dengan penyidikan kejahatan konvensional yaitu sebagian proses penyidikan dilakukan. di cyberspace, adanya masalah yurisdiksi hukum, eksistensi bukti digtal (digital evidence) dun penanganan komputer sebagai tempat kejadian perkara (crime scene) dimana diperlukan dukungan laboratorium komputer forensik untuk menganalisa bukti digital yang telah didapat. Penyidik menerapkan prinsip-prinsip dan fungsi manajemen dalam proses penyidikan. Proses manajemen tersebut diterapkan sebagai suatu siklus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, implementasi, serta pengawasan dan evaluasi. Secara khusus disertasi ini memotret proses manajemen penyidikan hacking sehingga menghasilkan prooses manajemen yang terdiri dari penerimaan laporan (accepting input), penugasan (assigning), perencanaan (planning), pelaksanaan dan penyesuaian (executing and adjusting), pengendalian dan evaluasi (controlling and evaluation), penyerahan hasil (result delivery), bantuan di persidangan (court support) serta dokumentasi hukum (legal documentation).
Dengan manajemen penyidikan tindak pidana hacking tersebut, proses manajemen penyidikan tidak berhenti pada penyerahan berkas perkara ke penuntut umum saja, tetapi terus berlanjut ke tahap pemidangan, dimana penyidik berperan sebagai saksi verbalisan dan membantu penuntut turun dalam menghadirkan saksi dan ahli. Disamping itu terdapat pula dokumentasi hukum, dimana putusan hakim akan didokumentasikan oleh penyidik sehingga dapat digunakan sebagai penimbangan dalam perencanaan penyidikan pada kasus hacking yang terjadi di kemudian hari. Proses manajemen penyidikan tersebut tidak berjalan secara independen melainkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut seperti: budaya organisasi, kepemimpinan dan peranan stakeholders. Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan wawancara berpedoman diketahui bahwa Unit V IT & Cybercrime mempunyai budaya organisasi yang berbeda. Sub budaya organisasi yang ada saat ini di Unit V IT & Cybercrime mendorong anggotanya untuk terus maju (progresif) hal ini didukung dengan penghargaan dari pemimpin dan peer pressure dari anggota unit lainnya sebagai motivasi ekstrinsik. Peranan Kepala Unit sebagai pemimpin menjadi motivator-Unit V IT & Cybercrime tampak dominan terlihat dari ketergantungan Unit V IT & Cybercrime terhadap pemimpinnya dalam hubungannya dengan stakeholders dan dalam melakukan transformasi budaya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
D898
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suprihadi
"ABSTRAK
Tenaga listrik mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan masyarakat karena menguasai hajat hidup orang banyak oleh karena itu usaha penyediaan tenaga listrik pada dasarnya dilakukan oleh Negara. Kita dapat memanfaatkan tenaga listrik untuk berbagai keperluan namun hendaknya juga memperhatikan aturan-aturan yang berlaku bagi penggunaan tenaga listrik tersebut. Tenaga listrik termasuk dalam pengertian "benda" menurut pasal 362 KUHP, sehingga barangsiapa menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya merupakan tindak pidana curian sebagaimana dimaksud dalam KUH Pidana. Pencurian tenaga listrik dapat menimbulkan sanksi-sanksi perdata, administratif dan sanksi pidana, bahkan perbuatan tersebut sangat merugikan masyarakat luas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Fiandri
"Seiring dengan semakin canggihnya teknik tindak pidana di bidang pasar modal, maka tantangan yang dihadapi oleh Polri, khususnya penyidik Polri sebagai aparat penegak hukum yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pasar modal akan semakin berat. Oleh karena itu, diperlukan profesionalisme penyidik Polri yang mempunyai kompetensi tinggi karena kompetensi akan dapat mendukung peningkatan kinerja penyidik Polri. Kompetensi penyidik Polri dapat ditingkatkan melalui program pelatihan khusus tentang tindak pidana pasar modal. Penelitian ini berupaya mengidentifikasi implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal dan juga mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal. Penulis menggunakan empat teori untuk menganalisis implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal. Teori-teori tersebut adalah teori implementasi dari George C. Edwards III, teori penegakan hukum dari Soerjono Soekanto, teori pelatihan dari Robert L. Mathis dan John H. Jackson, serta teori kerjasama dari Ann Marie Thomson dan James L. Perry. Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif. Penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui hasil wawancara dan observasi. Sedangkan, data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi. Guna memperoleh keabsahan data, maka dalam analisa digunakan teknik triangulasi data. Selanjutnya, analisis data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal sudah terlaksana dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal meliputi faktor pengetahuan atau knowledge, faktor kerjasama, faktor teknologi, faktor kewenangan, serta faktor dari kualitas dan kuantitas personil itu sendiri. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal adalah penerapan sanksi dan hukuman (berupa sanksi pidana dan administrasi), masih adanya multi persepsi antara OJK, Polri dan Kejaksaan, serta Undang-Undang Pasar Modal sebagai landasan hukum pelaksanaan pasar modal di Indonesia belum mampu mengikuti perkembangan zaman karena tidak pernah mengalami pembaharuan.

