Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197933 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Retno Mahanani
"Kematian anak merupakan salah satu indikator panting yang dapat menggambarkan tingkat kesehatan suatu populasi. Beberapa ukuran yang sering digunakan untuk menyatakan tingkat kematian anak adalah Angka Kematian Anak Balita (AKABA), Angka kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak (AKA). Secara nasional terjadi penurunan angka kematian anak antar-waktu, namun terdapat perbedaan antar daerah balk untuk angka absolut maupun laju penurunannya. Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kematian anak di Indonesia dan perubahannya antar waktu pada periode 1985-1995, dengan unit analisis propinsi berdasarkan tipe daerah. Berangkat dari kerangka pikir Mosley dan Chen serta mengingat ketersediaan data, diajukan dua jenis model regresi tinier, yaitu model A untuk menguji faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kematian bayi dan anak dan model B untuk menguji faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan kematian bayi dan anak antar-waktu. Sebagai variabel tak-bebas untuk model A digunakan masing-masing besaran AKABA, AKB dan AKA, sedangkan untuk model B digunakan laju perubahan AKABA, AKB dan AKA per tahun selama periode 1985-1995. Sebagai variabel babas untuk model A digunakan TFR, proporsi balita berstatus gizi baik, proporsi rumah tangga yang memiliki kakus sendiri dengan tangici septik, proporsi bayi yang pernah diimunisasi, proporsi kelahiran ditolong petugas kesehatan, proporsi perempuan yang tamat SLTP ke atas, rata-rata proporsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi bukan makanan, variabel dummy yang menyatakan tahun, dan variabel dummy yang menyatakan tipe daerah. Untuk model B, variabel babas yang digunakan adalah laju perubahan faktor-faktor di atas per tahun dan variabel dummy yang menyatakan tipe daerah. Ditemukan bahwa faktor-faktor yang diuraikan oleh Mosley dan Chen berperan dalam menerangkan kematian anak. TFR, proporsi balita berstatus gizi baik, proporsi rumah tangga yang memiliki kakus sendiri dengan tangki septik, cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, proporsi perempuan berpendidikan minimal tamat SLTP dan tipe daerah, secara bersania-sama dapat menerangkan 75% variasi AKABA dan AKB dan 76% variasi AKA di tingkat propinsi di Indonesia pads tahun 1985 dan 1995. Faktor yang kuat berkaitan dengan tingkat kematian anak adalah TFR dan pendidikan perempuan. Demikian pula cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan faktor sanitasi lingkungan. Status gizi balita tidak besar kaitannya dengan kematian anak tingkat propinsi di Indonesia pada tahun 1985 dan' 1995, namun tetap menunjukkan hubungan yang sesuai dengan hipotesa. AKA cenderung lebih dapat dikendalikan dengan pengendalian faktor-faktor eksternal seperti kondisi lingkungan, upaya kesehatan dan sebagainya, daripada AKB. Variasi laju penurunan AKA di tingkat propinsi berkaitan oleh faktor-faktor lain di luar faktor yang ditinjau dalam studi ini, yang diduga mempengaruhi perubarnaan AKA antar-waktu dengan mekanisme yang lebih kompleks. Berdasarkan temuan-temuan dalam studi ini, diajukan beberapa saran kebijakan. IJpaya menurunkan kematian anaic merupakan pekerjaan lintas sektoral. Di bidang kependudukan, diperlukan pengendalian kelahiran. Perluasan kesempatan pendidikan bagi perempuan perlu dilakukan. Sangat panting bagi sektor kesehatan untuk memprioritaskan peningkatan akses balita ke layanan kesehatan, peningkatan kualitas layanan kesehatan, serta peningkatan pengetahuan dan kesadaran ibu. Fasilitas sanitasi yang balk, antara lain berupa kakus sendiri dengan tangki septik, perlu lebih dsyaratkan."
2004
T14898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Darajat
"Tingkat kematian anak balita di Indonesia tetap menunjukkan angka yang tinggi, dari 400 anak balita yang meninggal setiap harinya, 30 lebih meninggal disebabkan penyakit diare. Thesis ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi insiden penyakit diare dan merumuskan kebijakan yang tepat untuk membasmi penyakit ini. Menggunakan data Indonesia Demographic Health Survey IDHS 2012, digambarkan kondisi di tingkat provinsi di Indonesia mengenai insiden penyakit diare untuk anak balita sementara regresi logit sederhana digunakan untuk memastikannya secara quantitatif. Thesis ini pun menyoroti upaya masyarakat yang mengalihkan konsumsi air minum yang bersumber dari PDAM menjadi air minum yang bersumber dari botol atau refill. Hasil studi akhir menunjukkan bahwa kebijakan publik yang diambil pemerintah harus lebih agresif dalam penyediaan air bersih, peningkatan sanitasi masyarakat serta mengintensifkan program penanggulangan.

