Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171970 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yati Sudiharti
"Pemberlakuan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonom telah mengawali asas desentraslisasi. Sebagai konsekuensi dari diimpiementasikannya kebijakan desentralisasi I otonomi daerah tersebut sejak tahun 2000, secara umum telah terjadi perubahan ditandai dengan pemberian sejumlah kewenangan yang dulunya ditangani oleh pemerintah pusat menjadi berkurang dan berpindah kepada pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan perundang - undangan tersebut sejak bulan Juni tahun 2002 Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi. Walaupun sudah berjalan selama dua tahun, namun penyelenggaraan pelayanan tersebut belum berjalan optimal. Berangkat dari keingintahuan " kenapa belum berjalan optimal ", maka dilakukan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara langsung kepada pejabat terkait, studi literatur serta data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan pada implementasi kewenangan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar ini adalah masih terdapatnya ketidak jelasan kewenangan yang diberikan, adanya tumpang tindih kewenangan dalam penanganan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar baik secara vertikal antar level pemerintah (Dinas dengan Balai Konservasi Sumber Dalam Alam) maupun secara horizontal antara Dinas dengan Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan provindi DKI Jakarta itu sendiri, sehingga memungkinkan adanya interpretasi ganda antara provinsi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi DKI Jakarta. Faktor struktur organisasi belum mampu mendukung kinerja organisasi secara optimal. Faktor kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, tidak mencukupi untuk mengelola kapasitas kerja yang bertanggung jawab dalam memberikan jasa pelayanan kepada para pengusaha tumbuhan dan satwa liar, baik di kantor maupun untuk di lapangan.
Beberapa implikasi dari hasil penelitian ini antara lain perlu adanya konfirmasi dari pemerintah pusat untuk kejelasan pembagian kewenangan dalam PP 25 tahun 2000 dan pembuatan standar pelayanan yang jelas dan rinci; segera melakukan klarifikasi kepada Menteri Kehutanan, berkenan dengan terbitnya Keputusan Menteri (Kepmen) No. 447 tahun 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar yang tidak dilindungi. Menteri Kehutanan atau Departemen Kehutanan harus memberikan penjelasan kepada provindi karena keputusan menteri (Kepmen) tersebut seolah mencabut PP 25 tahun 2000; Pemerintah Daerah harus segera menyusun Peraturan Daerah (PERDA) pengelolaan tumbuhan dan satwa liar. Struktur organsiasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta sebaiknya di evaluasi kembali I dibenahi kembali secara matang melalui aktivitas peningkatan mekanisme kerja yang ada sehingga unit-unit organisasi mampu berfungsi secara optimal sesuai dengan tugas pokoknya, terutama mengenai Polisi Hutan (Polhut) dan penyuluh yang berada di kantor maupun di lapangan.

Determining of Regulation No. 22 year 1999 about Local Regulation and Government Regulation No. 25 year 2000 about Government Authority and Province as Autonomy Region have early ground of decentralization. As consequence of its implementation of regional decentralization 1 autonomy policy since year 2000, in generally there is alteration marked by a number of authority which is before handled by Central Government will become decrease and change to Local Government. Base to that Role and regulation then since June 2002, the Agriculture and Forestry Agency of Province DKI Jakarta carry out licensing service of plants and wild animal, which do not protect. Although it run for two year, but management service is not optimal. In Accordance to recognize "why is not yet an optimal", then it's conducted by research. This research is use qualitative research method with data collecting technique by direct interview to related officer, study literature and also secondary data.
The Result of research indicate that problems at implementation authority of licensing service of plants and wild animal is still overlapping and unclear in determining of authority, there is overlapping in handling of authority licensing service of plants and wild animal in accordance to vertical between governmental level (Agency and Bureau of Natural Resource Conservation) and also with horizontal between Agency and SubAgency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta province itself, so that enable to occurring of double interpretation between Province and Bureau of Natural Resource Conservation of DKI Jakarta Province. Organizational Structure factor not yet to support organizational performance as optimally. Abilities factors of Human Resource (HR) is still lower, less to support and manage of job capacities in charge to give services to all entrepreneurs of plants and wild animal, either in office or the in the field.
