Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ditha
"Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia lainnya. Agar interaksi berjalan dengan lancar dibutuhkan sikap saling memahami antara kedua belah pihak. Ketika individu memahami diri sendirilorang lain, mereka melakukan evaluasi/penilaian, yang merupakan bagian dari proses berpikir. Mereka membuat kesimpulan atau melakukan penalaran tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, diinginkan, niat, dan lain-lain, balk yang ada pada diri mereka sendiri maupun yang dialami oleh orang lain yang sedang berinteraksi dengan mereka. Sehingga interaksi dapat terjadi secara bermakna dan tujuan dari interaksi yang dilakukan dapat tercapai. Kemampuan dalam membuat kesimpulanlmelakukan penalaran tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, diinginkan, that, keyakinan, dan lain-lain, dikenal dengan istilah kemampuan mind-reading.
Kemampuan mind-reading tumbuh secara spontan dan alamiah pada masa kanak-kanak. Lain halnya dengan anak yang memiliki gangguan autis. Anak autis dikatakan mengalami mindblindness. Mindblindness adalah ketidakmampuan seseorang dalam melakukan penalaran mental stales, yaitu pemikiran, keyakinan, keinginan, niat, dan lain-lain, baik itu pada diri sendiri maupun orang lain (Baron - Cohen, Hadwin, & Howlin, 1999). Hal ini menyebabkan anak autis cenderung tidak sensitiflkurang empati pada perasaan orang lain, tidak mampu mernbayangkan apa yang diketahuildipikirkan oleh orang lain, tidak mampu memahami intensi orang lain, sulit memprediksi tingkah laku orang lain, dan lain-lain.
Ketidakmampuan anak autis dalam penalaran mental-states dapat dibantu dengan pelatihan mind-reading. Pelatihan yang dikembangkan oleh Howlin, Baron-Cohen dan Howlin (1999), terbagi atas tiga komponen. Komponen tersebut adalah pemahaman tentang informational states, pemahaman emosi dan pemahaman pura-pura (pretence). Peneliti memfokuskan pelatihan pada satu komponen saja yaitu pelatihan memahami emosi.
Anak autis mengalami kesulitan untuk memahami emosi orang lain maupun emosi din sendiri. Mereka juga memiliki keterbatasan dalam berbagi perasaan dengan orang lain. Keterbatasan dalam mengungkapkan dan memahami emosi seringkali menyebabkan anak autis mengalami kesulitan mengendalikan ekspresi emosi negatif yang sesuai dengan harapan masyarakat, sehingga dapat berakibat buruk untuk anak itu sendiri dan orang di sekitamya. Selain itu respon emosi yang anak autis tampilkan seringkali tidak sesuai dengan situasi yang ada (Mash & Wolfe, 1999; Jordan & Powell, 1995).
Peneliti tertarik memfokuskan pelatihan pada pemahaman emosi karena dirasakan masaial-i emosi rnerupakan salah satu hal yang cukup signifikan dalam menghambat interaksi sosial anak autis. Diharapkan pelatihan ini dapat membantu mereka untuk lebih memahami emosi dirt sendiri maupun orang lain, dan dapat mengekspresikan emosi secara lebih tepat mendekati apa yang diharapkan oleh lingkungan.
