Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102404 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gamar Ariyanto
"UNLVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUD! SOSIOLOGI KEKHUSUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
GAMAR ARIYANTO
Nim 6997510094
PENDAMPINGAN SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Studi Kasus Pendampingan Masyarakat Sub Suku Nawaripi dalam Program Rekognisi Tanah Ulayat yang Ru/sak karena Limbah Pertambangan PT. ¥mport Indonesia di Kabupalen Mimika, Propinsi Irian ]aya
(xii, 5 bab, 174 halaman, 13 label, ! bagan, 19 gambar, 2 lampiran. BBL: 40 Buku,14 Laporan, 9 Artikel/Surat Kabar, 10 Jurnal/Makalah, 8 Keputusan/Konvensi/ Undang-undang/Pedoman Umum, 1 Karya Itmiali/Tesis/Disertasi mulai tahun 1962 hingga tahun 2001)
ABSTRAK
Ketidakberdayaan, kemiskinan dan ketidakmampuan masyarakat Sub Suku Nawaripi dalam mengembangkan kehidupan adalah salah satu dampak tersingkirnya masyarakat dari proses pembangunan. Masyarakat Sub Suku Nawaripi adalah salah
satu contoh masyarakat yang tersingkir karena tanah ulayat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, digunakan Freeport untuk membuang limbah. Akibat penggunaan lahan ini, masyarakat Sub Suku Nawaripi menjadi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keputusasaan ini menjadikan masyarakat Sub Suku Nawaripi menjadi asosial, dan mengajukan tuntutan-tuntutan yang semakin mengakibatkan kerawanan sistem sosial di Kota Mimika. Salah satu upaya untuk meredam kerawanan sosial ini, Yayasan Sejati melakukan pendampingan
Penelitian untuk melihat proses pendampingan ini merupakan penelitian deskriptif, dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dengan studi kepustakaan, pengamatan terlibat dan wawancara mendalam terhadap informan yang dipilih secara purposive. Sasaran yang diteliti adalah masyarakat Sub Suku Nawaripi dengan lokasi penelitian di Desa Nayaro, Desa Koperapoka, dan Desa Nawaripi Baru Kecamatan Mimika Baru, Kabupaten Mimika Propinsi Irian Jaya. Seluruh proses penelitian membutuhkan waktu selama 8 bulan. Tujuan penelitian adalah diperolehnya gambaran proses pendampingan yang dilakukan untuk memberdayakan masyarakat, dengan melihat gambaran proses dari kegiatan pendamping dalam mempersiapkan masyarakat sebelum menandatangani pelepasan tanah ulayat Sub Suku Nawaripi kepada pemerintah, kegiatan-kegiatan pendamping dalam proses penandatanganan dokumen pelepasan tanah ulayal Sub Suku Nawaripi dan menggambarkan hasil-hasil dari proses pendampingan yang dilakukan pendamping terhadap masyarakat Sub Suku Nawaripi.
Kasus pendampingan masyarakat Sub Suku Nawaripi dalam program Rekognisi Tanah Ulayat yang Rusak karena Limbah PT. Freeport Indonesia, dipilih
untuk menggambarkan pendampingan sebagai salah satu alternatif pemberdayaan masyarakat, karena pendampingan tersebut dilaksanakan dengan maksud untuk memampukan masyarakat agar dapat memahami realitas pada lingkungannya, melakukan refleksi pada faktor-faktor yang menentukan lingkungannya dan mengartikulasikan aspirasi, meletakkan langkah-langkah untuk merubah efek dengan merubah situasi. Pendampingan ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan 3 prinsip pemberdayaan, yang terdiri dari bentuk kegiatan yang difokuskan untuk membantu memahami kondisi inividu terhadap kesejahteraan dirinya, pendamping mendukung individu untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan pemenuhan kebuluhannya, dan yang terakhir dilakukan dengan mengurangi perasaan terisolasi dan membuat hubungan-hubungan dengan individu/kelompok yang lain. Dalam konteks pemberdayaan, proses pendampingan ini juga dimaksudkan menggunakan strategi relief & wellfare yang digabungkan dengan strategi small-scale self reliant local development, sustainable systems development, people's movement dan empowering people.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Yayasan Sejati menggunakan 2 jalur untuk membantu masyarakat Sub Suku Nawaripi. Pertama dilakukan dengan mengupayakan perubahan kebijakan, kedua dilakukan dengan mendampingi masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh Yayasan Sejati belum menggambarkan hakikat proses pemberdayaan. Masyarakat Sub Suku Nawaripi masih belum maksimal berperan dalam seluruh kegiatan yang ditujukan untuk kesejahteraan hidupnya. Masyarakat Sub Suku Nawaripi hanya berperan sebatas sebagai "narasumber" dari seluruh proses kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Masyarakat belum dipercaya untuk bersama-sama memikirkan dan menganalisis alternatif-alternatif tindakan dan kegiatan untuk mewujudkan keinginan. Walaupun dari segi proses, belum secara maksimal menerapkan tehnik pemberdayaan, akan tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh Yayasan Sejati telah menunjukkan dampak perubahan keberdayaan masyarakat. Penelitian ini juga menggambarkan efektifltas kegiatan pendamping untuk mempengaruhi elit pengambil kebijakan, untuk mendukung upaya masyarakat Sub Suku Nawaripi untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Perubahan sosial membutuhkan waktu yang tidak sedikit, oleh karena itu direkomendasikan dalam penelitian ini untuk meneruskan dan mengembangkan pendampingan menjadi semakin komprehensif dan melibatkan seluruh komponen masyarakat di Kabupaten Mimika. Terbentuknya Lem'oaga Musyawarah Adat dan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kabupaten Mimika merupakan wahana yang sangat strategis untuk melakukan proses pemberdayaan. Selain mengembangkan pendampingan agar mencakup aspek yang lebih luas, hal yang sangat penting untuk dilakukan sebagai tindaklanjut kegiatan pendamping dalam memberikan alternatif penyelesaian konflik pertanahan antara masyarakat dengan negara (swasta), adalah melakukan sosialisasi dan diseminasi.
