Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107820 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herry Hotma
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terjadi overreaction dan strategi kontrarian menguntungkan di pasar BEJ. Data yang dipergunakan adalah return bulanan yang dimulai dari bulan Januari 1994 sampai dengan Desember 2003. Sedangkan prosedur yang dipergunakan merupakan kombinasi prosedur dari Rodriguez dan Fructuoso (2000) dan Kim (2003), dimana keduanya menggunakan prosedur yang telah dikembangkan oleh De Bondt dan Thaler (1985, 1987). Formasi terdiri atas dua bagian yaitu periode pembentukan dan periode pengujian, masing-masing selama 36 bulan. Periode pembentukan diberi notasi T-1 sampai T-36, sedangkan periode pengujian diberi notasi TI sampai dengan T36. Antara T-1 dan TI diberi jarak 2 bulan, dengan maksud untuk menghindari efek microstructure dan bid-ask spread. Periode pengujian mengunakan hold selama 6, 12, 18, 24, 30 dan 36 bulan . Dari setiap formasi dibentuk portofolio Loser (L) dan portofolio Winner (W), dan dari keduanya dibentuk strategi kontrarian (portofolio L-W).
Pengujian overreaction dilakukan pada hold period pengujian T6, T12, TIB, T24, T30 dan T36. Selain itu, dipergunakan model CAPM yang dimodifikasi untuk melihat overreaction dan perubahan risiko portofolio antara periode pembentukan dan pengujian.
Basil penelitian menunjukkan bahwa terjadi overreaction para portofolio Loser dan portofolio L-W untuk peride hold selama 6, 12, 18, 24, 30 dan 36 bulan, sedangkan portofolio Winner tidak mampu menunjukkan hal tersebut. Selain itu, model CAPM yang dimodifikasi mampu untuk menunjukkan adanya overreaction pada portofolio L, portofolio W dan portofolio L-W pada sebagian besar formasi, namun tidak mampu menunjukkan adanya perubahan risiko sistematis pada portofolio L, portofolio W dan portofolio L-W antara periode pembentukan dan pengujian. Strategi kontrarian ternyata mampu menciptakan profit karena secara statistik signifikan pada seluruh periode hold, yaitu periode 6, 12, 18, 24, 30 dan 36 bulan.

In this paper, we analyze the contrarian strategy in the empirical context of the Jakarta Stock Market, using the monthly return data from January 1994 up to December 2003. We use the combined procedures by Rodriguez and Fructuoso (2000) and Kim (2003), where they have followed the method proposed by De Bond and Thaler (1985, 1987). The formation consists of two parts namely Formation Period and Test Period, each for 36 months. The formation period has the notation T- I - T-36, while the Test Period has the notation TI - T36. There is two month interval between T-1 and TI to avoid the microstructure and bid-ask spread effects.
The Test Period use the hold period of 6, 12 (T12), 18, 24, 30 and 36 months. From these formations we form the loser portfolio (L) and the winner portfolio (W). From the two portfolios, then we form the contrarian strategy (L-W portfolio). Test for overreaction is done at the Test period of 6, 12, 18, 24, 30 and 36 months. We also use the CAPM model that has been modified to observe overreaction and the change of portfolio risk between the Formation Period and the Test Period.
We arrive at the conclusion that there is overreaction at the loser portfolio for hold period of 6, 12, 18, 24, 30 and 36 months, while at the winner portfolio there is no overreactions significantly. The modified CAPM model is able to show overreaction at portfolio L, portfolio W and portfolio L-W for almost the formations, but it can not show the change of systematic risks at portfolio L, portfolio W and portfolio L-W between the Formation Period and the Test Period.
In the hold period of 6, 12, 18, 24, 30 and 36 months, the contrarian strategy can give profit to investors.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okta Zuriani Eka Putri
"Stock split dilakukan oleh manajemen perusahaan dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mempertahankan harga saham pada kisaran yang optimal, memberikan sinyal mengenai prospek saham di masa yang akan datang dan untuk meningkatkan likuiditas saham.
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan likuiditas saham setelah stock split diberlakukan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan menggunakan parameter depth to spread.
Objek dari penelitian ini adalah saham-saham yang melakukan stock split di Bursa Efek Jakarta dari Januari 2002 sampai dengan Juli 2005. Data dalam penelilian ini dianalisis menggunakan uji beda rerata dan regresi model.
