Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82515 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bello, Petrus C.K.L.
"World Trade Organization (WTO) lebih sering dianggap oleh negara maju sebagai sistem perdagangan bebas multilateral, ternyata tidak lebih hanya sebuah perangkap perdagangan. WTO yang berisi persetujuan perjanjian perdagangan dunia yang meliputi bidang barangl goods (yang diatur dalam GATT), jasa/services (yang diatur dalam GATS), dan kepemilikan intelektual (yang diatur dalam TRIPs); ternyata lebih mengusung kepentingan negara maju ketimbang untuk kepentingan negara berkembang. Bagi Indonesia, yang keikutsertaannya dilakukan melalui ratifikasi perjanjian dalam UU No. 7 Tahun 1994, membawa konsekuensi bahwa kepentingan nasional akan terabaikan; dan hal ini dapat terbuktikan dari produk hukum nasionalnya yang dibuat demi keharusan menyesuaikan prinsip-prinsip liberalisasi sebagaimana dirumuskan dalam WTO.
Dalam bidang perbankan, prinsip-prinsip yang harus terintegrasikan dalam harmonisasi hukum nasional adalah Most Favoured Nations Treatment, National Treatment, Transparansi dan Liberalisasi Bertahap. Prinsip-prinsip ini jelas mau menggilas habis atau menggantikan faham Pancasila yang adalah faham keadilan sosial, dan berkehendak menggantikannya dengan faham neoliberalisme, faham mana adalah lebih ekstrem ketimbang faham liberalisme klasik. Dikatakan ekstrem karena neoliberalisme mau mengangkangi sejarah, dengan mengutakan bahwa manusia hanya makhluk ekonomi, bukan makhluk sosial dan politik; padahal pada paham liberalisme klasik, masih mengenal manusia sebagai makhluk sosial.
Pengaruh prinsip-prinsip ini dapat kita lihat dari perubahan peraturan yang berkaitan dengan perbankan dalam hal pendirian bank, kepemilikan saham dan tempat kedudukan dan pembukaan kantor cabang, kantor bank campuran, kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri, yang lebih condong mengabaikan kepentingan umum dan lebih mengutakan kepentingan bisnis demi pelipatgandaan modal. Hal ini memberikan gambaran nyata perbankan Indonesia telah berganti dan menyesuaikan dengan prinsip-prinsip WTO, yang didasarkan kepada ideologi neoliberalisme, dan tidak lagi dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18652
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasradi Satriawan
"Pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Marokko, naskah final yang memuat hasil-hasil Putaran Uruguay (Uruguay Round) tentang negosiasi perdagangan multilateral termasuk Perjanjian Umum di Bidang Jasa atau General Agreement on Trade in Services (GATS). GATS merupakan perjanjian payung atau Framework Agreement dan menjadi dokumen utama yang mencakup aturan main yang berlaku umum untuk semua sektor jasa.
Dalam rangka menganalisa model penyediaan jasa pada bidang asuransi, Penulis mencoba melakukan analisa hukum secara terbatas pada produk hukum tingkat Undang-Undang untuk sektor perasuransian yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU Asuransi), mengingat Indonesia telah membuka akses pasar sektor perasuransian bagi penyedia jasa asing, maka analisa atas UU Asuransi dikaitkan pula dengan komitmen Indonesia sebagaimana tercantum dalam Schedule of Specific Commitment Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T15567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliani Mukti Asih
"Tesis ini membahas mengenai penerapan komitmen Indonesia dalam melakukan liberalisasi commercial presence perbankan dan prinsip akses pasar sesuai dengan GATS dalam peraturan Bank Indonesia, keselarasan pengatural commercial presence dalam peraturan Bank Indonesia dengan komitmen Indonesia dan prinsip akses pasar dalam GATS serta memberikan masukan untuk penyempurnaan yang terkait dengan pengaturan commercial presence perbankan di Indonesia.Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian normatif yang bersifat preskriptif dengan menggunakanpendekatan kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan commercial presence perbankan dalam peraturan Bank Indonesia lebih liberal dibandngkan dengan komitmen Indonesia dalam GATS. Pengaturan commercial presence perbankan dalam peraturan Bank Indonesia telah menerapkan prinsip akses pasar sesuai ketentuan GATS sehingga peraturan telah selaras dengan pprinsip akses pasar dalam GATS. Hasil penelitian anatar lain menyarankan bahwa optimalisasi peran da kontribusi bank asing terhadap pengembangann perekonomian Indonesia perlu ditingkatkan.

This thesis discusses the application of Indonesia's commitment to the liberalization of commercial presence in banking and the principle of market access in accordance with the GAlS in the regulations of Bank Indonesia, the alignment settings of commercial banking presence in the regulations of Bank Indonesia with the commitment of Indonesia and the principle of market access in GATS as well as advise for improvements related to setting commercial banking presence in Indonesia This thesis uses the method that is prescriptive nonnative research using qualitative approaches.