Some implication from result of this research is needing the existence of confirmation of Central Government for clarify of the division authority in Government Regulation No. 25 year 2000 and setup standard service as by clear and detail, and immediately, its clarify to Ministry of Forestry, in accordance to the publication of the Ministerial Decree (Kepmen) No. 447 year 2003 about Arranging Effort in take or catch and circulation of Plants and Wild Animals which do not protect. Ministry of Forestry or Department Forestry have to give clarification to province because ministerial decree (Kepmen) likely cancel to Government Regulation No. 25 year 2000; Local Government have to immediately compile by Regional Law (PERDA) about management of plants and wild animal. Organization Structure on the Agency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta Province, its better to evaluate 1 re corrected by maturely through activity in increasing of existing job mechanism so that organizational units to function by optimal in according to duty essence, especially regarding to Forestry Police (Polhut) and Forestry Trainer in the office and also in the field.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Fatmanto
"Dewasa ini belum tersusun standar kualitas pelayanan minimal (yang Baku) di Dinas-divas Pemerintahan Daerah. Kenyataan ini memacu penelaahan peningkatan kinerja pelayanan instansi Pemerintah Daerah. Sampai dengan saat ini UPT Pusat Perkayuan dalam kegiatan pembinaan dan pelayanan kepada masyarakat belum dikombinasikan dengan mutu teknologi yang tepat, kesederhanaan birokrasi, kerapihan dokumentasi dan tenaga ahii yang terampil, sehinga dapat beroperasi secara optimal. Agar UPT Pusat Perkayuan dapat berhasil dalam mengemban tugas pokoknya dalam pembinaan dan pelayanan terhadap masyarakat, maka perlu diketahui persepsi pelanggan tentang kualitas pelayanan pada UPT Pusat Perkayuan Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta yang diharapkan dapat mangantisipasi permasalahan-permasalahan dan aspek lainnya yang sesuai dengan perkembangan saat ini dan kondisi usaha perkayuan pada masa yang akan datang. Untuk mengukur kualitas pelayanan digunakan metode servqual (Zeithaml, 1990:175) berupa 22 pernyataan yang terdiri dari variabel-variabel : tangibility (wujud penampilan), reliability (kehandalan), responsiveness (daya tanggap), Assurance (keyakinan alas pelayanan), empathy (kepedulian). Pelayanan prima atau pelayanan berkualitas identik dengan service quality. Service quality dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan atas pelayanan yang nyata-nyata diterimaldiperoleh (perceived service) dengan pelayanan yang diharapkan (expected service). Dalam penelitian ini penghitungan tingkat kepuasan dilakukan dengan dua cara, yaitu Penghitungan tingkat kepuasan dengan menggunakan analisis gap dan Penghitungan tingkat kepuasan menggunakan persentase (%). Kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, yang paling tinggi terdapat pada dimensi Assurance terutama pada pengetahuan (Knowledge) petugas layanan dan yang paling rendah adalah pada dimensi Tangible didukung oleh tingginya tingkat kepuasan antara fasilitas fisik dengan jenis layanan yang disampaikan. Agar tujuan UPT Pusat Perkayuan dapat tercapai, maka manajemen UPT Pusat Perkayuan disarankan agar segera meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara terencana, bertahap dan berkesinambungan, pembenahan sumber daya manusia agar menghasilkan SDM yang berkualitas dan berdisiplin tinggi. Disarankan pula agar memperhatikan perkembangan teknologi terbaru, serta dilakukan perbaikan dan peremajaan mesin yang sudah tua/rusak dan disusun program pemeliharaan dan perawatan mesin secara berkala dan sistematis.