The child mortality rate in Indonesia remains quite high. Of the 400 children who die every day, more than 30 die from diarrhea. This paper aims to seek the determining factors of diarrheal cases and formulate needed policies to eradicate it. Using the Indonesia Demographic Health Survey IDHS 2012, I describe the condition in Indonesia at the provincial level regarding the incidence of diarrhea for children under 5years old and exercise simple logistic regression to identify the determinants of diarrhea incidence. The highlight of this paper is that, to reduce the probabilities of the incidence of diarrhea, people have replaced their primary source for drinking from piped water to bottled and refill water. The result of the study calls for the government to be more aggressive in providing affordable clean water and improved sanitation while intensifying the existing programs against diarrhea.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T47478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawaty
"Latar belakang: angka kematian akibat pneumonia pada anak masih tinggi. Studi melaporkan bahwa kasus kematian anak yang dirawat di rumah sakit karena pneumonia bervariasi dari 8,7% hingga 47%, lebih dari 70% berlangsung di Afrika dan Asia Tenggara. Banyak dilaporkan pasien datang dengan kondisi yang berat karena keterlambatan penanganan, hingga menyebabkan kematian.Oleh karena itu, studi yang mempelajari faktor risiko kematian pada pneumonia anak  perlu dilakukan.
Metode: penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan mengambil data rekam medis pasien anak usia 2 bulan sampai 18 tahun yang tercatat sebagai penderita penyakit pneumonia pada periode Juli 2021 – Mei 2022. Faktor yang didata meliputi faktor klinis dan pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis.
Hasil: subyek penelitian didapatkan sebanyak 207 pasien dengan luaran pasca rawat inap meninggal sebanyak 33 (15,9%) pasien dan hidup sebanyak 174 (84,1%) pasien. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan kematian pneumonia anak adalah kesulitan makan minum (aOR 2,743 IK 95% (1,219-6,172); p 0,012), komorbid keganasan (aOR 2,500 IK 95% (1,094-5,712); p 0,026), takipneu (aOR 2,711 IK 95% (1,263-5,817); p 0,009), hipoksemia (aOR 2,323 IK 95% (1,021-5,284); p 0,041),  dan leukositosis (aOR 2,245 IK 95% (1,038-4,856); p 0,037).
Simpulan: pasien pneumonia anak yang mengalami kesulitan makan minum, memiliki komorbid keganasan, takipneu, hipoksemia, dan leukositosis berisiko mengalami kematian.

Background: the mortality rate of pneumonia in children still elevated. Studies reported that cases of child mortality in hospitalized patient due to pneumonia vary from 8.7% to 47%, more than 70% from Africa and Southeast Asia. Many patients reported coming with severe conditions due to delays in treatment, causing death. Therefore, research that study the   factors that contribute to  mortality in pediatric pneumonia patients is needed.
Methods: This study is a retrospective study by taking medical records of pediatric patients aged 2 months to 18 years who were diagnosed as pneumonia in the period July 2021 - May 2022. The factors recorded included clinical factors and diagnostic examinations that supported the diagnosis.
Results: this study consisted of 207 pneumonia patients with post-hospital outcomes died as many as 33 (15.9%) patients and lived as many as 174 (84.1%) patients. The results of multivariate analysis showed the risk factors associated with mortality of pediatric pneumonia were difficulty eating and drinking (aOR 2.743 CI 95% (1,219-6,172); p 0.012), comorbid malignancy (aOR 2,500 CI 95% (1.094-5.712); p 0.026), tachypnea (aOR 2.711 CI 95% (1,263-5.817); p 0.009), hypoxaemia (aOR 2.323 CI 95% (1.021-5.284); p 0.041), and leukocytosis (aOR 2,245 CI 95% (1.038-4.856); p 0.037 ).