Based on the research, setting commercial banking presence in the regulations of Bank Indonesia is more liberal when compared with Indonesia's commitment in the GATS so that the setti ngs are not in line with lndonesias commitment in the GATS. Settings commercial banking presence in the regulations of Bank fudonesia has adopted the principle of nmrket access aCCOiding to the provisions of GATS so that the settings have been aligned with the principles of market access in GATS. Among other results suggest that optimization of the role and contribution of foreign banks to the economic development of Indonesia should be improved."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27725
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pipin Sonjaya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas menganai Analisa Terhadap Jasa Audio Visual (Televisi)
berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia dan Ketentuan General
Agreement on Trade in Services. Pada saat ini Indonesia belum memiliki
komitmen dengan GATS dalam sektor audio visual (televisi), namun beberpa
investor asing telah berinvestasi di industri televisi nasional. Tesis ini
menggunakan kajian hukum normatif dengan tipologi penelitian presktiptif. Hasil
penelitian ini menunjukkan telah terjadi liberalisasi di industri audio visual
(televisi) di Indonesia, namun investor asing di sektor audio visual (televisi) tidak
melanggar ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2002 Tetang Penyiaran. Saran untuk penelitian ini adalah apabila Indonesia akan
berkomitmen dengan GATS dalam sektor audio visual sebaiknya belajar dari
negara-negara yang telah berkomitmen dengan GATS dalam sektor jasa televisi.
Pemerintah Indonesia dapat membuat pembatasan-pembatasan mengenai
kepemilikan modal asing di dalam SoC yang diterdapat dalam ketentuan GATS

Abstract
The Focus of this thesis is about Analysis of Audio Visual Services (Television)
based on Indonesia Act and Provision of General Agreement on Trade in
Services. At present Indonesia has not committed to the GATS in the audiovisual
sector (television), but some foreign investors have invested in the national
television industry. This thesis uses a typology of normative legal analysis
prescriptive research. These results indicate there has been a liberalization in the
audiovisual industry (television) in Indonesia, but foreign investors in the sectors
of audio-visual (television) does not violate the provisions contained on the Act
Number 32 Year 2002 about Broadcasting. Suggestions for this study is the
Government of Indonesia should learn from countries that have been committed
with the GATS in the service sector television. Indonesian Government can make
borders for foreign investment on SoC in Provision of GATS"
2012
T31545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Nenny Ekawaty
"lkut sertanya Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan turut serta menandatangani Perjanjian Multilateral General Agreement on Tarrif and Trade/GATT Putaran Uruguay 1994, serta meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, mengakibatkan Indonesia harus membentuk dan menyempurnakan hukum nasionalnya serta terikat dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak Milik Intelektual (HMI) yang diatur dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Sebagai konsekuensi dari ratifikasi Undang-Undang No. 7 Tahun 1994, Indonesia telah menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang HMI,salah satunya adalah Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.
Desain industri merupakan salah satu landasan dasar dalam pembangunan ekonomi Indonesia karena desain industri mempunyai pecan besar dalam menciptakan suatu produk unggulan Indonesia bail( dalam lingkup perdagangan domestik maupun intemasional.
Berkaitan dengan masalah tersebut di atas, maka identitikasi masalah dalam tesis ini adalah :
1. Apa latar belakang pengaturan Hak Atas kekayaan Intelektual/HAKI khususnya hak desain industri dalam perjanjian intemasional World Trade Organization /WTO?
2. Bagaimana kewajiban-kewajiban negara anggota perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights/TRIPs untuk untuk mentransformasikan ketentuan-ketentuan perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)atau World Trade Organization (WTO) di bidang desain industri ke dalam hukum nasional di Indonesia?
3. Bagaimana penegakan hukum Undang-Undang No.31 tahun 2000 tentang desain industri,hambatan dan usaha pemerintah Indonesia dalampelaksanaan mengenai Hak Atas kekayaan Intelektua/HAKI khususnya hak desain industri ?