Dari aspek teknis, penelitian ini merekomendasikan agar meningkatkan kualitas pendamping, sehingga mampu meningkatkan kualitas pendampingannya. Hal ini penting, karena cukup sulit membedakan pendampingan untuk pemberdayaan (empowerment) dengan pendampingan untuk pem-perdajaan (disempowerment). Pemberdayaan akan menghasilkan masyarakat yang mandiri, dan mampu berkembang sesuai dengan daya kreatif dan kebijakan-nya, sedangkan pem-perdayaan akan menghasilkan masyarakat yang tidak mandiri, tergantung nasibnya pada orang lain.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kambuaya, Carlos Clief
"Kemiskinan yang dialami penduduk desa Katapang ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan, merosotnya daya beli masyarakat, bangkrutnya usaha kecil dan rumah tangga, rendahnya kualitas sumber daya manusia, buruknya sanitasi lingkungan, rawan gizi dan derajat kesehatan masyarakat yang rendah. Kompleksitas permasalahan tersebut diperparah lagi dengan krisis multidimensi yang menyebabkan angka pengangguran bertambah meningkat, banyak orang hilang pekerjaan karena di PHK, dan bertambahnya penduduk miskin baru.
Solusi untuk mengatasi kompleksitas permasalahan kemiskinan di atas, pemerintah meluncurkan kebijakan P2KP. Tidak seperti kebijakan penanggulangan kemiskinan sebelumnya dimana dominasi pemerintah masih nampak, maka dalam kebijakan P2KP, kegiatan penanggulangan sepenuhnya dilimpahkan kepada keluarga miskin yang tergabung dalam wadah KSM untuk melaksanakan sendiri dengan mendapat pemberdayaan dari LSM dan Perguruan Tinggi.
Strategi untuk mempelajari pemberdayaan yang dilakukan, dipakai pendekatan kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan proses dan langkah-langkah pemberdayaan yang ditujukan kepada anggota KSM dan bagaimana keterlibatan penduduk miskin didalam rangkaian proses tersebut. Untuk membuat deskripsi tersebut, digunakan teknik wawancara mendalam dan pengamatan langsung untuk melihat proses pemberdayaan yang dilaksanakan. Hasil dari pemberdayaan penduduk miskin di desa Katapang dilakukan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) dari Universitas Winaya Mukti (Unwim), adalah :
- Proses pemberdayaan telah mengikuti langkah-langkah pengembangan masyarakat yaitu dimulai dengan pengorganisasian kelompok dan pemasaran sosial program, kemudian diikuti dengan fasilitasi penyusunan rencana dan usulan kegiatan, bantuan pendampingan dalam pelaksanaan kegiatan, memberikan pengawasan melalui monitoring dan evaluasi serta diakhiri dengan pemutusan hubungan (terminasi).
- Hasil yang dicapai dalam proses pemberdayaan sesungguhnya belum maksimal karena proses pendampingan, luasnya wilayah, pemantauan dan evaluasi,. dan dukungan dari penanggung jawab program yang belum optimal.
- Proses pemberdayaan meskipun belum maksimal, namun beberapa hasil positif yang dicapai adalah : (1) Anggota KSM telah memanfaatkan dana bantuan kredit secara bertanggung jawab untuk membuka usaha-usaha produktif yang dapat memberikan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan hidup, (2) Anggota KSM telah berperan sebagai pelaku pasar yang aktif karena sudah tumbuh budaya berusaha, (3) Proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dari bawah mulai berkembang, (4) Kebiasaan bekerja dan berusaha sendiri berubah menjadi bekerja dan berusaha dalam kelompok.
- Dampak sampingan yang muncul akibat proses pemberdayaan yaitu terjadi perpecahan antara kepala desa dan pengurus BKM, serta munculnya hubungan kerja dalam organisasi KSM yang mengarah pada Patron - Klien.
- Faktor-faktor dari dalam yang menyebabkan perbedaan perkembangan antara KSM Bahrurchoir dan KSM Karya Usaha adalah : faktor permodalan, status usaha, faktor kepemimpinan ketua kelompok. Sedangkan eksternal adalah keterbatasan Faskel dan kurangnya pengawasan dan pembinaan dari penanggung jawab program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derek Fredik Wamea
"Sejak merebaknya reformasi di Indonesia pada akhir tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada Mei 1998 dengan tumbangnya rezim Orde Baru dan di ikuti oleh krisis ekonomi yang menghancurkan perekonomian negara dan dilanjutkan dengan krisis multidimensional yang tak menunjukan tanda-tanda perubahan yang signifikan, telah memberikan kemajuan dalam pola pikir masyarakat indonesia. Setidaknya masyarakat menyadari dan mendapat satu pembelajaran politik dari peristiwa tersebut bahwa hak mereka selama ini sebagai konstituen dari negara ini tidak dirasakan dengan baik, bahkan terabaikan, hanya dinikmati oleh segelintir orang dapat dinikmati dengan jalur-jalur demokrasi yang terbentuk. Kesadaran ini telah membawa masyarakat Indonesia terutama masyarakat lokal untuk menuntut hak atas pengelolaan SDA mereka yang sekama ini belum bisa dinikmati dengan baik. Singkatnya reformasi telah dijadikan Tema sentral dalam menuntut perubahan dalam asas demokrasi.