Conclusion: pediatric pneumonia patients who have difficulty eating and drinking, have comorbid malignancy, tachypnea, hypoxemia, and leukocytosis are at risk of death.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alhafiza Putra
"Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu di Indonesia sudah menurun, tetapi kalau dibanding dengan Negara tetangga masih jauh lebih tinggi. Sepertiga kernatian bayi teljadi dalam bulan pertarna (neonatal), 80 persen kematian neonatal ini terjadi pada minggu pertarna. Berarti masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pada masa persalinan dan segera sesudahnya. Tahun 2006, kematian Neonatal di Kabupaten So1ok sebanyak 47 kematian dan 7 kematian ibu dari 8.250 kelahiran hidup. Pada periode yang sama teijadi 23 kematian neonatal dan 1 kematian ibu dari 1,091 kelahiran hidup yang terjadi di Kecamatan Lembah Gumanti.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui praktek atau tindakan yang dilakukan o1eh bidan di wilayah keija Puskesmas Alahan Panjang terhadap pelayanan ibu bersalin dan bayi baru lahir 7 hari (minggu pertarna) pasca persalinan. Selain itu, juga dilakukan identifikasi terhadap hal yang diperkirakan menunjang pelaksanaannya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Inforrnan dalam penelitian adalah seluruh bidan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang, ibu bersalin yang persalinannya ditolong oleh inforrnan bidan tersebut, dan inforrnan kunci adalah pimpinan dan koordinator program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Puskesmas Alahan Panjang. Pengambilan data dilakukan dengan cara Diskusi Kelompok Terarah (DKT) kepada 18 bidan, kemudian dilanjutkan dengan Wawancara Mendalam (WM) kepada 4 (empat) orang bidan dari peserta DKT. Untuk konfurnasi, dilakukan WM pada 17 (tujuh) orang ibu bersalin yang dilayani bidan tersebut. Selain itu, juga dilakukan WM kepada Pimpinan dan Koordinator Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Puskesmas Alahan Panjang. Selanjutnya juga dilakukan satu kali pengamatan (rekaman video proses persalinan sarnpai 24 jam pasca persalinan) dan pengamatan praktek atau tidakan bidan sewaktu kunjungan neonatal serta melakukan telah dokumen. Analisa yang dilakukan dengan memasukan data kedalam matrik, kemudian dilakukan analisa isi (content analysis). Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang pada buian Marer sampai awai lviei 2007.
Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan masih ada praktek atau tindakan bidan, terhadap pelayanan ibu bersalin dan bayi bam lahir 0 - 7 hari, yang tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Kebidanan menurut Depkes, (2003). Terutama dalam melakukan penyuluhan kepada ibu bersalin. Selain itu, juga ditemui bahwa supervisi yang dilakukan Pimpinan dan Koordinator Program KIA Puskesmas Alahan Panjang masih kurang. Selanjutnya, masih sedildtnya bidan yang pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan fungsi bidan dalam pelayananan KIA dan kurangnya sarana yang mendukung praktek atau tindakan bidan dalam pelayanan KIA.
Berdasarkanj hasil penelitian, disarankan kepada pihak-pihak terkait seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Solok dan Puskesmas Alahan Panjang untuk peningkatan profesionalisme bidan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dengan peningkatan supervisi, pelatihan dan penyediaan sarana bidan. Untuk bidan, agar meningkatkan profesionalisme dlam bekerja. Selain itu, juga menyarankan peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluhan KIA, serta mendorong jorong/desa untuk menjadi jorong/desa siaga.

In Indonesia both the Maternal and Infant Mortality Rate (MMR & IMR) has significantly reduced. However, these two figures were still higher than that of the ASEAN countries. About a third of the infant deaths took place in the neonatal period, while 80% of the neonatal deaths happened during the first week of life. This was partly caused by both low accessibility and quality of care during that period.
During 2006, in District of Solok there were I 0I infant deaths (?) and 7 maternal deaths reported from the 8,250 live births. During the same pdod, at the sub-district of Lembah Gunanti, 47 infant deaths and I maternal death took place form the reported I ,091 live births.
The objective of this study was to assess the midwives' practice during the provision of services in the post partum and early neonatal period. In addition, this study at Puskesrnas Aiahan Panjang was also aimed to identify supporting factors in delivering the above services. The design of this study was qualitative research design. The methods of data collection were focus group discussions (FGD), in-depth interview and observation. The number of informants of midwives who took part in both FGD and in-depth interview was 18 persons. In addition, 7 postpartum mothers who were attended by some of the midwives on their delivery were also interviewed. Observation using video camera was made at one of the deliveries (24 hour recording). Both midwife coordinator and chief of the Puskesmas Alohan Panjang were also interviewed.
The cont nt analysis technique was used to analyze the qualitative data.Results of the study showed that there were many practices of the midwives during postpartum and early neonatal period which did not follow the standard midwifery care by the Ministry of Health (Depkes, 2003). Health education was not properly implemented and quite often it did not take place. Supervision from the Puskesmas chief or midwife responsible for Materoal and Child Health (MCH) services was insufficient There were very few of the midwives who ever joined training in improving their midwifery skills.
