Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayub Muktiono
"Pengelolaan sampah di kota besar di Indonesia seperti Jakarta merupakan salah satu masalah yang cukup serius. Masalah sampah tersebut tidak hanya menjadi masalah penyelenggara kota namun melibatkan seluruh masyarakat. Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) diperlukan sebagai lokasi akhir pembuangan dari suatu wilayah kota. Pengolalian sampah dilakukan secara terpusat di lokasi TPA dengan sistem pengolahan yang sudah ditentukan.
Tempat pembuangan akhir sampah di Bantargebang menjadi lokasi pembuangan akhir sampah bagi kota Jakarta berdasarkan SK Gubernur Sawa Barat No. 593.821SK.11661AGR-DAI26-1987. dengan luas lahan 108 ha. Jumlah sampah yang ditampung stiap hari di TPA Bantargebang mencapai ribuan meter kubik. Pada tahun 2003 tercatat 25.540 meter kubik. Sampah yang dianggap sebagai barang yang sudah tidak diperlukan lagi oleh pemiliknya ternyata dapat dimanfaatkan oleh bagian masyarakat yang lain. Dengan keberadaan TPA Bantargebang, kelompok masyarakat yang mencari barang dart sampah untuk dimanfaatkan menjadi Iebih mudah karena lokasi sudah tetap sehingga mereka tidak perlu mendatangi tempat-tempat sampah. Masyarakat tersebut biasa disebut sebagai pemulung. Mereka akhirnya bermukim menetap di sekitar TPA Bantargebang. Pada tahun 2003 diperkirakan mencapai 5.200 pemulung.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis kontribusi keberadaan TPA Bantargebang terhadap kesejahteraan masyarakat pemulung, apa dan bagimana hubungan faktorfaktor yang mempengaruhi serta kesesuaiannya dengan kualitas huniannya. Untuk mengetahuinya dilakukan observasi human pemulung di lapangan, wawancara menggunakan kuesioner dan wawancara berpedoman dengan sumber informasi dari pihak pejabat, pengelola TPA dan tokoh pemulung.
Hasil analisis menunjukkan bahwa keberadaan TPA Bantargebang mampu memberikan kesejahteraan kepada pemulung dan keluarganya. Sebagian besar pemulung adalali pendatang yang mempunyai rumah di daerah ass), tetapi telah menetap di sekitar TPA lebih dari 5 tahun. Secara ekonomi TPA Bantargebang mampu memberikan kontribusi sebesar lebih dari 4,1 milyard rupiah setiap bulan kepada 5.200 pemulung.
Hasil penelitian juga menunjukkan sebagian besar pemulung mampu menyisihkan penghasilan setiap bulannya. Walau demikian pada basil analisis didapat bahwa penghasilan pemulung tidak berhubungan dengan kualitas huniannya. Sehingga teori Maslow yang menyebutkan bahwa semakin tinggi penghasilan akan semakin balk kualitas huniannya, pada kasus pemulung di TPA Bantargebang temyata tidak berlaku. Dalam hal kesehatan pemulung, data menunjukkan bahwa walaupun pemulung setiap had bergaul dengan sampah namun sebagian besar mengalami sakit flu 6 bulan sekali.
Penelitian pada kualitas hunian juga menunjukkan unsur hunian yang paling penting menurut masyarakat pemulung adalah kdberadaan air bersih. Sedangkan unsur human yang dianggap paling tidak penting adalah kepemilikan lahan. Kesesuaian antara hunian dengan harapan kepentingan pemulung secara global sudah cukup sesuai (85,5 %). Kesesuaian yang paling tinggi adalah pada penerangan, karena hampir seluruh hunian menggunakan penerangan lampu listrik. Sedangkan kesesuaian antara hunian dengan harapan kepentingan pemulung yang paling rendah adalah ventilasi/penghawaan. Sebagian besar hunian pemulung tidak mempunyai jendela. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah tingkat kesesuaian pemulung terhadap hunian yang sehat sebesar 64,2 %. Temyata sebagian pemulung tidak menganggap penting terhadap lahan yang ditempati, persepsi yang deinikian menyebabkan pemulung cenderung menempati lahan di pinggir kali atau rel kereta api.

