Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114425 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdolah Tamher
"Pada masa pemerintah Reagan, Amerika dilanda kasus yang cukup kontroversial dengan kebijakan umum pemerintah di dalam menyikapi hubunganhubungannya dengan Negara-negara yang tidak sehaluan dengan ideologi Amerika. Kasus ini kemudian mencuat kepermukan dan lebih dikenal sebagai kasus Iran-Contra. Sikap pers Amerika cukup kritikal dalam menanggapi kasus ini. Seperti dipahami secara umum, sikap pers Amerika, tidak saja yang tercetak (surat kabar) maupun media elektronik (televisi) sama-sama tidak sejalan dengan apa yang ditempuh oleh Reagan, baik terhadap pemerintah Iran maupun terhadap pemerintah Nicaragua. Sementara opini public di Amerika ketika itu terpecah antara yang mendukung dan yang menentang. Inti persoalannya adalah bahwa pemerintah Reagan secara diam-diam telah menjual senjata ke Iran, yang sudah jelas-jelas bukan partner Amerika dalam politik globalnya. Hasil penjualan senjata tersebut digunakan oleh Reagan untuk membantu Nicaragua yang sedang terlibat dalam konflik lokal dengan pihak komunis. Sementara itu semua bantuan militer dan keuangan terhadap Contra adalah bertentangan dengan Boland Amendment. Apa yang dilakukan oleh Reagan terhadap Iran bisa membawa dirinya ke jalur impeachment, namun kemudian hal itu tidak terjadi pada diri Reagan. Walaupun pihak media sendiri ketika itu punya posisi yang tegas dengan mengkritik tindakan Reagan namun media ternyata punya alasan yang cukup kuat membenarkan Reagan, bahkan tokoh Oliver North dianggapnya sebagai pahlawan dalam hal ini. Media massa baik cetak maupun elektronik, selama pemerintahan Reagan berlaku lunak, tidak berarti media meninggalkan prinsip the watchdog unction nya terhadap pemerintah, akan tetapi Reagan ternyata punya cukup kebijakan yang strategis bagaimana membina hubungan baik dengan media. Dan ini berlainan dengan presiden-presiden Amerika sebelum dan sesudahnya. Sebagai kerangka pikir teoritik yang digunakan dalam tesis ini adalah meminjam teori pers libertarian yang dirintis oleh John Stuart Mill, John Milton dan John Locke. Filosofinya adalah bahwa media harus bertindak sebagai watchdog terhadap pemerintah dan mencari kebenaran. Disamping itu media bisa juga digunakan atau berfungsi sebagai alat politik. Walaupun control terhadap media bisa dilakukan, akan tetapi hanya untuk kasus-kasus tertentu saja dan control tersebut biasanya melalui lembaga peradilan, Namun yang paling penting adalah bahwa media dimiliki oleh swasta. Penelitian yang penulis lakukan ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Data dan informasi yang peneliti gunakan adalah semuanya dalam bentuk data sekunder yang diperoleh dari sumber tertulis, buku-buku, dokumen dan terbitan-terbitan berkala seperti surat kabar, rnajalah maupun bentuk dokumen lainnya.
Sebagai kesimpulan dari penelitian ini intinya adalah bahwa :
Dalam kasus Iran-Contra hubungan pers dengan pemerintah tidak harmonis, karena kedua belah pihak mempunyai kepentigannya sendiri-sendiri. Pers di Amerika tidak berorientasi kepada politik pemerintah, artinya ia bukan atas pemerintah bahkan secara eksterm, pers merupakan lawan pemerintah, disamping itu juga pers Amerika banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosialnya, sehingga posisinya cukup kuat untuk lebih mengutamakan kepentingan publik ketimbang kepentingan pemerintah. Dalam kasus Iran-Contra pers ketika itu mengalami kesukaran di dalam mengungkapkan kasus tersebut. Hal ini disebabkan karena penyidik irrdeperrderrl councel (Lawrence Walsh) tetap menuntut agar tuduhan dapat dikenakan dakwaan. Kasus Iran-Contra bukanlah kesalahan konstitusional akan tetapi hanyalah kesalahan procedural, dan yang hanya merupakan penyimpangan dari prinsip check and halaces yang terjadi akibat dari adanya patriotisme yang tinggi yang melekat pada diri Presiden Reagan dan pembantu-pembantunya di NSC untuk membela sebagai apa yang mereka anggap sebagai kepentingan Amerika di Amerika Tengah di Teluk Persi termasuk Sandra Amerika yang disekap di penjara Lebanon.