From the esults of histuly, it is urgel that both District Health Office (Dinkes) of Solok and Puskesmas Alahan Panjang improve the competency of the midwives through appropriate training, supervision and provision of equipment and. facilities.In addition, strengthening of the midwives in conducting effective health education program is also strongly recommended. In line with this effort, socialization of recent MCH programs and support for the development of "jorong" (Desa Si11ga) is also of utmost importance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arin Wiludjeng Hartati
"Sebagai salah satu indikator derajat masyarakat An. gka Kematian Balita sangat penting untuk melihat keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Pada saat ini Angka Kernatian Balita Indonesia masih tinggi ibanding· negara ASEAN demikian juga propinsi lawa Timur tennasuk tinggi di pulau Jawa. Angka Kematian Balita tinggi akan menunjtikk:an bahwa ketahanan hidup batita masih rendah. Sehingga pembangunan kesehatan ditekankan untuk menurunkan Angka Kematian Balita dan meningkatkan Ketahanan Hidup Balita. Penelitian ini bertujuan adalah untuk menggambarkan probabili ketahanan hidup balita serta menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan hidup balita di propinsi Jawa 'fi ur tahun 2003. Data pada penelitian ini adaUih data SS HK:I tahun 2003, design penelitiannya cross sectional dapat dianalisis dengan analisis survival karena mempunyai informasi waktu (time) dan kejadian (event), waktu pengamatannya mulai bayi lahir sampai umur lima tahun. Sampel berjumlah 5363 balita, terdiri 1388 di wilayah kurnub perkotaan Surabaya dan 3975 di pedesaan Jawa Timur. Analisis data menggunakan aplikasi analisis survival. Analisis mencakup analisis univariat, analisis bivariat dengan metode life tahel dan regresi cox sederhana, dan analisis multivariate dengan regresi cox ganda. Probabilitas ketahanan hidup balita berdasar faktor ibu menurut wilayah tempaf tinggal di perkotaail (80%) dan diperdesaan (63%), umur ibu melahirkan anak terkeeil (< 20 tahun 8.5 %, 20-35 tahun 67%, >36 tahun 33%), . lama ibu menyelesailcim pendidikan (tdk sekolah-tamat SD 57%,·tamat SMP ·74 %, tamat SMP keatas 94%), ukuran LILA(< 23,5 em 73%, >23,5 em 66%), status pekerjaan ibu (tidak bekerja 84%, bekerja 64%), status merokok ibu (tidak merokok 67%, merokok 58%), riwayat melahirkan dengan jarak < 2 tahun (belum pemah 70%m pemah 1-6 kali 35%, bam I kali melahirkan 97%).
Probabilitas ketahanan hidup balita berdasar faktor anak menurut jenis kelamin laki-laki (70%) dan perempuan (64%), berat badan lahir ( BBLN 67 %, BBLR 69%), mendapat vitamin A (tdk dapat 55%, dapat 73%), ASI segera setelah lahir (< 30 menit 68%, >30 menit 67%), penolong persalinan (tidak tenaga kesehatan 54%, tenaga kesehatan 75%), tempat dilahirkan (tidak fasilitas kesehatan 37%, fasilitas kesehatan 68%), pemberian cairan selain ASI (ASI saja 72%, ASI dan cairan lain 66%), pemberian colostrums (tidak diberi 53%, diberi 73%), dapat imunisasi (tidak imunisasi 49%, diimunisasi 77%), nomor urut dilahirkan ( nomor I 94%, nomor 2-3 60%, nomor >4 27%). Probabilitas ketahanan hidup balita berdasar faktor lingkungan menurut sumber air minum (terbuka 65%, tertutup 67%), pembuangan sampah (tidak tettib 54%, tertib 69%), jamban keluarga (terbuka 58%, tertutup 76%), kepadatan kamar tidur (tidak rnemadai 67% memadai 12%). Faktor-faktor yang oerhubungan dengan ketahanan hidup balita adalah fakt r ibu terdiri status merokowilayah tempat inggal, umur ibu, pendidikan ibu, ukuran LILA, pekerjaan ibu, riwayat melahirkan ibu, dan faktor anak terdiri jenis kelamin, urutanlahir, berat badan lahir, dapat vitamin , penolong persalinan, tempat1>ersalinan, ASI segera setelah lahir, pemberian colostrums, ASI

Under-five Mortality Rate is one of health indicators very important for successful health development. Under-five Mortality Rate of Indonesia is higher compared to other ASEAN country, so province East Java higher in Java island. Under­ five Mortality Rate high to show a wild survival is low. Health development to push Under-five Mortality Rate low and child survival to higher. The research's aim is the describe child survival probability and analyzing factors related to child survival in province East Java 2003. The research's is using NSS HKI 2003 Oa' ta. Crmss sectional data on NSS HKI 2003 can be analyze by survival analysis because it contain time and event information. With survey period this baby birth until fiv years old. Sample's amount 5363 Under­ five child, consist 1388 on slum urban Surabaya and 3875 rural in province East Java. Data analysis using survival analysis include analysis univariate, bivariate with life table and simple Cox regression and multivariate with Cox regression complex. Probability child survival based on mother factors accortling