Dalam konteks pengembangan masyarakat program CD yang selama ini hanya dilihat sebagai program alternative yang dipakai sebagai upaya mendekatkan pelayan kepada masyarakat dan lebih banyak digunakan pada rural society. Bagi pemerintah pusat maupun daerah program CD adalah alternative dari bergagai program yang bersifat sentral dalam model top down yang selama ini menjadi primadona pembangunan di Indonesia. Sementara bagi korporat program CD bukan sekedar model pembangunan biasa tetapi merupkan sarana bagi korporat untuk melaksanakan CSR dalam rangka pelayanan dan pengembangan masyarakat yang merupakan kompensasi dari realisasi kesepakatan yang dibuat dengan komunitas lokal.
Konsep dasar program CD tidak terlepas dari kebutuhan dasar manusia, stakeholders, partisipasi dan pengembangan melalui program-program yang menyentuh basic needs masyarakat. Program CD seringkali diimplementasikan dalam bentuk, proyek-proyek pembangunan seperti pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, pengembangan infrastruktur seperti jalan raya, sumur umum, atau jaringan irigasi, perbaikan sarana pertanian, peningkatan fasilitas manufaktur, atau pembinaan kegiatan komersial. Dalam Konsep CD juga melibatkan elemen¬elemen penting seperti SDA, state, Corporate dan community. Program CD adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabilah di bandingkan dengan kegiatan pembanguna sebelumnya.
Penelitian ini merupakan studi terhadap BP LNG Tangguh yang bergerak di bidang eksplorasi SDA, khusunya Gas Alam Cair (LNG) di Kabupaten Bintuni Papua, yang mengembangkan (dan masih dalam tahap terus mencari bentuk/model) CD sebagai salah satu prioritas program dari perusahaan tersebut untuk pengembangan masyarakat lokal. Penulisan hasil penelitian ini diarahkan untuk mengkaji pengembangan masyarakat lokal melalui program CD tersebut. Dengan permasalahan utamanya adalah melihat proses sosial dalam pengembangan masyarakat lokal melalui CD sebagai indikator kompensasi terhadap komunitas lokal. Dengan mencoba melihat pengembangan masyarakat lokal yang bukan ssekedar menyentuh basic needs masyarakat lokal atau sekedar konsekuensi logis kompensasi perusahaan sebagai pemegang hak eksplorasi kepada masyarakat lokal sebagai pemegang hak ulayat, akan tetapi lebih dari itu mencoba mencari dan menemukan model pembangunan yang berkelanjutan, untuk mengantisipasi fase laten (kompensasi, konflik, tuntutan) di masa mendatang, yang tentunya melalui perspektif CD itu sendiri.
CD hampir merupakan pembahasan yang sudah sering dikaji dan muncul dalam berbagai studi kelayakan berbagai perusahaan-perusahaan ekstraktif di seluruh dunia secara umum dan di Indonesia secara khusus dan juga kemungkinan banyak peneliti terdahulu atau para peneliti yang berkonsentrasi pada CD telah membahas topik yang sama. Namun penting disini adalah untuk melihat sejauhmana program CD yang diterapkan BP LNG Tangguh sebagai salah satu program prioritas dapat dikolaborasikan dengan kearifan lokal, sehingga menjadi model pembangunan yang berkelanjutan. Dan menjadi solusi positif yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan manapun dalam penyelesaain kompensasi yang efektif dari pihak perusahaan terhadap masayarakat lokal. Dengan tujuan bahwa ada solusi yang bermanfaat dalam proses pembangunan masyarakat secara umum. Dari peneltian dengan menggunakan metode kerja dan teori sosial yang diracang menggunakan teknik penelitian ilmiah diharapkan pembahasan ini dapat menjawab pertanyaan peneltian yang sudah dirumuskan dan dapat diketahui signifikansi secara sosiologis dari program CD itu sendiri dan implikasi teori yang bisa dikembangkan pengembangan sosiologi maupun perubahan soial."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermansyah
"Dalam prespektif pembangunan, pemberdayaan berbasis masyarakat pada dasamya merupakan penguatan potensi masyarakat (community empowerment) yang meletakkan masyarakat secara individu atau bersama sama sebagai subjek pembangunan. lnisiatif kreatif masyarakat dianggap sebagai sumber daya utama dalam proses pembangunan Pemberdayaan juga memberi ruang partisipasi penuh kepada masyarakat ke dalam suatu program pemberdayaan dan pembangunan itu sendiri, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai evaluasi program dan pembangunan.
Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pelaksanaan program Penggerakan Pembangunan Partisipatif Masyarakat Kelurahan (P3MK) yang dilaksanakan di Kelurahan Limo sebagai upaya pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah Kota Depok .
