Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117219 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lilik Zabidi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh suhu terhadap kuat tekan semen, kuat ikatan semen terhadap pipa selubung ( kuat ikatan geser semen ) dan permeabilitas semen dengan Cara membandingkan hasil pengujian dari semen sumur minyak kelas G sedangkan sebagai bahan aditifnya dipakai tepung silika yang berukuran 200 mesh. Eengamatan yang dilakukan pada semen sumur minyak kelas G tanpa penambahan tepung silika ( neat cement ), menunjukkan bahwa pada suhu diatas 120°C akan terjadi penurunan kuat tekan, penurunan kuat ikatan geser dan kenaikan permeabilitas. Semen sumur minyak tanpa dan dengan penambahan tepung silika pada suhu antara 130°C sampai 150°C, akan terjadi penurunan kuat tekan, penurunan kuat ikatan geser dan kenaikan permeabilitas semen. Sedangkan penambahan tepung silika pada semen sumur minyak pada suhu yang tinggi ( diatas 150°C ) akan mengakibatkan kenaikan kuat tekan, kenaikan kuat ikatan geser dan menurunkan permeabilitas sehingga akan memperbaiki kualitas penyemenan. Makin besar penambahan tepung silika pada semen sumur minyak pada suhu yang tinggi ( diatas 150°C ), akan mengakibatkan kenaikan kuat tekan yang besar, kenaikan kuat ikatan geser yang besar, dan penurunan permeabilitas semen sanpai mendekati harga nol."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juniarto Matasak Palilu
"Saat ini ada kendala dalam pengadaan semen khusus yang sesuai untuk dijadikan bahan penyekat sumur injeksi CO2 pada Carbon Capture and Storage (CCS). Semen Kelas-G merupakan bahan dasar yang dapat dimodifikasi sehingga sesuai untuk penggunaan pada sumur injeksi CO2 di mana dalam bentuk suspensi semen dan air banyak digunakan untuk penyekat ruang anulus pada sumur minyak dan gas bumi. Suspensi semen berbahan semen Kelas-G mengalami penyusutan volume selama proses pengerasan. Hal ini merupakan salah satu kekurangan semen Kelas-G jika diaplikasikan tanpa modifikasi. Selain itu semen Kelas-G cenderung terdegradasi apabila berada di lingkungan air dengan kandungan CO2 tinggi. Pada penelitian ini, semen Kelas-G dimodifikasi dengan menambahkan aditif mengembang (swelling) CaO dan MgO untuk mengatasi penyusutan volume dan degradasi tersebut. Selain itu, silica flour sebagai supplementary cementitious material dipergunakan juga dengan komposisi 35% by weight of cement (BWOC) sebelum ditambahkannya aditif tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dampak penambahan aditif tersebut di atas terhadap perubahan ketahanan korosi dan kekuatan mekanik suspensi semen di lingkungan air dengan kandungan CO2 tinggi. Pembuatan sampel dilakukan di laboratorium dengan variasi komposisi aditif (5%, 10%, 15%, dan 20% BWOC) temperatur cure (26°C dan 50°C) dan waktu cure sebelum uji korosi (1 hari dan 7 hari). Untuk mensimulasikan kondisi air dengan kandungan CO2 tinggi, sampel dibenamkan di dalam air tersaturasi CO2 di dalam autoclave bertekanan 2,0684 MPa dan temperatur 50°C selama 14 hari. Selain uji korosi, dilakukan juga pengujian X-Ray Diffraction, Scanning Electron Microscopy/Energy-Disperse X-ray Spectroscopy, Scanning Electron Microscopy, Laser Particle Size Analyzer, Uniaxial Expansive/Shrinkage, Ultrasonic Cement Analyser, Three Point Bending Test, dan Macro Photo Imaging. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan aditif CaO (komposisi 5%, 10%, 15%, dan 20% BWOC) dan MgO 20% BWOC dapat mencegah penyusutan volume pada suspensi semen Kelas-G. Peningkatan ketahanan korosi tertinggi terjadi pada sampel SC15(1d-26C) yakni sebesar 70,50%. Peningkatan kekuatan mekanik tertinggi terjadi pada sampel SC5(1d-50C) yakni sebesar 43,82%. Peningkatan ketahanan korosi tertinggi akibat penambahan aditif MgO terjadi pada SM20(7d-50C) sebesar 61,93% dan peningkatan kekuatan mekanik tertinggi pada SM10(7d-50C) sebesar 10,58%.