In the era of Reagan regime, America experience rather, controversially, government general policy in responding their relations with other countries being not line with America's ideology. Then, this case had emerged and more be recognized as Iran-Contra case. Press of America responded -such case more critically. As public speaking, press of America is not as printing media solely, but also electronic mass media (television) had not agreed with what had been attained by Reagan, either with Iran or to Nicaragua governments. Meanwhile public opinion in America had been separated among pro and contra opinion at that's time. The core of problem is that secretly, Reagan regime had sold weapons to Iran being not American's partner in global politic actually. The revenue from those selling had been used for helping Nicaragua who involve in local conflict with communists. At moment, all military and financial assistances against Contra is contradicted with Boland Amendment. What had been implemented by Reagan with Iran it may bring his self to impeachment line, nevertheless, it had not occurred to Reagan. Although self mass media has prompt position by criticizing Reagan's commitment, but, really, more strongly, mass media has self opinion to justify Reagan, even, the figure of Oliver North had been recognized as hero in this case. In the era of Reagan's regime, mass media both printing and electronic had treated softly, and media had leaven their principle of Watchdog with government, but, sufficiently, in reality Reagan had strategic policy how to build good relation with media. And it is contradicted with other America's presidents previously or thereto. As theoretical frame used in this thesis is libertarian press theory pioneered by John Swart Mill, John Milton and John Locke. Philosophically, mass media should act as watchdog with government for seeking out the truth. As well as mass media may be used or functioned as political means. Although, control against mass media may be realized, but, it just for certain cases and usually, it is conducted by press' s trial, Most importantly, mass media is owned by private sector. The research conducted by author herein use qualitative research and descriptive analysis approaches. Data and information used by researcher all of them in secondary data obtained from written resources those are : books, documents, periodical publishing such as news papers, magazine or other documents.
As conclusion from this research essentially, as follows :
In Iran-Contra case the relations among press and government had not been harmony, both parties had had selves interests. America' s press had not been oriented to government policy, it means it is not government's means but extremely, press of America is government's opposition unless it had been influenced by some social environment factors, so that, rather, its position is strong to prioritize publics interests than government one. In Iran-Contra case at that's time press had had trouble in revealing such case. It is caused by independent council investigator (Lawrence Walsh) remain prosecute in order to sue it. Iran-Contra case is not constitutional failure, but, solely, it is only as procedural one and deviating from check and balance principle occurred as result of the high patriotism own by President Reagan and his assistants at NSC for defending what they assume as America's interest at Center America at Persian Gulf including American's hostage seized at Lebanon's jail.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Damayanti
"Humas pada Departemen Pendidikan Nasional mempunyai tugas untuk melakukan sosialisasi kebijakan. UAN yang merupakan kebijakan yang masih terbilang Baru dikeluarkan oleh Diknas, menjadi berita yang cukup kontroversial di media massa. Dengan tugasnya untuk sosialisasi kebijakan UAN maka Humas Diknas mempunyai strategi dengan menggunakan berbagai jenis media dalam sosialisasi.
Media massa yang dipilih oleh Humas Diknas daiam mensosialisasikan Kebijakan UAN kepada masyarakat. Perlu adanya kegiatan Humas yang berhubungan dengan media massa dan wartawan di Diknas. Strategi apa yang digunakan Humas dan kegiatannya dengan press relations dalam sosialisasi kebijakan UAN.
Tesis ini akan membahas mengenai kegiatan Humas Diknas dalam Sosialisasi Kebijakan UAN. Strategi apa yang digunakan Humas Diknas; Hambatan-hambatan yang dihadapi Humas; Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk sosialisasi kebijakan UAN; Dan Hubungan Humas dengan media massa terutama wartawan. Penelitian ini mengambil kasus sosialisasi kebijakan UAN pada Humas Diknas.