The more sophisticated the technique of criminal offenses in the field of capital markets, the challenges faced by the police, especially police investigators as law enforcement officers who are given the authority to investigate capital market criminal acts will be even more severe. Therefore, professionalism of police investigators who have high competence is needed, because competence will be able to support the improvement of the performance of police investigators. The competence of police investigators can be increased through special training programs on capital market crime. This study aims to identify the implementation of law enforcement in handling capital market crime and also identify factors that influence law enforcement in handling capital market crime. The author uses four theories to analyze the implementation of law enforcement in handling capital market crime. These theories are the theory of implementation of George C. Edwards III, law enforcement theory from Soerjono Soekanto, training theories from Robert L. Mathis and John H. Jackson, as well as the theory of collaboration from Ann Marie Thomson and James L. Perry. The type of research chosen is qualitative research. The author uses three data collection techniques, namely interviews, observation, and documentation. Primary data in this study were collected through interviews and observations. Meanwhile, secondary data is obtained through documentation studies. To obtain the validity of the data, the data triangulation technique is used in the analysis. Furthermore, data analysis in qualitative research is carried out through several stages, namely data reduction, data display, and conclusion drawing/verification. The results of the study show that the implementation of law enforcement in handling capital market crime has been well implemented. Factors that influence law enforcement in handling capital market crime include knowledge factors, cooperation factors, technological factors, authority factors, and factors of the quality and quantity of the personnel themselves. In addition, other factors that influence law enforcement in handling capital market criminal acts are the application of sanctions and penalties (criminal and administrative sanctions), multi-perceptions between OJK, Police and Prosecutors, and the Capital Market Law as the legal basis for capital market implementation in Indonesia it has not been able to keep up with the times because it has never experienced renewal."
Jakarta: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T55466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksamana Andriansyah Nugroho
"Penelitian ini membahas tentang mekanisme Badan Reserse Kriminal KepolisianRepublik Indonesia Bareskrim Polri dalam penanganan korban tindak pidana,yang menggunakan studi kasus penanganan para korban tindak pidana penipuaninvestasi Dream for Freedom D4F . Penelitian mendeskripsikan bagaimanaBareskrim tidak hanya bertindak sebagai penegak hukum yaitu melakukanpenegakan terhadap pelaku tindak pidana tetapi juga mengurusi korban dari tindakpidana tersebut. Dengan mengacu pada penerapan perlindungan hak-hak korbankejahatan sebagai akibat dari terlanggarnya hak asasi yang bersangkutan, makadasar dari perlindungan korban kejahatan dapat dilihat dari beberapa teori yaituteori utilitas, teori tanggung jawab, dan teori ganti kerugian. Secara teoretis, bentukperlindungan terhadap korban kejahatan dapat diberikan dalam berbagai cara,bergantung pada penderitaan/kerugian yang diderita oleh korban. Sebagai contohuntuk kerugian yang sifatnya mental/psikis tentunya bentuk ganti rugi dalam bentukmateri/uang tidaklah memadai apabila tidak disertai dengan upaya pemulihanmental korban. Sebaliknya, apabila korban hanya menderia kerugian secaramateriil, pelayanan yang sifatnya psikis terkesan terlalu berlebihan. Bentukperlindungan diberikan melalui pemberian restitusi, konseling, pelayanan/bantuanmedis, bantuan hukum, dan pemberian informasi. Dalam upaya penanganan korbantindak pidana, kepolisian, yang dalam hal ini adalah Bareskrim Polri, membukaPosko Pengaduan. Sejauh ini, Bareskrim Polri hanya bisa sesuai dengankewenangan Polri. Padahal, yang diharapkan oleh korban lebih dari sekadarinformasi tentang perkaranya. Oleh karenanya penelitian ini menjadi awal untukpembenahan administrasi kepolisian tentang penanganan korban tindak pidana.