Currently there are obstacles in the procurement of special cement that is suitable to be used as an insulating material for CO2 injection wells in Carbon Capture and Storage (CCS). Class-G cement is a base material that can be modified so that it is suitable for use in CO2 injection wells where in the form of a cement and water suspension it is widely used to insulate the annulus spaces in oil and gas wells. Cement suspensions made from Class-G cement experience volume shrinkage during the hardening process. This is one of the disadvantages of Class-G cement when applied without modification. In addition, Class-G cement tends to degrade when exposed to water with high CO2 content. In this study, Class-G cement was modified by adding swelling additives (swelling) CaO and MgO to overcome the volume shrinkage and degradation. In addition, silica flour as a supplementary cementitious material is also used with a composition of 35% by weight of cement (BWOC) before adding the additive. This study aims to examine the impact of the addition of the above additives on changes in corrosion resistance and mechanical strength of cement suspensions in water environments with high CO2 content. Sampling was carried out in the laboratory with various additive compositions (5%, 10%, 15%, and 20% BWOC), cure temperature (26°C and 50°C) and cure time before corrosion test (1 day and 7 days). To simulate water conditions with high CO2 content, the sample was immersed in CO2-saturated water in an autoclave at a pressure of 2.0684 MPa and a temperature of 50°C for 14 days. In addition to the corrosion test, X-Ray Diffraction, Scanning Electron Microscopy/Energy-Disperse X-ray Spectroscopy, Scanning Electron Microscopy, Laser Particle Size Analyzer, Uniaxial Expansive/Shrinkage, Ultrasonic Cement Analyser, Three Point Bending Test, and Macro Photo tests were also conducted. Imaging. The experimental results showed that the addition of CaO additives (composition of 5%, 10%, 15%, and 20% BWOC) and MgO 20% BWOC could prevent volume shrinkage in Class-G cement suspensions. The highest increase in corrosion resistance occurred in the SC15 (1d-26C) sample, which was 70.50%. The highest increase in mechanical strength occurred in the SC5 (1d-50C) sample, which was 43.82%. The highest increase in corrosion resistance due to the addition of MgO additives occurred at SM20(7d-50C) by 61.93% and the highest increase in mechanical strength at SM10(7d-50C) by 10.58%."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dispersi sistem cair-cair seringkali dijumpai dalam operasi kontak cair-cair di
lapangan industri maupun laboratorium. Di dalam operasi yang demikian, baik untuk
tujuan separasi maupun reaksi, sering kali diusahakan agar tipe dispersi sistem sesuai
dengan yang diinginkan. Salah sam cara yang dilakukan untuk itu alialah pemecahan
emulsi (amulsion breaking) atau disebut juga demulsifikasi.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan berlangsungnya proses
demulsitikasi seperti zat-zat emulsifier, temperatur, mekanikal pengadukan dan lain
sebagainya. Hal yang menarik adalah bahwa pemanfaatan faktor mekanikal
pengadukan seperti: kecepatan pengadukan, ketinggian impeller, dan fraksi volum
minyak; memiliki kelebihan dalam menekan produksi limbah kimia dan termal.
Usaha ini makin diminati setelah perkembangan yang besar dari sistem pemisahan
membran cair.
Dalam penelitian ini, untuk sistem air-minyak diesel yang diaduk, diselidiki
tentang kecenderungan tipe dispersi yang muncul (water in oil atau oil in water) bila
faktor-faktor kecepatan pengadukan (rang: 300-1200rpm), ketinggian impeller
(range: -0,03 - 0,03 m), dan fraksi volum minyak (range: O,4 - 0,6) divariasikan.