Waste management in a big cities in Indonesia such as Jakarta, is a serious problem. It is not only problem for city government but also for dwellers. A final Disposal Site (TPA) is needed as a final location for receiving waste from the city. The waste management is centrally done at final disposal site location with established processing system.
The Final Disposal Site in Bantargebang has been legal since the issuance of The Governor of West Java's Decree No. 593.821SK 11661AGR DA/26-1987, with 108 acres wide area. Final disposal site is able to receive more than thousands meter cubic waste per day. In 2003 there was 25540 meter cubic. Although most people think that waste is useless some others are able to recycle it. Because of the existence of pinal disposal site Bantargebang some group people who look for useful waste become easier to do their work because final disposal site has been a fix location so that they do not have to circle around to find out other waste cans. The people are called scavengers. Finally, They live around Final Disposal Site Bantargebang. in 2003, it was estimated there were about 5.200 scavengers.
This study aims to analyze the contribution final disposal site Bantargebang to the scavengers's welfare, factor and harmonization which influence the quality of their settlement. To obtain information about the quality of sacvengers's settlement I observed and interview them at the location using questionnaires. The interview held on to the government officers, Final Disposal Site manager, and scavenger's leader.
The result of analysis showed that the existence Bantargebang Final Disposal Site could provide welfare to the scavengers' and their family. Most of the scavengers were urban (migrants) who has house in their origin. They have been living around Final Disposal Site more than 5 years. Bantargebang Final Disposal Site has economically contributed on their daily life. Through 5.200 scavengers there was financial stream that costs more than 4.1 billion rupiahs every month. The result depicted that most of them could save their earnings monthly. However, the analysis revealed that there was no correlation between scavengers' earnings and their settlement. According to Maslow theory that the more earnings the more quality of someone's settlement, in this case, it did not go into effect. Regarding to scavengers' health, data showed, they got influenza only once in six months, even though the waste contaminated them everyday.
The study on quality of settlement expiained that the most important of settlement element was availability of clean water. Inversely, the most unimportant was ownership of land. Generally, harmonization between settlement and scavengers' interest expectation was in line (85,5%). The highest harmonization was electricity, because most of them use it. Meanwhile, the Iowest harmonization between settlement and scavengers' interest expectation was ventilation. Mostly, their houses do not have window.Conclusion of the study was Bantargebang Final Disposal Site provided money of billion rupiahs every month so that it attracted some people. In addition, scavengers did not care about the land they live in. It made them had a tendency to take up land close to the riverbank or the railway. The precentages of the analogies of scavengers against healthy residence
are 64,2 %.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Darmawan
"Meningkatnya timbulan sampah merupakan masalah utama terutama bagi daerah perkotaan seperti Jakarta dengan kapasitas TPA yang tidak mencukupi dan sistem pengelolaan sampah yang tidak efisien dan tidak berwawasan lingkungan. Untuk menghasilkan suatu strategi pengelolaan TPA yang optimal, terpadu, dan berkelanjutan dilakukan analisis sistem pengelolaan sampah TPST Bantargebang yang kemudian dirumuskan optimalisasi menuju pengelolaan TPA sampah berkelanjutan pada aspek lingkungan, finansial, dan sosial melalui model skenario intervensi sistem pengelolaan sampah TPST Bantargebang menggunakan metode system dynamics.
Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan terhadap pengelolaan sampah terkini, diketahui bahwa terhadap 3 isu utama yaitu, kapasitas lahan TPA yang hampir penuh, emisi gas metana yang mengalami kenaikan, dan kemungkinan untuk melakukan integrasi pemulung sehingga dapat meningkatkan produktivitas pemulungan. Dilakukan simulasi dengan model system dynamics untuk periode 2018-2023 dengan kondisi BAU dan skenario intervensi struktural dengan pengurangan sampah landfill berupa landfill mining dan landfill reprofiling dan pengurangan aliran sampah berupa MRF dan insinerator. Selain itu juga dilakukan intervensi fungsional berupa peningkatan efektivitas pengolahan kompos dan pengelolaan gas landfill.