Peneliti dalam penelitian ini mengacu pada konsep-konsep dari Jefkins dan lainnya. Konsep yang digunakan adalah konsep-konsep humas dan hubungan pers. Humas Frank Jefkins ( Jefkins, 2003 :10) dalam bukunya Public Relations : humas adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Hubungan pars (Press Relations) menurut Frank Jefkins (2003 :113) adalah usaha untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi PR dalam rangka : menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.
Peneliti menggunakan metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam terhadap informan. Penelitian ini merupakan penelitian yang kualitatif yang hasilnya akan dituangkan secara naratif deskriptif.
Dari penelitian ini maka akan dibuat kesimpulan dan saran. Humas Dinas telah melakukan kegiatan press relations yang dijalankan oleh bagian penerangan. Sosialisasi kebijakan UAN dengan melibatkan wartawan. walaupun peran Humas pad Diknas tidak maksimal namun Humas berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan perannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
"Tesis ini membahas peran media massa milik Pemerintah Indonesia dan Australia, yaitu Antaranews.com dan ABC Online dalam mengangkat isu yang sensitif dalam hubungan internasional, seperti kasus penyadapan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Penelitian ini menggunakan model interaksi media-hubungan internasional milik Tsvetelina Yordanova untuk mengetahui peran media massa di ranah domestik dan internasional. Dalam kasus penyadapan Presiden Yudhoyono, Antaranews.com dan ABC Online menekankan pada Australia sebagai sumber permasalahan utama. Kedua media ini juga banyak memberitakan pengkajian ulang kerja sama Indonesia dan Australia sebagai rekomendasi terbaik bagi Indonesia. Selain itu, kedua media ini juga merekomendasikan kepada Pemerintah Australia untuk meminta maaf dan memberikan klarifikasi kepada Indonesia, serta merekomendasikan kedua negara tersebut untuk menerapkan kode etik dalam kerja sama di masa depan. Perbedaan di antara kedua media ini adalah tingkat ketergantungannya terhadap pemerintah. Sebagai aktor domestik, Antaranews.com masih banyak mengandalkan Pemerintah Indonesia dan elit politik sebagai sumber berita utamanya, sehingga media ini hanya bergerak sebagai pelapor dan alat pemerintah. Sedangkan, ABC Online mengandalkan beragam sumber berita, baik dari Indonesia maupun Australia, bahkan elit politik maupun non-elit politik, seperti masyarakat dan praktisi perdagangan. Media ini juga tidak hanya melaporkan berbagai perspektif sumber berita, tetapi juga menyajikan analisis dan opininya mengenai kasus tersebut. ABC Online juga aktif melakukan verifikasi informasi sejak awal penguakan kasus ini ke ranah publik. ABC Online bahkan memberitakan kasus ini dengan frame yang menyudutkan Pemerintah Australia. Independensi ABC Online memungkinkan media ini bergerak secara maksimal sebagai aktor internasional. Berbeda dengan ABC Online, Antaranews.com masih banyak mengandalkan Pemerintah Indonesia sebagai sumber beritanya, sehingga frame yang digunakan sama dengan frame pemerintah. Hal ini mengakibatkan Antaranews.com memiliki dampak yang terbatas dalam ranah internasional.