Nowadays there is no standard of minimum service quality in the provincial government service offices. This fact accelerates study of service performance improvement in the provincial government institutions. Until now the Technical Implementation Unit of Logging Center in its extension programs and ifs service activities to the society have not yet combined with the accurate technological quality, simplicity of bureaucracy. well-documented tiles and skilled experts in order to be able to operate optimally. To succeed in implementing its main tasks, i.e. extension programs and public service provisions, the Technical Implementation Unit of Logging Center in Agriculture and Forestry Service Office in the Special Territory of the Capital City of Jakarta needs to know the customers' perceptions about its service quality. With this knowledge it is expected to be able to anticipate problems and other aspects in accordance with the progress and logging business conditions in the future. To measure the service quality the writer uses SERVQUAL method (Zeithmal, 1990:175) in a form of statements consisting of such variables as tangibility, reliability, responsiveness, assurance. emphaty. The service quality is identical with service excellence. The service quality can be identified by way of comparing customers' perception over perceived service and expected service. In this research the calculation of satisfactory level is conducted in two ways. that is. the calculation of satisfactory level using gap analysis and the calculation of satisfactory level using percentage. The highest score of the gap between expectation and reality is in assurance dimension especially in the knowledge of the service provider officials and the lowest one is in tangible dimension supported by high rates of satisfactory level between physical facilities and the types of services provided in order to accomplish the objective of the Technical Implementation Unit of Logging Center, it is suggested that the management should improve the human resources quality in a planned, gradual and continuous manner. In other words, the human resources development can create qualified and disciplined human resources. It is also recommended to keep up with the advancement of technology by repairing damage machines and replacing the old ones and designing maintenance mechanism periodically and systematically."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunisa
"Perdagangan satwa liar yang dilindungi di DKI Jakarta merupakan bentuk dari wildlife crime yang akan berdampak pada manusia itu sendiri. Meskipun upaya penanganan telah dilakukan, namun pada kenyataannya kejahatan tersebut masih marak terjadi. Menggunakan pendekatan routine activity theory yang memiliki kerangka analisis segitiga kejahatan (crime triangle analysis) dapat menjelaskan mengapa penanganan kejahatan telah gagal untuk diterapkan, dengan melakukan peninjauan terhadap kinerja aktor pengendali (guardian, handler, manager). Hasil dari peninjauan tersebut menjelaskan bahwa kegagalan disebabkan oleh rendahnya komitmen dan kemampuan dari aktor pengendali kejahatan. Kemudian, kegagalan tersebut dapat ditangani dengan menghadiran super controllers atau elemen yang dapat mempengaruhi kinerja aktor pengendali kejahatan. Terkait bentuk pengaruhnya terhadap aktor pengendali, super controller terbagi menjadi sepuluh tipe yang dikelompokan dalam tiga kategori besar. Maka dari itu, penulisan ini diakhiri dengan pembahasan tentang implikasi pentingnya meninjau pemilihan tipe super controller yang akan digunakan dalam suatu penanganan kejahatan.

The trade of protected wildlife in DKI Jakarta is a form of wildlife crime which will have an impact on humans themselves. Even though efforts have been made to deal with it, in reality these crimes are still often occur. Using a routine activity theory approach that has a crime triangle analysis framework can explain why crime handling has failed to be implemented by conducting a review of the performance of controlling actors (guardian, handler, manager). The results of the review explained that the failure was caused by the low commitment and ability of the crime controlling actors. Then, these failures can be handled by introducing super controllers or elements that can affect the performance of the controlling crime actor. Regarding the shape of its influence on controlling actors, super controllers are divided into ten types which are grouped into three broad categories. Therefore, this thesis ends with a discussion of the implications of the importance of reviewing the selection of the type of super controller that will be used in a crime handling"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Shinta Mustika
"Penelitian ini membahas peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam upaya untuk menggurangi perdagangan ilegal. Permasalahan pelaksanaan kebijakan UU No.5 Tahun 1990 yang tidak jalan karena ringannya hukum di berlakukan serta pengawasasan oleh polhut yang tidak efektif karena terbatasnya SDM Polhut. Penelitian ini Post-positivis yang mengkaitkan hasil penelitiannya dengan teori Bell dan McGillivary peran pemerintah sebagai Administrative Regulation, Anticipatory Continuing Controls, Planning Prevention, dan Protecting Nature. Dari keempat dimensi belum berjalan dengan baik karena masih ada kendala dan kebijakan dasar sedang direvisi maka pemerintah menerapkan sistem multidoor untuk memberatkan sanksi yang diberikan dan bekerjasama dengan MMP, penyidik PNS, WCS dan WWF.Kata Kunci: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peran Pemerintah, Perdagangan, ilegal satwa liar.