This study discusses the mechanism of Criminal Investigation Police PoliceCriminal Investigation Police in the handling of victims criminal offense, whichuses case studies of the handling of victims of theinvestment fraud crime Dreamfor Freedom D4F . The study describes how Bareskrim not only acts as a lawenforcement that enforces the perpetrators of criminal acts but also takes care of thevictims of the crime. With reference to the application of the protection of the rightsof victims of crime as a result of violation of the human rights concerned, the basisof the protection of victims of crime can be seen from several theories of utilitytheory, theory of responsibility, and compensation theory. Theoretically, the formof protection against crime victims can be given in various ways, depending on thesuffering loss suffered by the victim. For example, for mental psychologicallosses, surely the form of compensation in the form of material money is notsufficient if not accompanied by mental recovery efforts of the victim. Conversely,if the victim only experience material loss, the service of a psychic nature seem tooexcessive. Forms of protection are provided through the provision of restitution,counseling, medical services assistance, legal assistance, and informationprovision. In the effort to handle victims of criminal acts, the police, in this case thePolice Bareskrim, opened a Complaint Post. So far, Criminal Investigation Policecan only be in accordance with the authority of the Police.. Therefore, this researchbecomes the beginning for revamping the police administration about the handlingof victims of crime.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enggarani Laufria
"ABSTRAK
Tesis ini membahas hasil penelitian tentang analisis Penanganan Tindak PidanaPerdagangan Orang Oleh Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri. Penelitian inidilakukan dengan metode analisis deskriptif-kualitatif yang bersumber dari dataprimer dan sekunder melalui teknik wawancara, observasi dan telaahan dokumen.Hasil penelitian menunjukkan saat ini tindak pidana perdagangan orang TPPO telahberkembang menjadi suatu kejahatan kemanusiaan lintas batas negara yangterorganisasi transnational organized crime , sehingga memerlukan kerjasama darinegara-negara di dunia. Keadaan geografis, ekonomi dan sosilogis menjadikanIndonesia berpotensi sebagai negara pencarian korban maupun tujuan TPPO.Keadaan sebagian penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah dan miskinmerupakan penyebab utama penduduk nekat menjadi pekerja migram di luar daerahtinggal ataupun diluar negeri, meskipun dengan cara yang illegal. Kerentanan inidimanfaatkan oleh para pelaku perdagangan orang dan calo. Karenanya moduskejahatan perdagangan orang dengan merekrut dan mengirim pekerja migran illegalpaling sering terjadi di Indonesia. Dittipidum Polri selama ini telah melakukanberbagai upaya untuk memberantas TPPO baik melalui upaya preemtif, preventifmaupun represif. Dalam praktiknya, kendala yang dihadapi penyidik Polri antara lainadalah: 1 lokasi kejahatan yang berbeda-beda meliputi dalam dan luar negeri; 2 keterbatasan kewenangan penyidik untuk melakukan pemeriksaan di luar negerisehingga mendapat tantangan dari pihak yang berwenang dan pihak pendukungkejahatan di negara terkait; 3 Keterangan calo yang berbelit-belit tentang pelakuutama, atau bahkan calo tidak kenal sama sekali; 4 korban yang tidak mau bersaksikarena takut atau berada dibawah tekanan baik sosial, ekonomi maupun psikologis.Kendala tersebut menghambat penyidik untuk mendapatkan bukti sehingga kesulitanuntuk menjerat pelaku dan pihak terkait dengan UU TPPO. Karenanya sebagianpenyidik menggunakan KUHP, UU Perlindungan Anak dan UU Perlindungan TKI diLuar Negeri, dan tidak dapat mengungkap dan memberantas TPPO secarakomprehensif dan tuntas. Upaya yang dapat dilakukan oleh Dittipidum BareskrimPolri di masa mendatang antara lain adalah dengan cara: 1 meningkatkan saranapendukung, pengetahuan, dan kapasitas penyidik dengan cara berpastisipasi padaberbagai workshop dan pelatihan; 2 terus mendorong penegak hukum melakukankoordinasi dan kerjasama dengan berbagai instansi di dalam negeri, dan juga terusmeningkatkan kerjasama antar negara dan dengan organisasi internasional sepertiAATIP.

