Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154854 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paridah
"Permasalahan lingkungan kota yang dikenal dengan istilah kekumuhan dan pencaran kota dapat dilihat dari kondisi desakan dan konsentrasi penduduk dan angkatan kerja serta dari perubahan penggunaan tanah. Sebagai kota tersier, perkembangan kota Tasikmalaya belum sepesat perkembangan kota sekunder seperti Bandung. Akan tetapi, dalam konteks priangan Timur, Tasikmalaya menjadi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yang berarti harus siap mengantisipasi desakan penduduk (baik pertumbuhan alamiah maupun urbanisasi dari wilayah sekitamya).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala kekumuhan dan pencaran kota Tasikmalaya dilihat dari desakan dan konsentrasi penduduk dan tenaga kerja serta perubahan penggunaan tanah di kota Tasikmalaya. Penelitian ini mengkaji kependudukan, ketenagakerjaan, dan penggunaan tanah tahun 1994 dan 2004.
Unit analisis meliputi seluruh kecamatan di Kota Tasikmalaya tahun 1994. Aspek kependudukan yang dianalisis: persebaran, laju pertumbuhan dan kepadatan. Aspek ketenagakerjaan yang dianalisis: daya saing angkatan kerja pada tiga sektor (sektor primer, sekunder dan tersier). Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui daya saing angkatan kerja adalah Location Quotient (LQ). Perubahan penggunaan tanah diperoleh dari penampalan peta, korelasi antara penduduk, angkatan kerja dan perubahan penggunaan tanah dihitung dengan metode korelasi produk momen Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa desakan penduduk dan angkatan kerja di kota Tasikmalaya terjadi di daerah perkotaan dan hinterland, baik pada tahun 1994 maupun 2004. Adapun konsentrasi penduduk dan angkatan kerja pada sektor sekunder dan tersier berada di bagian tengah dan utara Kota, tepatnya yaitu di Kecamatan Cihideung, Tawang dan Cipedes (daerah perkotaan). Sedangkan konsentrasi angkatan kerja pada sektor primer, berada di bagian selatan dan barat kota Tasikmalaya, tepatnya yaitu di Kecamatan Indihiang, Cibeureum dan Kawalu. Dalam hubungannya dengan lingkungan kota, Gejala kekumuhan di Kecamatan Cihideung lebih awal terjadi dibandingkan Kecamatan lainnya karena kepadatan penduduk serta konsentrasi angkatan kerja pada sektor sekunder dan tersier lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Perubahan penggunaan tanah yang paling dominan ialah sawah irigasi menjadi kampung (di perkotaan), dan menjadi kebun campuran (di hinterland). Dilihat dari perubahan penggunaan tanah, gejala kekumuhan pun lebih awal terjadi di Kecamatan Cihideung karena: (1) Dominasi perubahan penggunaan tanah dari belum terbangun menjadi terbangun paling tinggi (>75%), (2) Persentase penggunaan tanah jasa paling besar, dan (3) sistem pusat kotanya paling luas baik pada tahun 1994 maupun 2004.
Perubahan penggunaan tanah juga menunjukkan adanya gejala pencaran kota yang terjadi di kecamatan Indihiang, dilihat dari ciri-ciri: (1) Penggunaan tanah yang terpisah jauh satu sama lain sehingga perjalanan menempuhnya tergantung pada kendaraan, (2) Dominasi penggunaan tanahnya belum terbangun, (3) Pembangunan di daerah ini cenderung mengalami kepesatan, (4) kondisi bangunan masih homogen (belum beraneka ragam).
Hasil korelasi menunjukkan bahwa gejala kekumuhan lebih awal terjadi di daerah perkotaan, hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah penduduk dengan perubahan sawah irigasi menjadi industri. Selain itu adanya hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah angkatan kerja pada sektor tersier dengan perubahan kampung menjadi jasa.
Hasil korelasi juga menunjukkan bahwa gejala pencaran kota terjadi di hinterland ditunjukkan dengan hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah penduduk dengan perubahan kebun campuran menjadi kampung, hutan menjadi kampung, dan kampung menjadi jasa; hubungan kuat searah antara pertambahan jumlah penduduk dengan perubahan sawah irigasi menjadi jalan, industri dan jasa; hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah angkatan kerja pada sektor tersier dengan perubahan kampung menjadi jasa.
