Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201546 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Che Che Dewita Nilam
"Hukum Tanah Indonesia menganut asas pemisahan horisontal, yaitu asas yang menyatakan bahwa pemilikan hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan/atau tanaman yang ada di atasnya. Namun dalam prakteknya, dimungkinkan suatu perbuatan hukum mengenai hak atas tanah meliputi juga bangunan dan/atau tanaman yang ada di atasnya, asalkan perbuatan hukum pemindahan hak tersebut haruslah dinyatakan secara tegas dalam akta pemindahan hak yang bersangkutan bahwa perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah beserta perbuatan hukum pemindahan hak atas bangunan dan/ atau tanaman dan/atau benda-benda tetap yang ada di atas tanah dan nerupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.
Oleh karena dalam prakteknya sering dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang disertai dengan pemindahan hak atas bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda tetap yang ada di atasnya, masyarakat banyak yang menjadi tidak mengenal adanya asas pemisahan horisontal ini dan menyebabkan timbulnya Salah paham bahwa dengan melakukan suatu perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah akan dengan sendirinya juga mengakibatkan pemindahan hak atas bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda tetap yang ada di atasnya. Atau kebalikannya, bahwa dengan dilakukannya perbuatan hukum pemindahan hak atas bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda tetap yang ada di atas suatu bidang tanah, yang merupakan satu kesatuan dengan bidang tanah tersebut, secara otomatis juga telah meliputi perbuatan hukunn pemindahan hak atas tanah yang bersangkutan.
Penelitian ini bersifat penelitian eksplanatoris yang bertujuan menerangkan mengenai perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah dan perbuatan hukum pemindahan hak atas bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda tetap yang ada di atas tanah tersebut berdasarkan asas pemisahan horisontal Serta menganalisa kasus yang timbul akibat adanya kesalahpahaman yang terjadi dalam masyarakat mengenai pengertian asas pemisahan horisontal ini. Sebagai contoh kongkrit adalah kasus sengketa tanah antara Daud Simandjuntak dengan Direktorat Jenderal Pariwisata Republik Indonesia yang dianalisa dalam penelitian ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Habby Bayu
"Perbuatan melawan hukum dalam perkara No. 26/PDT/2012/PTR telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal ini disebabkan pihak penggugat selaku pihak yang merasa dirugikan telah dapat membuktikan kepemilikan hak atas tanah yang di ajukan ke pengadilan negeri Pekanbaru serta dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Riau Nomor 26/PDT/2012/PTR yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, serta telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dari segi hukum pidana yang melanggar tergugat melanggar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 51 Tahun 1960 Tentang : Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya. Sehingga telah terbukti tergugat telah melakukan perbuatan melawan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, penarikan kesimpulan penelitian ini dilakukan dengan metode logika deduktif.
Kesimpulan yaitu dimana tergugat telah melakukan Penguasaan dan Penggunaan Tanah secara Illegal, yaitu Tergugat telah melanggar pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasannya mengatakan ?Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah, sehingga sangsi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasannya.

The unlawful act in case No. 26 / PDT / 2012 / PTR has met the elements of unlawful act as provided for in Article 1365 of Civil Code. This is due to the plaintiff as the party who feels aggrieved has been able to prove ownership of land rights in the District Court of Pekanbaru and upheld by the High Court Pekanbaru No. 26 / PDT / 2012 / PTR who already have permanent legal force, and has fulfilled the elements of unlawful act in terms of criminal law that violates. The defendant violated Government Regulation of law No. 51 Year 1960 About: Prohibition of Use of Land Without Permission of The Eligible or The Proxy. So that has been proven that the defendant be liable of unlawful act. The method used in this research is normative juridical methods. At this research, the conclusion draws will be carried out by the method of deductive logic.