Didapatkan bahwa ketiga variabel mempengamhi tipe dispersi secara simultan
Kecenderungan munculnya tipe dispersi O/W akan semakin besar bila kecepatan aduk
dinaikkan, sementara ketinggian impeller dan fraksi volum minyak diperkecil
Demikian pula sebaliknya untuk tipe dispersi WK)."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Sumaljo
"Salah satu sektor industri yang memberikan kontribusi adalah industri perminyakan. Industri ini selain memberi dampak positif, juga menimbulkan dampak negatif berupa limbah diantaranya lumpur dari pengeboran.
Ada dua jenis Lumpur yang dipakai yaitu oil base mud dan water base mud. Berat jenis lumpur merupakan fungsi utama untuk menahan tekanan dari bawah tanah supaya tidak terjadi semburan liar. Untuk mendapatkan berat jenis tersebut harus digunakan bahan kimia yang mempunyai kandungan logom berat.
Rumusan permasalahan yang dapat disusun adalah sebagai berikut:
1. Apakah dengan mengubah penerapan konsep teknologi water base mud menjadi oil base mud dalam kegiatan pengeboran minyak lepas pantai, beban limbah berupa air lumpur buangan dapat dikurangi karena lumpur masih tetap dapat dipakai untuk pengeboran berikutnya?
2. Apakah penerapan konsep pengurangan komponen aditif dari sumber dalam kegiatan pengeboran minyak bumi di lepas pantai dapat menimbulkan dampak kemungkinan terjadinya semburan liar dan memberikan dampak manfaat bagi industri perminyakan tersebut yaitu berkurangnya beban limbah yang dihasilkan?
3. Apakah penerapan konsep minimisasi limbah dalam kegiatan pengeboran minyak bumi di lepas pantai tersebut di atas dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi bagi industri perminyakan?
4. Apakah kegiatan pengeboran minyak lepas pantai di daerah operasi minyak lapangan Maxus mempunyai pengaruh dampak negatif terhadap kualitas air laut dan dampak positif langsung terhadap persepsi masyarakat sekitarnya?
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengurangan penggunaan bahan kimia (aditif) pada lumpur pengeboran terhadap kualitas limbah yang dihasilkan dan kemungkinan terjadinya semburan liar.
2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan perubahan media air menjadi media minyak dalam pembuatan lumpur terhadap beban limbah yang dihasilkan setelah operasi Pengeboran.
3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan konsep minimisasi limbah dalam kegiatan pengeboran minyak bumi di lepas pantai terhadap tingkat efisiensi biaya produksi pada industri perminyakan.
4. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan operasi pengeboran minyak lepas pantai di daerah operasi minyak lapangan Maxus terhadap kualitas air laut dan terhadap persepsi masyarakat sekitarnya.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Pengurangan penggunaan bahan kimia (aditif) pada lumpur Pengeboran akan mengurangi bahaya limbah yang dihasilkan serta mengurangi resiko terjadinya semburan liar.
2. Penerapan perubahan media air menjadi media minyak dalam pembuatan lumpur akan menurunkan beban limbah yang dihasilkan setelah operasi Pengeboran.
3. Penerapan konsep minimisasi limbah dalam kegiatan pengeboran minyak bumi di lepas pantai akan meningkatkan efisiensi biaya produksi pada industri perminyakan.
4. Kegiatan operasi pengeboran minyak lepas pantai di daerah operasi minyak lapangan Maxus menimbulkan dampak menurunnya kualitas air laut dan persepsi negatif masyarakat sekitarnya.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survei dan ekspos fakto. Penelition ini dilakukan di daerah operasi wilayah Maxus di Laut Jawa dan berlangsung selama kurang lebih 6 bulan, yaitu sejak Desember 2001 - Juni 2002.
Tahapan penelitian meliputi penentuan jenis penelitian yaitu penelitian kuantitatif dengan metode survei dan ekspos fakto, penentuan lokasi penelitian yaitu di daerah operasi Maxus, penentuan rancangan penelitian yang meliputi variabel penelitian. tahapan penelitian, pengumpulan data, dan analisis data serta, perencanaan upaya minimisasi limbah lumpur dari sumbernya.