Guna mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan hal-hal berikut: (1) Dilaksanakannya pembangunan secara merata di semua kecamatan, laju pertumbuhan penduduk dikendalikan terutama di pusat kota. Lapangan kerja dibuka pada semua sektor; (2) Saat ini, pemerintah hendaknya mengimplementasikan RTRW secara konsisten, melalui penyediaan sarana dan prasarana lingkungan untuk peruntukan tanah perumahan maupun tanah usaha. Selain itu, kebijakan pemerintah daerah terhadap wilayah yang memiliki kecenderungan kumuh harus fokus bagi revitalisasi lingkungan kota. Untuk masa datang, pembangunan konvensional ditinggalkan dan lebih fokus mewujudkan lingkungan kota yang lestari, optimal dan seimbang.; (3) Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan yang mengkaji perkembangan gejala kekumuhan dan pencaran kota di kota Tasikmalaya khususnya untuk periode 10 tahun yang akan datang.

The Urban blight and sprawl is an environmental problem which is influence by population pressure. As a tertiary city, development of Tasikmalaya is slower than secondary city such as Bandung, but faster than its circumstances such as Garut, Ciamis and Banjar City. Therefore Tasikmalaya become the of the Centres Of Regional Activity (CRA) in Priangan Timur. As the CRA, Tasikmalayan Government must be able to anticipate many possible things happen, for example population explodes (from naturally growth or urbanization).
This research studies on the indication of urban blight and sprawl from the dynamic of population pressure, labor force and Land use change in Tasikmalaya City. Population study is focused on population distribution, growth rate and population density. Labor force study is focused on labor force distribution and competitiveness in primary, secondary, and tertiary sectors in each sub-districts. A Location Quotient (LQ) is used to describe the labor force competitiveness. Overlay technique is employed to study land use change between 1994 and 2004. All factors are correlated using Pearson Product Moment test.
This research shows that population and labor force pressure occur in all parts of the City (Urban and hinterland). The distribution of population and labor force in tertiary and secondary sectors is concentrated in the centre and North parts of the city. While labor force in primary sector is concentrated in the South and West of the City. Relating to environmental problem, the indication of urban blight occurs inner Cihideung sub-district first, because Its population and labor force density becoming high than that of other sub-districts.
Within ten years time (1994 - 2004), there had been a significant change of land use, from green area to build area. The most changed land use is irrigated rice fields. In the urban region, irrigated rice fields have been changed into settlement area; while in hinterland area irrigated rice fields have been changed into mixed-garden. Land use changes also indicate the urban blight and sprawl which occurs in Cihideung sub-district first, because of: (1) Land use change from green area to build area > 75%, (2) Highest percentage in service land use, (3) It has widest city centre.
Land use change also indicate the urban sprawl which occurs in Indihiang sub-district first, because of: (1) Single-use zoning, (2) Low-density land use, (3) Car dependent communities, (4) Development in these areas tends to be on a larger scale than that of older established areas, and (5) Homogeneity in design.
The statistical test shows that the indication of urban blight also occur in urban area first, because there is a significant positive correlation among the growth of population and the change of rice fields into industry area. Besides that, there is a significant positive correlation among the growth of labor force in tertiary sectors and the change of settlement become service area.
The result also shows that the indication of urban sprawl also occur in hinterland, because there is a significant positive correlation among the growth of population and the change of mix-garden and green areas into settlement area, and settlement into service area; there is a strong positive correlation among the growth of population and the change of irrigation rice field area into street, industry and also service area; there is also a significant positive correlation among the growth of labor force in tertiary sector and the change of settlement into service area.
To anticipate these problems, some sound plan should be put into actions as follows :(1) Development should be applied in all sub-districts to avoid the exploitation of land and water resources, population growth should be controlled especially in the city centre. Work fields should be opened to get a healthy economic growth; (2) This time, Local Government should implement its master plan consistently and provide all the facilities needed, besides that, government policy for slum area should focused on revitalization of city environment. For the future, development focused to create a harmony, balance and sustainable city environment; (3) A more specific research on the influence of labor force on land change should be done.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zurly Hidayati
"ABSTRAK
Dengan masalah kependudukan yang kerapkali dihadapi DKI Jakarta maka PemProv DKI Jakarta berinisiatif mengeluarkan kebijakan terkait pengawasan dan pengendalian kependudukan, yaitu Perda No. 4 Tahun 2004 pasal 50 dan Peraturan Gubernur No 16 Tahun 2005 pasal 152. Pelaksanaan dari kebijakan ini diantaranya difokuskan di wilayah Kelurahan Duren Sawit, Jakarta Timur dikarenakan wilayah ini banyak terjadi pelanggaran administrasi kependudukan. Pokok bahasan skripsi ini adalah bagaimana implementasi kebijakan terkait pengawasan dan pengendalian kependudukan di Kelurahan Duren Sawit dan hambatan apa saja yang ditemukan selama pelaksanaan kebijakan. Jenis penelitian yang dilaksanakan di Kelurahan Duren Sawit, merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang mencoba mendeskripsikan terkait implementasi dari kebijakan mengenai pengawasan dan pengendalian kependudukan di wilayah ini. Dalam menganalisis pokok bahasan skripsi, penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang terbagi menjadi dua jenis sumber data, yakni data primer diantaranya dengan melakukan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan nara sumber. Sedangkan, data sekunder dengan membaca literatur, seperti buku-buku, majalah, surat kabar, brosur, website di internet, artikel-artikel, dan hasil penelitian lainnya berupa skripsi, tesis, makalah dan lain-lain yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
Hasil yang diperoleh terkait implementasi kebijakan pengawasan dan pengendalian kependudukan yang dilakukan dalam bentuk operasi di lapangan, yaitu Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) dan Bina Kependudukan (Biduk), diantaranya adanya warga pendatang yang kembali ke daerah asalnya, kesadaran warga untuk memiliki identitas diri, dan adanya pelayanan KTP keliling. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kebijakan ini sebaiknya ada kepedulian dan kerjasama baik dari pemerintah maupun masyarakat guna mengatasi segala hambatan yang mempengaruhi jalannya kebijakan.