It is concluded that the judge did not consider the terms of the criminal law that where the defendant has done Tenure and Land Use in Illegal, that Defendant had violated Article 2 of Law No. 51 Prp of 1960 on Prohibition of Use of Land Without Permission of The Eligible or The Proxy, which mentioned "Banned uses the land without permission entitled or authorized proxy ", so the judges should deciding cases consider this matter with the settlement dispute that the defendant not only got the sanction for damages materially, but exposed to penal sanctions as contained in Article 6 of Law No. 51 Prp Year 1960 on Prohibition of Use of Land Without Permission of The Eligible or The Proxy."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Santoso Suryadi
"Setiap transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan, yang dihitung berdasarkan tarif final yang telah ditentukan dikalikan nilai transaksi sebagai dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian tanpa melihat apakah nilai pengalihan (jual) yang terjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai perolehan (bali), tetap dikenakan pajak dengan tarif final yang telah ditetapkan, artinya yterhadap transaksi yang merugi (tidak mendapat tambahan kemampuan ekonomis), tetap harus terkena Pajak Penghasilan (PPh). Undang-undang Pajak Penghasilan. mengatur 'bahwa pajak dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis (penghasilan), akan tetapi undang-undang itu sendiri mengatur pula bahwa terhadap penghasilan tertentu, yang antara lain adalah penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Memenuhi ketentuan itu, pemerintah mengatur pengenaan Pajak Penghasilan atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dengan Peraturan Pemerintah, yang berlaku saat ini dengan penerapan tarif final yang dihitung berdasarkan nilai transaksi (tidak dengan nilai tambahan kemampuan ekonomis/keuntungan/penghasilan) dari Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari setiap transaksi pasti akan terkena pajak tanpa harus melihat apakah atas transaksi tersebut diperoleh keuntungan atau diderita kerugian. Asas kepastian hukum sebagai salah satu asas dalam pemungutan pajak yang harus diperhatikan, tidak terpenuhi oleh karena Peraturan Pemerintah yang mengatur hal ini jelas bertentangan dengan isi dari undang-undangnya sendiri, bahkan ketentuan undang-undang ternyata tidak memberi kepastian untuk diterapkan dalam pelaksanaan pemungutan pajak secara nyata. Selanjutnya jika tidak terjamin terlaksananya asas kepastian hukum, seyogianya terjamin terlaksananya asas keadilan yang tidak kalah pentingnya sebagai salah satu asas dalam pemungutan pajak oleh negara. Pajak memang perlu bagi negara, akan tetapi sebagai negara hukum, konsekuensinya adalah rakyat harus mendapatkan jaminan untuk memperoleh kepastian hukum serta keadilan.
Ketidakadilan dalam pelaksanaan pemungutan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan itu dengan jelas dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut : (1) dasar pengenaan pajak yang menurut undang-undang seharusnya adalah tambahan kemampuan ekonomis atau penghasilan neto tidak diterapkan dalam pelaksanaan pemungutan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (2) ukuran yang harus dipakai untuk ?ability-to-pay? adalah seluruh jumlah penghasilan neto (?the global amount of ability-to-pay?) juga tidak diterapkan dalam pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (3) bagi semua wajib Pajak, biaya yang dikeluarkan Wajib Pajak untuk merealisasikan penghasilan yang dikenakan pajak, seharusnya diperkenankan untuk dikurangkan dalam menghitung penghasilan yang dikenakan -pajak, ternyata dalam kenyataannya ?tidak diperkenankan, (4) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mendapat penghasilan dari penjualan hak-hak atas tanah dan atau bangunan seharusnya menurut undang-undang diberikan pengurangan sejumlah penghasilan yang tidal( dikenakan pajak (PTKP), namun dalam sistem yang sekarang diterapkan, tidak diberikan pengurangan semacam itu, (5) menurut Undang-undang Pajak Penghasilan semua Wajib Pajak apapun jenis penghasilan yang diterima, apabila jumlah penghasilannya sama, seharusnya dikenakan pajak dengan tarif pajak yang sama, namun tidak diterapkan atas penghasilan dari transaksi hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (6) Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur suatu struktur tarif pajak progresif, sehingga bagi Wajib Pajak yang berpenghasilan lebih tinggi dikenakan pajak dengan tarif yang lebih tinggi, sehingga terjadi redistribusi penghasilan untuk menciptakan pembagian penghasilan yang lebih adil, (7) besarnya tarif seharusnya digantungkan kepada jumlah total penghasilan neto yang diterima, sedang dalam sistem yang berlaku sekarang, besarnya tarif tetap saja, sehingga juga tidak ada keadilan vertikal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
D1041
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Sukri
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyanto Seno Adji
"Perbuatan melawan hukum yang semula diartikan secara formil ("wederwettelijk") telah mengalami pergeseran dan yang dianggap sebagai terobosan baru dalam hukum pidana, karena sifat dari perbuatan itu kini diartikan juga secara materiel yang meliputi setiap perbuatan yang melanggar norma-norma dalam kepatutan masyarakat atau setiap perbuatan yang dianggap tercela oleh masyarakat, sehingga terjadi perubahan arti menjadi "wederrechtelijk", khususnya perbuatan melawan hukum materil dalam hukum pidana ini (wederrechtelijk) mendapat pengaruh yang kuat sekali dari pengertian perbuatan melawan hukum secara Iuas dalam hukum perdata melalui arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 31 Januari 1919.