Secara umum parameter kualitas badan air masih berada pada kisaran di bawah baku mutu dengan dijumpai beberapa unsur logam berat Ni, Cd dan Pb yang masih di atas ambang baku mutu. Keberadaan ketiga unsur logam berat tersebut meskipun masih di atas baku mutu tetapi belum terlihat pengaruhnya terhadap kehidupan biota laut.
Dari survey tentang pengaruh kegiatan operasi Pengeboran terhadap persepsi masyarakat, ternyata disimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kegiatan tersebut positif. Dengan kondisi tekanan awal dan akhir yang berbeda, secara prinsip bila penggunaan berat jenis lumpur pada operasi Pengeboran terlalu besar kemungkinan terjadi hilang lumpur sangat besar. Bila terjadi kehilangan lumpur maka kemungkinan terjadinya semburan liar sangat besar.
Secara prinsip, volume limbah yang dibuang di lingkungan pada media water base mud lebih besar bila dibandingkan dengan memakai media oil base mud.
Kesimpulan peneliiian ini adalah:
1. Pemakaian oil base mud dapat mengurangi jumlah volume pembuangan limbah lumpur, karena lumpur bekas oil base mud masih dapat digunakan kembali.
2. Penurunan berat jenis sesuai dengan penurunan tekanan formasi akan .mengurangi jumlah pemakaian bahan kimia, terutama yang mengandung logam berat. sehingga dampak yang ditimbulkan juga makin berkurang. Penurunan jumlah bahan kimia akan menurunkan biaya operasi dan pengelolaan lingkungan.
3. Secara umum semua parameter kualitas badan air masih berada dalam batas baku mutu yang ditetapkan sehingga daerah wilayah operasi masih cukup baik. Tetapi beberapa komponen logam berat seperti Ni, Pb, dan Cd masih berada di atas baku mutu, namun secara berangsur ketiga unsur tersebut cenderung mengalami penurunan.
4. Penilaian masyarakat tentang kegiatan operasi minyak dan gas Maxus terhadap kehidupan kegiatan sosial ekonomi mereka ternyata positif baik.
5. Meskipun kualitas air dan persepsi masyarakat baik, tetapi perubahan parameter bawah tanah menghendaki penurunan berat jenis yang dipakai, karena pemakaian berat jenis yang tinggi memungkinkan terjadinya kehilangan lumpur. Bila hal tersebut terjadi, penahan tekanan formasi tidak ada sehingga akibatnya semburan liar dapat terjadi.

Minimizing Mud Waste in Offshore Oil Drilling (A case study at the Maxus Offshore Oil Drilling Platform in the Java Sea)One of the industrial sectors that provide considerable contribution has been petroleum industry. This industry brings out positive effect, and it also causes negative effect in the form of various sorts of waste including mud and sludge produced by the drilling activity.
There are two types of mud in use, oil base mud and water base mud. The specific gravity of the mud constitutes the prime function that is to restrain the underground pressure from surging up, and thus no wild spouts would occur. In order to obtain such specific gravity we must employ certain chemicals that have heavy metal content.
The formulation of the problematic questions can be practically arranged as follows:
1. Can the alteration made in the application of water base mud concept into that of oil base mud in the offshore oil drilling activity reduce the waste load that comprises muddy waste water, considering the fact that the application of oil base mud technology makes the mud remain potentially usable in the next drilling?
2. Can the application of concept on additive component reduction from the source in the offshore petroleum drilling activity raise possible effect that causes wild spouts, and will such application give beneficial effect to the oil industry, that is the decrease in the waste load produced?
3. Can the application of waste minimization concept in the offshore petroleum drilling activity as mentioned above improve the efficiency of production cost in the oil industry?
4. Is offshore oil drilling in the Maxus operation area viewed positively by the existing community in the vicinity of the project?
The objectives of the research are:
1. To know and understand the extent of the effect resulting from reducing the (additive) chemicals applied in the drilling mud to the quality of the waste produced, and to the possible occurrence of wild spouts.
2. To see the effect of change from the application of the water media into oil media in mud production, especially towards the waste load associated with the drilling operation.
3. To see the effect of waste minimization concept in the offshore oil drilling activity towards the level of the efficiency in production cost.