Hasil pelatihan adalah subyek memahami perbedaan ekspresi wajah orang yang sedang mengalami emosi senang, sedih, marah dan takut, baik itu dalam bentuk foto maupun dalarn bentuk gambar skematik. la juga cukup memahami situasi-situasi yang dapat menimbulkan emosi senang, sedih, marah dan takut. Hanya saja is agak sulit membedakan antara emosi sedih dan takut. Subyek memahami jika keinginan seseorang terpenuhi maka ia akan merasa senang, begitu pula sebaliknya, jika keinginan seseorang tidak terpenuhi, maka ia akan sedih. Hanya saja jika keinginan tidak terpenuhi narnun dihadapkan oleh obyek pengganti yang juga menarik minatnya, maka subyek ragu dalam menjawab sehingga hares diingatkan lagi apa yang sebenamya ia inginkan. Subyek mengalami kesulitan untuk memisahkan antara keinginannya dengan keinginan tokoh dalam gambar. Subyek cukup memahami bahwa emosi dapat disebabkan oleh apa yang seseorang pikirkan, walaupun apa yang ia pikirkan berlawanan dengan realitas."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18105
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Puspitawati
"Pemahaman emosi penting dalam suatu kualitas interaksi sosial manusia karena dengan memahami emosi individu lain, kita dapat menjadi “seirama” dengan kegembiraan atau kesedihan orang Iain. Beberapa penelitian sudah dilakukan oleh para ahli untuk mengungkapkan kemampuan pemahaman emosi, seperti penelitian perspectives taking dan kemampuan me-Iabel emosi individu lain; namun dianggap masih kurang mampu mengeksplorasi konsep pemahaman emosi secara menyeluruh

Oleh karena itu penelitian ini berusaha mengungkap kemampuan memahami emosi melalui seript karena
(1) memungkinkan anak untuk memahami emosi secara Iebih Iuas;
(2) memungkinkan anak untuk memahami sekuens hubungan kausal antara berbagai aspek yang terkait;
(3) memungkinkan untuk meninjau perkembangan pemahaman emosi pada berbagai budaya karena untuk suatu emosi yang sifatnya universal, dapat ditemui berbagai seript yang mampu disesuaikan dengan budayanya.
Pemahaman emosi (emotional understanding) adalah kesimpulan (inferences) yang diperoleh dari proses menyederhanakan sistem kognisi dengan cara menghubungkan stimulus yang sudah terkategorikan dalam memori (memory) dengan kategori stimulus dari proses encoding tentang kesiapan individu lain dalam melakukan aksi (action readiness) yang umumnya disertai dengan reaksi yang tampak (ekspresi fasial, vokal, postur badan dan gerakan yang berbeda-beda) sehingga menjadi suatu informasi yang berharga bagi individu yang melihatnya.

Berdasarkan definisi di atas, maka pemahaman emosi berkaitan dengan persepsi emosi. Persepsi emosi melibatkan proses membuat kesimpulan tentang arti emosi berdasarkan cues struktural yang menyertai suatu penampakan ekspresif yang dipersepsi sehingga penekanan dalam penelitian ini berkaitan dengan perbedaan proses persepsi emosi; terutama emosi yang muncul dalam suatu situasi (event). Perbedaan persepsi emosi dalam suatu event akan memberikan pengaruh yang berbeda dalam memberi ani pada emosi (emotion encoding skills). Perbedaan persepsi itu akan dilakukan melalui modalitas auditorial yaitu dengan script verbal dan modalitas visual dengan secara non-verbal agar dapat dipahami apakah perbedaan persepsi emosi dalam suatu event akan memberikan pengaruh yang berbeda dalam memberi arti pada emosi emotion encoding skills). Hal tersebut perlu dilakukan dengan tujuan mendapatkan bentuk stimulasi pemahaman emosi yang lebih peka diterima anak sejak usia dini mengingat rentang usia perkembangan kemampuan pemahaman emosi hanya berlangsung pada usia 2;00 sampai ll;00 Seript yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil perpaduan peneliti terhadap konsep various goal-based outcomes yang menggambarkan emosi dengan aspek-aspck pemahaman emosi yang meliputi aspek intensi, desire-belief standard sosial, mixed emotion, hiding emotion dan changing emotion. Script verbal berupa cerita tentang suatu event yang akan dibacakan oleh tester; sedangkan script non-verbal akan berupa rangkaian gambar tentang event yang akan diperlihatkan oleh tester. Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan mengumpulkan data dari tes pemahaman emosi yang terdiri dari script verbal dan non-verbal, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Dari 331 subjek penelitian usia 5;00 sampai 9;O0; hanya bisa diolah 262 data; namun yang digunakan dalam penelitian hanya 192 data
mengingat ada kriteria kognisi dan hubungan ibu-anak yang harus dipenuhi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan kemampuan memahami emosi individu lain berdasarkan seript verbal dan non-verbal dengan koefisien Mann-Whitney U sebesar l7770,000 dengan asymptotic sign(/icance yang dihasilkan adalah 0.540 (p>0.05) sehingga Ho diterima. Bila perbedaan pemahaman emosi diuji berdasarkan usia, maka hasil penelitian menunjukkan hasil uji Kruskall-Wallis dengan koefisien Chi-Square sebesar 43,221 dan asymptotic signyicance sebesar 0,000 (p<0,0S) sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada perbedaan kemampuan memahami emosi individu lain berdasarkan usia.