Undang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 1 ayat 1 huruf (a) maupun Penjelasan Umumnya erat kaitannya antara penerapan ajaran perbuatan. melawan hukum materil dengan arrest Cohen-Lindenbaum. Dalam hukum pidana, ajaran perbuatan melawan hukum materil dibatasi penggunaannya melalui fungsi Negatifnya sebagai alasan peniadaan pidana, dengan maksud untuk menghindari pelanggaran asas legalitas sekaligus dapat menghindari penggunaan analogi dalam hukum pidana.
Permasalahannya adalah bagaimana terhadap perbuatan dengan tipologi kejahatan baru yang dianggap koruptif/tercela yang merugikan Masyarakat/ Negara dalam skala yang sangat besar, tetapi tidak terjangkau peraturan perundang-undangan tertulis? Apakah pelaku dapat berkeliaran secara bebas dengan berlindung dibalik assas Legalitas? Dengan disandarkan dari aspek/pendekatan sejarah pembentukan Undang-Undang, norma kemasyarakatan, yudikatif dan legislatif maka sepatutnyalah untuk mempertimbangkan penerapan fungsi positif dari perbuatan melawan hukum materil, dengan kriteria yang tegas dan ketat serta kasuistis, yaitu apabila perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik dipandang dari segi kepentingan hukum yang lebih tinggi ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi Masyarakat/Negara dibandingkan dengan keuntungan dan perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik itu."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Erni Romaini
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roesnastiti Prayitno
"ABSTRAK
Tanah pada dasarnya merupakan benda yang tetap jumlahnya, sedangkan kebutuhan manusia terhadap tanah semakin meningkar sehingga teradi penawaran dan permintaan akan tanah yang tidak sebanding. Oleh karena itu, pemindahan hak atas tanah yang dilakukan melalui transaksi tanah menjadi hal yang perlu mendapat perhatian. Kalau hal itu dibiarkan saja melalui mekanisme pasar dapat berdampak yang tidak diharapkan, yaitu tanah yang semakin langka itu akan jatuh ke tangan beberapa orang yang mempunyai posisi tawar yang kuat sehingga terjadi suatu monapoli tanah serta bersamaan dengan itu terjadi pula landless dan pragmentasi tanah. Kedua hal itu tidak dibenarkan menurul ketentuan undang-undang karena akan menimbulkan keresahan sosial, konflik sosiaL dan sengketa tanah.
Sehubungan dengan hal tersebut transaksi tanah memang perlu diatur dalam ketentuan undang-undang yang khusus mengatur mengenai transaksi tanah. Selama ini ketentuan undang-undang mengenai transaksi tanah belum pernah ada, yang ada hanyalah Peraturan Pemerintah No. 10 Th. 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu Pasal 19 yang mengarur tentang prosedur pemindahan hak atas tanah, yang kemudian disempumakan dengan Peraturan Pemerinhan No. 24 Th. 1997.
Di samping hal tersebut, ada dua faktor yang mempengaruhi transaksi tanah. Pertama, faktor-faktor yang terkait dengan ketentuan undang-undang karena undang-undang tidak jelas, tidak relevan, dan tidak konsisten. Kedua, faktor-faktor yang terkait dengan institusi kelembagaan. Kelembagaan yang dimaksud ada empat, yaitu (1) Lembaga BPN dan Kantor Pertanahan berikut pejabatnya; (2) Lembaga Pemerintah Daerah: (3) Lembaga Peradilan; dan (4) Lembaga PPAT.
Dalam rangka mengamankan dan memberikan pagar yuridis terhadap transasksi tanah itu perlu segera disusun Undang-Undang tentang Transaksi Tanah dan Undang- Undang Peraturan Jabatan PPAT.

Abstract
Land basically constitutes an object of which the quantity does not vary or remains constant, while human need for land is more and more increasing so that the supply and demand of land is not in proportion. There for transfer of right for land which is exercised through a transaction of land has become a matter which should be observed if such situation remains to be neglected and let it continue to happen through the market mechanism, in the long run it may have an unexpected impact, namely the land which is getting more and more scarce will fall into the hands of a few people who have a strong bargaining position so that a land ntonopobt occurs and at the same time also a landless condition and land fragmentation come about. Both is not justnied according to the laws and regulations as it will cause social unrest, social conflict, and land dispute.
With regard to the above matter, land transaction actually needs to be set out in a special statutory legislation concerning land transaction, All these times the statutory legislations regarding land transaction have never been in existence, the existing one is only the Government Regulation No. 10 Year 1961 on Land Registration, namely Article 19 which governs regarding the procedure of transfer of right for land which is
subsequently improved by the Government Regulation No. 24 Year 1997.