4. To observe the effect of Maxus offshore oil drilling operation activities to the sea water quality and to the community existing in the neighborhood.
The hypothesis in the present research includes:
1. Reduction in the use of (additive) chemicals in the drilling mud will mitigate the hazards of the waste produced, and to lessen the risk of wild spouts occurrence.
2. The change from water media into oil media in mud production eation will decrease the waste load associated with drilling operation.
3. The application of waste minimization in offshore petroleum drilling will improve the efficiency of production costs in the oil industry.
4. The offshore oil drilling activities in the Maxus field is detrimental to the sea water quality, and creates negative perception to the community.
This is a quantitative research conducted through survey and fact exposing method. The present research was conducted at the Maxus operations in the Java Sea, and took approximately 6 months, starting from December 2001 to June 2002.
The phases in the research cover the designation of the research type, which is to be a quantitative research with survey and fact exposing method, and the designation of the research site, namely the Maxus operation zone. The designation of the research arrangement covers research variables, research phases, data collection, and data analysis as well as planning the efforts to minimize the mud waste from the source.
In general, the water body quality lies in the range of being under quality standard with a number of heavy metals elements (Ni, Cd, and Pb) above the threshold limit value. Although, three heavy metal elements are above the standard value, their effect to the sea aquatic life is yet to be seen.
From the survey conducted on the negative influence brought about by the drilling operation to the local society's perception, it turns out that such community's perception toward the activity is favorably positive.
With the beginning and end pressure being different, it can be principally postulated that when the use of the mud's specific gravity at the drilling operation is excessively high it is very likely that the loss of the mud is substantially high. When such high loss of mud occurs it is very likely that a wild spout will occur.
In principle, the volume of waste entering is greater for the water base mud media compared to the oil base mud.
The conclusions of the present research are:
1. The application of oil base mud reduces the volume of the disposed mud waste, because the oil base mud media can be reused.
2. The decrease in the specific gravity will, in accordance with the decrease in the formation pressure, reduce the number of the chemicals in use, particularly of those that contain heavy metal. As a result, the environment impact will be less. Subsequently, the reduction of chemicals wed reduces the operating and environmental management costs.
3. For the most part, all water quality parameters are within the acceptable limit. This means that the environmental quality of the operation area is reasonably good. However, there are several heavy metal components such as Ni, Cd, and Pb that are above the threshold limit value. However, the quantity of these three elements tends to gradually go down.
4. The opinion of the local community on the oil and gas operation activities proves to be positive.
5. In spite of the good water quality and the favorable perception from the local people. The change in underground parameter necessitates a decrease in the mud specific gravity mud will potentially result in more mud loss. When this happens, wild spouts are bound to happen as there is not enough mud to counter the pressure."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 11055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S39028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heraldus Panji Arikson
