Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150920 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mayang Sekarwangi
"Pada waktu sekarang ini banyak terjadi ikatan perkawinan yang dilaksanakan cenderung cukup hanya memenuhi persyaratan hukum agamanya saja dan mengabaikan pencatatan perkawinan. Perkawinan yang tidak dicatatkan adalah perkawinan yang hanya dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya tetapi tidak dicatatkan atau didaftarkan pada Kantor Catatan Sipil dan Kantor Urusan Agama (KUA). Perkawinan yang tidak dicatatkan tentunya akan mempunyai akibat hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dan data yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan kualitatif, pengumpulan data menggunakan metode studi dokumen dan wawancara sehingga menghasilkan data deskriptif analisis dari apa yang diperoleh dart data tertulis.
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang bersumber dari buku-buku, peraturan perundangundangan. Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat diketahui bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu perkawinan yang tidak dicatatkan, antara lain faktor biaya yang dianggap oleh sebagian masyarakat mahal, faktor pengetahuan yaitu kurang memahami ketentuan perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, faktor keinginan bagi suami untuk melakukan perkawinan yang kedua yang tidak izin terlebih dahulu kepada isteri, dan faktor belum diakuinya suatu penganut Kepercayaan sebagai suatu agama yang resmi oleh Negara. Kemudian perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut akhirnya membawa akibat hukum terhadap status perkawinan itu sendiri, status anak, dan harta kekayaan. Oleh karena itu upaya penyelesaiannya antara lain dengan mengajukan Isbath Nikah bagi yang beragama Islam, yaitu penetapan perkawinan, mengulang perkawinan dengan disertai pencatatan perkawinan, memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya suatu pencatatan perkawinan. Untuk masyarakat yang kurang mampu, pemerintah setempat mengadakan acara perkawinan massal. Pencatatan perkawinan adalah hal yang sangat penting guna menuntut hak-hak dari isteri dan anak yang dilahirkan.Dan supaya perkawinan tersebut menjadi sah secara hukum agama dan hukum Negara."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neng Djubaidah
Jakarta: Sinar Grafika, 2010
346.016 NEN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang Regina I.
"Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah menciptakan unifikasi dibidang hukum perkawinan di Indonesia, yang diberlakukan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama, dan ras. Akan tetapi, dalam hal perkawinan yang dilakukan antara mereka yang berbeda agama, Undang-Undang Perkawinan hanya memberikan pengaturan yang berupa penyerahan sepenuhnya kepada hukum agama yang berlaku.
Sehubungan dengan hal tersebut, dewasa ini sering terjadi pengakuan dan pencatatan atas perkawinan antara mereka yang berbeda agama, yang mana sesungguhnya perkawinan tersebut tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis membuat penulisan mengenai permasalahan hukum dalam pencatatan perkawinan antara mereka yang berbeda agama dengan meninjau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1400/K/Pdt/1986 mengenai perkawinan antara mereka yang berbeda agama.
Dalam penulisan ini dibahas permasalahan mengenai syarat syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, dan mengenai sah/tidaknya pertimbangan Mahkamah Agung dalam memberikan putusan No. 1400/K/Pdt/1986 menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau yang disebut data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai permasalahan yang dibahas, maka penulis berpendapat dan menyimpulkan bahwa perkawinan sah secara hukum apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehubungan dengan Putusan MA-RI No.1400/K/Pdt/1986, adalah tidak dapat dibenarkan karena perkawinan tersebut bertentangan dengan agama. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar lebih ditingkatkan lagi kesadaran hukum terhadap agama, dan peranan Kantor Catatan Sipil dalam menjalankan tugasnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banne Marampak Rosandi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rose Mawarwati
Universitas Indonesia, 2007
T 02108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rose Mawarwati
"ABSTRAK
Pembatalan perkawinan sering kali terjadi karena masih banyak pihak-pihak melakukan pelanggaran mengenai syarat-syarat sahnya perkawinan disisi lain karena ketidak tahuan atau kurang dipahaminya arti dari suatu perkawinan atau adakalanya memang sengaja dilanggar. Pelanggaran atau tidak dipenuhinya syaratsyarat untuk melangsungkan perkawinan itulah yang menyebabkan perkawinan tersebut tidak sempurna dan keadaan seperti ini akan memberikan kesempatan kepada orang-orang tertentu yang diberi hak oleh Undang-undang untuk membatalkan perkawinan tersebut. Berdasarkan hal tersebut apakah alasan-alasan pembatalan perkawinan dan akibat pembatalan perkawinan telah dipenuhi dalam pertimbangan hukum hakim atas putusan perkara Nomor 33/Pdt.G/1995 pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan merupakan pokok permasalahan utama yang diangkat dengan melakukan penelitian kepustakaan yang menggunakan data-data sekunder yang terdapat dalam bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan terkait yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dalam analisis, ditemukan bahwa pembatalan perkawinan dapat terjadi bila para pihak terkait tidak memenuhi syarat-syarat material umum dan material khusus sebagai syarat sahnya suatu perkawinan, dalam kasus tersebut ternyata terdapat halhal yang menyebabkan tidak terpenuhinya syarat-syarat perkawinan tersebut. Dengan demikian maka perkawinan tersebut dibatalkan yang mengakibatkan perkawinan dianggap tidak pernah ada, hal tersebut menjadi perhatian bagi pasangan yang akan melangsungkan perkawinan agar dapat mempersiapkan diri secara fisik maupun psychology dengan mempertimbangkan semua aspek yaitu meliputi hubungan antara talon suami isteri terutama itikad balk oleh masing-masing pihak. Dalam hal ini dibutuhkan peranan para pihak yang terkait untuk mensosialisasikan syarat-syarat dan tujuan perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu menuju kearah pembentukkan keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