Pada penelitian ini penulis mendapatkan :
1. Terdapat penurunan likuiditas saham sampel yang berubah fraksi harga sahamnya setelah split.
2. Event stock split tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas setelah dikontrol dengan variabel lainnya.

Stock split is done by corporate managements with the purposes are optimal price trading range, signaling future prospect and to improve the liquidity of their stocks.
The aim of his study is to prove is there an improvement of stock?s liquidity alter stock split event at Jakarta Stock Exchange, by using depth to spread as parameter.
The object of this study are shares that done stock split at Jakarta Stock Exchange from January 2002 until July 2005. The data analyzed by compare mean test and regress the models.
The result of this study are :
1. There is a decrease in liquidity of stock which has tick size changed alter split.
2. The event of stock split doesn?t have any effect to stock?s liquidity after there was controlled by another variables.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Aryanti
"Likuiditas saham merupakan indikator penting dalam menggambarkan kinerja saham di bursa efek. Secara fundamental likuiditas saham tergantung pada kinerja perusahaan, yang diukur berdasarkan; 1) ROE (Return On Equity), 2) Kebijakan dividen, 3) Pemberian saham bonus. Tingkat likuiditas saham ini diukur berdasarkan nilai frekuensi perdagangan saham yang terjadi di Bursa Efek Jakarta.
Periode penelitian ini adalah dari tahun 1994 sampai dengan 1996. Penelitian ini dilakukan atas; pertama, kelompok emiten yang memberikan sekaligus saham bonus, dividen tunai, dan mengumumkan ROE. Kedua, kelompok emiten yang hanya dilihat pada setiap variabel bebas tanpa mengabaikan ada tidaknya variabel bebas lainnya. Ketiga, kelompok emiten yang hanya dilihat pada setiap variabel dalam kondisi variabel bebas lain tidak muncul.
Dengan menggunakan pendekatan analisis regresi majemuk (sampel kelompok pertama) dan regresi individual (sampel kelompok kedua dan ketiga), penelitian ini membuktikan bahwa secara serentak (regresi majemuk) ROE, dividen tunai dan saham bonus ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas saham di Bursa Efek Jakarta. Sedangkan secara individual (regresi dua variabel) hanya dividen tunai yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas saham di Bursa Efek Jakarta, baik dalam kondisi emiten memberikan saham bonus maupun tidak. Pengaruh dividen tunai ini bersifat negatif. Rrtinya kenaikan nilai dividen tunai menyebabkan terjadinya penurunan likuiditas saham."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Fezantino
"Banyaknya media yang muncul setelah era reformasi membuat persaingan antar media makin ketat dan memaksa perusahaan media melakukan berbagai cara untuk bertahan dalam persaingan, termasuk dalam memperoleh dana. Masuk ke pasar modal merupakan salah satu caranya. Sampai saat ini, dimulai oleh Tempo awal tahun 2001 sudah hanyak perusahaan media yang mencari dana dengan melepas saham ke Bursa Efek Jakarta. Namun sayang kinerja mereka ternyata tidaklah begitu bagus, karena harga saham perusahaan-perusahaan media terus merosot dan imbal hasil (return) saham perusahaan media yang diperoleh tidak menarik bagi para investor.
Penelitian ini memfokuskan pada empat perusahaan media, dua perusahaan media cetak (PT Tempo Inti Media Tbk dan PT Abdi Bangsa Tbk) dan dua perusahaan media eleklronik (PT Indosiar Visual Mandiri Tbk dan PT Surya Citra Media Tbk), dan bertujuan meneliti seberapa jauh pengaruh kapitalisasi pasar dan volume perdagangan saham perusahaan media terhadap imbal hasil saham perusahaan media.
Penelitian-penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Ying, Karpoff, Fama & French, Gallant, Rossi & Tauchen dan Lin, menunjukkan adanya pengaruh dari volume perdagangan dan kapitalisasi pasar terhadap imbal hasil saham. Namun menurut Schwert, untuk beda kala harian tingkat imbal hasil investasi saham besok hari ditentukan oleh tingkat imbal/hasil investasi saham hari ini.