"Gangguan satu fasa ke tanah terjadi pada kabel bawah laut yang menghubungkan Pabelokan ke Nora. Gangguan ini seharusnya dapat segera diatasi oleh rele arus lebih pada penyulang Pabl – Nora dalam waktu 0,593 sekon. Akan tetapi, hal itu justru tidak terjadi dan malah menyebabkan seluruh area selatan, beberapa daerah area utara juga tengah mengalami pemadaman. Dalam skripsi ini, akan disimulasikan tiga kondisi arus gangguan yang berbeda – beda yaitu 397 A, 795 A dan 1,19 kA yang berasal dari kombinasi kontribusi arus gangguan oleh tiga generator yang bekerja. Ketidakseimbangan tegangan terjadi selama gangguan sehingga menyebabkan surge arrester pada G101B pecah. Kontribusi arus gangguan pun turun menjadi 397 A karena G101C memang tidak diaktifkan untuk bekerja. Nilai arus gangguan yang kecil ini membuat waktu tunda rele arus lebih IAC-53 pada feeder Pabelokan Nora beroperasi setelah 25 sekon. Nilai ini lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan oleh rele SR489 untuk bekerja dengan nilai arus gangguan yang sama yaitu 8,31 sekon. Hal ini menyebabkan generator G101A lebih dahulu mengalami trip karena ground fault rele. Oleh karena itu, pengaturan nilai pick up arus gangguan dan waktu kerja rele pun harus diatur lebih cepat lagi yaitu pada kisaran 5 sekon untuk nilai arus yang sama agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Phase to ground fault happened to the subsea cable that connected Pabelokan to Nora. This fault should be cleared by Over c urrent relay at Pabl- Nora feeder in 0,593 second. Nevertheless, it didn’t work that way instead it caused all the south area and some of central and north area was shutdown. There will be three conditions of fault current that will be simulated on this simulation which are 397 A, 795 A and 1,19 kA that is coming from the combination of three generators that worked. The unbalanced voltage that happened when fault is inserted caused surge arrester in G101B blown up. The current fault decreased and it was 397 A because G101C was not work from the first, due to repairement. The fault current value that is so small caused delay in IAC-53 reay at Pabl-Nora feeder. This rele worked after 25 seconds. This value is longer than the time that SR489 relay needed to work at the exactly same fault current that is 8,31 seconds. It is caused generator G101A tripped by ground fault relay. As the solution, pick up current and time delay setting must be set faster that is about 5 seconds for the same value of current fault so this kind of things is not going to happened again.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56682
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Wibowo
"Salah satu parameter penting yang harus dicermati sebelum dilakukan pemboran sumur migas adalah besarnya tekanan di dalam formasi batuan yang akan dilakukan pemboran. Peristiwa kick, loss atau bahkan blowout pada lubang sumur dapat diantisipasi apabila prediksi tekanan pori dilakukan sebelum pemboran dimulai. Prediksi tekanan pori diperlukan untuk mendesain berat jenis lumpur yang digunakan dan lokasi kedalaman casing yang tepat untuk menghindari adanya overpressure pada lubang bor.
Tesis ini akan membandingkan tiga jenis metode yang biasa digunakan dalam perhitungan prediksi tekanan pori, yaitu: Metode Equivalent Depth, Metode Eaton, dan Metode Bowers. Ketiga metode tersebut akan dilakukan pada data yang berasal dari sumur dan data seismik dari area Delta Niger untuk melihat perbandingan diantaranya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Metode Equivalent Depth dan Metode Eaton memiliki kemiripan hasil, karena menggunakan parameter input yang hampir sama namun algoritma yang berbeda. Metode Bowers menunjukkan hasil yang paling berbeda karena perhitungannya murni berdasarkan suatu persamaan empiris. Dari ketiga metode tersebut, untuk penelitian di area Delta Niger, Metode Equivalent Depth dan Metode Eaton dianggap paling baik untuk digunakan.

One important parameter that must be observed prior to the drilling of oil and gas wells is the amount of pressure inside the rock formations to be drilled. Events such as kick, loss, or even a blowout in the wellbore can be anticipated if the pore pressure prediction is made before drilling begin. Pore pressure prediction is required to design the density of mud used and the exact depth of right casing to avoid overpressure in the borehole.
This study will compare three types of methods used in the calculation of pore pressure prediction, which is: Equivalent Depth Method, Eaton Method, and Bowers Method. The three method will be performed on data derived from the well and seismic data from the Niger Delta area to see the comparison between them.
