Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172973 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulistyowati Irianto
"ABSTRAK
Secara garis besar penelitian ini menjelaskan mengenai bagaimanakah budaya hukum dan sub-budaya hukum (kepentingan) masyarakat Batak Toba pada umumnya, yang tidak menempatkan perempuan sebagai ahli waris dengan berbagai dampaknya bagi perempuan, menyebabkan kelompok perempuan tertentu mcnciptakan budaya hukum dan sub budaya hukumnya sendiri, hal mana tercermin melalui cara perempuan memilih institusi peradilan dalam proses penyelesaian sengketa waris
Janda dan anak perempuan Batak membawa sengketa ke pengadilan negara dengan alasan dan latar belakang yang berbeda. Janda baru membawa sengketa ke pengadilan sebagai the last resort, sedangkan dibawanya sengketa ke pengadilan oleh anak perempuan lebih merupakan pilihan (choice). Keberanian anak perempuan untuk berperkara di pengadilan dengan risiko social loss yang besar, menjadikan mereka agent of change dalam hal waris di kalangan masyarakatnya. Para pihak yang terlibat dalam sengketa dan para hakim menggunakan hukum adat dan hukum negara secara bergantian. Dengan demikian sebenarnya para pihak tunduk sebagian kepada institusi hukum negara, dan sebagian pada hukum adat (borrowing), atau kadang-kadang ?mengemas? substansi hukum adat melalui institusi hukum ncgara (neo-traditional norms). Terdapat variasi hasil akhir dari konflik individual yang berlangsung bersamaan dengan konflik institusional, yaitu: kemenangan bagi perempuan, atau win-win solutions bagi semua pihak, atau kekalahan bagi perempuan. "
2000
D111
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati Irianto
"Perempuan di antara berbagai pilihan hukum studi mengenai strategi perempuan Batak Toba untuk mendapatkan akses kepada harta waris melalui proses penyelesaian sengketa""
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005
305.459 8 SUL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sulistyowati Irianto
"Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan strategi yang ditempuh perempuan Batak Toba, yang menurut hukum adatnya tidak ditempatkan sebagai ahli waris, dalam rangka upayanya untuk memperoleh bagian dari harta ayah atau suaminya. Dalam hal ini akan dikaji, bagaimanakah perempuan Batak Toba menggunakan atau tidak menggunakan sistem hukum nasional, sistem hukum adat, atau kebiasaan-kebiasaan dan konvensi-konvensi sosial yang lain, dalam melegitimasi kepentingannya untuk mendapatkan akses kepada harta waris. Kemudian, perubahan perubahan apa raja dari segi-segi tertentu dalam kebudayaan Batak Toba yang berdampak terhadap akses perempuan migran di kota kepada harta waris. Dalam hal mengungkapkan perubahan, akan diungkapkan bagaimanakah keterlibatan para warga masyarakat Batak Toba dalam peristiwa-peristiwa sosial, politik dan hukum pada tingkat makro memberi dampak terhadap terjadinya perubahan kebudayaan Batak Toba, yang akhirnya berdampak terhadap akses perempuan kepada harta waris. Akhirnya akan dilihat bagaimanakah resistensi terhadap patriarki dapat ditunjukkan melalui berkembanganya masalah pewarisan perempuan di tengah berlangsungnya perubahan segi-segi tertentu dalam kebudayaan Batak Toba tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Anita Suyatman
"Peranan Mamak dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau Dulu dan Sekarang, Skripsi, Februari, 1 989. Hukum Adat Minangkabau mengenal sist4m matrilineal yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Minangkabau yaitu dalam menentukan hubungan keluarganya hanya menghubungkan diri dengan ibunya saja untuk seterusnya ke atas hanya melalui penghubung yang perempuan saja sampai pada perempuan yang dianggap sebagai asal dari mereka. Akibat dari sistem ini maka setiap orang dalam masyarakat Minangkabau hanya akan satu klen dengan ibunya dan satu klen dengan keluarga ibunya. Bentuk perkawinan asli yang berlaku pada maSyarakat Minangkabau adatah perkawinan semendo bertandang. Suami hanya dianggap sebagai tamu yang datang menetap pada malam hari di rumah isterinya dan pagi harinya kembali ke rumah orang tuanya. Dalam pada itu dikenal seorang laki-laki saudara kandung ibu yang disebut Mamak. Ia sangat berpengaruh terutama dalam kehidupan kemenakan-kemenakannya, rnisalnya dalam mendidik dan mengasuh kemenakannya agar menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Seperti kata pepatah adat "Anak dipangku kemenakan dibimbiang orang kampung