Hasil penelitian yang dilakukan dengan metode Vector Autoregression (VAR) menunjukkan bahwa ternyata pengaruh lag kemarin lebih besar daripada lag dua hari yang lalu untuk PT Tempo Inti Media Tbk dan PT Indusiar Visual Mandiri Tbk, sementara untuk PT Abdi Bangsa Tbk dan PT Surya Citra Media Tbk berlaku scbaliknya. Ini menunjukkan bagaimana pengaruh kedatangan informasi perdagangan bagi para investor terhadap keempat perusahaan media yang diteliti.
Terhadap variabel bebas yang diteliti, volume perdagangan dan kapitalisasi pasar ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap imbal hasil saham, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk PT Tempo Inti Media Tbk, PT Indosiar Visual Mandiri Tbk dan PT Surya Citra Media Tbk. Sementara untuk PT Abdi Bangsa volume perdagangan dan kapitalisasi pasar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap imbal hasil saham.

The rising number of mass media since reform era makes media companies compete tighter. Listing into capital market is one of the common ways to solve the problem. At this moment, started by Tempo in early 2001, there are many media companies sitars their stocks to Jakarta Stock Exchange. Unfortunately. their performance is not as good as expected, because their stock price tends to decrease. Ii implies their stock return does not interest the investors.
This research focused on four media companies, two printed media companies, namely PT Tempo Inti Media Tbk and PT Abdi Bangsa Tbk and two television companies, namely PT Indosiar Visual Mandiri Tbk and PT Surya Citra Media Tbk. The objective was to find out the influence of market capitalization and trading volume to stock return of media companies.
Previous researches. such as done by Ying, Karpoff, Fama & French. Gallant, Rossi & Tauchen and Lin, found that there was significant influence from trading volume and market capitalization to stock returns. On the other hand, according to the research done by Sehwert, in Daily time lag stock return rate for tomorrow influenced by today stock return rate.
This research, processed by Vector Autoregression (VAR) method, found that first lag had more influence than second lag for PT Tempo Inti Media Tbk and PT Indosiar Visual Mandiri Tbk. Meanwhile, for PT Abdi Bangsa Tbk and PT Surya Citra Media Tbk forted the other way. It showed the influence of thud coming of trading information of all four media companies for investor.
It also found that trading volume and market capitalization had no significant influence to stock return, neither simultaneously nor stand alone for PT Tempo Inti Media Tbk, PT Indosiar Visual Mandiri Tbk and PT Surya Citra Media Tbk. Meanwhile, they had significant influence to stork return for PT Abdi Bangsa Tbk, either simultaneously or stand alone.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Mardiyati
"ABSTRAK
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan ditemukan adanya kecenderungan underpricing saham perdana di berbagai bursa efek. Padahal seharusnya harga perdana ditetapkan secara wajar, sehingga tidak merugikan investor dan emiten. Underpricing saham perdana ini tentunya disebabkan berbagai hal. Salah satu teori yang mendasari underpricing adalah risk-averse underwriter.
Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Jakarta, dengan periode pengamatan/penelitian tahun 1994 - 1996. Pemilihan periode pengamatan didasarkan pertimbangan setelah swastanisasi BEJ, dari Januari tahun 1994 sampai dengan Mei 1995 IHSG cenderung bergerak turun ( bear market) dan dari Juni 1995 sampai dengan Desember 1996 IHSG cenderung bergerak naik ( bull market).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji perilaku harga saham perdana, khususnya perbedaan underpricing-nya, baik antara bear market dengan bull market, antar kelompok industri, antar berbagai kelompok kapitalisasi pasar, antar kelompok offering size, maupun antar kelompok BE/ME.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 85 perusahaan, yaitu perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana pada tahun 1994 sebanyak 47 perusahaan, tahun 1995 sebanyak 22 perusahaan dan tahun 1996 sebanyak 16 perusahaan. Dan 85 penawaran perdana itu, 54 termasuk dalam periode bearish, 31 bullish.
Underpricing saham perdana ditentukan oleh besarnya rata-rata initial return (IR) dan rata-rata abnormal return ( AR ) yang meliputi AR hari ke-1, AR minggu ke-1, AR minggu ke-2, AR minggu ke-3 dan AR minggu ke-4, baik dengan pendekatan market adjusted maupun dengan pendekatan market model.