The results showed that the Equivalent Depth Method and Eaton Method have similar results due to the input parameters used are almost the same but with different algorithms. Bowers Method showed the most different results because the calculation is based purely on an empirical equation . Of the three methods, for research in the Niger Delta area, Equivalent Depth Method and Eaton Method are considered the best method to use."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Zharvania Almaira
"Pengeboran minyak dan gas bumi secara ilegal kerap terjadi di Indonesia, lantaran sudah menjadi budaya dan mata pencaharian tetap bagi masyarakat. Pengeboran yang dilakukan secara tanpa izin ini menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah dampak lingkungan hidup berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan. Permasalahan tersebut yang akan dibahas di dalam skripsi ini, yang meliputi dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh pengeboran minyak dan gas ilegal, pengaturan di Indonesia yang mengatur mengenai minyak dan gas serta lingkungan hidup, dan kebijakan yang dapat
mengoptimalkan ketentuan mengenai minyak dan gas yang telah ada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan bahan pustaka berupa bahan hukum. Regulasi mengenai minyak dan gas bumi di Indonesia tercakup dalam tingkat konstitusi, peraturan perundang-undangan, peraturan pelaksanaan dan petunjuk teknis. Terlepas dari regulasi yang ada, ternyata belum cukup untuk menjangkau lebih dalam mengenai aspek minyak dan gas dikaitkan dengan perlindungan dari lingkungan hidup. Oleh karenanya sebagai usaha dalam mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah dapat mengupayakan legalisasi dari pengeboran ilegal dengan pengeboran
dengan skala kecil yang dilakukan oleh masyarakat yang dilengkapi dengan pembinaan mengenai persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi. Adapun pemerintah dapat menginterpretasi dan menafsirkan peraturan yang sudah ada terkait permasalahan ini,
seperti Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Selain itu, diperlukan pembaharuan pada tataran peraturan baik di tingkat undang-undang maupun
peraturan pelaksana untuk beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat di bidang pertambangan minyak dan gas bumi saat ini.

Illegal drilling in the oil and gas industry often occurs in Indonesia because it has become
a culture and permanent livelihood for the people living near the oil landmine. This illegal oil drilling being held without a permit raises problems, including environmental impact in the form of pollution and environmental damage to the region. Such issues will be discussed in this writing, such as the environmental impacts caused by oil and gas drilling, Indonesia's regulations about oil and gas and environmental protection and management, and policies that can optimize existing provisions regarding oil and gas. The method used in this study is normative juridical with legal materials in the form of literature. Regulations regarding oil and natural gas in Indonesia are covered at the constitutional level, statutory regulations, implementing regulations, and technical guidelines. Apart from the existing regulations, it is more is needed to go deeper into the aspects of oil and gas associated with environmental protection. Therefore, to overcome these problems, the government can seek the legalization of illegal drilling with small-scale drilling carried out by the community equipped with environmental guidance requirements that must be met. The government can interpret existing regulations related to this issue, such as Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 1 of 2008 concerning Guidelines for the Oil Mining Business in Old Wells. In addition, reforms are needed at the regulatory level, both at the level of laws and implementing regulations to
adapt to the community's current needs in the oil and gas mining field.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Abdito Rachman
"Penentuan jenis fluida pengeboran merupakan hal yang sangat penting dalam proses pengeboran minyak dan gas bumi. Sifat hidrolika dan rheology dari fluida pengeboran menjadi faktor utama penunjang produktifitas pengeboran. Oil-based mud merupakan lumpur pengeboran yang biasanya hanya digunakan disituasi sulit dimana lumpur water based sulit mengerjakan. Penentuan jenis oil-based mud berdasarkan data lithology formasi tanah dapat memudahkan kita dalam merencanakan kegiatan pengeboran. Spesifikasi pada oil-based mud digunakan untuk mendapatkan sifat fisik lumpur yang aman untuk menembus formasi, mengurangi kesalahan agar tidak terjadi terjadi fluid loss dan retak formasi, bahkan dalam kondisi terburuk dipersiapkan untuk menghadapi kick dan blowout.
Formasi tanah yang unik dan sifatnya yang yang sulit ditebak mengharuskan penentuan material oil-based mud sangat penting untuk diperhatikan. Pemilihan bahan material yang tepat dapat mempengaruhi efiesiensi kerja lumpur pengeboran, dan dipastikan untuk mampu mengurangi resiko kesalahan yang akan mengakibatkan biaya perawatan sebesar 60 - 70% dari total seluruh biaya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses pengeboran yang terjadi di production casing di wilayah kalimatan timur dan mencari tahu menegenai spesifikasi lumpur yang optimum dilihat dari data-data acuan yang ada. Dan juga untuk mengetahui formulasi drilling fluid oil-based mud yang sesuai dengan kondisi wilayah.