ABSTRAK
A cancellation of a marriage still often happens due to several reasons, one of which is the unawareness of the couple itself concerning the legal requirements that should be met in a marriage, or the lack of understanding on the meaning of marriage itself, while on the other hand in some cases it is also deliberately violated. The violations occuring from such mentioned things are the considerable causes of the problematic marriage, and in such a circumstance, the law has made enable the people within to appeal for their right to cancel the marriage. Specifically, the case in this research would be to recognize more about whether the reasons as well as the impacts of the cancellation of the marriage case No. 33/Pdt.G/l995, State Court of South Jakarta, had become a part of consideration of the judge's decision. This research is conducted by applying the literature study utilizing secondary data found out in the primary legal materials, such as The Law No. 1 Year 1974 regarding the Marriage, and the Government Law No. 9 Year 1975. The analysis revealed that the cancellation of a marriage could happen if the parties concerned within did not fulfill the general as well as special material requirements that determines the legality of a marriage, and it was also discovered that in the marriage being scrutinized, there were things that caused the disfufilment of the mentioned requirements. Thus, the marriage can be cancelled and considered as never happened. Expectedly, this can be an invaluable lesson for other couple that has been considering to conduct their marriage, to think thoroughly about every aspects related, both physical and psychological, as well as other aspects such as the relationship condition between the future husband and wife, particularly the good will of the respective party. In order to ensure this, the proactive attitude from certain concerned parties is needed to socialize the requirements and the purpose of a marriage, like had been stated in the Article 1 Law No.1 Year 1974 concerning marriage, that is, as an act intended to form a happy and everlasting family under upon the belief to the Supreme God.
"
2007
T19118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Devi Yunanda
"Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan unifikasi di bidang hukum perkawinan, yang berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama dan ras. Namun dalam hal perkawinan yang antara mereka yang berbeda agama, ternyata Undang-undang Perkawinan tidak mengatur secara eksplisit sehingga menimbulkan berbagai macam penafsiran. Meskipun pendapat yang lazim diterima dari para pakar hukum adalah bahwa UU Perkawinan tidak menghendaki perkawinan beda agama, tidak menyurutkan pasangan yang berbeda agama untuk tetap mengikatkan diri dalam lembaga perkawinan. Berbagai cara dilakukan agar perkawinan dapat dicatatkan dan mendapat pengakuan dari Negara. Salah satu cara yang akhir-akhir ini ditempuh oleh banyak pasangan yang berbeda agama adalah melangsungkan perkawinan dengan difasilitasi oleh Yayasan Wakaf Paramadina yang mengakui sahnya perkawinan beda agama.
Dalam penelitian ini, penulis meneliti apakah perkawinan beda agama yang difasilitasi oleh Yayasan Wakaf Paramadina dapat dicatatkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku dan upaya yang dapat ditempuh oleh pasangan beda agama yang telah melangsungkan perkawinan dengan difasilitasi Yayasan Wakaf Paramadina agar perkawinannya dapat dicatatkan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat yuridis-normatif, dimana penelitian mengacu pada norma-norma hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan dan pencatatan perkawinan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder berupa bahan kepustakaan yang didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber terkait.
Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa perkawinan beda agama yang dilangsungkan oleh Yayasan Wakaf Paramadina tidak dapat dicatatkan di baik di Kantor Urusan Agama maupun di Kantor Catatan Sipil, namun apabila mereka mempunyai bukti pengesahan perkawinan dari agama dan kepercayaannya selain agama Islam, maka perkawinannya dapat dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. Kemudian untuk masa yang akan datang, berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah membuka peluang untuk dapat dicatatkannya perkawinan beda agama di Indonesia, yakni melalui penetapan pengadilan.

The Law Number 1 Year 1974 concerning Marriage is acknowledged as the unification of the law in term of marriage that is applied to all Indonesian citizens that are consist of different ethnics, religions as well as races. However, it is found out that the Law did not regulate explicitly things about marriage between people from different religious background. This in turn brings about consequence in form of various interpretation of the vague condition. Even though the majority of legal experts hold that The Law concerning Marriage does not acknowledge any marriage between two different religious backgrounds, there are yet still some of such couples pursue further their interest under the marriage institution. Among many ways they take for this purpose, getting them-selves under religious ceremony held by Yayasan Wakaf Paramadina, which acknowledges the validity of such marriages, is one of the most renowned alternatives.
In this research paper, the writer seeks to find out whether the marriage ceremony held by Yayasan Wakaf Paramadina, as well as the effort conducted by the couples from different religious background can be registered according to the positive law.