This undergraduate thesis discussesd the role of the Ministry of Environment and Forestry from the efforts made in tackling illegal trade in protected wildlife. The problem is implementation policy of law No.5 of 1990 not appropriate with procedure as casually given minor offences, monitoring is also less effective due to a number of forest ranger in addition. This Post positivis research which related result of the research and theory of Bell and McGillivary on the role of the Government as the Administrative Regulation, Anticipatory Continuing Controls, Planning Prevention and Protecting Nature. The four dimenstion are not well on of this research that Law is being revised so the government implements multidoor system to burden the sanction and cooperate with MMP, PPNS, WCS, WWF."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Rianto Budi Hartono
"Pada saat krisis sektor agribisnis justru masih tetap eksist, yang terus berkembang dan masih mampu menyumbang devisa dengan nilai eksport sebesar US $ 13 milliar Nilai eksport anggrek secara keseluruhan selama lima tahun terakhir dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 mengalami pasang surut, yaitu kalau pada tahun 1997 sebesar US $ 38,3 ribu meningkat menjadi US $ 2,95 juta pada tahun 1999. Namun pada tahun 2000 justru mengalami penurunan hingga hanya sebesar US $ 1,1 juta, tetapi hal itu hanya berlangsung sesaat dan kembali mengalami kenaikan sebesar US $1,4 juta pada tahun 2001 (Departemen Pertanian, 2002).
Agribisnis bunga khususnya anggrek merupakan salah satu komoditi yang sangat potensial untuk ditumbuhkembangkan khususnya di kota-kota besar di Indonesia karena selain memiliki spesies terlengkap, unggul juga terbesar di dunia, dari seluruh jenis anggrek bulan yang ada 65 % di antaranya berasal dan asli dari Indonesia (Haryani & Bambang Sayaka, 1991), 40 % anggrek jenis Cattleya dan 80 % anggrek jenis Dendrobium terdapat di Indonesia (Supramana & Gede Suatika, 1995). Di samping itu pengusahaan agribisnis anggrek masih dapat dilakukan pada lahan-lahan yang terbatas luasnya. Oleh karena itu komoditas anggrek merupakan salah satu produk unggulan yang menjadi prioritas utama untuk dapat ditumbuhkembangkan di Propinsi DKI Jakarta.
Pengembangan agribisnis anggrek, jika dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan akan dapat menjadi komoditas andalan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta meningkatkan penerimaan pendapatan daerah. Untuk itu diperlukan adanya upaya untuk mengidentifikasikan suatu subsistem agribisnis anggrek yang terbaik untuk dikembangkan di kota-kota besar khususnya di DKI Jakarta sehingga akan mampu tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan sektor industri. Salah satu langkah awal yang nyata dapat dilakukan dengan Cara mengidentifikasikan karakteristik dari agribisnis anggrek. Sehingga nantinya akan dapat diperoleh suatu karakter berdasarkan atas besar kecilnya usaha dalam setiap sub sistem agribisnis anggrek yang paling besar potensinya untuk dapat dikembangkan di Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi karakteristik secara umum agribisnis anggrek di Propinsi DKI Jakarta, kemudian dilakukan pengidentifikasian kondisi agribisnis anggrek berdasarkan aspek-aspek keuangannya. Selain itu dilakukan pula pengidentiftasian kebutuhan layanan yang diperlukan para pengusaha agribisnis anggrek serta menelaah peranan Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dalam rangka mengembangkan usahanya.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif, dengan menggunakan analisis kluster untuk mengidentifikasikan dari setiap karakter agribisnis yang ada di Propinsi DKI Jakarta. Dari hasil pengidentifikasien tersebut, maka untuk mengetahui penyebab perbedaan antara masing-masing karakter tersebut dilanjutkan dengan analisis diskriminan (Multiple Discriminant Analysis Method) Sistem pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling dengan sistem proporsional. Dimana penelitian dilakukan di tiga wilayah, yaitu wilayah barat, selatan dan timur, dari masing masing wilayah diambil sampel secara proporsional sebesar 25 % dari total populasi yang ada di tiap wilayah. Sehingga masing-masing sampel yang diambil di Wilayah Jakarta Barat sebanyak 40 sampel, Jakarta Selatan 46 sampel dan Jakarta Timur sebanyak 44 sampel.