Perbedaan kemampuan pemahaman emosi berdasarkan usia menunjukkan variasi perbedaan pada usia 6;00 sampai 8;00 dan untuk mendapat gambaran yang lebih utuh, maka dilakukan analisa kualitatif berdasarkan statistik deskriptif untuk mengungkap perbedaan aspek pemahaman emosi pada setiap kelompok usia sehingga didapatkan suatu gambaran tentang perkembangan kemampuan memahami emosi individu lain pada anak-anak usia 5;00 sampai 9;00. Daftar Pustaka 67 (1960 - 2003)"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Citrasari
"Tidak semua anak lahir dan dapat berkembang secara normal, ada beberapa anak yang merupakan anak dengan kebutuhan khusus (exceptional children), diantaranya adalah keterbelakangan mental, carat fisik, kelainan belajar, gangguan emosional, kelainan bicara, gangguan penglihatan (visually impaired), dan gangguan pendengaran (hearing impaired). Anak-anak tersebut harus mendapat penanganan sedini mungkin agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.
Gangguan pendengaran (hearing impaired) atau dapat disebut juga tunarungu merupakan salah satu gangguan yang terjadi pada masa perkembangan. Tunarungu dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan, mulai dari sangat ringanlminimal sampai total.
Anak tunarungu memiliki beberapa hambatan, salah satunya adalah perkembangan bahasa. Hambatan dalam perkembangan bahasa membuat terhambatnya perkembangan inteligensi anak tunarungu. Walaupun demikian tidak semua aspek inteligensi terhambat tetapi hanya yang bersifat verbal. Aspek inteligensi yang bersumber pada penglihatan dan berupa motorik dapat berkembang lebih cepat.
Salah satu karakteristik perkembangan bahasa yang seharusnya sudah dicapai oleh anak pada masa toddler adalah anak dapat menyebutkan anggota tubuhnya. Dengan hambatan tersebut maka anak tunarungu tidak dapat menyebutkan anggota tubuhnya. Selain itu, dengan memahami anggota tubuhnya sendiri, seorang anak memiliki perasaan akan din mereka sendiri yang terpisah dari orang lain (self-awareness). PengenaIan diri secara fisik dapat membantu anak untuk menyadari diri mereka sendiri yang secara fisik berbeda dari orang lain, hal ini berkaitan dengan karakteristik perkembangan sosial seorang anak. Peneliti melakukan pelatihan mengenali anggota tubuh sebagai sarana untuk mengoptimalkan perkembangan sosial anak tunarungu pada masa toddler.
Pelatihan mengenali anggota tubuh pada anak tunarungu dilakukan melalui strategi visual. Dalam penelitian ini, strategi visual yang digunakan yaitu dengan menunjukkan kartu-kartu bergambar anggota tubuh seorang anak. Saat anak ditunj ukkan kartu bergambar tersebut, anak diminta untuk menunjukkan anggota tubuhnya sendiri. Digunakan strategi visual karena dengan menggunakan alat bantu visual akan lebih mudah untuk dipahami oleh anak yang mengalami kelainan bahasa. Instruksi akan diberikan oleh peneliti (instruktur).
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan tujuan untuk melatih anak tunarungu usia toddler mengenali anggota tubuhnya melalui strategi visual. Apabila subjek berhasil menunjuk anggota tubuhnya sendiri saat diperlihatkan kartu bergambar anggota tubuh maka subjek akan mendapatkan reward.
Hasil pelatihan memperlihatkan bahwa subjek mampu mengenali anggota tubuhnya sendiri. Namun demikian, dalam penelitian ini terdapat kelemahan dan kelebihan. KeIemahannya yaitu situasi pelatihan yang tidak terstruktur, tidak ada masa transisi dari situasi tidak terstruktur ke situasi yang terstruktur (pelatihan), dan pada sesi I instruksi yang diberikan oleh instruktur tidak jelas (instruktur tidak memperagakan) sehingga W tidak mengerti apa yang diharapkan darinya. Kelebihannya yaitu strategi visual (gambar) dirasakan sangat membantu dan mudah dipahami oleh anak yang mengalami tunarungu dan pemberian reward ditemukan cukup berhasil memaeu subjek untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan.