dipatenggangkan". Si ayah dari anak tersebut pada hakekatnya tidak mempunyai kekuasaan terhadap anaknya karena menurut Hukum Adat Minangkabau. Mamaklah yang memegang peranan memimpin kemenakan-kemenakannya dalam satu paruik sampai satu nagari. Peranan mamak dalam mengurus harta pusaka dan menyelesaikan segala macam persengketaan yang timbul di antara sesama anggota keluarganya tanpa menyerahkan masalah tersebut kepada orang ketiga. Namun dalam kenyataannya dewasa ini pada masyarakat Minangkabau yang bertempat tinggal di perkotaan sudah hampir tidak mengena! peranan- mamak lagi, kecuali masih ada kemungkinan pada masyarakat Minangkabau yang masih tinggal di pedalaman daerah Sumatra barat dimana Hukum Adat daerah setempat masih dijunjung tinggi keberadaannya dalam mengatur kehidupan masyarakat setempat. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Larasati
"Skripsi ini membahas mengenai alasan perempuan tidak dianggap sebagai ahli waris dalam masyarakat adat Batak Toba serta hak perempuan terhadap harta kekayaan ayahnya. Pembahasan dilakukan melalui studi literatur, pengamatan di lapangan, serta wawancara. Penelitian ini dilakukan dengan cara pendekatan normatif, meliputi penelitian terhadap pengertian dan ketentuan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, serta pendekatan empiris untuk memperoleh fakta mengenai perilaku subyek hukum terkait dengan permasalahan yang dibahas. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perempuan tidak dianggap sebagai ahli waris karena pada dasarnya, kehidupan perempuan merupakan tanggung jawab dari laki-laki baik ayah maupun saudara laki-lakinya , perempuan juga sudah tidak akan menjadi anggota kerabat dari klan ayahnya ketika ia menikah sehingga tidak ada hubungan hukum, dan masyarakat adat Batak Toba menghindari adanya tindakan pengalihan harta apabila terjadi pemberian warisan kepada perempuan. Perempuan juga memiliki hak untuk menikmati kekayaan ayahnya, yang dapat diperoleh dengan melalui pemberian dari pewaris ataupun pemberian dari saudara laki-lakinya. Walaupun Negara, melalui putusan Mahkamah Agung tahun 1961, telah memutuskan bahwa perempuan adalah ahli waris yang sama kedudukannya dengan laki-laki, tidak semua masyarakat Batak Toba mengakui kedudukan perempuan sebagai ahli waris, terutama bagi keluarga Batak Toba yang masih bertempat tinggal di Desa Sibuntuon, dan tidak ada keseragaman pemahaman akan hak perempuan terhadap harta kekayaan orangtuanya yang diakibatkan tidak tertulisnya hukum waris adat Batak Toba. Dalam hal ini para tokoh Adat yang menekuni hukum adat Batak Toba dapat turut andil dalam memberikan pengertian terkait dengan proses waris-mewaris dalam masyarakat Batak Toba.

This thesis talks about the reasons why Batak women are not regarded as a legal heir in Batak Toba's custom and also their rights on their father's properties. The discussion is held through thorough literature study, field observatory and interviews. The research in this discussion is done through a normative approach, including research through legal understanding and provisions, whether it is written or not, as well as an empirical approach to obtaining facts about the behavior of legal subjects related to the issues discussed. The research has come to a conclusion that woman in Batak Toba's custom is not considered as a legal heir because they are considered as a responsibility of men whether it is their father or their relatives and women in Batak Toba's customs are no longer considered as a true relatives of their father's family clan as soon as they are married, which leave them with no legal relationship with their father. Although they are not considered as a legal heir, Batak Toba women also have the rights to enjoy their father's riches, which they can gained from the heir or gifts from their brothers. Although Indonesia's Law through the Supreme Court's decision of 1961 has ruled out that women are in the same position of heirs to men, not all Batak Toba community especially those in Sibuntuon Village consider women as heirs. There is also no uniform understanding of women's rights to their parents' property due to the unwritten law of the inheritance of Batak Toba. In this case, those who are considered as indigenous leaders in the community who pursue the customary law of Batak Toba can contribute in providing understanding about the inheritance process of Batak Toba community.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vergouwen, J.C.