The research applies the juridical-normative method, since it refers to the laws that regulate matters concerning marriage and marriage registration. Meanwhile the data utilized are secondary ones, in form of literatures, which further supported by the result of in-depth interview with the respondents.
It is eventually concluded that any marriage happens between two persons from two different religious backgrounds that is held under the supervision of Yayasan Wakaf Paramadina cannot be registered in either Office of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama) or Office of Civil Registration (Kantor Catatan Sipil). However if they have an acknowledgement certificate validating the marriage from their respective religion authority, then the marriage shall be registered in the Office of Civil Registration. In addition, the recent implementation of the Law Number 23 Year 2006 concerning Demography Administration has further advanced in the opportunity to such couples to register their marriage in the concerned authorities in Indonesia, that is by court order."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T38057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shierly
"Pelaksanaan suatu perkawinan akan membawa
akibat hukum bagi perkawinan itu sendiri dan juga
bagi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan
tersebut.Pelaksanaan yang dimaksud adalah tata cara
atau prosedur dalam pelaksanaan perkawinan yaitu
apakah perkawinan tersebut telah mengikuti peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang menentukan sah
atau tidaknya perkawinan tersebut antara lain
pencatatan perkawinan.
P^fTcawinan yang dilakukan secara sah menurut
hukum maka anak-^anaknyapun merupakan anak-anak yang
sah, sedangkan perkawinan yang tidak sah menurut
hukum maka anak-anaknyapun menjadi anak-anak luar
kawin, status anak membawa dampak yang amat besar
terhadap masalah waris. Kelalaian dari orang tua
untuk melaksanakan perkawinannya secara sah dapat
mengakibatkan anak-anak mereka tidak mendapat bagian
apapun dari harta peninggalan mereka karena menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, anak tersebut
tidak mempunyai hubungan hukum dengan siapapun
kecuali dengan orang yang mengakuinya, dengan
demikian maka pengakuan sangatlah penting untuk
dilakukan oleh bapak atau ibu dari anak tersebut."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2002
T36327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florence Saskia
"Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia.Tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahgia dan kekal. Namun pada kenyataannya banyak terjadi permasalahan dalam pelakasanaannya. Salah satunya adalah perkawinan yang tidak dicatatkan. Jika suatu perkawinan dilakukan maka tentunya perlu disertai dengan buktibukti autentik yang sifat bukti itu dapat dipedomani untuk membuktikan tentang kedudukan hukumnya. Dalam hal perkawinan yang tidak dicatatkan maka anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut mendapatkan status sebagai anak luar kawin atau tidak dianggap sebagai anak sah. Dalam tesis ini akan dibahas mengenai pengertian anak sah dan anak luar kawin yang diatur dalam undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan juga engenai keabsahan perkawinan yang tidak dicatatkan serta akibat hokum yang timbul terhadap anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut.
Metode penelitian dalam tesis ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa perkawinan yang telah dilakukan secara agama dan kepercayaan adalah sah menurut hhukum agama namun belum sah menurut hokum negara. Pencatatan perkawinan menajdikan suatu perkawinan yang telah sah secara agama tersebut menjadi sah dan diakui juga di mata hukum negara. Apabila suat perkawinan adalah sah menurut hokum negara maka anak yang ahir dari perkawina tersebut adalah anak sah, namun apabila perkawinan itu tidak dicatatkan sehingga tidak sah menurut hokum negara maka anak -anak yang lahir dari perkawinan demikian menjadi anak luar kawin. Anak-anak ini tidak bisa mendapatkan hak layaknya anak-anak lain yang lahir dalam perkawinan yang sah dan dicatatkan. Anak-anak dalam perkawinan tersebut tidak dapat menuntut hak atas nafkah, hak atas biaya hidup, serta tanggung jawab terhadap biaya pendidikan, juga kelak di kemudian hari tidak berhak atas warisan dari pihak ayahnya.

Marriage is one of the key events in the human life.The purpose of a marriage is a build a happy family that will last for a lifetime. But in reality many problems occur in the marriage. One of the problemis a marriage that is not recorded by the goverment. A marriage must have evidence that can be guided to prove their legal status. In the case of a marriage that is not listed then the children born in such marriages not considered as a legitimate child. This thesis will discuss the definition of legitimate children and children outside of mating regulated in marriage law no. 1 of 1974 on marriage and also about validity of a marriage that is not recorded and the consequences arising out of the law that children born in the marriage.
The research method in this thesis is a normative juridical using secondary data types, namely primary legal materials and secondary law. The conclusion from this study that the marriage was performed religiously and trust are valid according to religion law but not legal under state law. Registration of marriages makes a marriage that already valid by religion law also to be valid and recognized in the eyes of state law. If divulging marriage is valid according to the state law then the children that orn in the marriage is considered as a legitimate child, but if the marriage was not registered so then it is not legal under state law, the children becomes a child outside of marriage. These children can not get the right like other children born in a marriage that is valid and registered. Children in this kind of marriage can not claim the right to livelihood, the right to the cost of living, as well as the responsibility for the cost of education, but also later in life is not entitled to inheritance from his father's side.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>