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program P3MK yang dilaksanakan di Kelurahan Limo, Kecamalan Limo, Kota Depok. Dengan dilakukannya evaluasi, diharapkan mendapatkan informasi tentang keberhasilan dan kelemahan pelaksanaan program, sehingga dapat digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan program berikutnya. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode Logical Framework Analisis (LPA) dengan melihat dan menganalisis kesesuaian dan sinergi antara dimensi input, process, output, outcome, dan impact yang terjadi di dalam pelaksanaan program tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana data primer diperoleh dad basil wawancara mendalam (depth interview) kepada 16 orang informan dan observasi lapangan. Untuk memperoleh data sekunder, penulis melakukan studi dokumentasi dan studi pustaka.
Hasil evaluasi sumatif terhadap pelaksanaan program P3MK di Kelurahan Limo menunjukan adanya kekuatan di dalam program ini yaitu masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut berpartisipasi langsung dalam pembangunan di lingkungannya. Masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan terlibat langsung dalam pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai evaluasi. Program juga dianggap sebagai bentuk dan proses pembelajaran bagi masyarakat dalam mengelola dan memobilisasi sumber-sumber daya yang ada di masyarakat sendiri. Masyarakat dan Lembaga kemasyarakatan juga merasa program ini membiasakan mereka untuk bekerjasama, bertanggung jawab dan peduli terhadap Iingkungannya. Masyarakat yang kurang mampu juga merasa terayomi oleh lingkungannya.
Selain kekuatan, ternyata pelaksanaan program P3MK di Kelurahan limo mempunyai kelemahan yang dapat mengganggu pelaksanaan program ke depan. Adapun kekurangan dan kelemahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah : Pedoman Teknis Pelaksanaan program belum sempurna ; Kurangnya sosialisasi Program ; Dana Rp 50 Juta masih dirasakan kurang oleh masyarakat jika semua komunitas RW melakukan kegiatan kegiatan sesuai dengan usulan mereka ;Tidak adanya pendampingan langsung dilapangan oleh CDC) professional ; Belum bisanya semua sarana dan prasarana yang diusulkan komunitas RW dapat terlaksana ; Belum adanya data base mengenai masarakat miskin dan kurang mampu,
Untuk pelaksanaan program P3MK di masa datang, penulis mencoba untuk memberi usulan bagi perbaikan program. Dimana kelemahan dan kekuatan yang telah diidentifkasi dalam hasil penelitian Menjadi dasar bagi usulan yang diajukan. Usulan juga berdasakan prinsip-prinsip pemberdayaan berbasis komunitas .
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merdu Silta Wenti
"Penelitian ini menganalisis pemberdayaan masyarakat adat di era desentralisasi dengan studi kasus pemberdayaan komunitas adat terpencil terhadap Suku Anak Dalam di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi Tahun 2004-2006. Penelitian ini beragumen, bahwa desentralisasi mengakomodasi masyarakat adat melalui ketentuan legal di dalam UU No.32 Tahun 2004, namun desentralisasi belum mempengaruhi dalam aspek pembuatan program pemberdayaan komunitas adat terpencil.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan teori multikulturalisme yang berasal dari Kymlicka, Raz, dan Parekh. Serta, konsep desentralisasi politik, pemberdayaan masyarakat, dan masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai data primer, dan data sekunder seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan studi pustaka lainnya.
Penelitian ini menemukan beberapa hasil, diantaranya; Pertama¸ pemerintah daerah tidak membuat program pemberdayaan komunitas adat terpencil dengan mekanisme bottom up, melainkan dengan pandangan subjektif terhadap Suku Anak Dalam yang harus di modernisasi. Kedua¸ program pemberdayaan terhadap Suku Anak Dalam tidak sesuai dengan kondisi budaya dan tidak memenuhi akses pelayanan sosial. Ketiga¸ pemerintah daerah masih bergantung terhadap mekanisme pemberdayaan dan anggaran pemberdayaan yang diberikan pemerintah pusat.

This research analyzes the empowerment of indigenous community in decentralization era with the case study of the empowerment of remote indigenous community towards Suku Anak Dalam in Kabupaten Muaro Jambi, Jambi Province in 2004-2006. This research argues that decentralization accommodates indigenous community within legal provision in UU No.32 Tahun 2004, but decentralization is not yet to take effect on affecting the manufacture of remote indigenous community programs.
This research uses the multiculturalism theory from Kymlicka, Raz, and Parekh. In addition, the researcher is also using political decentralizations concept, the concept of community empowerment, and indigenous community concept. This research employment qualitative methods with in-depth interviewing technique as the primary source of data, and legal provisions like law, government regulations, and other literature study, as the secondary sources.
This research find out that, First, the local government does not make the remote indigenous community empowerment program with a bottom up mechanism, rather with a subjective view towards Suku Anak Dalam that needs to be modernized. Second, the empowerment program for Suku Anak Dalam does not match the cultural condition. Third, the local government still depends on the empowerment mechanism and the empowerment budget that is given by the central government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhtar
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Program Raksa Desa di Desa Jayamukti Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi, yang bertujuan memahami upaya pemberdayaan masyarakat melalui program, manfaat program, dan kendala dalam implementasi program. Penelitian ini mempunyai arti penting, karena program dimaksud merupakan program baru yang digagas dan diluncurkan oleh pemerintah Propinsi Jawa Barat di era Otonomi Daerah secara luas berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tabun 1999, yang mulai dilaksanakan tahun 2003 dan direncanakan diberlakukan bagi seluruh desa dan kota di Propinsi Jawa Barat hingga tahun 2007. Sebagai program baru, dimungkinkan terjadi kekeliruan khususnya dalam implementasi yang merupakan tahap esensial dalam upaya pemberdayaan.