Dari serangkaian penelitian diperoleh temuan bahwa pertama ; Agribisnis anggrek di wilayah Propinsi DKI Jakarta terbagi dalam empat subsistem, yakni subsistem penyedaan bibit tanaman, subsistem tanaman pot, subsistem bunga potong serta subsistem jasa pemasaran. Dan keempat subsistem ini masing-masing diperoleh tiga kelompok besar, yaitu kelompok agribisnis yang belum mampu berkembang, kelompok agribisnis yang bare berkembang dan kelompok agribisnis maju.;1) Wilayah Jakarta Barat : a) Agribisnis yang belum mampu berkembang sebanyak 67,5 %, b) Agribisnis yang baru berkembang sebanyak 10 %, c) Agribisnis yang telah maju sebanyak 22,5 %, 2) Wilayah Jakarta Selatan : a) Agribisnis yang belum mampu berkembang sebanyak 58,7 %, b) Agribisnis yang baru berkembang sebanyak 21,7 %, c) Agribisnis yang telah maju sebanyak 19,6 %, 3) Wilayah Jakarta Timur ; a) Agribisnis yang belum mampu berkembang sebanyak 75 %, b) Agribisnis yang baru berkembang sebanyak 15,9 %, c) Agribisnis yang telah maju sebanyak 9,1 %. Kedua ; dengan menggunakan analisis diskriminan temyata dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap tiap-tiap kelompok adalah, a) Aspek tenaga kerja ; jumlah tenaga kerja, b) Aspek produksi ; luas lahan usaha, c) Aspek Keuangan ; biaya total, total penerimaan, biaya variabel, tingkat keuntungan, RIC ratio, reinvestasi labs, d) Aspek pemasaran ; kemampuan meningkatkan daya saing produk, e) Aspek pengembangan usaha; kondisi modal kerja. Ketiga ; berdasarkan atas temuan di lapangan dan karaktenstik dari setiap tahapan pengembangan agribisnis maka pengembangan agribisnis anggrek di Propinsi DKI Jakarta sebaiknya lebih diprioritaskan pada subsistem penyedaan bibit, tanaman pot dan jasa perdagangan mengingat berbagai permasalahan yang ada di tiap-tiap subsistem. Untuk itu diperlukan adanya sentra-sentra pemasaran baik berupa pasar bunga maupun tempat pelelangan khusus bunga. Selanjutnya untuk mengatasi permasalahan aspek keuangan khususnya dalam hal kesulitan akses ke lembaga keuangan formal (Bank) maka diperlukan adanya lembaga keuangan mikro (micro-financing) mengingat karakter dari usaha agribisnis ini sangat,berbeda dengan usaha lain, baik dalam hal kepastian usaha maupun tingkat resiko yang dihadapi.
Dalam hal struktur organisasi maka peranan Dinas Pertanian dan Kehutanan sudah cukup baik, tetapi di sisi lain jika dilihat dari segi program kerja dan alokasi anggaran maka peranan dinas belum mampu menyentuh langsung pada masyarakat bisnis, sehingga keberadaannya kurang dapat dirasakan oleh masyarakat agribisnis anggrek.
Peranan Dinas Pertanian dan Kehutanan perlu ditingkatkan lagi baik dari segi program kerja maupun pengalokasian anggaran yang ada, sehingga mampu mendorong perkembangan agribisnis anggrek di wilayah Propinsi DKI Jakarta. Dengan demikian secara tidak langsung juga akan memperbaiki struktur ekonomi mikro dan akan meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Adrianie Bachtiar
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis risiko penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan di Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan oleh Dinas Penanaman Modal dan PTSP Prov. DKI Jakart dengan menerapkan ilmu mengenai manajemen risiko dan mengaplikasikan penilaian risiko yang digunakan pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Penelitian ini adalah penelitian studi kasus dan merupakan penelitian deskriptif, dengan desain penelitian kualitatif kuantitatif yang terpisah. Wawancara, pengamatan, studi kepustakaan dan survei digunakan untuk mengumpulkan data, dan menggunakan fishbone analisis sebagai metode analisis. Hasil penelitian adalah identifikasi risiko, penilaian risiko dan usulan tindakan mitigasi risiko pelayanan perizinan dan non perizinan pada Dinas Penanaman Modal dan PTSP Prov. DKI Jakarta.