ABSTRACT
This thesis discusses the results of research on the analysis of Crime Handling ofTrafficking in Persons by Dittipidum Bareskrim Polri Investigators This research isdone by descriptive qualitative analysis method that comes from primary andsecondary data through interview technique, observation and document review. Theresults show that the current crime of trafficking in persons TPPO has evolved intoan organized transnational organized crime, thus requiring cooperation fromcountries in the world. Geographic, economic and socio political conditions makeIndonesia a potential as a search for victims and the destination of TPPO. Thecondition of some poor and poorly educated Indonesians is the main cause of thereckless population to become migrant workers outside of residence or abroad, albeitin an illegal manner. This vulnerability is used by traffickers and brokers. Hence thecrime mode of trafficking in persons by recruiting and sending illegal migrantworkers is most common in Indonesia. Dittipidum Polri has been doing variousefforts to eradicate TPPO either through preemptive, preventive or repressive efforts.In practice, the obstacles faced by Police investigators include 1 different crimelocations within and outside the country 2 the limitations of the investigator 39 sauthority to conduct an overseas examination so as to be challenged by theauthorities and the crime supporting parties in the country concerned 3 Theintricately scaled up scalper 39 s notes about the main perpetrator, or even the brokersdo not know the main prepertrators at all 4 victims who do not want to testify forfear or are under social, economic and psychological pressure. These obstaclesprevent the investigators from obtaining evidence so that it is difficult to trap theperpetrators and parties related under TPPO Law. Therefore, some investigators usethe Criminal Code, Child Protection Law and Protection Act for Overseas Workers,and can not disclose and combat TPPO comprehensively and thoroughly. Efforts thatcan be undertaken by the Dittipidum Baerskrim Polri in the future are among others 1 increasing the supporting facilities, knowledge, and investigator capacity byparticipating in various workshops and trainings 2 continue to encourage lawenforcement to coordinate and cooperate with various agencies in the country, andalso to improve cooperation between countries and with international organizationssuch as AATIP"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T52192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adnan Kohar
"Permasalahan yang timbul ketika harapan dan arah kebijakan pemberantasan korupsi oleh penyidik Polri tidak diikuti dengan pembangunan sistem penyidikan yang baik atau konsep yang luar biasa (extra ordinary measure) pada organisasi Polri. Terutama jika dikaji dari sudut pandang sistem hukum baik dari aspek substansi hukum, struktur hukum maupun kultur hukum, maka sistem penegakan hukum oleh Polri belum dapat menjamin terwujudnya pemberantasan korupsi yang optimal. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil Penelitian ini adalah bahwa kualitas Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri berkaitan dengan pengungkapan Tindak Pidana Korupsi masih tergolong rendah. Rendahnya kualitas diketahui berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut: 1) Kondisi proses penyidikan tindak pidana korupsi dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidan Korupsi Bareskrim Polri saat ini masih belum efektif dan optimal. 2) Kondisi Penguasaan Undang-Undang Korupsi yang dikuasai oleh penyidik dan penyidik pembantu Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih sangat lemah sehingga penerapan pasal dan perundang-undangan menjadi kurang tepat. 3) Kondisi Sarana, Prasarana dan Anggaran yang dimiliki oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih terbatas dalam rangka menopang kegiatan penyidikan perkara korupsi. Metode penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dalam perspektif presisi studi kasus pada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dengan menggunakan layanan E-Manajemen Penyidikan.

The problem that arises when the expectations and direction of the anti-corruption policy by Polri investigators are not followed by the construction of a good investigation system or an extra ordinary measure in the Polri organization. Especially if it is studied from the point of view of the legal system both from the aspects of legal substance, legal structure and legal culture, then the law enforcement system by the National Police has not been able to guarantee the realization of optimal eradication of corruption. In this study, the researcher used a qualitative approach. The result of this study is that the quality of investigators from the Directorate of Corruption Crimes of the Civic Police related to the disclosure of Corruption Crimes is still relatively low. The low quality is known based on the following indicators: 1) The condition of the corruption investigation process carried out by the Directorate of Corruption And Corruption of the Police Civic Police is currently still not effective and optimal. 2) The condition of control of the Corruption Law controlled by investigators and auxiliary investigators of the Directorate of Corruption Crimes, Civic Police, is still very weak so that the application of articles and laws is not appropriate. 3) The condition of the facilities, infrastructure and budget owned by the Directorate of Corruption Crimes of the Civic Police is still limited in order to support the investigation of corruption cases. The method of investigating the Directorate of Corruption Crimes of the Police CID in the perspective of precision of case studies at the Directorate of Corruption Crimes of the Police Circumcision using the E-Management Investigation service."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Ferdy Alfonsus
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penanganan tindak pidana perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak. DiIatar belakangi pemikiran bahwa rendahnya kepatuhan Wajib Pajak disebabkan belum adanya penerapan sanksi hukum (pidana) yang tegas terhadap pelaku tindak pidana perpajakan.