Untuk itu, hasil penelitan ini dapat berfungsi sebagai input bagi policy maker guna melakukan perbaikan implementasi program berikutnya. Pendekatan dan Janis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu informasi tentang pemahaman, pandangan, dan tanggapan para informan dilapangan yang menghasilkan data deskriptif, yakni gambaran nyata pelaksanaan program secara sistematis dan faktuaI. Data tersebut diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan para informan, disamping studi dokumentasi, dan observasi. Penentuan informan di lakukan secara purposive sampling (non probability), yakni atas dasar penilaian bahwa para informan mengetahui secara balk pemasalahan yang sedang diteliti. Untuk itu, informan dalam penelitian ini adalah Ketua dan Anggota Pokmas; Ketua Satuan Pelaksana (Satlak) Desa, Sarjana Pendamping, unsur Pemuka Masyarakat, dari unsur 13adu.i Perwakilan Desa (BPD).
Sebagai alat analisis hasil penelitian lapangan, digunakan kerangka teori pemberdayaan untuk memahami program dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian komunitas sasaran, baik secara individu maupun kelompok dalam upaya memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi. Konsep pemberdayaan juga digunakan untuk melihat bagaimana kelompok mampu memfasilitasi para anggota untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan, dan bagaimana masyarakat mengorganisir diri melalui kelembagaan Satlak Desa yang dikembangkan. Perhatian juga diarahkan pada keterlibatan masyarakat dalam pembentukan dan kegiatan kelompok serta dalam kelembagaan Satlak Desa untuk mengetahui proses pemberdayaan melalui implementasi program.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan tidak terjadinya upaya pemberdayaan melalui Program Raksa Desa, karena tidak ada partisipasi dan kemandirian dari masyarakat khususnya komunitas sasaran yang rnerupakan prasyarat bagi upaya pemberdayaan. Hal itu terlihat dari sejak awal kegiatan (persiapan dan perencanaan), yang antara lain adalah kegiatan sosialisasi program melalui forum musyawarah desa, dimana komunitas sasaran tidak dilibatkan. Forum dimaksud hanya dihadiri oleh alit desa, yaitu unsur pemuka masyarakat, perangkat desa, dan unsur BPD, disamping tentunya pengurus lembaga Satlak Desa. Demikian halnya pada implementasi program, yaitu pelaksanaan pembangunan prasarana desa dan penyaluran modal bergulir kepada komunitas sasaran, serta pemantauan, pengawasan, dan evaluasi, masyarakat khususnya komunitas sasaran tidak terlibat secara aktif, dimana dalam konteks pemberdayaan, keterlibatan masyarakatlkomunitas sasaran merupakan elemen penting.
Hasil program memang telah dirasakan oleh masyarakat khususnya komunitas sasaran, baik pembangunan prasarana yang antara lain menambah kelancaran transportasi dan komunikasi antar warga, serta penyediaan air bersih bagi warga, maupun bantuan pinjaman modal bergulir yang antara lain untuk menambah modal usaha dan juga sebagai Modal awal usaha. Akan tetapi, unsur penting dalam upaya pemberdayaan, yaitu proses belajar sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan baik kebutuhan diri, keluarga, kelompok, dan masyarakat, maupun proses belajar memecahkan masalah tidak berlangsung. Kendala dalam implementasi program antara lain adalah kctidaktahuan di kalangan masyarakat sendiri dan kecenderungan prilaku aparat pemerintah yang masih bersifat paternalistik feodalistik (birokrasi tradisional).