ABSTRACT
This thesis analyzes the risk of licensing and non licensing services in DKI Jakarta Province organized by the Agency of Investment and One Stop Integrated Service DKI Jakarta Province by applying knowledge on risk management and applying risk assessments used at the Financial and Development Supervisory Board. This research is case study research and is a descriptive research, with separate quantitative qualitative research design. Interviews, observations, literature and survey studies are used to collect data, and use fishbone analysis as a method of analysis. The results of the research are risk identification, risk assessment and risk mitigation action proposal of licensing service and non licensing at Dinas Penanaman Modal and PTSP Prov. DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Badri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kualitas pelayanan perizinan, nonperizinan, dan instansi di Mal Pelayanan Publik DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan lima dimensi Service Quality oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1985), yaitu dimensi Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Empathy. Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif, yaitu survei, wawancara mendalam, observasi peneliti, dan studi kepustakaan. Survei dilakukan secara offline di gedung MPP DKI Jakarta dan online melalui platform Google Form dengan total responden sebanyak 150 responden. Selain itu, juga dilakukan wawancara mendalam dengan beberapa pihak yang berkaitan dengan DPMPTSP DKI Jakarta, pengguna layanan di MPP DKI Jakarta, petugas frontliner di MPP DKI Jakarta, dan akademisi bidang pelayanan publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan perizinan, nonperizinan, dan instansi di Mal Pelayanan Publik DKI Jakarta sudah baik, yaitu sebesar 84,7% dengan Tangible sebagai dimensi yang mendapat kategori tertinggi (84%) dan Responsiveness memiliki angka terendah (76%). Berdasarkan hasil penelitian, maka masih diperlukan perbaikan-perbaikan dalam kualitas pelayanan perizinan, nonperizinan, dan instansi di Mal Pelayanan Publik DKI Jakarta oleh berbagai pihak terutama DPMPTSP DKI Jakarta sebagai penyelenggara layanan.

This study aims to measure the quality of licensing, non-licensing, and agency service at Public Service Malls in DKI Jakarta. This study used five dimensions of Service Quality by Zeithaml, Berry and Parasuraman (1985), namely the dimensions of Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance, and Empathy. Researchers use quantitative approaches with quantitative and qualitative data collection techniques, namely surveys, in-depth interviews, simple observations of researchers, and literature studies. The survey was conducted offline at the MPP DKI Jakarta building and online through the Google Form platform with a total of 150 respondents. In addition, in-depth interviews were also conducted with several parties related to DPMPTSP DKI Jakarta, service users at MPP DKI Jakarta, frontliners at MPP DKI Jakarta, and academics in the field of public services. The results showed that the quality of licensing, non-licensing, and agency service at Public Service Malls in DKI Jakarta was good, which was 84.7% with Tangible as the dimension that received the highest category (84%) and Responsiveness had the lowest number (76%). Based on the results of the research, improvements are still needed in the quality of licensing, non-licensing, and agency service at Public Service Malls in DKI Jakarta by various parties, especially DPMPTSP DKI Jakarta as a service provider."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Novita
"Permasalahan pelayanan perizinan pemakaman di DKI Jakarta yang carut marut dikarenakan keterbatasan lahan pemakaman,  sarat akan praktik pungli,  percaloan dan  petak makam fiktif membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pertamanan dan Pemakaman mengimplementasikan e-government dengan membangun sistem pelayanan perizinan pemakaman online. Menggunakan pendekatan postpositivism dan metode kulaitatif, penelitian ini menjawab bagaimana implementasi e-government dalam pelayanan perizinan pemakaman online di Provinsi DKI Jakarta dan menganalisis berbagai faktor yang dapat menghambat implementasi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi e-government dalam pelayanan perizinan pemakaman online di DKI Jakarta belum dapat dikatakan berjalan dengan efektif dan efisien dalam hal pemberian layanan publik dan prosesnya masih melalui beberapa pintu karena pemberian rekomendasi teknis dari TPU masih dilayanani secara manual meskipun data pemakaman sudah online dan terintegrasi. Selain itu, implementasi pelayanan perizinan pemakaman online menghadapi beberapa tantangan dari aspek teknis, sosial, dan pembiayaan, karena  ketersediaan komputer dan jaringan di TPU dengan luas lahan yang kecil belum memadai, kurangnya akses informasi mengenai pelayanan perizinan pemakaman online masih terdapat kendala baik dalam pengadaan hardware, pengembangan sistem dan juga anggaran untuk pendidikan dan pelatihan.