Hasil dari skenario intervensi adalah kapasitas lahan TPA masih dapat dimanfaatkan sampai dengan tahun 2023; penurunan buangan gas metana rata-rata sebesar 23,50%; kenaikan Rasio Produksi Pemulung terhadap Rate Sampah Landfill mencapai 134,58%. Konsekuensi dari intervensi dan penambahan kegiatan pengolahan sampah  TPST Bantargebang maka biaya operasional per ton mengalami kenaikan sampai dengan 309,62%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa skenario pengurangan sampah masuk ke landfill dan pengurangan sampah di landfill yang direncanakan dengan pembangunan MRF dengan pelibatan pemulung, peningkatan efisiensi pengolahan kompos, pembangunan fasilitas WtE berupa insinerator, landfill mining dan reprofiling secara bersamaan.

The increase in waste generation is a major problem especially for urban areas such as Jakarta with insufficient landfill capacity and an inefficient and environmentally sound waste management system. To produce an optimal, integrated and sustainable landfill management strategy, an analysis of the TPST Bantargebang waste management system is then formulated towards optimization of sustainable landfill management in environmental, economic/financial, and social aspects through a system dynamics intervention scenario model of the TPST Bantargebang waste management system.
Based on the descriptive analysis carried out on the latest waste management, 3 main issues are known, namely, landfill capacity almost fully occupied, methane gas emissions increment, and the possibility waste pickers integration to increase scavenging productivity. Simulations were carried out with a system dynamics model for the 2018-2023 period with BAU conditions and an intervention scenario with a reduction in landfill waste and a reduction in waste flow.
The results of the scenario are: landfill can still be utilized until 2023; methane gas emissions decreased by an average of 23,50%; the increase in the Scavenger Production Ratio to the Landfill Waste Rate reached 134,58%. As a consequence of the intervention and the addition of waste treatment activities in the TPST Bantargebang, the operational cost per ton has increased up to 309,62%. This study concludes that the scenario of incoming waste reduction and existing landfill waste reduction planned by MRF construction with scavenger involvement, compost processing efficiency improvement, construction of WtE facilities in the form of incinerator, landfill mining, and reprofiling simultaneously.
"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T55385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadid Sukmana
"

Air lindi TPST Bantargebang akan mempengaruhi kualitas air tanah dengan tingkat pencemaran yang berbeda-beda pada jarak tertentu. Perilaku sanitasi lingkungan hingga perilaku sosial dan perilaku ekonomi warga menjadi faktor yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas air tanah warga sekitar. Tujuan riset adalah menganalisis kualitas air tanah dan perilaku sanitasi lingkungan serta sosial ekonomi pada permukiman pemulung sekitar TPST Bantargebang Bekasi. Riset menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melakukan perhitungan analisis kualitas air menggunakan instrumentasi laboratorium dan melakukan analisis deskriptif dari kuisioner maupun data penduduk lainnya. Parameter fisik seperti kekeruhan di titik 2 jarak 300 meter belum memenuhi baku mutu, secara parameter kimia semua memenuhi baku mutu, secara parameter mikrobiologi semua belum memenuhi baku mutu. Tidak terdapat hubungan antara jarak permukiman pemulung ke TPST Bantargebang dengan kualitas air tanah. Penerapan perilaku sanitasi lingkungan pada permukiman pemulung sekitar TPST Bantargebang tergolong tinggi. Perilaku sosial pada permukiman pemulung sekitar TPST Bantargebang masuk kedalam kategori rendah. Perilaku ekonomi pada permukiman pemulung sekitar TPST masuk kedalam kategori sedang. Riset ini dapat berkontribusi untuk memberikan saran dalam tata kelola pelestarian air tanah Di TPST Bantargebang

 


Leachate Bantargebang TPST will affect the quality of groundwater with different levels of pollution at a certain distance. The problem of environmental sanitation to socio-economic is a factor that must improve the water quality of citizens Bantargebang TPST. The aim of the research was to analyze groundwater quality and environmental and socio-economic sanitation behavior in the scavenger settlements around Bantargebang TPST Bekasi. This research uses quantitative methods. Quantitative methods are used to perform water quality analysis calculations using laboratory instrumentation and conduct descriptive analysis of questionnaires and other population data. Physical parameters such as turbidity at point 2, distance of 300 meters does not meet the quality standard, all chemical parameters meet the quality standard, chemical parameters meet the quality standards, in all microbiological parameters have not met the quality standard. There is no correlation between the distance between scavenger settlements to Bantargebang TPST and groundwater quality. The application of environmental sanitation behavior to the scavenger settlements around Bantargebang TPST is high. The social behavior in the settlements of scavengers around Bantargebang TPST falls into the low category. The economic behavior in the scavenger settlements aroundaround TPST falls into the medium category. This research can contribute to providing information on building sanitation and the environment in Bantargebang TPST

 

"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Kajian Ilmu Lingkungan,
T52310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prastyoko Pranowo
"Penelitian ini membahas mengenai implementasi kebijakan pembangunan Tempat Pembuangan dan Pengolahan Akhir Sampah TPPAS Nambo yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kebijakan pembangunan TPPAS Nambo sudah sangat mendesak untuk segera dilakukan karena sudah terjadinya permasalahan sampah, khususnya ketersedian tempat pembuangan akhir sampah, di tiga kabupaten/kota pengguna pelayanan sampah TPPAS Nambo, yakni Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok. Teori yang digunakan untuk menggambarkan implementasi kebijakan pembangunan TPPAS Nambo, antara lain kebijakan publik, implementasi kebijakan, dan model implementasi kebijakan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, wawancara mendalam dan studi dokumen.
Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa kebijakan pembangunan TPPAS Nambo terkesan lambat dalam implementasinya sehingga menyebabkan target pengoperasionalannya terus mengalami kemunduran. Lambatnya implementasi kebijakan pembangunan TPPAS Nambo disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perencanaan pembangunan, penentuan teknologi, hubungan dan kerjasama antar lembaga pemerintah dan badan usaha, pembebasan lahan melalui pembayaran kerohiman, penolakan terhadap pembangunan TPPAS Nambo, dan Sumber Daya Manusia SDM.

This study discusses about the implementation of Nambo waste disposal and waste final processing TPPAS development policy located in Bogor regency, West Java. TPPAS Nambo development policy is urgent to be done immediately because of the occurrence of garbage problems, especially the availability of landfills, in three districts municipal users TPPAS Nambo service waste, namely Bogor Regency, Bogor City and Depok City. Theories which used to describe the implementation of development policy TPPAS Nambo are public policy, policy implementation, and policy implementation model. The research was conducted using qualitative approach, in depth interview and document study.
The results of the research show that TPPAS Nambo 39 s development policy seems slow in implementation so that its operational target continues to decline. The slow implementation of TPPAS Nambo development policy is caused by several factors, namely development planning, technological determination, relationships and cooperation between government agencies and business entities, and land acquisition through payment of kerohiman, rejection of TPPAS Nambo development, and Human Resources HR.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Hayu Pratiwi
"Studi-studi terdahulu menyebutkan bahwa TPA atau manajemen pengelolaan sampah yang tidak tertangani dengan baik merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kontaminasi nitrit, nitrat, dan logam berat pada pada air tanah. Sebanyak 70% penduduk Kota Bekasi masih sangat tergantung terhadap penggunaan air tanah, salah satunya adalah penduduk di Kelurahan Sumur Batu yang berbatasan langsung dengan 2 TPA, yaitu TPA Bantar Gebang yang merupakan TPA terbesar di Indonesia dan TPA Sumur Batu. Penelitian ini menganalisis kualitas air tanah Kelurahan Sumur Batu, memetakan sebaran spasial pencemar, dan menganalisis risiko kesehatan yang ditimbulkan dari air tanah yang mungkin telah tercemar nitrit, nitrat, dan logam berat yang digunakan sebagai sumber air minum oleh penduduk. Pengolahan data dilakukan sesuai kelompok usia yaitu usia bayi, usia anak-anak, dan usia dewasa. Hasil penilaian status mutu air di Kelurahan Sumur Batu dengan metode Water Quality Index (WQI) menunjukkan bahwa hanya 41,6% sampel air dari sumur penelitian yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. Pemodelan geostatik menunjukkan tidak ada korelasi antara konsentrasi NO2 dan NO3 pada air tanah di Kelurahan Sumur Batu dengan jarak sumur ke TPA, hal ini mungkin dipengaruhi oleh adanya sumber pencemar lain yang lebih dominan seperti tanki septik yang berjarak < 10 meter dari sumur dan adanya titik-titik pembuangan liar di sekitar rumah warga. Hasil analisis risiko kesehatan menunjukkan adanya risiko non kanker NO2 dari paparan oral pada semua kelompok usia dan risiko kanker oleh paparan oral di kelompok usia dewasa di Kelurahan Sumur Batu. Besarnya potensi pencemaran menjadikan pentingnya monitoring kualitas air tanah secara berkala selama belum ada layanan akses air yang aman dan terjamin di Kelurahan Sumur Batu. Penambahan sumur artesis dengan treatment awal yang sesuai bisa menjadi solusi yang patut dipertimbangkan.