The Hague: Martinus Nijhoff, 1964
340.5 VER s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Laurensia Lefina Mulauli
"Di negara Indonesia dikenal adanya pluralisme hukum waris sebagaimana terdapat 3 (tiga) sistem hukum waris yang berlaku, antara lain hukum waris Islam, hukum waris perdata barat, dan hukum waris adat yang beraneka ragam mengikuti sistem kekeluargaan yang dianut oleh masing-masing suku bangsa di masyarakat. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal dan berfokus pada keberlakuan hukum waris adat Batak. Tulisan ini menganalisis bagaimana penyelesaian sengketa kewarisan yang terjadi pada keluarga Batak saat ini, apakah Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya masih memberlakukan ketentuan hukum waris adat Batak secara penuh, sebagai masyarakat bercorak patrilineal, yang hanya memberikan bagian waris kepada anak laki-laki saja, atau turut mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan berdasarkan pada kaidah hukum Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 179 K/SIP/1961 yang mempersamakan kedudukan dan hak ahli waris perempuan dan laki-laki dalam sistem waris adat patrilineal. Pertimbangan Majelis Hakim yang menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan, serta membagi proporsi warisan secara adil dan merata, dalam beberapa putusan penyelesaian sengketa kewarisan keluarga Batak saat ini, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai suatu bentuk peleburan hukum waris adat Batak terhadap konsepsi hukum waris perdata barat yang secara prinsip tidak membedakan kedudukan dan hak ahli waris menurut jenis kelamin. Majelis Hakim tetap memberlakukan hukum waris adat Batak terhadap keluarga berperkara dengan mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal sebagaimana kaidah hukum Yurisprudensi MA dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan, sebab sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat adat Batak akan selamanya bersifat mengikat secara turun-temurun dan tidak dapat diubah di mana pun masyarakat adat Batak tersebut bertempat tinggal.

In Indonesia, there is known to be a pluralism of inheritance law as there are 3 (three) applicable inheritance law systems, including Islamic inheritance law, western civil inheritance law, and customary inheritance law which varies following the family system adopted by each ethnic group in the community. This paper is prepared with doctrinal research methods and focuses on the enforceability of Batak customary inheritance law. This paper analyzes how to resolve inheritance disputes that occur in Batak families today, whether the Panel of Judges in its legal considerations still applies the provisions of Batak customary inheritance law in full, as a patrilineal society, which only gives a share of inheritance to sons, or also heeds a shift in the value of patrilineal customary inheritance by contributing to giving a share of inheritance to daughters based on legal rules Supreme Court Jurisprudence No. 179 K / SIP / 1961 which equalizes the position and rights of female and male heirs in the patrilineal customary inheritance system. The consideration of the Panel of Judges who equalize the position of men and women, and divide the proportion of inheritance fairly and equitably, in some decisions on the settlement of Batak family inheritance disputes today, cannot necessarily be said to be a form of integration of Batak customary inheritance law to the conception of western civil inheritance law which in principle does not distinguish the position and rights of heirs according to sex. The Panel of Judges continues to apply Batak customary inheritance law to litigant families by heeding the shift in the value of patrilineal customary inheritance as the rule of Supreme Court Jurisprudence law by also giving a share of inheritance to daughters, because the patrilineal kinship system adopted by the Batak indigenous people will forever be binding for generations and cannot be changed wherever the Batak indigenous people live."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Di beberapa wilayah program rehabilitasi hutan dan tanah mengalami kegagalan akibat rendahnya partisipasi masyarakat dalam menanam dan memelihara pepohonan. Di Sumatera Barat dimana sebagian wilayahnya adalah hutan lahan milik pribadi sangat jarang ditemui. Oleh sebab itu penting adanya analisis efektifitas program rehabilitasi hutan dari polah hak penguasaan tanah dan pohonsebagai dasar sistem insentif bagi penanaman pohon di Sumatera Barat khususnya di lahan ulayat yang berada di bawah pengelolaan komunitas adat. Kajian ini menemukan bahwa manajemen lahan ulayat masih belum jelas karena terjadi dominasi kepentingan perorangan. Sistem insentif perlu di tata ulang, sehingga terjadi keseimbangan yang proporsional untuk menyelesaikan tumpang tindih antara kepentingan komunal dengan perorangan."
MIMBAR 28:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Wiradnyana
"ABSTRAK
Kerap fungsi menhir itu dikaitkan dengan medium pemujaan, tanda kubur, penjaga area/perkampungan atau tambatan hewan kurban. Fungsi-fungsi dimaksud diketahui terkait dengan aspek visual atau fungsi yang bersifat praktis. Menhir dalam budaya masyarakat Batak Toba di pulau Samosir yang disebut dengan tunggal panaluan dan borotan juga memiliki fungsi dimaksud. kedua benda budaya itu juga memiliki fungsi lainnya yang terkait dengan aspek kosmogono. Berkenaan dengan itu maka tujuan uraian ini adalah mengetahui fungsi tunggal panaluan dan borotan dalam kaitannya dengan kosmogoni. Hal tersebut dilakukan melalui metode deskriptif- intepretatif yang disertai data etnografi budaya Batak Toba untuk kemudian dibandingkan dengan budaya dan fungsi sejenis di tempat lainnya. Pemanfaatan metode tersebut dalam pencapaian tujuan penelitian menghasilkan fungsi tunggal panaluan dan borotan sebagai jembatan bagi roh untuk menyatukan ketiga tingkatan alam."
Medan: Balai Arkeologi Sumatera Utara, 2017
930 BAS 20:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>