ABSTRACT
With a population problem that often faces the DKI Jakarta DKI Jakarta Provincial Government issued a policy initiative related to supervision and control of population, namely Regulation No.4 in 2004 section 50 and Rule Government No.16 of 2005 section 152. Implementation of this policy is focused on areas including Kelurahan Duren Sawit, East Jakarta this area because a lot of administrative violations of residence. The subject of this thesis is how the implementation of related policies on population surveillance and control in Kelurahan Duren Sawit and any obstacles encountered during implementation of the policy. Type of research conducted in Kelurahan Duren Sawit, is a descriptive study with qualitative approaches that try to describe the implementation of policies related to the supervision and control of population in this region. In analyzing the subject of the thesis, the author uses data collection techniques are divided into two types of data sources, which include primary data by conducting field studies through in-depth interviews with resource persons. Meanwhile, the secondary data by reading the literature, such as books, magazines, newspapers, brochures, websites on the internet, articles, and other research results in the form of thesis, thesis, papers and others that have nothing to do with this research.
The results related to the supervision and implementation of policies on population control is in the form of field operations, namely Operation Yustisi Population (OYK) and Population Development (Big Dipper), including a citizen immigrants who returned home, awareness of citizens to have identity, and the mobile ID card service. To support the smooth implementation of this policy there should be caring and cooperation from both the government and the community in order to overcome all obstacles that affect the course of policy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8792
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarya Wargasasmita
1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Soebroto
Semarang: Dahara Prize, 1993
304.6 THO t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia is one of the populous countries in the world,but lack in quality approach compared to other countries.The straight forward indicators used to find this quality are the figures of absolute poverty,corruption level and weakness of people's socio-cultural capital....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"In order to know the effect of isolation methods on the occurance and capability of soil fungi to degrade cellulose, a study was conducted in postburning forest in wanariset-Semboja, East Kalimantan..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Jeffry R. H.
2005
T23024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2001
304.6 IND r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Naili Rokhmi
"Indonesia adalah wilayah yang rawan bencana. Bencana gempa bumi, erupsi gunung api, tsunami dan banjir sering terjadi karena letak geografis Indonesia yang berada pada jalur cincin api. Indonesia sebagai negara berkembang juga memiliki jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi.
Tesis ini membahas hubungan antara dampak bencana dan pengaruhnya terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia. Penelitian menggunakan data bencana dan kemiskinan dari seluruh kota dan kabupaten di Indonesia dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Dampak bencana yang digunakan dalam penelitian ini adalah dampak korban meninggal akibat bencana, menderita, mengungsi, rumah rusak ringan, dan kerusakan pada lahan pertanian.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa dampak bencana (korban meninggal, menderita, mengungsi, rumah rusak ringan, dan kerusakan pada lahan pertanian) secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap jumlah penduduk miskin. Empat dari lima variabel dampak bencana yang digunakan dalam penelitian ini (meninggal, menderita, kerusakan lahan pertanian, dan rumah rusak ringan) memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Setiap pertambahan jumlah korban meninggal, mengungsi, menderita, kerusakan lahan pertanian, dan rumah rusak ringan akibat bencana akan menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk miskin."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyanti Anugrahini
"Arus urbanisasi menyebabkan semakin tidak terkendalinya pertumbuhan konsentrasi penduduk di kota-kota besar. Jakarta, sebagai salah satu kota tujuan urbanisasi, semakin hari semakin tidak berdaya untuk memberikan pelayanan yang memadai dalam pemenuhan kebutuhan dasar penduduknya, termasuk menyediakan tempat tinggal yang layak. Namun, karena hal tersebut merupakan kebutuhan pokok yang tidak dapat dihindari, para migran membuat rumah sesuai dengan kemampuannya di lahan-lahan ilegal, seperti di jalur hijau di sepanjang Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki (seperti ekonomi, pendidikan), tidak mengendurkan mereka untuk tetap bertahan (exist) di tempat tersebut. Mereka berupaya mengembangkan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar yang dapat mendukungnya. Dengan kata lain, mereka mencoba mengembangkan modal sosial yang diharapkan dapat memperluas dan memperdekat akses mereka terhadap sumber-sumber yang menyediakan kebutuhan dasar mereka, sehingga mereka masih dapat bertahan.