Previous studies state that unproperly managed landfill or waste management that is not handled properly is one of the main causes of nitrite, nitrate and heavy metal contamination in groundwater. In Bekasi City, Indonesia, 70% of the population depend on groundwater for daily use, including the resident of Sumur Batu Village. Sumur Batu Village is located adjacent to 2 landfills, namely the Bantar Gebang landfill which is the largest landfill in Indonesia and Sumur Batu landfill. This research analyzed the groundwater quality of Sumur Batu Village, maping the spatial distribution of pollutants and analyze the health risks of groundwater consumption as drinking water that may have been contaminated by nitrite, nitrate, and heavy metals in Sumur Batu village. Data processing was performed according to age groups: infant, children, and adult. The results of the assessment of water quality status in Sumur Batu Village using the WQI method show that only 41.6% of water samples can be used as raw water for drinking water. Geostatic modeling shows that NO2 and NO3 concentration was not influenced by landfill, this may be influenced by the presence of other dominant pollutant sources such as septic tanks that are <10 meters from well and the presence of illegal waste points around the residents' house. The results of health risk analysis indicate non-cancer risk of NO2 from oral exposure in all age groups in the Sumur Batu Village. A large amount of pollution potential makes the importance of monitoring groundwater quality regularly as long as there is no safe and guaranteed water access service in Sumur Batu Village. The addition of artesian wells with appropriate initial treatment can be a solution worth considering."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasrul
"Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan sistem landfill di Indonesia dimulai sejak tahun 1994. Dasar dari pengelolaan dengan sistem landfill tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Limbah Saban Berbahaya dan Beracun. Sebelum adanya PP Nomor 19/1994 tersebut tidak ada Iimbah B3 yang dikelola sesuai dengan standar lingkungan termasuk belum ada landfill limbah B3 di Indonesia. Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan industri maka pertumbuhan Iimbah B3 semakin banyak oleh karena itu pemerintah merasa perlu membangun pusat pengelolaan Iimbah B3 termasuk landfill.
Terdapat dua alasan mengapa dibangun Pusat Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Pertama, sebagian besar industri di Indonesia merupakan industri skala menengah dan skala kecil. Kedua, jika setiap industri diharuskan untuk mengelola dan menimbun limbahnya sendiri, maka biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih besar terutama bagi pengahasil skala kecil. Sebagai perbadingan adalah untuk memproses 4000 ton limbah berbahaya biayanya mencapai US$ 539 per ton, sedangkan biaya untuk mengolah 52.000 ton Ilimbah hanya membutuhkan US$ 63 per ton dengan menggunakan "fuel blending process" (Kupchenko, 1993).
Namun demikian sudah hampir 12 tahun sejak landfill pertama dibangun di Cileungsi, Bogor, belum ada lagi fasilitas serupa dibangun di tempat lain di Indonesia, padahal ada beberapa investor yang tertarik untuk masuk kedalam bisnis ini. Dilihat dari potensi pasar, maka PT. PPLI yang mengoperasikan landfill limbah B3 di Cileungsi Bogor tersebut baru dapat menyerap sekitar 10% dari potensi pasar limbah B3. Dengan demikian ada sekitar 90% lagi limbah B3 yang dikelola atau dibuang secara illegal. Dari survey yang dilakukan terhadap responden/calon investor diketahui bahwa ada paling tidak empat faktor yang menjadi kendala bagi investor untuk masuk kedalam bisnis landfill yaitu, sulitnya mencari lokasi yang sesuai dengan persyaratan teknis, sulitnya prosedur perizinan, resiko yang relatif besar dan adanya masalah sosial masyarakat. Responden mengharapkan jika keempat kendala tersebut bisa teratasi oleh pemerintah maka akan menarik bagi mereka untuk masuk kedalam bisnis landfill."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yoga Nugroho
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Mochammad Buchori Akhsan Purnaman