Saran untuk penelitian ini, peneliti melakukan survey lapangan terlebih dahulu untuk mengetahui kegiatan anak sehari-hari sehingga dapat menetapkan waktu yang tepat untuk melakukan pelatihan. Adanya masa transisi dari situasi tidak terstruktur ke situasi terstruktur (pelatihan). Situasi pelatihan sebaiknya lebih tenang dan lebih terstruktur. Saran untuk penelitian selanjutnya, strategi visual dapat digunakan untuk membantu anak mengenali emosi, kegiatan yang dilakukan sehari-hari, aturan-aturan sosial, dan lain-lain."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efika Fiona
"Disabilitas intelektual merupakan kondisi dimana seseorang mengalami keterbatasan pada fungsi kognitif, adaptif, dan adanya keterlambatan pada perkembangan yang terjadi sebelum usia 18 tahun. Salah satu hal yang menyangkut fungsi-fungsi tersebut dan biasanya bermasalah pada penyandang disabilitas intelektual ringan adalah regulasi emosi.
Regulasi emosi merupakan kemampuan seseorang untuk menahan diri terhadap perilaku yang tidak sesuai terkait dengan emosi negatif ataupun positif yang dirasakan, mengatur diri supaya tidak tergantung dengan suasana hati, menenangkan diri ketika muncul emosi yang kuat, dan memfokuskan atensi ketika muncul emosi yang kuat.
Regulasi emosi sangat dibutuhkan untuk beradaptasi hingga menjaga hubungan dengan orang lain. Intervensi yang dapat digunakan untuk menangani masalah regulasi emosi adalah pemberian pelatihan sistem keterampilan regulasi emosi. Penelitian ini menggunakan desain single subject.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan sistem keterampilan regulasi emosi memberikan dampak positif pada aspek kognitif dan perilaku subjek. Penggunaan sistem keterampilan dalam keseharian juga berkaitan dengan peranan orang-orang di sekitar subjek yang memahami cara penggunaan keterampilan dan mengingatkannya pada subjek.

Intellectual disability is a condition where someone experiences deficits in intellectual functions, adaptive functions, and onset of these deficits during the developmental period before the age of eighteen . One of the things that are related to the functions and become problems for children with mild intellectual disability is the emotion regulation.
Emotion regulation is someone rsquo s ability to refrain himself from improper behavior concerning negative and positive emotions that he feels, to manage himself so that he does not depend on his mood condition, to calm down himself when strong emotion arises, and to focus his attention when strong emotion appears.
Emotion regulation is extremely needed for adaptation in order to maintain relations with other people. Intervention that can be used to handle emotion regulation problem for children with intellectual disability is by giving emotion regulation skills system training. This research uses single subject design.
The result of this research shows that emotion regulation skills system training gives positive impacts on cognitive and behavior aspects of the subject. The application of these skills in daily life is also related to the roles of people around the subject who can understand how to apply the skills and remind the subject.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T49680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adilia Luthfi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T38127
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afini Wirasenjaya
"Memiliki anak autis membuat orang tua harus menjadi satu-satunya pengasuh bagi anak. Segala kebutuhan khusus yang harus dipenuhi anak dan menetapnya karakteristik keautisan dapat menimbulkan stres kronis bagi orang tua. Stres kronis ini dapat diatasi dengan mekanisme meaning-focused coping, yaitu positive reappraisal dan pembentukan makna baru yang dapat menghasilkan emosi positif pada individu. Kedua hal tersebut dapat dilakukan dengan berpikir kontrafaktual. Penelitian ini ingin membuktikan pengaruh berpikir kontrafaktual terhadap emosi pada orang tua dengan anak autis, sebagai upaya coping stress. Penelitian dirancang menjadi penelitian eksperimen between-subject. Sebanyak 53 orang tua dengan anak autis berpartisipasi dalam penelitian ini yang kemudian dibagi ke dalam dua kelompok secara acak. Seluruh partisipan pertama-tama diminta untuk menuliskan pengalamannya selama merawat anak autis. Kemudian partisipan di kelompok eksperimen diminta untuk berpikir kontrafaktual, dengan membayangkan alternatif kejadian ketika ia merawat anaknya dengan cara yang berbeda. Selanjutnya seluruh partisipan diminta untuk mengisi kuesioner tentang emosi, yaitu POMS Grove Prapavessis, 1992. Hasil uji independent sample t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dari emosi antara partisipan kelompok kontrol M=89,5; SD=12,8 dan kelompok eksperimen M=81,4; SD=7,8 ; t 51 =2,83, p.