to place in urban (80%) and rural (63%), age younger chid (< 20 years old 85%, 0-35 years old 67%, >35 years old 33%), long to finish education graduate secondary 74%, graduate high school 94%), criterion LILA (<23,5 em 73%, > 23,5 em 66%), occupation status (not occupation 84%, occupation 64%), smoking status ( not smoker 67%, smoker 58%), space birth at least 2 years (no 70%,')'es 35%, not yet 97%). Probability child Survival based on child factors according to sex (male 70%, female 64%), birth weight (normal 67%, low 690/o), to get vitamin A (not get 55%, get. 73%), Breast feeding after birth (< 30 mihan 68%, > 30 min 67%), bjrth assistance (not professionals 54%, professionals 75%), birth place (not healthy 37%,. healthy 68%), Breast feeding with other (ASI 72%, ASI with other 66%), to get colostrums (not ge Ketanan hidup. Wiludjeng Hartati, FKM UI+2Q06 55%, get 73%), number of birth (no 1; 94%, no 2-3; 60%, no >4 27%), immunization (not to get 49%, get 77%).
Probability child survival based on environment factors according to water sources (open 65%, close 67%), garbage (not orderly 54%, orderly 69%), family lavatory (open 58%, close 76%), bedroom density (not fully 67%, fully 72%). Related factors with survival analysis to be available mother factors like is smoking status, place, ageyounger child, long to finish education, criterion LILA, occupition status, space birth at least 2 years and child factors like is sex, number of birth, birth weight, to get vitamin A, birth assistance, birth place, Breast feeding with other, to get colostrums, Breast feedL'lg after birth, immunization, environment factors like is lavatory and garbage. Determinant factors child survival in province East Java based on smoking status, place, age younger child, long to finish education, criterion LILA, space birth at least 2 years, to get vitamin A, immunization, number of- birth. Dominant factors based on smoking status so to suggestion no smoking activiting so that child before birth save survival until under-five years old."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noerid Haloei R.
"ABSTRAK
Masih terdapat ketidakmerataan kematian pada anak di Indonesia, baik angka kematian neonatal AKN , bayi AKB , dan balita AKBA yang terjadi pada semua dimensi ketidakmerataan meliputi jenis kelamin anak, umur anak, pendidikan ibu, status ekonomi keluarga, tempat tinggal, dan antarprovinsi. Untuk itu diperlukan kuantifikasi ketidakmerataan guna perencanaan fokus program. Studi ini adalah analisis data sekunder SDKI dari tahun 1994 sampai 2012. Analisis data menggunakan aplikasi Health Equity Assessment Toolkit HEAT . Hasil menunjukkan kejadian kematian pada anak di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 1994 sampai tahun 2012 dengan selisih terbesar pada AKBA kemudian AKB dan paling kecil pada AKN. Kematian pada anak tertinggi terjadi di umur neonatal, tersering pada jenis kelamin anak laki-laki, banyak pada kelompok anak dengan ibu tidak sekolah, berasal dari keluarga kuintil miskin, terjadi di pedesaan, dan perlu perhatian di wilayah timur Indonesia. Ukuran difference berkisar antara 4 pada AKN berdasarkan jenis kelamin anak tahun 1997 dan 2002 sampai 123 pada AKBA berdasarkan provinsi tahun 1994 kematian per1000 kelahiran hidup. Sementara ukuran rasio berkisar antara 1,1 pada AKB berdasarkan jenis kelamin anak tahun 2002 sampai 6,6 pada AKBA berdasarkan provinsi tahun 1994 . Ketidakmerataan angka kematian balita di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lain dengan benchmark yang sama.

ABSTRACT
There remains an inequality of deaths among children in Indonesia both neonatal mortality rate NMR , infant IMR , and under five U5MR . Inequality occurs in all dimensions including child rsquo s sex, child 39 s age, maternal education, family economic status, residence, and interprovincial. It calls for description of inequality quantification for focus program setting. This study is a secondary data analysis using Health Equity Assessment Toolkit HEAT application with IDHS source from 1994 to 2012. The results show that the child mortality rates in Indonesia depict a decrease from 1994 to 2012 with the largest mortality difference in U5MR and then IMR and at least NMR. The highest child mortality occurred at neonatal period, most common in boys, many in group of children with non school mothers, coming from poor quintile, rural, and attention in eastern Indonesia. The indicator of difference ranges from 4 at NMR by child rsquo s sex in 1997 and 2002 to 123 at U5MR by interprovincial in 1994 deaths per 1000 live births, while the ratio sorts between 1.1 at IMR by child rsquo s sex in 2002 until 6.6 at IMR by interprovincial in 1994 . The inequality of under five mortality rate in Indonesia is the highest compared to other countries with the same benchmark."