This thesis explores the role of state owned mass media, namely Antaranews.com from Indonesia and ABC Online from Australia, in informing sensitive issues on international relations, such as the wiretapping of Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono by Australian intelligence. The research uses Tsvetelina Yordanova rsquo s media international relations interaction model to know the role of mass media as a domestic and an international actor. In President Yudhoyono rsquo s case, Antaranews.com and ABC Online emphasized Australia as the main problem of the case. Both media also frequently showed that the way Indonesian government suspended some cooperation was the best recommendation for Indonesia. As for Australia, both media also agreed that the Australian government needed to apologize and give clarification to Indonesia. Both media also thought that both countries would need to use a code of ethic for future cooperation. However, Antaranews.com and ABC Online also have some differences in informing the wiretapping scandal. ABC Online not only used Australian and Indonesian elite as its news sources, but also the public in both countries in a moderate amount. The media also provided more variety of frames than Antaranews.com in defining the problems and giving recommendations. Moreover, ABC Online not only gave a mere information, but also analysis and opinion in this case. ABC Online also actively verified information from Edward Snowden before publishing the story to the public. On top of everything, the media was not afraid to use frames that delegitimized Australian government policy. The autonomy of ABC Online makes it possible for the media to work as an international actor. On the other hand, Antaranews.com still depended a lot on Indonesian government and political elite as its news sources. The media used the same frame as the government and elites rsquo frame to inform the public. Therefore, the media had a limited impact as an international actor, because it had no stand on this issue."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fivien Oktaviani
"Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai lembaga pemerintah yang baru dibentuk pada tahun 2000 dalam melaksanakan tugas pembangunan di sektor kelautan dan perikanan menghadapi berbagai tantangan untuk mewujudkan tujuannya. Salah satunya adalah sektor kelautan dan perikanan belum dikenal dan dipahami oleh publik sebagai satu isu yang penting untuk membangun bangsa dan mengatasi krisis ekonomi menuju Indonesia yang maju dan makmur. Untuk menyampaikan pesan pembangunan di sektor ini kepada masyarakat perlu langkah sosialisasi terhadap program dan kebijakan kelautan dan perikanan. Tugas penyampaian informasi kepada publik menjadi tugas seluruh komponen yang terlibat di dalamnya, tak terkecuali Humas yang dalam struktur organisasi departemen dinamakan Pusat Informasi dan Pelayanan Masyarakat (Pusinfoyanmas). Sarana yang paling efektif dalam menyampaikan pesan dan membentuk opini publik adalah media massa. Oleh karena itu dipandang perlu bagi Pejabat Humas dan seluruh komponen yang ada di unit kerja humas untuk menjalin dan membina hubungan yang baik dengan media massa.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk dan pola hubungan media yang dilaksanakan, cara-cara media mencari informasi dan akses media terhadap informasi, permasalahan atau kendala yang dihadapi, serta menganalisis sikap dan tindakan Humas terhadap suatu pemberitaan yang dianggap menyudutkan instansi.
Pada penelitian yang bersifat kualitatif ini data diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap pihak eksternal yang terdiri Hari Para wartawan/jumalis yang meliput sektor kelautan dan perikanan serta pihak internal yaitu Pejabat Humas. Untuk memilih informan, penulis menggunakan purposive sampling dan menjaring informasi melalui teknik snowball.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa media relations merupakan sesuatu yang sangat penting dilakukan bagi Humas untuk menciptakan opini publik dan memenuhi kebutuhan media massa terhadap informasi. Bentuk kegiatan hubungan media dilakukan melalui dua cars yaitu personal contact dan media services. Dalam aktifitas ini Humas berperan sebagai Communication Technician dan Facilitator Communication. Hambatan utama dalam pelaksanaan media relations adalah keterbatasan data dan informasi, keterbatasan anggaran, dan perbedaan kepentingan antara Humas dan media massa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Keterbukaan terhadap informasi sangat diperhatikan oleh Humas termasuk terhadap pemberitaan yang bemada menyudutkan instansi.
Humas termasuk terhadap pemberitaan yang bernada menyudutkan instansi dan menganggap tersebut sebagai kritik membangun. Namun demikian terdapat pula perlakuan yang kurang menyenangkan terhadap wartawan jika terdapat tulisan yang miring. Perlakuan sumber informasi yang tidak menyenangkan ini tidak selaiu tampak dan hanya dapat dirasakan oleh wartawan yang bersangkutan misalnya tidak diberi akses informasi.