Having an autistic child makes the parents to be the only caregiver. Every special needs that have to be met and the abiding of the autism characteristics can cause a chronic stress for the parents. It can be overcome by mechanisms of meaning focused coping, i.e. positive reappraisal and creation of new meaning that generates positive emotion. Both can be done through counterfactual thinking. This research wants to verify the effect of counterfactual thinking on emotion in parents with autistic child, as a coping stress attempt. This research has experimental between subject design. A total of 53 parents with autistic child participated in this research that randomly divided into two groups. First, all participants were asked to write their experience in taking care of their child. Next, the participants in the experiment group were asked to think counterfactually by imagining if they do different things when taking care of their child. Hereafter, all participants were asked to fill a questionnaire about emotion i.e. POMS Grove Prapavessis, 1992. Independent sample t test indicates there is a significant difference in emotion between participants in control group M 89,5 SD 12,8 and participants in experiment group M 81,4 SD 7,8 t 51 2,83, p<0,05. That result support this research hypothesis that participants in the experiment group have different emotion score with the particiants in control group."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pramesti JW.
"Penelitian bertujuan untuk mengetahui peranan komputer sebagai alat bantu peralaran menggambar pada anak usia sekolah dasar yang duduk di kelas 4 dan 5, khususnya usia 10 - 11 tahun beserta variabel-variabel terkait yang mempengaruhi hasil gambar anak dengan komputer; mengetahui perbedaan hasil "treatrnent" antara kelompok yang diberi ?treatment" menggambar secara manual dan kelompok yang diberi pelatihan "treatment"menggambar dengan komputer.
Penelitian dilakukan di kabupaten Kudus dengan dipusatkan pada kota Kudus. Jumlah subyek penelitian adalah 100 orang siswa kelas 4 yang berusia antara 10 - 11 tahun. Penelitian dilangsungkan sejak tanggal 15 Juni 1992 sampai 5 Juli 1992. Disain penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok. kelompok pertama (kelompok eksperimen 1) menenma "treatment" menggambar secara manual dan kelompok 2 (ketompok eksperimen 2) menerima "tneatment? manggambar dengan komputer. Sebelum dan sesudah "treatment", masing-masing kelompok menerima pretes dan postes.
Penelitian ini melibatkan vanabel bebas lntetigenst, Kreativitas Figural, Sikap Anak Terhadap Komputer (Prates dan Postes). Sikap Anak Terhadap Komputer (Pretes dan Postes), Hasil Gambar secara Manual Awal, Hasil Gambar dengan Komputer Awal. Variabet tenkat yang diteliti adalah Has Gambar secara Manual Akhir. Hasil Gambar dengan Komputer Akhir.
Hasil penelitlan menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara inteligensi dengan hasil gambar dengan komputar (r=0.3-495),antara sikap anak terhadap komputer dengan hasil gambar dengan kompuler(r=0.4936). Korelasi tunggal variabel bebas lain terhadap variabel lenkat lidak menghasilkan korelasi yang positif dan signifikan.
Dari keterkaitan antara varlabel hasil gambar anak secara manual awal (pretes), lnteliensi, kreativitas figural, sikap terhadap pelajaran menggambar awal (preles) dan sikap terhadap pelajaran menggambar akhir (postest). variabel yang memberikan propofsi kontribusi terbesar adalah variabel hasil gambar manual awal (pretes) (F=6.4924 dan R2= 0.119?l4) dan kreatlvitas figural (KF) dengan nilai P=a.e9a2 can R2=O.27003.