Determining the type of drilling fluid is very important in the process of drilling for oil and gas. The nature of hydraulics and rheology of drilling fluid become the main factors in supporting drilling productivity. Oil-based mud is drilling mud which are frequently used on heavy situation which is water based mud can?t do. Determination of the types of oil-based mud based on data of soil formation lithology can facilitate us in planning of drilling operations. Spesifications of oil based mud is used to get physical properties of the sludge is safe to penetrate the formation, reduce errors in case of fluid loss and crack formation, even in the worst conditions are prepared to deal with a kick and blowout.
An unique formation and its nature which can?t be predictable, makes the choosing material of oil-based mud become very important. The selection of the right materials can affect on the work efficiency of driiling mud, and it is certain to be able to reduce the error risk that would result of maintenance costs by 60-70% of total costs. This research aims to analyze the drilling process which is happen in productio on casing at east borneo from using the data and information from another well before. And also to knowing suitable formulation of oil based mud at that region.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S62732
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddyanus Rozarius, Author
"Unit pompa angguk merupakan salah satu metode pengangkatan buatan dalam teknik produksi minyak bumi yang banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan perminyakan karena teknologinya sederhana dan biaya pengoperasiannya yang relatif murah. Namun demikian, Unit pompa angguk mempunyai banyak bagian-bagian yang bergerak sehingga dapat menyebabkan kegagalan mekanikal. Kegagalan mekanikal ini berupa kerusakan tubing, sucker rod, dan pompa bawah tanah. Disamping itu, masalah reservoar, seperti karena problem kepasiran dan scale, dapat mengakibatkan kegagalan reservoar yang akhirnya membuat sumur berhenti berproduksi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan perawatan sumur minyak untuk tetap menjaga produksinya. Perencanaan perawatan sumur harus dibuat agar pemeliharaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
Dengan menggunakan data historis dari aktivitas perawatan sumur minyak, kita dapat mengenalisa reliabilitasnya dan menyelidiki penyebab kegagalan, tipe kegagalan, dan umur rata-rata sumur tersebut. Dari hasil analisa tadi, kita dapat membuat perencanaan perawatan sumur selanjutnya dengan lebih baik.
Dari hasil evaluasi terhadap data historis aktivitas perawatan sumur di Pertamina Operasi EP Cepu, Jawa tengah, diketahui bahwa sebagian besar sumur minyak tersebut mempunyai tipe kegagalan awal + random, dan hanya sebagian kecil saja yang mempunyai tipe kegagalan usang. Umur rata-rata sumur adalah 85 hari dengan tingkat reliabilitas 31% untuk mencapai umur tersebut. sebagian besar kegagalan disebabkan oleh kegagalan mekanikal. Berdasarkan hasil produksi dan biaya perawatannya, umur relevan sumur minyak di Cepu berkisar antara 68 s/d 160 hari dengan tingkat reliabiltasnya rata-rata 26% untuk mencapai umur tersebut.

Oil Well Work-over Analysis by Using Reliability Function ApproachA Sucker Rod Pumping Unit is one of the artificial lifting method which is widely used in Oil Companies because its technology is simple and relatively cheap. However, a Sucker Rod Pumping Unit has many moving parts that lead to mechanical failure of the unit. Mechanical failure consists of tubing failures, sucker rod failures, and subsurface pump failures. Beside that, reservoir problem, such as sand problem and scale problem, lead to reservoir failure that can stop well production. Considering the problem, the oil well work-over or oil well pulling up is needed to maintain oil well production_ The well work-over planning should be made to conduct oil well maintenance effectively and efficiently
Using historical data of oil well work-over activities, we can analyze the oil well reliability and point out the cause of oil well failure, failure type, failure rate, mean time between failure and etc. From this analysis, we will be able to make a better plan for the oil well work-over.
Evaluating the historical data of oil well work-over activities in Pertamina Cepu Field, Central of Java, we found that most of the oil wells have burn in to random failure type, and only a few of them have wear out failure type. The wells have average mean life 85 days and average reliability 31% to reach its mean life. Most of the oil well failures caused by mechanical problems. Based on their productivity and well work-over operation cost, the expected minimum life of oil wells between 68 days to 160 days; and their reliability is 26% in average to reach those minimum life.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
Tpdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>