Untuk mengatasi permasalahan yang sering dialami dalam pelaksanaan media relations, penulis menyarankan balk media massa maupun Humas untuk Iebih memahami fungsi, tugas dan menghormati etika profesi masing-masing. Untuk meningkatkan peran sebagai sumber informasi, meningkatkan akses informasi dan mengatasi keterbatasan data dan informasi dapat diatasi dengan melakukan koordinasi secara intensif dengan seluruh unit kerja melalui Forum Komunikasi Kehumasan di Iingkup departemen, tindakan proaktif (jemput bola) untuk menghimpun data dari seluruh unit penghasil data, serta meningkatkan kemampuan jumaiistik personal Humas melalui berbagai pelatihan sehingga produk tulisan menarik dan bemilai tinggi. Agar peran Humas efektif maka Pejabat Humas hangs menjadi menjadi ujung tombak informasi dan juru bicara departemen. Untuk itu top manajemen perlu memberikan kewenangan penuh dan mempercayakan informasi departemen kepada Pejabat Humas tanpa hambatan birokrasi. riset dan evaluasi juga perlu dilakukan terhadap pelaksanaan program komunikasi guna perencanaan yang lebih baik."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Based on the concept of contested terrain formulated by Douglas Kellner, this research applied Robert K. Yin's case study method and Gamson Modigliani's framing analysis. It concludes that media owners do control the contestation. Newsrooms are intervened for the sake of the media baron"
Thesis: Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, VI (1) Januari-April 2007: 19-42, 2007
TJPI-VI-1-JanApr2007-19
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adirini Pujayanti
"Tesis ini membahas kebijakan luar negeri Amerika Scrikat yang ingin dicapai melalui doktrin Clinton atau humanitarian inzerventionism di Kosovo. Pokok pemmalahan yang di bahaa dalam tesis ini adalah terdapamya dua kepentingan dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat di masa pemerimahan Presiden Bill Clinton, yaitu upaya pengembangan dcmokrasi kc scluruh dunia dan upaya menjaga keamanan nasionalnya. Adanya dua kcpentingan tersebut Amerika Serikan menghadapi dilcma dalam upayanya mewujudkan peranan kepemimpinan dunianya. Agenda politik luar negeri Amerika Serikat paska -Perang Dingin mendorongnya untuk Letap pro aktif di dunia intcmasional. Namun rakyat Amerika Serikat sendiri mendambakan suasana normal sebagai bangsa yang tidak terbebani oleh keterlibatannya yang terlampau eksesif di dunia.
Sebagui kerangka pemikiran tesis ini menggunakan pendekatan politik yang menggabungkan realisme dan idealisme (realistic-idealism). Kcrangka pemikiran ini diambil karena sumber dan prinsip dari politik luar negeri Amerika Serikat merupakan gabungan dari kcpcntingan nasional yang merupakan dasar dari pendckatan rcalis dcngan nilai-nilai moral yang merupakan dasar dari pendckatan idealis. Karena kajian wilayah Amerika merupakan kajian amar hidang, maka selain menggunakan pendckatan politik khususnya hubungan inlcmasional, penulisan tesis ini juga akan melibatkan bcbcrupu bidang scperti budaya dan sejarah. Peranan budaya dan sejai-ah mclihal pada peranan nilai-nilai yang dianut suatu bangsa sebagai bagian dari kebuclayaannya yang turut mempengaruhi penenluan kebijakan politik luar ncgerinya.
Penelitian tesis ini merupakan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada bahan-bahan tertulis seperti buku, surat kabar, majalah, dokumen, karya ilmiah, tcrmasuk data dan informasi penting melalui internet yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Kcbijakan Amerika Scrikal mcnyebarluaskan dcmokrasi mendapat posisi penting dalam pelaksanaan politik luar negeri ppmerintahan Presiden Bill Clinton. Pemerintahan Clinton mclihat teijadinya pembunuhan massal dan bcrbagai pclanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintahan Slobodan Milosevic dan etnis Serbia lainnya lerhadap ernis Albania Kosovo merupakan pengingkaran terhadap aspirasi liberal bangsa Amerika yang sangat menghormati kehidupan dcmokrasi. Oleh karena ilu, perncrintahsm Clinton mcrasa pcrlu mclakuican upaya pemulihan demokrasi di KOSOVO melalui kcbijakan humanitarian intervention. Implementasi dari kebijakan demokrasi dalam politik luar negeri pemerintahan Presiden Bill Clinton dalam kasus konflik Kosovo murupakan conloh upaya Amerika Serikat mcmpromosikan demokrasi. Misi Amerika di Kosovo tidak terlopas dari kepentingan kekuasaan untuk menguasai kawasan slratcgis demi terciptanya perdamaian, dan kepentingan ekonomi."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T5483
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simela Victor Muhamad
"ABSTRAK
Kebijakan Amerika Serikat menyebarluaskan nilai-nilai demokrasi menempati posisi penting dalam kebijakan politik luar negeri pemerintahan Presiders Bill Clinton. Kebijakan pemerintahan Clinton terhadap Haiti pada tahun 1993-1994 adalah contoh kasus yang nyata dan terang-terangan dalam upaya Amerika mempromosikan demokrasi. Pemerintahan Clinton memandang bahwa rejim militer Haiti yang melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil yang sah hasil pemilihan demokratis merupakan pengingkaran terhadap aspirasi liberal bangsa Amerika yang sangat menjunjung tinggi kehidupan demokrasi. Oleh karena itu, pemerintahan Clinton merasa perlu melakukan upaya pemulihan dan promosi demokrasi di negara Kawasan Karibia tersebut. Misi Amerika di Haiti tersebut tidak semata-mata menyangkut promosi demokrasi, tapi juga dikaitkan dengan upaya Amerika memperluas pasar bebas (free market). Karena bagi pemerintahan Clinton, kebijakan demokrasi harus dikaitkan Pula secara terpadu dengan upaya memperluas pasar bebas. Pelaksanaan kebijakan ini sesungguhnya terkait dengan kepentingan nasional Amerika Serikat dan juga merupakan bagian dari strategi Amerika untuk menciptakan perdamaian di dunia yang didasarkan atas terciptanya pemerintahan demokratis di mana-mana."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theophilus J. Riyanto
"Mass media in the form of print, electronic and broadcast journalism and the internet play a large role in I he process American presidential election. The Candidates and their campaign teams utilize the media to communicate with their potential voters. Conversely, the electorate gains apportunity to obtain information from die candidates so as to make an informed choice on election day."