Apabila dllihat keterkaitan antara variabel hasil gambar anak secara manual awal (pretes), intellensi, krealivitas figural, sikap terhadap pelajafan menggambar awal (pneles), sikap terhadap pelajaran menggambar akhir (posles), hasil gambar dengan komputer awal (pretes), sikap anak lerhadap komputer awal (pnetes) dan sikap analg terhadap komputer akhir (postes) dengan hasil gambar anak dengan komputer akhir (posles), maka yang memberikan proporsi kontribusi terbesar adalah variabel hasil gambar anak dengan komputer awal (pretes)>- nialai= 60.5173 dan R2= .55792 dan sikap terhadap komputer akhir (posles) dengan nilal F = 40.3561 dan R2'-= 63198.
Tujuan akhir penelitian ini adalah mengetahui perbedaan hasil gambar manual akhir (posles) antara kelompok eksperimen 1 ("treatment" menggambar secara manual) dengan kelompok yang memperoleh "treatment" gambar dengan kornpuler (F=4.604 pada taraf signifikansi p=.O02). meski pun pada masing-masing kelompok diketahui adanya perbedaan hasil yang berarti antara tes gambar secara manual awal dan tes gambar secara manual akhir.
Diskusi mengenai hasil penelitian diuraikan berdasarkan susunan hipotesis yang telah diajukan. Hubungan antara lnteligensi dengan Hasil Gambar Secara Manual tidak ditemukan signifikan, meski pun sebenarnya dalam kegiatan menggambar tetap diperlukan kemampuan inteligensi.
Secara logis hal ini dapat dljelaskan bahwa untuk menghasilkan gambar secara manual, khususnya dalam kaitannya dengan proses adaptasi anak terhadap media gambar yang digunakan, proaes analisa media, bahan dan situasi dalam menggambar secara manual tidak diperlukan kemampuan khusus, karena kegiatan menggambar secara manual ini sudah merupakan kegiatan yang tidak asing lagi bagi anak. Anak tidak lagi harus menterjemahkan kode-kode yang dilihat pada media gambar (dalam hal ini adalah krayon dan kertas), melainkan langsung menuangkan apa yang ada dalam pikirannya menjadi bentuk-bentuk geometris dan gratis sesuai dengan imajinasinya.
Sedangkan dalam penelusuran hubungan antara inteligensi dengan hasil menggambar dengan kompuier, ternyata memegang peranan penting dalam menentukan hasil menggambar dengan komputer. Tes CPM sebagai tes inteligensi yang digunakan dalam penelitian ini ini lebih bersifal non verbal, yaitu mengukur penalaran dengan stimulus gambar an digunakan untuk mengevaluasi kemampuan subyek dalam memahami dan melihat hubungan antar gambar yang berbentuk geometris. Dari penjelasan tersebut tampak jelas bahwa tes ini diperlukan untuk melihat kemampuan siswa dalam menganalisa bentuk dan simbol yang ada dalam program gambar Pelangi. lnstruksi dalam program gambar Pelangi menggunakan simbol-simbol tertentu. Oleh karena itu diperlukan kemampuan penalaran agar dapat menterjemahkan slmbol-simbol tersebut, ' sehingga dapat menggunakan program ini dengan baik serta menghasilkan gambar sesuai dengan keinginannya.
Tergambarnya hubungan lnteligensi dengan kegiatan menggambar dengan komputer ini sebenamya berproses melalul dua tahapan perlama adalah penguasaan media gambar. yaitu kompuier beserta program gambamya, dalam penelitian ini adalah program Pelangi. Dalam penguasaan media, anak melakukan proses belajar - yaitu menguasai mesin, mengkoordinasikan antara kemampuan otak dan kemampuan motoriknya, serta menterjemahkan kode-kode atau simbol-simbol dan program yang digunakan agar dapat diterima oleh otaknya. Setelah anak menguasai tahap pertama, barulah anak belajar untuk mengkoordinaalkan simbol-simbol yang ada dengan menggunakan kemampuan motorik sena imajinasinya agar menghasilkan gambar sesuai dengan keinglnannya.