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dalam rangka memenuhi tuntutan TRIPs, Pemerintah Indonesia harus membuat peraturan pelaksana dan melakukan sosialisasi serta bekeijasama dengan masyarakat dalam rangka penegakan hukum dan mengatasi hambatan pelaksanaan adalah Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Suhana Somawidjaya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai konsep keamanan nasional (National Security) dalam kerangka liberalisasi perdagangan World Trade Organization yang diadopsi dalam Pasal XXI General Agreement On Tariffs And Trade dan Pasal XIV bis General Agreement On Trade Of Services, serta bagaimana konsep tersebut dapat mempengaruhi proses liberalisasi perdagangan yang bersifat hambatan terhadap liberalisasi perdagangan itu sendiri, dan bagaimana konsep tersebut menyebabkan pencapaian tujuan World Trade Organization yaitu kesejahteraan tidak akan tercapai sehingga aturan-aturan GATT dan GATS menjadi sia-sia dalam praktiknya

ABSTRACT
This thesis discusess the analysis of National Security concept in related to the trade liberalization framework on World Trade Organization (WTO) adopted by it rules in Article XXI General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) and Article XIV bis General Agreement on Trade in Services, studying how the concept affected the trade liberalization as an obstacle for trade liberalization itself, and how the concept doesn't support for reaching prosperity for all WTO members which is it?s a main purpose of World Trade Organization"
2016
T45601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Kurnia Putra
"Kerangka liberalisasi perdagangan komoditi pertanian dalam konteks World Trade Organization (WTO) tertuang dalam Perjanjian Umum Bidang Pertanian atau Agreement on Agriculture (AOA). AOA adalah salah satu perjanjian internasional WTO yang dihasilkan melalui serangkaian perundingan dalam Putaran Uruguay dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Perjanjian ini diberlakukan bersamaan dengan berdirinya WTO pada tanggal 1 Januari 1995 yang terdiri atas 13 bagian dengan 21 Pasal yang dilengkapi dengan 5 Pasal Tambahan (Annex) dan satu lampiran untuk Annex ke-5. Adapun AoA memiliki tiga pilar utama yaitu perluasan akses pasar, dukungan domestik serta subsidi ekspor. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Indonesia telah meratifikasi ketentuan-ketentuan WTO dimana WTO mewajibkan negara-negara anggotanya untuk menyesuaikan aturan-aturan yang termuat dalam Annex WTO. Salah satunya adalah aturan-aturan kebijakan pangan Indonesia yaitu melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan.

Framework of agricultural trade liberalization in the context of World Trade Organization (WTO) General Agreement set out in the field of Agriculture or the Agreement on Agriculture (AOA). AOA is one of the international treaties that are generated through a series of WTO negotiations in the Uruguay Round of General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Pact is applied simultaneously with the establishment of the WTO on January 1, 1995 which contained 13 parts and 21 Articles which is equipped with 5 Annex and an appendix to the Annex 5. The AoA has three main pillars, namely the expansion of market access, domestic support and export subsidies. Through Law No. 7 of 1994, Indonesia has ratified the WTO provisions which obliges WTO member states to adapt the rules contained in Annex WTO. One of them is the rules of the food policy Indonesia through Law No. 7 of 1996 concerning Food and Government Regulation No. 68 of 2002 on Food Security."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30386
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Salma Barlinti
"World Trade Organization merupakan organisasi perdagangan internasional yang mengatur perdagangan internasional yang berdasarkan pada sistem liberalisme untuk mewujudkan perdagangan bebas. Organisasi yang terbentuk pada tahun 1994 ini adalah organisasi penerus General Agreement on Tariffs and Trade yang sebelumnya menjadi organisasi interim. Islam sebagai agama yang memiliki ajaran yang sempurna tidak luput dari ketentuan perdagangan.
Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam hukum Islam meliputi prinsip Ilahiah, keadilan, kejujuran, kebebasan yang terbatas, antharadin, persamaan, dan halal dan bermanfaat. Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO terdiri dari most-favoured nation treatment, national treatment, reciprocity, freer trade, fair competition, special and differential treatment, dan transperancy. Dengan meninjau prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO dari perspektif hukum Islam, terdapat prinsip-prinsip hukum yang sesuai dan bertentangan, serta terdapat pula prinsip-prinsip hukum yang tidak diatur di dalam ketentuan WTO.
Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO yang sesuai dengan ketentuan syari'ah adalah national treatment, freer tradef fair competition, special and differential treatment, dan transperancy. Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, dan kejujuran dalam ketentuan syari'ah. Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO yang bertentangan dengan ketentuan syari'ah adalah most-favoured nation treatment, reciprocity, dan freer trade. Prinsip-prinsip tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, antharadin, dan kebebasan yang terbatas, prinsip-prinsip hukum perdagangan yang tidak diatur dalam ketentuan WTO adalah prinsip ilahiah, halal dan bermanfaat, dan antharadin."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T36439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Kusmana
"Angkutan udara merupakan salah satu sumber yang bisa digali sebagai sumber pendapatan. Oleh karena itu pemanfaatannya harus selalu diperhatikan sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara luas. Sebagai sumber pendapatan, angkutan udara harus pula diatur dalam berbagai ketentuan hukum yang berlaku baik secara nasional maupun internasional. Ketentuan ini nantinya akan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam membuat suatu perjanjian.