"Seiring berkembangnya penduduk dan teknologi mendorong perubahan besar pada jumlah timbulan sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dipengaruhi juga oleh pandemi covid-19 yang berlangsung dari tahun 2020 hingga saat ini, penggunaan fasilitas protokol kesehatan seperti masker, memperparah besar timbulan sampah. TPA pada Kecamatan Cipayung merupakan contoh yang terdampak akibat masalah tersebut. Peningkatan limbah masker mengalami kenaikan volume 30 sampai 50 persen dari sebelumnya pada tahun 2020 hanya sebesar 1600 ton limbah infeksius yang berasal dari masker. Timbulan keseluruhan sampah di TPA Cipayung perhari sudah mencapai 1200 m3 /hari di tahun 2021, kondisi ini mengakibatkan TPA overload dan akan direncanakan untuk ditutup. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dalam rangka menganalisis dan mengevaluasi komposisi, timbulan, serta kinerja pengelolaan sampah yang berada di TPA Cipayung terdampak pandemi Covid-19. Metode pengumpulan data yang digunakan berdasarkan SNI-19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, observasi kondisi eksisting pada TPA Cipayung serta wawancara kepada petugas TPA. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata volume timbulan sampah yang masuk ke TPA Cipayung sebesar 1031,2 m3 /hari, dengan komposisi yang didominasi sampah organik sebesar 42,02% dan sampah plastik sebesar 26%. Sisa komposisi sampah lainnya terdiri dari sampah B3 berupa baterai, obat dan wadah bekas kosmetik sebesar 9,26 %, sampah kertas sebesar 8,01%, ranting dan kayu sebesar 4,88%, sampah infeksius yang didominasi sampah masker sebesar 4,77%, sampah kain sebesar 3,38%, karet/kulit sebesar 2,27%, kaca sebesar, 1,88%, dan logam 1,19%. Terdapat faktor yang mendorong peningkatan jumlah timbulan yang masuk ke dalam TPA dari aspek peningkatan jumlah penduduk, kegiatan ekonomi, serta aktivitas yang mendorong kuantitas sampah dari rumah tangga meningkat karena keadaan pandemi covid-19.

The amount of waste generated that enters the final disposal site (TPA) changes dramatically as the population grows and technological advances. Also affected by the COVID-19 pandemic that has lasted from 2020 to the present, the use of health protocol facilities such as masks, exacerbates the amount of waste generated. Landfill in Cipayung District is an example that is affected by this problem. Garbage generation at the Cipayung landfill per day has reached 1200 m3/day. This condition has resulted in the landfill being overloaded and it is planned to close it. Therefore, this study was conducted in order to analyze and evaluate the composition, generation, and performance of waste management at the Cipayung TPA affected by the Covid-19 pandemic. The data collection method used was based on SNI-19-3964-1994 regarding Methods of Collection and Measurement of Urban Waste Generation and Materials, observations of the existing conditions at the Cipayung landfill, and interviews with landfill officers. Based on the results of the study, the average volume of waste that enters the landfill is 1031.2 m3/day, with a composition dominated by organic waste (42.02%) and plastic waste (26%). The remaining composition of other waste consists of B3 waste in the form of batteries, drugs, and used cosmetic containers by 9.26%, paper waste by 8.01%, twigs and wood by 4.88%, infectious waste dominated by mask waste by 4.77%, cloth waste by 3.38%, rubber/leather by 2.27%, glass by 1.88%, and metal by 1.19%. There are factors that encourage an increase in the amount of generation that goes into the landfill from the aspect of increasing population, economic activity, and activities that support the quantity of waste from households increasing due to the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gloria Agustina Haolina
"Timbulan sampah di TPA Galuga menghasilkan limbah cair (lindi) yang mencemari air tanah di sekitar TPA Galuga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sebaran dominan arah dan kecepatan aliran air lindi serta menentukan batas aman penggunaan air tanah di sekitar TPA Galuga. Sampling air tanah dilakukan untuk menganalisa kontaminasi pencemar berdasarkan konsentrasi BOD, COD, TSS, pH, dan VSS, pada 10 titik tinjau dengan jarak tertentu dan mengukur persebaran air lindi dengan uji geolistrik.