Pengujian terhadap perbedaan underpricing saham perdana pada bear market dan pada bull market dilakukan dengan uji z (untuk sampel besar) dan uji t ( untuk sampel kecil ). Sedangkan pengujian terhadap perbedaan underpricing saham perdana antar industri, antar kelompok kapitalisasi pasar, antar kelompok size, dan antar kelompok BE/ME dilakukan dengan metode statistik parametrik ( t-test dan analysis of variance ) dan metode statistik non parametrik ( Mann-Whitney dan Kruskall Wallis ).
Dari analisis yang dilakukan ternyata underpricing saham perdana pada bear market tidak lebih besar dari underpricing saham perdana pada bull market, baik dilihat dari rata-rata IR maupun dilihat dari rata-rata AR ( baik pendekatan market adjusted maupun pendekatan market model ).
Underpring saham perdana pada berbagai industri juga tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan, kecuali pada minggu ke-4 setelah saham diperdagangkan di pasar sekunder. Tidak terdapat pola tertentu yang menunjukkan suatu industri tertentu mempunyai rata-rata IR atau rata-rata AR tertinggi (terendah ).
Perbedaan underpricing saham perdana antar kelompok kapitalisasi pasar sangat signifikan jika dilihat dari rata-rata IR, tetapi menjadi tidak signifikan jika dilihat dari rata-rata AR. Secara urnum rata-rata IR dan rata-rata AR tertinggi terjadi pada kelompok saham yang berkapitalisasi pasar paling besar, tetapi rata-rata IR dana rata-rata AR terendah yang terjadi pada kelompok saham yang berkapitalisasi pasar paling kecil adalah JR, AR hari ke-1 dan AR Minggu ke-1. Dari pengujian yang dilakukan terhadap kelompok saham yang mempunyai kapitalisasi pasar paling besar dengan kelompok saham yang mempunyai kapitalisasi pasar paling kecil mendukung hasil tersebut. Sedangkan antara IR dan kapitalisasi pasar mempunyai hubungan yang positif dan signifikan.
Perbedaan underpricing saham perdana pada berbagai kelompok offering size ternyata juga sangat signifikan jika dilihat dan rata-rata IR. Sedangkan bila dilihat dari rata-rata AR, perbedaan tersebut signifikan setelah 1 minggu dan 2 minggu saham diperdagangkan di pasar sekunder. Hasil tersebut juga didukung oleh pengujian terhadap dua kelompok offering size yang ekstrim, yaitu kelompok offering size terbesar dan kelompok offering size terkecil. Jika dilihat dari koefisien korelasi, maka IR dan offering size mempunyai hubungan yang positif dan signifikan.
Underpricing saham perdana antar kelompok BE/ME ditemukan adanya perbedaan yang signifikan bila dilihat dan rata-rata IR ( diuji dengan Kruskal-Wallis ). Pengujian terhadap kelompok BE/ME yang ekstrim juga mendukung basil tersebut (uji Anova dan Kruskal-Wallis ). Rata-rata IR dan rata-rata AR tertinggi terjadi pada kelompok BE/ME terkecil, dan terendah terjadi pada kelompok BE/ME paling besar tetapi hanya untuk IR dan AR hari ke-1. Adapun hubungan antara IR dan BE/ME adalah negatif dan signifikan.
Dengan pendekatan market adjusted, pola cumulative average abnormal return pada kedua pasar mempunyai kecenderungan yang berbeda, yaitu pada bear market CAR cenderung stabil dan mulai menunjukkan penurunan setelah minggu ke-25. Sedangkan pada bull market, pada awal perdagangan di pasar sekunder menunjukkan peningkatan dan berlanjut sampai minggu ke-5, kemudian cenderung menurun, dan mulai meningkat lagi pada minggu ke-26. Pola / kecenderungan tersebut terjadi juga jika digunakan pendekatan market model. Dengan demikian speculative-buble hypothesis terbukti berlaku pada periode bearish, sedangkan pada periode bullish hipotesis tersebut tidak berlaku, namun pembuktian signifikansinya perlu diadakan penelitian lebih lanjut.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dihin Septyanto
"ABSTRAK
Pasar modal merupakan alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan terutama untuk jangka panjang dan apabila alternatif sumber dana lainnya terbatas, yaitu dengan cara menjual sebagian saham perusahaan kepada masyarakat (go public). Penjualan saham perdana oleh perusahaan, sejak diaktifkannya pasar modal.melalui deregulasi-deregulasi tampaknya mulai ada kecenderungan penurunan harga sahamnya setelah tercatat di B E J. Hal tersebut tampak, bahwa dalam bulan Juni 1994, dari 182 saham yang tercatat sampai dengan akhir bulan Mei 1994, ternyata 113 saham (62,09 %) mengalami penurunan harga dan sepertinya telah terjadi koreksi pasar terhadap saham perdana.