2017
S67839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Rizayana
"Latar Belakang: Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Penelitian terkait faktor prognostik mortalitas pneumonia juga sudah banyak dilakukan sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian. Namun, data terkait faktor yang memengaruhi mortalitas balita yang dirawat dengan pneumonia di Indonesia masih terbatas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka mortalitas anak usia balita yang dirawat dengan pneumonia serta faktor prognostik yang memengaruhi luaran tersebut. Metode: Pengambilan data dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2019 hingga Maret 2022, dengan metode analisis potong lintang pada populasi anak usia 1-59 bulan yang dirawat dengan pneumonia. Hasil: Dari 600 subyek didapatkan proporsi pneumonia yang tidak berbeda antara usia < 1 tahun (51,8%) dan 1-5 tahun (48,2%). Proporsi pneumonia pada anak balita di RSCM adalah sebesar 5 %, yang sebagian besar merupakaan pneumonia terkait rumah sakit (56,8%). Angka mortalitas yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebanyak 195 subyek (32,5%). Faktor prognostik yang terbukti berhubungan dengan mortalitas adalah status imunisasi tidak lengkap (PR 3,706; IK 95% 1,320-10,405; p=0,013), peningkatan nilai prokalstitonin (PR 1,606; IK 95% 1,196-2,154; p=0,002), dan komplikasi sepsis (PR 2,090; IK 95% 1,486-2,940; p<0,0001). Faktor usia, hipoksemia, malnutrisi, anemia, abnormalitas nilai trombosit dan leukosit, peningkatan CRP, dan komorbiditas tidak terbukti berhubungan dengan mortalitas pada anak usia balita yang dirawat dengan pneumonia. Kesimpulan : Proporsi pneumonia pada anak usia balita yang dirawat dengan pneumonia di RSCM adalah 5%, dengan angka kematian mencapai 32,5%. Faktor yang berhubungan dengan mortalitas adalah status imunisasi tidak lengkap, peningkatan nilai prokalsitonin, dan komplikasi sepsis. Kata kunci: pneumonia, faktor prognostik, mortalitas, anak.

Background: Pneumonia is still a major cause of morbidity and mortality in children under five years of age (toddlers). Research related to prognostic factors that have roles in assessing mortality outcomes has also been carried out in an effort to reduce mortality due to pneumonia. However, until now, data regarding the factors that affect the mortality of children with pneumonia in Indonesia are still limited. Aim: This study aims are to determine the mortality rate of children under five who are treated with pneumonia, as well as prognostic factors that influence the outcome. Method: Data collection was carried out at Cipto Mangunkusumo Hospital in the period from January 2019 to March 2022, using analytic cross sectional on a population of children aged 1-59 months who were treated with pneumonia. Result: Of the 600 subjects, the proportion of pneumonia did not differ between the ages of <1 year (51.8%) and 1-5 years (48.2%). The proportion of pneumonia in children under five at the RSCM was 5%, most of which were hospital associated pneumonia (56.8%). The mortality rate obtained from this study was 195 subjects (32.5%). Prognostic factors that were shown to be associated with mortality outcomes were incomplete immunization (PR 3.706; 95% CI 1.320-10.405; p=0.013), increased procalcitonin value (PR 1.606; 95% CI 1.196-2.154; p=0.002), and complications of sepsis (PR 2.090; 95% CI 1.486-2.940; p<0.0001). Age, hypoxemia, malnutrition, anemia, abnormal platelet count, abnormal leukocyte count, elevated CRP, and comorbidities have not been shown to be associated with increased mortality in children under five who are treated with pneumonia. Conclusions : The proportion of pneumonia in children under five years of age who were treated with pneumonia at the RSCM was 5%, with a mortality rate of 32.5%. Factors"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Nirmala Pahalawati
"Latar belakang. Sepsis merupakan salah satu penyebab utama kematian anak di seluruh dunia. Penilaian SEPSIS-3 merekomendasikan sistem skoring SOFA sebagai alat untuk mendeteksi sepsis dan memrediksi kematian. Hingga saat ini masih digunakan PELOD-2 dalam mendeteksi sepsis dan memrediksi kematian walaupun sudah dikeluarkan adaptasi SOFA pada populasi anak berupa pSOFA.