Rumusan masalah penelitian ini diajukan dalam bentuk pertanyaan, yaitu 1) Apa bentukbentuk modal sosial yang berkembang di komunitas migran yang menempati lahan ilegal? dan 2) Apa manfaat yang dirasakan komunitas migran dengan adanya modal sosial tersebut?. Sedangkan tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menggambarkan bagaimana modal sosial komunitas migran tersebut menjadi suatu kekuatan yang dapat mempertahankan eksistensi mereka di pemukimannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik penjabaran laporan secara deskriptif. Dalam hal ini, data dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, studi dokumentasi dan pengamatan tidak berstruktur. Lokasi penelitian ini adalah pemukiman warga tembok PJKA di sepanjang Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat. Informan penelitian beijumlah 12 orang, terdiri dari 6 informan warga tembok PJKA, 3 informan warga RW 04 Kelurahan Bungur, 2 informan aparat Kelurahan Bungur dan 1 informan dari Yayasan Seniman Anak Jalanan, sebagai salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang mendampingi warga tembok PJKA.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan sosial (sebagai salah satu bentuk modal sosial) yang terjalin di antara sesama warga tembok PJKA tercermin dari kegiatan sosial, keagamaan dan perayaan hari besar nasional. Sementara itu, hubungan sosial mereka dan warga RW 04 tercermin dari kegiatan sosial dan perayaan hari besar nasional yang melibatkan kedua belah pihak. Hubungan sosial sesama warga tembok PJKA maupun dengan RW 04 merupakan hubungan sosial yang saling membutuhkan dan saling mengisi, karena dilandasi oleh kepercayaan, norma dan saluran informasi. Hubungan sosial dengan pihak Kelurahan Bungur, hanya bersifat 1 arah, yaitu warga tembok PJKA mendatangai pihak kelurahan untuk memperoleh pelayanan administratif. Sedangkan bagi pihak kelurahan, hubungan yang terjalin adalah semu, karena mereka tidak mengakui keberadaan warga tembok tersebut. Hubungan sosial yang terjalin dari pihak warga tembok PJKA kepada Yayasan Seniman Anak Jalanan juga bersifat semu, karena sebagian dari mereka tidak mempercayai yayasan tersebut. Sementara itu, hubungan sosial yang dicoba dibangun dari pihak yayasan adalah dengan menyediakan beberapa program kegiatan pembinaan, pengembangan dan bakti sosial. Manfaat yang dirasakan warga tembok PJKA dari adanya hubungan sosial baik dengan sesama maupun dengan warga RW 04, pihak Kelurahan Bungur dan LSM, adalah manfaat sosial dan ekonomi. Modal sosial yang berkembang selama ini umumnya secara positif berperan sebagai sumber kontrol sosial, sumber penyokong keluarga dan sumber keuntungan.
Penelitian ini pada akhimya menyimpulkan bahwa modal sosial yang dimiliki komunitas warga tembok PJKA selama ini ternyata mampu berperan sebagai `perekat' yang mampu mempertahankan kehidupan bersama komunitas warga tembok PJKA. Selain itu, adanya berbagai fasilitas yang diperoleh dari hubungan sosial bonding dan bridging, mampu berperan sebagai `pelumas' yang memperlancar warga tembok PJKA tersebut menjalani dan mempertahankan kehidupan mereka di pemukimannya yang ilegal. Namun, di sisi lain, modal sosial tersebut secara langsung ataupun tidak telah menjadi faktor penarik (pull factor) yang menyebabkan warga tembok PJKA tersebut selalu ingin tetap bertahan di Jakarta. Untuk memaksimalkan peran modal sosial dan meminimalisir faktor-faktor yang mendukung terjadinya urbanisasi, pemerintah lokal dan regional diharapkan dapat lebih bijaksana dalam mempertimbangkan ?potensi modal sosial? yang dimiliki daerah dalam melakukan perencanaan pembangunan. Selain itu, LSM dalam hal ini Yayasan Seniman Anak Jalanan tidak hanya melakukan advokasi, tetapi diharapkan juga dapat memfasilitasi munculnya aksi-aksi komunitas yang mampu berperan aktif melakukan upaya pembangunan secara mandiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>