Penelitian dilakukan dengan mengkaji permasalahan yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Pajak dan kelemahan yang terdapat dalam kebijakan penanganan tindak pidana perpajakan itu sendiri, lalu diqpayakan mencari solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa di samping terdapat kelemahan dalam pelaksanaan penanganan tindak pidana perpajakan dan kelemahan dalam kebijakan, ternyata juga dari sisi Wajib Pajak ada kendala yang menyebabkan WP sulit untuk melaksanakan kewajiban perpajakan secara patuh dan benar. Banyak WP yang tidak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar karena banyaknya praktek uang suap, sogok dan pungli yang dialami oleh bayak pelaku usaha.
Banyaknya uang siluman itu dibebankan melalui mark up biaya dalam laporan keuangan, yang pada akhirnya mempengaruhi jurnlah pajak yang harus dibayar.
Sedangkan kelemahan dalam pelaksanaan kebijakan antara lain, rendahnya kinerja Ditjen Pajak dalam penanganan tindak pidana perpajakan yang ditandai dengan sedikitnya jumlah WP yang dilakukan penyidikan dibandingkan dengan data ketidakpatuhan WP berupa tidak menyampaikan SPT Tahunan yang jumlahnya menurut data intranet bulan Maret Tahun 2002 mencapai 808.022 SPT PPh WP Orang Pribadi dan 399.273 SPT Tahunan PPh Badan. Koordinasi PPNS dan POLRI yang berbelit-belit sehingga proses penyidikan menjadi lama.
Di bidang kebijakan penanganan tindak pidana perpajakan melalui KEP-02/PJ.7/1990 dan SE-36/PJ.73/1990 mengandung kelemahan, seperti tidak jelasnya kriteria hash pemeriksaan bukti permulaan yang bagaimana yang dikeluarkan produk skp atau dilanjutkan ke penyidikan, tidak jelasnya kriteria seorang Pengamat dan tidak diaturnya prosedur penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan apabila WP membayar lunas utang pajak, sesuai Pasal 44 B UU KUP, serta perlunya koordinasi antara POLRI dan Penyidik Pajak dalam penentuan ruang lingkup tindak pidana perpajakan agar tidak terjadi benturan kepentingan soal kewenangan melakukan penyidikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayidin Abdullah
"Perlindungan terhadap hak-hak tersangka yang di duga melakukan suatu tindak pidana untuk mendapatkan bantuan hukum adalah sebagai bentuk penghargaan atas hak-hak asasi manusia yang telah menjadi norma hukum internasional. Dalam hukum positif nasional kita, pengaturan hak-hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum yang diatur dalam ketentuan Pasal 54 sampai dengan Pasal 57 dan Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 Undang-Undang No.8 tahun 1981 (KUHAP) adalah merupakan pengaturan lebih lanjut dari Pasal 35 sampai dengan Pasal 38 Undang-Undang No.14 tahun 1970 juncto Undang-Undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sedangkan Pengaturan Penyidikan pada tindak pidana perpajakan, diatur berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang- Undang No.28 tahun 2007 yaitu yang berwenang untuk melakukan Penyidikan tindak pidana perpajakan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik tindak pidana di bidang pajak. Proses Penyidikan tindak pidana perpajakan diatur melalui KUHAP, Undang-Undang No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-272/PJ/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan serta Keputusan Kapolri No.Pol SKEP/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, khususnya terkait tentang Koordinasi dan Pengawasan serta Pembinaan Teknis Penyidik Polri terhadap Penyidik PNS. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, skripsi ini mencoba menjawab permasalahan bantuan hukum terhadap tersangka dalam penyidikan tindak pidana perpajakan serta Proses penyidikan tindak pidana perpajakan dan upaya hukum yang bisa dilakukan terhadap tindakan Penyidik PNS Pajak yang tidak memberi kesempatan atau menolak tersangka untuk di dampingi penasehat hukum pada saat pemeriksaan penyidikan. Dengan adanya usaha maksimal untuk memberikan bantuan hukum kepada orang atau badan yang diduga melakukan suatu tindak pidana perpajakan, diharapkan hak-hak tersangka mendapat bantuan hukum bisa dilakukan secara tepat dan optimal. Demikian juga sebagai upaya tindakan preventif dan represif terhadap pelaku tindak pidana penggelapan atau penyimpangan pajak, sehingga mampu meningkatkan ketaatan Wajib Pajak dan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, ], 2009
S25101
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>