Dalam penelitian ini, gejala koreksi pasar terhadap harga perdana dilihat pada perkembangan imbalan saham perdananya, yaitu imbalan bagi pemodal yang membeli saham di pasar perdana dan menjuainya lagi di pasar sekunder dengan jangka waktu kepemilikan sampai dengan 12 ( dua belas ) bulan. Selain hal tersebut, pada penelitian ini juga diamati perbedaan aantara saham perdana dengan saham sekunder, yaitu untuk mengamati kecenderungan adanya perubahan harga saham perdana setelah tercatat di pasar sekunder. Disamping itu diamati pula tentang reaksi dari harga saham-saham tersebut terhadap adanya informasi yang baru.
Hasil analisis data terhadap 47 saham perdana yang tercatat di Bursa Efek Jakarta sejak bulan Januari 1991 sampai dengan bulan Oktober 1993, menunjukkan bahwa memang terjadi perbedaan yang signifikan antara saham perdana dan sekunder. Dalam analisis data juga menunjukkan bahwa semakin lama saham baru dimiliki semakin naik imbalan sahamnya dan untuk kemudian turun kembali. Selain hal tersebut tampak pula bahwa semakin lama saham baru dimiliki pemodal, maka semakin besar pula resiko penyimpangannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa para pemodal masih dapat memperoleh abnormal return satu bulan setelah saham-saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder serta masih dijumpai,adanya abnormal return yang negatif dan signifikan pada bulan keenam dan keduabelas, yang berarti terjadi peningkatan pada harga. Adanya kecenderungan para pemodal masih bisa memperoleh abnormal return tersebut, menunjukkan bahwa efisiensi pasar modal dalam bentuk setengah kuat, masih belum terpenuhi di Bursa Efek Jakarta. Dengan semakin berkembangnya peraturan, diharapkan masyarakat pemodal semakin mampu dalam mencerna dan menganalisis suatu informasi, yang relevan yang tersedia bagi mereka, sehingga efisiensi pasar modal dapat tercapai.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Kurniawan Sudjatmiko
"Penelitian empiris yang dilakukan oleh Elton dan Gruber (1970) memberikan pandangan yang menarik tentang price behavior saham-saham yang memberikan deviden, ketika ex dividend date. Dikatakan bahwa harga saham yang membagikan deviden akan turun sebesar jumlah deviden yang dibagikan setelah dikurangi pajak, ketika ex dividend date. Hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh R. Bali (1998), Grammatikos (1984), dan Michaely (1991), atas hasil penelitian empiris yang mereka lakukan pada bursa New York Stock Exchange dari Nasdaq. Di lain pihak, penelitian yang dilakukan oleh Green dan Rydqvist (1999) pada instrumen Swedish Lottery Bonds memberikan hasil yang berbeda, di mana mean penurunan harga saham saat ex dividend date secara statistik lebih besar dari dividend after tax yang diberikan.
Terdapat perbedaan hasil penelitian yang sejenis mendasari dilakukannya penelitian serupa di Bursa Efek Jakarta dengan menambahkan variabel dua kondisi pasar yang berbeda, yaitu pasar bearish di tahun 2000 dan pasar bullish di tahun 2004.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menguji apakah terjadi proses penurunan harga saham ketika ex dividend date dan mengukur apakah penurunan yang terjadi lebih besar dari dividend after tax yang diberikan untuk kedua kondisi pasar tersebut.
Menggunakan metode perhitungan Raw Price Ratio (RPR), Market Adjusted Price Ratio (MAPR), Raw Price Drop (RPD) dan Market Adjusted Price Drop (MAPD), diperoleh hasil secara keseluruhan bahwa harga saham saat ex dividend date mengalami penurunan yang secara rata-rata sama dengan jumlah dividend after tax yang diberikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Elton dan Gruber sebelumnya.