The problem of funeral licensing services in DKI Jakarta is chaotic due to the limitation of burial land, full of extortion practices, brokering and fictitious tomb plots that make the DKI Jakarta Provincial Government through the Parks and Funeral Service implement e-government by developing an online funeral licensing service system. Using the postpositivism approach and the qualitative method, this study answers how the implementation of e-government in online funeral licensing services in DKI Jakarta Province and analyzed various factors that could hinder the implementation. The results show that the implementation of e-government in online funeral licensing services in DKI Jakarta cannot be said to be effective and efficient in terms of providing public services and the process is still through a number of doors because the technical recommendations from TPU are still manually serviced despite burial data already online and integrated. In addition, the implementation of online funeral licensing services faces several challenges from the technical, social, and financing aspects, because the availability of computers and networks in TPU with small land area is inadequate, lack of access to information regarding online funeral licensing services is still a problem in the procurement of hardware, system development and also the budget for education and training."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T52554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Okie Bismakuncara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program Izin Mendirikan Bangunan dengan jasa arsitek gratis. Penelitian menggunakan pendekatan post-positivism dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam dan literatur, dalam melakukan evaluasi program
penulis menggunakan model evaluasi CIPP D.L. Stufflebeam. Izin Mendirikan Bangunan merupakan dokumen yang wajib dimiliki bagi setiap individu maupun badan hukum yang hendak melakukan aktivitas pembangunan di DKI Jakarta, termasuk di dalamnya bangunan rumah tinggal.
Pemerintah mewajibkan setiap bangunan rumah tinggal memiliki Izin Mendirikan Bangunan untuk mewujudkan bangunan yang memiliki aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan keindahan. Salah satu permasalahan pengurusan perizinan rumah tinggal di DKI Jakarta adalah biaya arsitek yang menjadi salah satu persyaratan pengajuan Izin Mendirikan Bangunan rumah tinggal yang
dianggap mahal oleh masyarakat. Menyadari hal tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu berupaya untuk menyajikan program jasa arsitek gratis dengan maksud agar masyarakat yang memiliki rumah tinggal namun belum
memiliki Izin Mendirikan Bangunan dapat mengakses program tersebut. Untuk mendapatkan akses program Izin Mendirikan Bangunan dengan jasa arsitek gratis maka pemohon harus memenuhi syarat ketentuan seperti pengajuan Izin Mendirikan Bangunan rumah tinggal biasa dengan luas
tanah maksimal 100 m2 dan luas bangunan maksimal 200 m2, denah dan model disajikan dalam bentuk template. Pada pelaksanaan program jasa arsitek gratis masyarakat masih sedikit yang memanfaatkan program tersebut bila dibandingkan dengan masyarakat yang sama-sama mengajukan Izin Mendirikan Bangunan rumah tinggal biasa. Hasil dari penelitian yaitu data-data pertanahan dan Ketetapan Rencana Kota masih disajikan dalam bentuk manual, perlunya menghilangkan pembatasan jumlah permohonan Izin Mendirikan Bangunan yang masuk, sosialisasi program secara intensif, dan koordinasi yang intensif antar masing-masing unit pelayanan.

This Research is proposed to discuss the Building Permit Program or IMB in architectural services provided by the authority. The study used post-positivism evaluation with qualitative data collection techniques through in-depth interviews and literature, in evaluating the authors
program using the CIPP evaluation model by D.L. Stufflebeam. Building Construction Permit is a document that must be owned by every person associated legal entity wishing to carry out development in DKI Jakarta region, including in residential buildings. The government requires that every residential building has a building permit to realize a building that has aspects of safety, health, comfort, and beauty. One of the problems in managing housing in DKI Jakarta is the cost of architectural plans which is one of the requirements for submitting a residential building permit required considered burdensome by the community. Related to this problem, The Provincial Government of DKI Jakarta through the Office Stop Integrated Investment and Services Agency
Submit a program to provide architectural services the costs are charged to the regional budget with the intention that the community has a house that does not yet have a Building Permit that can provide the program. To get access to the Building Permit program with free services, the applicant must fulfill requirements such as submitting a Building Permit for residential houses with
a maximum land area of 100 m2 and a maximum building area of 200 m2, floor plans and models are provided in the form of templates. In the implementation of the program, only a few people used this program, when compared to the same program, this permits to set up ordinary residential
buildings. The results of the study are land data and the City Planning Decree still presented in manual form, the need to abolish a number of incoming Building Permit requests, intensive socialization programs, and intensive coordination between each service unit."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T55037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>