Tidak terbuktinya hubungan antara Sikap Anak Terhadap Pelajaran Menggambar dengan Hasil Gambar Secara Manual lebih disebabkan karana banyak faktor lain yang menentukan hasil menggambar anak secara manual; antara lain oleh persepsi anak tentang kemampuannya, kondisi lingkungan baik di sekolah maupun di tempat penelitian serta juga adanya anggapan bahwa pelajaran menggambar ini tidak penting apabila dibandingkan dengan pelajaran lainnya di sekolah.
Hubungan positif antara Sikap Anak terhadap Komputer dengan Hasil Menggambar dengan Komputer terlihat signifikan dalam penelitian ini. Ini erat kaitannya dengan respons yang ada apabiia saseorang melihat obyek tertentu, dalam hal ini komputer. Seseorang yang bersikap posiiif terhadap obyek atau stimulus tertentu akan cenderung mendekati obyek tersebut Sikap positif mendorong timbulnya motivasi untuk melakukan sesautu yang menyenangkan sesuai dengan kecenderungan yang dirasakannya. Komputer sebagai media gambar mempakan obyek sekaligus stimulus yang mempengaruhi proses penciptaan gambarnya. Sikap positif ini juga dipengaruhi oleh persepsi anak tentang media yang digunakan. Apabila anak merasa bahwa media tersebut menyenangkan serta mudah digunakan, maka penyesuaian terhadap media tersebut akan baik dan memperlancar anak untuk menggambar yang juga ditunjang dengan program gambar yang digunakan. Program gambar yang memudahkan anak untuk menggambar semudah menggambar secara manual, akan mendorong anak untuk melakukan kegiatan dengan lebih aktif dan memberikan hasll yang lebih baik.
Tidak terlihatnya korelasi antara Kreativitas Flgural dan Hasil Menggambar Secara Manual dan dengan menggunakan komputer lebih banyak disebabkan karena pada dasarnya Tes Kreativitas Figura! yang digunakan tidaklah mengukur hasil gambar secara manual. karena tes Kreativitas Figural tujuannya adalah mengukur gagasan-gagasan yang dimiliki individu, mencakup aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif, orislnalitas, kelancaran dan kelenturan dan kemampuan mengelaborasi gagasan-gagasan. Apabila dihubungkan dengan alat tes untuk menilai hasil gambar anak secara manual dan menggambar dengan komputer, maka aspek kreativitas yang dinilai dalam flat tes tersebut sudah tercakup dalam unsur gambar yang hams dipenuhi anak. Hasil gambar anak dinilai dari kemampuannya untuk membuat gambar tertentu berdasarkan pengetahuan, kreativitas dan kemampuannya mengenai unsurwarna, tekstur, dan disain gambar.
Keterkaitan Antar Variabel Bebas yang Terlibat Dalam Penelitian dengan Hasil Gambar Manual Anak melibatkan seluruh kelompok dalam penelitian. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan teknik Analisis Multiple Regression, secara keseluruhan dapat dibuktikan adanya keterkaitan antar variabel bebas terhadap hasil gambar anak sacara manual dengan kontribusi yang signifikan diperoleh dari variabel hasil gambar secara manual awal (preles) dan variabel Kreativitas figural (KF). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hasil seni tidaklah terlepas dan kraativilas seni yang dimiliki saseorang. Variabel-valiabel bebas lain seperii sikap anak terhadap pelajaran menggambar, sikap anak terhadap komputer dan intelgensi tidak terllhat keterkaitannya dalam konteks hubungan antar variabel bebas terhadap varlabel terikat.
Keterkaitan Antar Variabel Bebas yang Tertibat Dalam Penelitian dengan Hasil Gambar Anak Dengan Komputer-sacara keseluruhan dapat dljumpai. meski pun apabila dilihat lebih lanjut maka variabel yang memberikan kontribusi yang signifikan diperoleh dari variabel hasil gambar dengan komputer awal (pretes) dan variabet sikap terhadap komputer - akhir (postes). Variabel hasil gambar dengan komputer- pretes memberikan kontribusi besar karena anak telah mengalami proses ?treatment? menggambar dengan komputer, meski pun juga tidak dapat menggambarkan secara jelas seberapa tinggi tingkat kemampuan gambar komputer' awal. Perbedaan ini lebih disebabkan karena proses belajr pada diri anak. Sedangkan sikap anak terhadap komputer yang memberikan kontribusi adalah sikap anak terhadap komputer akhir (postes) dan bukan sikap awal anak, kanena pada awal "treatment" anak belum secara jelas mengetahui apa dan bagaimana sesungguhnya komputer khususnya untuk kegiatan menggambar; sedangkan pada proses treatment anak semakin mengetahui apa dan bagaimana penggunaan komputer untuk menggambar. Pengetahuan dan pengalaman belajamya membuat anak memiliki sikap yang positif pada akhirnya terhadap komputer.