Tujuan. Mengetahui prevalensi sepsis anak di RSCM dan faktor yang berpengaruh terhadap kematian akibat sepsis berdasarkan skoring PELOD-2 dan pSOFA. Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value PELOD-2 dan pSOFA. Mengetahui batas nilai (cut-off) perubahan pSOFA dalam 7 hari perawatan sebagai prediktor mortalitas hari ke-28. Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value batas nilai (cut-off) perubahan pSOFA dalam 7 hari perawatan sebagai prediktor mortalitas ke-28 pada anak sepsis di PICU.
Metode. Penelitian uji prognostik dengan desain kohort prospektif pada pasien anak yang dirawat di PICU RSCM Jakarta dengan diagnosis sepsis.
Hasil. Prevalensi sepsis sebesar 20,4%. Dari 45 subyek penelitian, rerata usia adalah 73,24 bulan (SD 66,9). Status gizi yang paling banyak adalah status gizi buruk (35,6%) dan gizi kurang (28,9%). Sumber infeksi yang paling banyak adalah infeksi saluran pernapasan. Diagnosis saat masuk yang paling banyak adalah syok sepsis, pneumonia, COVID-19, dan gastroenteritis. Jumlah pasien yang meninggal adalah 15 subyek (33,3%). Kriteria skoring yang bermakna secara statistik (p<0,05) dalam memprediksi kematian adalah status gizi buruk, SpO2:FiO2, trombosit, blirubin dan penggunaan ventilasi invasif. Sensitivitas pSOFA lebih baik dibandingkan dengan PELOD-2 (93,75% vs. 25%), sedangkan spesifisitas PELOD-2 lebih baik dibandingkan dengan pSOFA (96,6% vs. 10,34%). Nilai batas (cut-off) perubahan pSOFA dalam 7 hari perawatan sebagai prediktor mortalitas hari ke-28 adalah 47,7%. Nilai cut-off 47,7% mempunyai sensitivitas 61,9%, spesifisitas 77,7%, nilai prediksi positif 81,2%, dan nilai prediksi negatif 46,6% dengan nilai RR 5,6875.
Kesimpulan. Faktor yang berperan terhadap kematian akibat sepsis adalah PaO2:FiO2, SpO2:FiO2, kadar trombosit, kadar bilirubin, GCS, PaCO2, dan ventilasi invasive. Untuk mendiagnosis sepsis, PELOD-2 lebih baik dibandingkan pSOFA, sedangkan untuk menyaring (uji tapis) sepsis, pSOFA dinilai lebih unggul dan dapat melihat progresifitas penyakit. Nilai batas (cut off) perubahan pSOFA dalam 7 hari perawatan sebagai prediktor mortalitas hari ke-28 adalah 47,7% Nilai cut-off 47,7% mempunyai sensitivitas 61,9%, spesifisitas 77,7%, nilai prediksi positif 81,2%, dan nilai prediksi negatif 46,6% dengan nilai OR 5,6875.
Background. Sepsis is one of the leading causes of childhood mortality worldwide. The SEPSIS-3 assessment recommends the SOFA scoring system as a tool for detecting sepsis and predicting mortality. Until now, PELOD-2 is still being used to detect sepsis and predict mortality even though pSOFA has been promoted as the pediatric adaptation of SOFA scoring. 
Objectives. To determine the prevalence of sepsis in children at RSCM and the factors that influence mortality from sepsis based on PELOD-2 and pSOFA scoring. Determine the sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of PELOD-2 and pSOFA. Determine the cut-off value for pSOFA changes in 7 days as a predictor of mortality on day 28; and to determine the sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of this cut-off value as predictors of mortality in the 28th day of hospital stay in septic children in the PICU.
Methods. A prognostic study with a prospective cohort design in pediatric patients admitted to the PICU of RSCM Jakarta with a diagnosis of sepsis.
Results. Sepsis prevalence was 20,4%. Of the 45 study subjects, the mean age was 73.24 months (SD 66.9). The most common nutritional status was severe malnutrition (35.6%) and undernutrition (28.9%). The most common source of infection was respiratory tract infection. The most common diagnoses at admission were septic shock, pneumonia, COVID-19, and gastroenteritis. Mortality rate was 33.3%. The scoring criteria that were statistically significant (p<0.05) in predicting mortality were severe and undernutrition, SpO2:FiO2, platelet level, bilirubin level, and the use of invasive ventilation. Sensitivity of pSOFA was better than that of PELOD-2 (93.75% vs. 25%), while specificity of PELOD-2 was better than that of pSOFA (96.6% vs. 10.34%). The cut-off value for pSOFA changes in 7 days of treatment as a predictor of mortality on day 28 was 47.7%. The cut-off value of 47.7% had a sensitivity of 61.9%, a specificity of 77.7%, a positive predictive value of 81.2%. , and a negative predictive value of 46.6% with an OR value of 5.6875.