Hasil uji menunjukkan air lindi dominan mengarah ke bagian utara dari TPA Galuga. Kualitas air tanah di titik 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 telah melebihi standar baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 dan IS 2490-1962, sedangkan titik 10 masih berada pada batas aman baku mutu tersebut. Variasi titik tinjau menunjukkan pengaruh yang sesuai dengan jarak titik terhadap konsentrasi pencemar pada parameter BOD, COD, dan pH, yaitu semakin jauh jarak titik tinjau maka konsentrasi pencemar semakin kecil. Namun untuk parameter TSS dan VSS tidak menunjukkan keselarasan antara titik tinjau terhadap konsentrasi pencemar.

Waste generation in Galuga landfill produce wastewater (leachate) that contaminate the groundwater around the Galuga landfill. This study aims to analyze the distribution of the dominant flow direction and velocity of the leachate and to determine the use of groundwater?s safe limit around the Galuga landfill. The method used to analyze pollutant contamination based on the concentration of BOD, COD, TSS, pH, and VSS, at a certain distance variations in the distance between each point of the review.
The test results indicate leachate leads to the northern part of the Galuga landfill. Groundwater quality at the point 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 and 9 have exceeded the quality standards set by the Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 of 2001 and IS 2490-1962, while point 10 still in the safe limits of the quality standard. The variation points show the effect of the distance for the point corresponding to the concentration of pollutants in the parameters BOD, COD, and pH, that the longer the distance for point of the review, the smaller the concentration of pollutants. However, for the parameters TSS and VSS does not show the alignment between the review point to the pollutant concentration.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathanael Thomas Aquino
"Pengelolaan sampah di seluruh Indonesia bukanlah kegiatan yang menghasilkan keuntungan kepada institusi yang memegang peran tersebut. Semenjak tahun 2008 Pemerintah DKI Jakarta menganggarkan dana hingga Rp300Milyar pertahunnya untuk membayar jasa pengelolaan sampah pada PT Godang Tua Jaya atas perannya mengelola TPST Bantargebang. Tahun 2016 Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk melakukan swakelola karena PT Godang Tua Jaya melakukan wanprestasi kontrak. Oleh karena itu, Pemerintah DKI Jakarta melalui satuan unitnya, Unit Pengelolaan Sampah Terpadu UPST, mengambil alih tanggung jawab operasional TPST Bantargebang sepenuhnya.
Penelitian pada kasus swakelola ini menganalisa kualitas dari aktivitas-aktivitas di TPST Bantargebang dan membandingkan aktivitas tersebut antara kondisi sebelum swakelola dengan sesudah swakelola. Analisa aktivitas tersebut menggunakan pendekatan lima aspek pengelolaan sampah kota yang baik oleh Indonesia Solid Waste Association InSWA.
Penelitian ini juga menganalisa aspek ekonomi menggunakan pendekatan biaya manfaat dan biaya Lifecycle Costing. Hasil penelitian ini menemukan adanya perkembangan kualitas tata kelola dan penghematan anggaran dari kebijakan swakelola TPST Bantargebang. Meskipun begitu, Pemerintah DKI Jakarta menghadapi tantangan pada proses akusisi aset yang terlalu lama dan juga pembiayaan operasional yang terhambat sembari berbagai isu bermunculan di dalam masyarakat sekitar serta pengelolaan lingkungan yang harus ditangani pasca swakelola.

Waste management activity in Indonesia is not profitable to any institutions that role in it. Since 2008, Government of DKI Jakarta had been budgeting in estimated Rp300Billion every year to PT Godang Tua Jaya for its service role in running TPST Bantargebang. In 2016, Government of DKI Jakarta decided to do self management because of contract violation by PT Godang Tua Jaya. Therefore, Government of DKI Jakarta especially their division in charge, Integrated Waste Management Unit UPST, is taking over full operational responsibility of TPST Bantargebang.
This self management research analyzes the quality performance of activities in TPST Bantargebang and compares those activities before and after self management decision. This analysis is using five aspects of urban waste management approach introduced by Indonesia Solid Waste Association InSWA.
This research is also analyzex economic aspect using cost benefit analysis and lifecycle costing approach. The result of research finds some benefits such as an increase in management quality and cost reduction in annual budget from TPST Bantargebang self management. Even so, Government of DKI Jakarta is facing challenges in asset acquisition process that takes time too long and also obstructed operational financing while many issues emerges in surrounding society and environment management that have to be treated in post self management.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>