Rekomendasi yang diajukan adalah: (a) perlu dilakukan kegiatan pelatihan dan pemantapan secara intensif bagi para pelaksana program mulai tingkat propinsi hingga tingkat lapangan (desa), dalam upaya peningkatan pemanaman mereka balk mengenai teknis operasional dan manajemen penyelenggaraan program maupun perspektif pembangunan berpusat pada manusia; (b) perlu dilakukan kegiatan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi oleh para pelaksana program mulai tingkat propinsi sampai tingkat lapangan secara profesional, dan yang tidak kalah penting adalah perlunya melibatkan komunitas sasaran dalam rangkaian kegiatan dimaksud sejak assesment hingga evaluasi; (c) perlu kecermatan penanggungjawab program dalam merancang program pemberdayaan secara profesional, dengan mempertimbangkan berbagai aspeknya, antara lain adalah ketersediaan dana dan kesiapan sumber daya manusia yang cakap, terampil, dan berdedikasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrurozi
"Pesantren merupakan institusi pendidikan yang berbasis agama, yang umumnya melayani masyarakat golongan menengah ke bawah yang ada di daerah pedesaan. Pesantren secara umum adalah organisasi lokal yang secara fungsional memiliki peran yang sangat berarti dalam pembangunan desa. Pondok pesantren memiliki kemampuan untuk terlibat dalam berbagai bidang pembangunan masyarakat dan pondok pesantren juga memiliki kepedulian terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar pondok pesantren, melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pesantren telah memasuki wilayah sosial secara lebih luas. Selain mengandung kekuatan resistensi terhadap modernisasi sebagaimana pada awal berdirinya dulu, pesantren telah melakukan peran aktif membangun masyarakat pada berbagai bidang pembangunan di pedesaan. Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren. Program tersebut adalah program pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir oleh pondok pesantren Maslakul Huda, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan tujuan dari penelitian ini yaitu menggambarkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda dan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan tersebut. Untuk memperoleh
informasi yang akurat mengenai pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda tersebut, maka digunakan teknik wawancara mendalam kepada informan. Informan dalam penelitian ini antara lain pimpinan pondok pesantren, pengurus BPPM, Tenaga Pemberdayaan Masyarakat, Camat Kecamatan Margoyoso, serta anggota kelompok pengusaha kerupuk pasir desa Kajen yang menerima bantuan modal usaha dari pondok pesantren. Dari hasil wawancara dan pembahasan diketahui bahwa kegiatan pondok pesantren Maslakul Huda dalam pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir desa Kajen dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain tahap persiapan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Tahap persiapan yang dilakukan antara lain terdiri dari pembentukan BPPM dan TPM dari unsur pondok pesantren, melakukan kegiatan FGD dan survey lapangan. Tahap perencanaan terdiri dari sosialisasi program dan pembentukan kelompok-kelompok. Tahap pelaksanaan terdiri dari penyusunan laporan simpanan pokok kelompok, menghitung besaran bantuan yang akan diberikan kepada masing-masing kelompok, menyalurkan bantuan kepada kelompok, memberikan penyuluhan dan konsultasi kepada kelompok-kelompok, melakukan pelatihan administrasi, serta mengadakan workshop mengenai usaha kelompok. Serta tahap evaluasi yang terdiri dari pengawasan lapangan dan penilaian kelompok yang dilakukan oleh TPM. Selain itu diketahui pula adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat tersebut yaitu berupa faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung terdiri dari kedekatan hubungan antara pondok pesantren dan masyarakat yang menciptakan rasa kepercayaan yang tinggi antara pondok pesantren dengan pengusaha kerupuk pasir, pengaruh ketokohan dari Kyai, serta adanya dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan yang bersifat moril maupun materiil. Faktor penghambat terdiri dari penolakan dari masyarakat dan pemerintah atas kegiatan sosial yang dilakukan oleh pondok pesantren, penolakan atas kebijakan yang diambil pondok pesantren untuk menerima bantuan dana kegiatan dari pihak asing, serta adanya kendala di dalam kelompok peminjam dalam mengembalikan pinjaman modal kepada pondok pesantren. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa rekomendasi yang antara lain: 1. Memaksimalkan faktor ketokohan kyai untuk menciptakan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat. Di samping itu, perlu ditingkatkan peranan TPM dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap segala kebijakan dan program pemberdayaan yang disampaikan Kyai. 2. Memperketat pengawasan kelompok dengan melibatkan pengawasan internal di dalam kelompok usaha. 3. Meningkatkan pengetahuan kelompok tentang pemasaran dan pengemasan yang lebih menarik sehingga bernilai jual lebih tinggi dan lebih luas, yang dilakukan dengan cara bekerja sama dengan lembaga lain yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan.

Pesantren is an education institution based on religion; it is serving middle groups in rural community. Functionally, this local organization plays an important role in the rural development. It is capable of taking some role in community development program and be aware of increasing the local community welfare through the empowerment activities. Pesantren expanded their role to the wider social sphere. Beside containing the resistant power of modernization formerly, pesantren also has contribution in rural development level. This research tries to describe the implementation of community empowerment program by pesantren, that is Small Entrepreneur Empowerment Program by Pondok Pesantren Maslakul Huda at Kajen Village, Margoyoso District, The regency of Pati, Central Java. This research uses the qualitative methods to describe the research goals that are to describe the implementation of community empowerment program by pesantren Maslakul Huda and to find the significant factors that affect the implementation. The need of accurate information were fully filled with depth interview technique to the informants. These informants are head of pondok pesantren, BPPM?s activist, TPM?s activist, the district head of Margoyoso, and member of small entrepreneur group at Kajen village. By result of depth interview and analysis, it?s found that there are some stages in the implementation. The stages are preparation stage, planning stage, implementation stage, and evaluation stage. The preparation stage includes establishing the BPPM institution and TPM, FGD activities, and field surveys. The planning stage includes the socialization of the program and creating groups in community. The implementation stage includes formatting group?s assets, planning the donation for each group, distributing the donation for each groups, supervising and consultation, administration training, and conduct a workshop. The evaluation stage consists of field control and field analyses. Then the significant factors are mentioned in supporting factors and the obstacles. Supporting factors include the relationship between pondok pesantren and community, Kyai?s determination, and external support. The obstacles include the community and local government resistances to pesantren?s social activities, and groups? financial factors. The final results of this research defined some recommendations, which are: 1. To maximize the Kyai?s determination to establish good relationship with the community. Then, concerning TPM?s role in community to back up Kyai?s determination. 2. To tighten the group control by involving group internal supervisor. 3. To increase group?s capacity in marketing issues and packaging technique for highest and wider market, through the collaboration with other institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrurozi
"Pesantren merupakan institusi pendidikan yang berbasis agama, yang umumnya melayani masyarakat golongan menengah ke bawah yang ada di daerah pedesaan. Pesantren secara umum adalah organisasi lokal yang secara fungsional memiliki peran yang sangat berarti dalam pembangunan desa. Pondok pesantren memiliki kemampuan untuk terlibat dalam berbagai bidang pembangunan masyarakat dan pondok pesantren juga memiliki kepedulian terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar pondok pesantren, melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pesantren telah memasuki wilayah sosial secara lebih luas. Selain mengandung kekuatan resistensi terhadap modernisasi sebagaimana pada awal berdirinya dulu, pesantren telah melakukan peran aktif membangun masyarakat pada berbagai bidang pembangunan di pedesaan. Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren. Program tersebut adalah program pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir oleh pondok pesantren Maslakul Huda, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan tujuan dari penelitian ini yaitu menggambarkan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda dan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan tersebut. Untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren Maslakul Huda tersebut, maka digunakan teknik wawancara mendalam kepada informan. Informan dalam penelitian ini antara lain pimpinan pondok pesantren, pengurus BPPM, Tenaga Pemberdayaan Masyarakat, Camat Kecamatan Margoyoso, serta anggota kelompok pengusaha kerupuk pasir desa Kajen yang menerima bantuan modal usaha dari pondok pesantren. Dari hasil wawancara dan pembahasan diketahui bahwa kegiatan pondok pesantren Maslakul Huda dalam pemberdayaan pengusaha kerupuk pasir desa Kajen dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain tahap persiapan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Tahap persiapan yang dilakukan antara lain terdiri dari pembentukan BPPM dan TPM dari unsur pondok pesantren, melakukan kegiatan FGD dan survey lapangan. Tahap perencanaan terdiri dari sosialisasi program dan pembentukan kelompok-kelompok. Tahap pelaksanaan terdiri dari penyusunan laporan simpanan pokok kelompok, menghitung besaran bantuan yang akan diberikan kepada masing-masing kelompok, menyalurkan bantuan kepada kelompok, memberikan penyuluhan dan konsultasi kepada kelompok-kelompok, melakukan pelatihan administrasi, serta mengadakan workshop mengenai usaha kelompok. Serta tahap evaluasi yang terdiri dari pengawasan lapangan dan penilaian kelompok yang dilakukan oleh TPM. Selain itu diketahui pula adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat tersebut yaitu berupa faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung terdiri dari kedekatan hubungan antara pondok pesantren dan masyarakat yang menciptakan rasa kepercayaan yang tinggi antara pondok pesantren dengan pengusaha kerupuk pasir, pengaruh ketokohan dari Kyai, serta adanya dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan yang bersifat moril maupun materiil. Faktor penghambat terdiri dari penolakan dari masyarakat dan pemerintah atas kegiatan sosial yang dilakukan oleh pondok pesantren, penolakan atas kebijakan yang diambil pondok pesantren untuk menerima bantuan dana kegiatan dari pihak asing, serta adanya kendala di dalam kelompok peminjam dalam mengembalikan pinjaman modal kepada pondok pesantren. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa rekomendasi yang antara lain: 1. Memaksimalkan faktor ketokohan kyai untuk menciptakan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat. Di samping itu, perlu ditingkatkan peranan TPM dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap segala kebijakan dan program pemberdayaan yang disampaikan Kyai. 2. Memperketat pengawasan kelompok dengan melibatkan pengawasan internal di dalam kelompok usaha. 3. Meningkatkan pengetahuan kelompok tentang pemasaran dan pengemasan yang lebih menarik sehingga bernilai jual lebih tinggi dan lebih luas, yang dilakukan dengan cara bekerja sama dengan lembaga lain yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan.

Pesantren is an education institution based on religion; it is serving middle groups in rural community. Functionally, this local organization plays an important role in the rural development. It is capable of taking some role in community development program and be aware of increasing the local community welfare through the empowerment activities. Pesantren expanded their role to the wider social sphere. Beside containing the resistant power of modernization formerly, pesantren also has contribution in rural development level. This research tries to describe the implementation of community empowerment program by pesantren, that is Small Entrepreneur Empowerment Program by Pondok Pesantren Maslakul Huda at Kajen Village, Margoyoso District, The regency of Pati, Central Java. This research uses the qualitative methods to describe the research goals that are to describe the implementation of community empowerment program by pesantren Maslakul Huda and to find the significant factors that affect the implementation. The need of accurate information were fully filled with depth interview technique to the informants. These informants are head of pondok pesantren, BPPM?s activist, TPM?s activist, the district head of Margoyoso, and member of small entrepreneur group at Kajen village. By result of depth interview and analysis, it?s found that there are some stages in the implementation. The stages are preparation stage, planning stage, implementation stage, and evaluation stage. The preparation stage includes establishing the BPPM institution and TPM, FGD activities, and field surveys. The planning stage includes the socialization of the program and creating groups in community. The implementation stage includes formatting group?s assets, planning the donation for each group, distributing the donation for each groups, supervising and consultation, administration training, and conduct a workshop. The evaluation stage consists of field control and field analyses. Then the significant factors are mentioned in supporting factors and the obstacles. Supporting factors include the relationship between pondok pesantren and community, Kyai?s determination, and external support. The obstacles include the community and local government resistances to pesantren?s social activities, and groups? financial factors. The final results of this research defined some recommendations, which are: 1. To maximize the Kyai?s determination to establish good relationship with the community. Then, concerning TPM?s role in community to back up Kyai?s determination. 2. To tighten the group control by involving group internal supervisor. 3. To increase group?s capacity in marketing issues and packaging technique for highest and wider market, through the collaboration with other institution."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrizal
"Masyarakat Suku Terasing merupakan bagian dari tujuan pembangunan nasional seutuhnya, untuk itu mereka memerlukan pembinaan. Tujuan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui program PKSMT adalah untuk menghilangkan keberadaan masyarakat Suku Terasing baik secara geografis, sosial budaya dan sosial ekonomi, sehingga kesenjangan dalam aspek tersebut diatas dapat dihilangkan dari berbagai suku bangsa yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan utama dari program PKSMT adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat terasing.