Efektivitas Penggunaan Komputer Sebagai Sarana Bantu Pelajaran Menggambar tidak ditemukan secara signifikan. Tidak adanya perbedaan hasil menggambar secara manual antara kedua kelompok yang menerima treatment berbeda ini menunjukan bahwa media apapun yang digunakan untuk menggambar, yang paling panting adalah kemampuan dasar gambar. Kemampuan dasar yang akan semakin Berperan apabila ditunjang oleh media yang sesuai. Dalam penelitian ini, media tampak kurang penting karena kemungkinan besar adalah belum terjadinya penguasaan media komputer dan program gambar Pelangi secara interal sehingga menjadi bagian dan diri anak.
Saran-saran yang diberikan untuk panyempurnaan penelitian sejenis di masa mendatang mencakup tentang pencarian teori yang lebih spesifik dan mengarah pada penggunaan komputer sebagai sarana bantu pelajaran menggambar. Faktor waktu penelitian cukup memegang peranan panting.
Selain itu dalam kaitannya dengan kesiapan anak menghadapi tuntutan pekerjaan yang membutuhkan keahlian dalam bidang komputer, maka perlu dikembangkan program-program komputer yang dapat mengarahkan anak untuk bekerja sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya misalnya dalam dunia seni grafis.
Dalam kaitannya dengan penggunaan program-program komputer yang sesuai untuk anak Indonesia, maka sudah saatnya dipikirkan penggembangan program komputer yang mendidik, menarik, mudah digunakan serta tidak memiliki perbedaan yang jauh dengan program yang digunakan pada orang dewasa; sahingga anak akan lebih mudah mengadakan penyesuaian dangan program yang diperlukan dalam dunia pekerjaannya kelak. Begitu juga dengan program gambar sejenis program Pelangi (buatan Indonesia) yang lebih dapat mendekati kemampuan gambar manual anak, misalnya dengan membuat program yang tetap menggunakan fasilitas minimal komputer yaitu menggunakan keyboard namun dengan kemampuan maksimal sebagai pengganti pinsil."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widodo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
TA414
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Efri Meikel
"Telah dibuat Digital and Analog Electronics Trainer sebagai Alat Bantu
Praktikum Elektronika Dasar yang terdiri atas beberapa aplikasi diantaranya
seperti power supply, function generator, logic probe, 8 bit led display, 2 digit
display, BNC Adapter, Audio Power Amplifier, Pulse Switch, 8 bit data toggle
switch. Alat-alat yang ada lebih mempermudah pengerjaan praktikum dalam satu
alat. Pada alat ini lebih banyak menggunakan penguatan op-amp sebagai penguat
tegangan pada rangkaian yang ada, seperti pada penguatan tegangan untuk sinyal
digital dalam pencarian data nantinya. Dalam rangkaian ini terdapat pengecek
output gelombang frekuensi yang dapat melihat noise dan pengaruh filter dalam
pengambilan data agar nilai data yang didapat lebih sesuai maka menggunakan
function generator yang diberi tegangan melalui power

ABSTRACT
Have been made Analogue and Digital Electronics Trainer Tools as
Electronics Basic Practice which consists of some of these applications such as
power supply, function generator, logic probe, led 8-bit display, 2 digit display,
BNC Adapter, Audio Power Amplifier, Pulse Switch, 8-bit Toggle switch data.
Equipment that is more streamlined processing practice in one tool. On this tool
more use of op-amp as a voltage brace on the series, such as strengthening the
voltage signal to digital data in the search later. In this series there is a talker
output frequency waves that can see the influence of noise and filter the data in
that data values are more appropriate to use the function generator through a given
voltage power supply"
Lengkap +
2009
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Septiono
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26620
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>