Perjanjian angkutan udara internasional kebanyakan mengacu kepada ketentuan teknis dan operasional saja sehingga lebih bersifat bilateral. Indonesia dalam hal ini selalu mengacu pada perjanjian bilateral sehingga terdapat beberapa pasal yang isinya berbeda antara satu negara dengan negara yang lainnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perjanjian tersebut mengakibatkan terjadinya arus barang, orang dan pos sehingga memberikan peluang terhadap timbulnya komersialisasi bidang baru yang sebelumnya tidak terfikirkan.
Pertukaran tersebut mengakibatkan terjadinya suatu perdagangan dan lintas batas orang sehingga harus pula diatur ketentuannya sehingga tidak merugikan.
Salah satu ketentuan tersebut tercantum dalam GATS yang merupakan implementasi secara terurai dari GATT (yang sekarang bernama WTO). Dimana dalam lampiran tambahannya memuat ketentuan bidang jasa angkutan udara.
Indonesia dalam hal ini telah meratifikasi pembentukan WTO tersebut dalam bentuk Perundang-undangan sehingga ketentuan yang ada sudah merupakan produk hukum yang harus dilaksanakan.
Oleh karena itu Indonesia harus pula tunduk dan wajib mengikuti ketentuan yang ada dalam GATS tersebut meskipun saat masih merupakan wacana yang harus dipersiapkan. Antisipasi mengenai masalah ini sebenarnya sudah tertuang dalam produk Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri terkait.
Akan tetapi hal tersebut masih terasa kurang dalam prakteknya karena seringkali terbentur dengan ketentuan perundang-undang lainnya sehingga harus merupakan kebijakan lintas sektoral yang tidak saling bertabrakan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paskaria Tombi
"ABSTRAK
Dalam era globalisasi, negara dalam melakukan suatu tindakan terkait legislasi nasionalnya, haruslah berdasarkan prinsip non diskriminasi dan dilakukan secara transparansi. Dalam kaitannya dengan kesehatan keamanan dan keselamatan manusia, hewan dan tumbuhan, setiap negara anggota World Trade Organization (WTO) harus mendasarkan aturannya pada Annex IA dari Ketentuan WTO yaitu pada the Agreement on Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS Agreement). Agar suatu negara tidak menggunakan SPS Agreement secara serta merta menjadi proteksi terselubung dalam perdagangan, maka ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi dalam rangka penerapan SPS Agreement tersebut. Kebijakan Indonesia terkait dengan importasi buah-buahan segar adalah dengan menutup satu pintu utama yaitu Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dengan alasan demi keselamatan keamanan dan kesehatan manusia hewan dan tumbuhan dan mengalirkan alur impor buah-buahan segar melalui pintu-pintu masuk lainnya sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/OT.140/6/2012. Namun ada pengecualian yang diperbolehkan untuk negara-negara tertentu yang masih bisa melewati Pelabuhan Tanjung Priok yaitu terhadap negara yang oleh Indonesia telah diakui sebagai negara bebas dari lalat buah (fruit-flies pest free area) dan negara yang diakui sistem keamanan pangannya (food safety system). Melalui pendekatan yuris normatif terhadap data-data sekunder yang ada, penelitian ini akan menganalisis secara deskritif kebijakan impor buah Indonesia yang melarang pemasukan mealui pelabuhan Tanjung Priok dengan mengkaitkannya pada pemberian status daerah bebas lalat buah oleh Indonesia apakah aturan yang dibuat sudah dilakukan sejalan dengan standar internasional yang diwajibkan oleh SPS Agreement serta apakah pemberian status daerah bebas lalat buah tersebut telah dilakukan dengan adil dan tanpa diskriminasi.

ABSTRACT
In the era of globalisation, a country member in regard to its national legislations, should comply with the non-discrimination and transparency principles as regulated by World Trade Organization (WTO). In relation to protect human, animal or plant life or health, each of WTO member has to rely its regulation on Annex IA from WTO rules namely the Agreement on Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement). So as this agreement shall not be used as a means of arbitrary further to be a dusguised restriction, there are few principles that have to be complied as to implement the SPS Agreement. Indonesia policy regarding the importation of fresh fruits regulates to shut one eminent entry that is Tanjung Priok Port based on the reason to protect human, animal or plant life or health and draw off the fresh fruits importation through other entry of points as stipulated by the Agricultural Ministerial Decree No.42/Permentan/OT.140/06/12/2012. Nonetheless, there are exceptions that allows specific countries to get through the Tanjung Priok Port, namely a reason for this country because it has gained a recognition from Indonesia government of fruit flies pest free area status and a country who has been recognized for its food safety system. Through literature study of normative approach based on secondary data, this research will describe an analysis of Indonesia import policy that limited the importation through Tanjung Priok port which based on the ?fruit flies pest free area? granting status issued by Indonesian Ministry of Agriculture whether such procedures has been complied to the international standards as obliged in SPS Agreement, further whether this fruit flies pest free area granting status has been given in fairly manner and without discrimination."
2013
T32665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>