Besides the afore-said matter, there are two factors which affect the transaction of land Firstly, the _factors which are related to the statutoijv legislations as the laws are not clear, not relevant and not consistent. Secottdlv. the factors which are related to the institution agency. As to the afore-said institutions there are four (4), namely (1) BPN (The National Land Affairs Body) and Land Affairs office together with its oficials and staff (2) Regional Government Institution. (3) Judicial Institution, and (4) Institution of PPAT (Land Deed Official).
ln the framework of securing and giving a juridical protection with respect to the land transaction it is immediately required to draw up the Laws regarding Land Transaction and the Laws of Land Deed Official."
2003
D1117
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roesnastiti Prayitno
"ABSTRAK
Tanah pada dasarnya merupakan benda yang tetap jumlahnya, sedangkan kebutuhan manusia terhadap tanah semakin meningkar sehingga teradi penawaran dan permintaan akan tanah yang tidak sebanding. Oleh karena itu, pemindahan hak atas tanah yang dilakukan melalui transaksi tanah menjadi hal yang perlu mendapat perhatian. Kalau hal itu dibiarkan saja melalui mekanisme pasar dapat berdampak yang tidak diharapkan, yaitu tanah yang semakin langka itu akan jatuh ke tangan beberapa orang yang mempunyai posisi tawar yang kuat sehingga terjadi suatu monapoli tanah serta bersamaan dengan itu terjadi pula landless dan pragmentasi tanah. Kedua hal itu tidak dibenarkan menurul ketentuan undang-undang karena akan menimbulkan keresahan sosial, konflik sosiaL dan sengketa tanah.
Sehubungan dengan hal tersebut transaksi tanah memang perlu diatur dalam ketentuan undang-undang yang khusus mengatur mengenai transaksi tanah. Selama ini ketentuan undang-undang mengenai transaksi tanah belum pernah ada, yang ada hanyalah Peraturan Pemerintah No. 10 Th. 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu Pasal 19 yang mengarur tentang prosedur pemindahan hak atas tanah, yang kemudian disempumakan dengan Peraturan Pemerinhan No. 24 Th. 1997.
Di samping hal tersebut, ada dua faktor yang mempengaruhi transaksi tanah. Pertama, faktor-faktor yang terkait dengan ketentuan undang-undang karena undang-undang tidak jelas, tidak relevan, dan tidak konsisten. Kedua, faktor-faktor yang terkait dengan institusi kelembagaan. Kelembagaan yang dimaksud ada empat, yaitu (1) Lembaga BPN dan Kantor Pertanahan berikut pejabatnya; (2) Lembaga Pemerintah Daerah: (3) Lembaga Peradilan; dan (4) Lembaga PPAT.
Dalam rangka mengamankan dan memberikan pagar yuridis terhadap transasksi tanah itu perlu segera disusun Undang-Undang tentang Transaksi Tanah dan Undang- Undang Peraturan Jabatan PPAT.

Abstract
Land basically constitutes an object of which the quantity does not vary or remains constant, while human need for land is more and more increasing so that the supply and demand of land is not in proportion. There for transfer of right for land which is exercised through a transaction of land has become a matter which should be observed if such situation remains to be neglected and let it continue to happen through the market mechanism, in the long run it may have an unexpected impact, namely the land which is getting more and more scarce will fall into the hands of a few people who have a strong bargaining position so that a land ntonopobt occurs and at the same time also a landless condition and land fragmentation come about. Both is not justnied according to the laws and regulations as it will cause social unrest, social conflict, and land dispute.
With regard to the above matter, land transaction actually needs to be set out in a special statutory legislation concerning land transaction, All these times the statutory legislations regarding land transaction have never been in existence, the existing one is only the Government Regulation No. 10 Year 1961 on Land Registration, namely Article 19 which governs regarding the procedure of transfer of right for land which is
subsequently improved by the Government Regulation No. 24 Year 1997.
Besides the afore-said matter, there are two factors which affect the transaction of land Firstly, the _factors which are related to the statutoijv legislations as the laws are not clear, not relevant and not consistent. Secottdlv. the factors which are related to the institution agency. As to the afore-said institutions there are four (4), namely (1) BPN (The National Land Affairs Body) and Land Affairs office together with its oficials and staff (2) Regional Government Institution. (3) Judicial Institution, and (4) Institution of PPAT (Land Deed Official).
ln the framework of securing and giving a juridical protection with respect to the land transaction it is immediately required to draw up the Laws regarding Land Transaction and the Laws of Land Deed Official."
2003
D688
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>