2005
JSAM-X-1-JanJun2005-64
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Kalau saja tokoh pers nasional yang jasa-jasanya dikenang kembali pada hari Pers Nasional 9 Februari menyaksikan suguhan media massa kita, hampir pasti mereka akan terperangah dan berujar Astafirullah mengapa nian acara TV kita semakin berani dan seronok. Karena ia tampil miskin busana, sang pusar kemana-mana. TV berlomba menaikkan rating dengan mengumbar nafsu menuai birahi mengendus sensasi. ...."
IKI 2:10 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rafi Alif Muhammad Akbar
"Media massa telah menjadi salah satu aktor domestik yang pengaruhnya diperhitungkan dalam pengambilan keputusan kebijakan luar negeri suatu negara. Dalam perkembangannya, terdapat beberapa pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana media massa berperan dalam memengaruhi kebijakan luar negeri. Selain itu, media massa dalam kebijakan luar negeri juga dilihat dalam kaitannya dengan opini publik. Namun, kajian mengenai media massa dalam kebijakan luar negeri dianggap stagnan dan Amerika-sentris. Dengan demikian, tulisan ini berusaha memetakan literatur-literatur yang membahas media massa dalam kebijakan luar negeri dari awal kemunculan kajian di tahun 1963 hingga 2022. Tinjauan ini menggunakan metode taksonomi dalam meneliti 41 literatur akademik yang terbagi atas tiga tema utama: (1) konseptualisasi, (2) ragam perspektif, dan (3) isu-isu bahasan dalam literatur media massa dalam kebijakan luar negeri. Berdasarkan tinjauan tersebut, perdebatan masih berlangsung mengenai sejauh mana media massa dapat berpengaruh dalam mengubah arah kebijakan luar negeri suatu negara. Selain itu, ditemukan juga beberapa kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan media massa menjadi salah satu aktor aktif yang membentuk kebijakan. Opini publik juga dilihat sebagai aspek penting dalam menghubungkan media massa dan kebijakan luar negeri, meskipun hubungan yang lebih langsung juga tidak mustahil.

Mass media has become one of the subnational actors whose influence is taken into account in the foreign policy decision-making. In its development, there are several approaches used to see the extent to which the mass media plays a role in influencing foreign policy. Apart from that, the mass media in foreign policy is also seen in terms of public opinion. However, the study of the mass media in foreign policy is considered stagnant and United States-centric. Thus, this paper attempts to compare the literature discussing mass media in foreign policy from the dawn of the study in 1963 to 2022. This review uses a taxonomic method in examining 41 academic literature which is divided into three main themes: (1) concepualization, (2) various perspectives, and (3) issues discussed in the literature of mass media in foreign policy. Based on this review, the debate is still ongoing regarding the extent to which the mass media can be influential in changing the direction of foreign policy. In addition, there are also certain conditions that allow the mass media to become one of the active actors that shape policy. Public opinion is also seen as an important aspect of linking the mass media and foreign policy, although a more direct link is also likely."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>