Conclusions. Factors that contribute to sepsis mortality were SpO2:FiO2, platelet levels, bilirubin levels, and invasive ventilation. For diagnosing sepsis, PELOD-2 was better than pSOFA. Meanwhile, to screen for sepsis, pSOFA was considered superior and is able to see disease progression. The cut-off value for pSOFA changes in 7 days of treatment as a predictor of mortality on day 28 was 47.7%. The cut-off value of 47.7% had a sensitivity of 61.9%, a specificity of 77.7%, a positive predictive value of 81.2%. , and a negative predictive value of 46.6% with an OR value of 5.6875."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fredy Tjekden
"Angka kematian bayi di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan negara-negara anggota ASEAN. Untuk menurunkan angka kematian bayi diperlukan suatu pemahaman yang komprehensif tentang determinannya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari kejadian kematian dan tingkat benahan hidup bayi berdasarkan faktor-faktor kesehatan dan demografi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial yang terdiri dari analisis regresi logistik untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor kesehatan dan demografi terhadap kejadian kematian bayi serta proporsional hazard model untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor kesehatan dan demografi terhadap tingkat bertahan hidup bayi yang menggunakan data hasil SDKI 2007.
Temuan analisis deskriptif menunjukkan bahwa kejadian kematian bayi lebih banyak pada ibu yang berpendidikan dan kemampuan ekonomi rendah, tinggal di perdesaan, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan memenuhi ST, penolong persalinan bukan tenaga kcsehatan, tidak melakukan pemeriksaan bayi setelah lahir, melahirkan pada umur yang berisiko, jumlah anak tiga ke atas, jarak kelahiran di bawah dua puluh empat bulan, serta jenis kelamin anaknya laki-laki.
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa kematian neonatal dipengaruhi pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan ke1ahiran,jarak kelahiran, dan jenis kelamin anak. Untuk kematian postneonatal, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah penolong persalinan, pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan kelahiran, jarak kelahiran, dan daerah tempat tinggal. Untuk kematian bayi, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan kelahizan, jarak kelahiran, indeks kekayaan kuantil dan daerah tempat tinggal.
Hasil analisis proporsional hazard model menunjukkan bahwa tingkat bertahan hidup postneonatal dipengaruhi oleh penolong persalinan, pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan kelahiran, jarak kelahiran, pcndidikan ibu dan daerah tempat tinggal. Untuk tingkat bertahan hidup bayi, faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan kelahiran, jarak kelahiran, jenis kelamin anak, pendidikan ibu dan daerah tempat tinggal.

Compared to other ASEAN countries, infant mortality in Indonesia is higher. To reduce infant mortality, we need comprehensive understanding about its determinants. Generally, this research’s aim is to study infant mortality and its survival rate based on health and demographic factors. In this research, method of analyses are descriptive analysis, logistic regression analysis and proportional hazard model analysis. Logistic regression analysis is used to examine influence of health and demographic factors on infant mortality. Proportional hazard model is used to investigate the impacts of health and demographic factors on survival rate of infant. This research uses the results of the 2007 Indonesia Demographic and Health Survey Data (IDI-IS).
The results of descriptive analysis show that the incidence of infant mortality is higher among infants from mothers with lower education and economic status. In addition, infant mortality is higher among babies from mother who lived in rural areas, had no antenatal care, were assisted non-professional health worker at delivery, had no postnatal check, gave births at high risk age, had more than three children, and had less than 24 months birth interval. Futhermore, baby boys had higher had higher mortality than baby girls.
The results of regression analysis on the factors of infant mortality show some interesting results. Neonatal mortality is influenced by the existence of postnatal check, mother‘s age at delivery, birth order, birth interval, and the sex of the baby. In posmeonatal case, the mortality is affected by the type of assistance at delivery, the existence of postnatal check, mother’s age at delivery, birth order, birth interval, and mother’s place of residence. In infant case, the mortality is influenced by the existence of postnatal check, mother’s age at delivery, birth order, birth interval, quintile index of welfare and mother’s place of residence.
The results of proportional hazard model show that survival rate of postneonatal is influenced by the type of assistance at delivery, the existence of postnatal check, birth order, birth interval, mother’s education level, and mother’s place of residence. Survival rate of infant is affected by the existence of postnatal check, mother’s age at delivery, birth order, birth interval, sex of infant, mother’s education level, and mother’s place of residence.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34008
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Faisal
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>