Propinsi Riau masih menghadapi masalah cukup berat dalam membina masyarakat terasing. Masalah masyarakat terasing adalah kemiskinan. Disamping masalah kemiskinan, masalah tempat bermukim mereka yang sulit dijangkau, baik orbitasinya yang terpencar-pencar dan selalu berpindah-pindah maupun yang hidup mengembara di laut. Di Riau terdapat 26.728 jiwa (5,889 KK) masyarakat terasing di enam kabupaten yang menjadi bagian dari warga desa tertinggal yang miskin itu. Pembangunan yang berjalan selama ini lebih memprioritaskan ke sektor modern.
Sehingga masyarakat terasing semakin tergusur. Dan yang menjadi pemmasalahan apakah pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial mampu untuk mengangkat mereka dari kemiskinan dan ketertinggalan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kehidupan Suku Laut yang telah melaksanakan program PKSMT, menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial Suku Laut dan melihat tanggapan serta minat mereka terhadap program itu sendiri.
Kerangka teori untuk melihat fenomena yang ada di lokasi penelitian digunakan Teori Pertukaran (Exchange Theory) diantara lain George Homans dengan pendekatan perilaku terhadap pertukaran, John Thibaut dan Harold H. Kelly dengan pendekatan kelompok, Peter Blau melihat pertukaran dalam bentuk struktur sosial dan Levi Strauss pertukaran sosial dilihat dari sudut individualistik versus kolektivistik. Teori pertukaran sosial melihat fenomena yang ada dalam bentuk perilaku nyata, bukan proses-proses subyektif.
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif, untuk menganalisa data, dan beberapa teknik pengumpulan data, seperti dokumentasi, pengamatan semi terlibat, wawancara dengan 20 orang warga Suku Laut binaan dan beberapa orang yang bukan warga binaan dan wawancara mendalam dengan beberapa informan seperti kepala desa, camat, kepala adat, pemuka masyarakat, aparat, instansi yang terkait dan petugas lapangan, semua data yang diperoleh baik tertulis, lisan, maupun berdasarkan semua simbol - simbol yang ada dalam masyarakat serta perilaku - perilaku nyata untuk dapat dideskripsikan dalam tulisan ini. Suku Laut yang menjadi sasaran penelitian adalah 67 KK.
Penelitian ini menunjukkan pelaksanaan program PKSMT dikatakan gagal karena tujuan utama program PKSMT adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Suku Laut tidak terwujud, hal ini dilihat dari kondisi sosial ekonomi Suku Laut tersebut. Dan pembinaan yang dilakukan oleh Depsos justru ada kesan munculnya sifat ketergantungan masyarakat pada pemerintah. Pembinaan selama ini lebih dibina dalam bentuk "derma", tidak memberi kail tapi memberi ikan. Suku Laut bukan dijadikan subyek pembangunan, tetapi dijadikan "proyek" pembangunan dari berbagai instansi yang terkait. Kegagalan ditengah jalan dalam usaha budidaya tambak dan peternakan ayam bukan dari ketidaksiapan masyarakat untuk menerima program, tetapi kesalahan lebih dititikberatkan pada pelaksana program itu sendiri Depsos maupun instansi terkait lainnya.
Program-program PKSMT yang dilakukan yang berkaitan dengan usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Suku Laut dianggap tidak operasional dan tidak bermanfaat kalau boleh dikatakan program yang dianggap "Primadona" oleh Depsos adalah mubazir. Depsos dalam pelaksanaan program tidak adanya reward dan punishment (penghargaan dan hukuman) terhadap masyarakat Suku Laut yang mau melaksanakan dan yang tidak mau melaksanakan program. Begitu juga dengan Depsos mereka tidak ada sanksi, tidak ada insentif apakah mereka gagal atau berhasil dalam melaksanakan tugasnya. Dengan begitu mereka tidak memiliki beban moral terhadap program. Hal yang sama berlaku juga pada Kepala Desa sebagai perpanjangan tangan pemerintah yang tidak bisa berbuat banyak kepada masyarakat binaan. Hampir dapat dikatakan bahwa aparat yang terlibat dalam pembinaan Suku Laut turut menikmati enaknya program. Tidak adanya pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan tugas membuat aparat pemerintah (Depsos) dan Suku Laut menjadikan program PKSMT sebagai "proyek" dengan istilah "sama-sama suka, sama-sama mau"."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>