Empirical research that has been done by Elton and Gruber open a new interesting point of view about price behavior of stock that gives away cash distributions in terms of dividends, on the ex dividend date. Elton and Gruber said that stocks that gives away cash dividends to their shareholder, would experience a decline movement on their price of stock which equal to the amount of dividend after being deducted by tax, on the ex dividend date. The same results being announced by R.Bali, Grammatikos, and Michaely, based on their empirical research on New York Stock Exchange and Nasdaq. Contrarily, the research that being done by Green and Rydqvist gave different result, based on the average statistic of down movement stock price on the ex dividend date, the price of stock moves deeper than the cash dividend after tax that being distributed to the share holder.
That different kind of result on the same kind of research are the foundation of why the author doing the same kind research on Jakarta Stock Exchange, and with two different kind of conditions added as a new variable, which are conditions of market bearish in years 2000 and market bullish in years 2004.
The goals of these research is to test whether there has been a decline on the stock price movement on the ex dividend date and to measure the large of the movement and compare it to the dividend after tax that has been given to the shareholder on those two kinds of market conditions.
Using the formula of Raw Price Ratio (RPR), Market Adjusted Price Ratio (MAPR), Raw Price Drop (RPD) and Market Adjusted Price Drop (MAPO), the overall result shows that the stock price on the ex dividend date experience an equal percentage decline with the dividend after tax on the ex dividend date. This result is consistent with the research of Elton and Grubber before.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Sakhowi
"Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang ditandai dengan anjloknya nilai tukar rupiah atas US dollar, diikuti oleh meningkatnya suku bunga dan inflasi secara tajam telah menimbulkan kepanikan luar biasa bagi para investor di pasar saham Indonesia (Bursa Efek Jakarta). Kepanikan tersebut mendorong harga harga saham turun tajam sehingga indeks pasar (IHSG ) terpangkas hingga tinggal -/+ 40 %. Fenomena turunnya harga saham secara tajam yang dikaitkan dengan perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi merupakan permasalahan yang menarik untuk dikaji dengan menggunakan pendekatan Arbritage Pricing Theory (APT).
Studi ini mengajukan tiga permasalahan penelitian yang selanjutnya akan dijawab melalui pembuktian hipotesis. Pertama apakah ada pengaruh faktor perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, perubahan suku bunga dan inflasi terhadap pasar saham (BET). Kedua apakah faktor perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar suku bunga dan inflasi memberi pengaruh yang berbeda pada perusahaan dengan debt to equity ratio berbeda. Ketiga apakah perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi memberi pengaruh yang berbeda pada industri yang berbeda.
Untuk menganalisis permasalahan penelitian digunakan model multi faktor (APT) sebagaimana yang digunakan Roll dan Ross (1986) dengan memakai model regresi multi variate. Analisis mengambil lokasi di Bursa Efek Jakarta (BET) dengan mengambil waktu pengamatan dari 1993 sampai 1998. Data harga saham dan Indeks Pasar (IHSG), suku bunga dan inflasi secara berturut turut diambil dari publikasi lembaga yang berkompeten yaitu BEJ, Bank Indonesia dan Biro Pusat Statistik. Semua series data yang digunakan sebagai variabel penelitian berbentuk time series karena itu variabel dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan uji stasionaritas untuk menghindari diperolehnya hasil yang menyesatkan. Pengujian atas koefisien regresi parsial dan simultan menggunakan uji t dan uji F. Dan untuk menguji perbedaan struktur regresi digunakan Chow test, sementara untuk menguji bentuk hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung digunakan Granger causality test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar pada level, lag l dan lag 3, jumlah uang yang beredar (M2) sebagai indikator inflasi memberi pengaruh pada harga saham 1 indeks pasar (IHSG) secara signifikan pada taraf α=0.05. Dari uji Granger menunjukkan bahwa balk nilai tukar rupiah atas US dollar maupun M2 signifikan berpengaruh pads indeks pasar (IHSG). Sementara perubahan suku bunga ( nil ) tidak memberi pengaruh yang signifikan pada perubahan harga saham J indeks pasar (IHSG) baik dilihat dari uji t dari koefisien regresi maupun uji Granger.
Studi juga menemukan bahwa perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi (M2) memberi pengaruh yang berbeda pada emiten yang memiliki struktur modal berbeda yang diukur dengan tingkat debt to equity ratio (ER). Kesimpulan ini diperoleh dari hasil uji struktur regresi dari 2 kelompok observasi yang dibedakan DER tinggi dan DER. rendah dengan menggunakan Chow test menghasilkan nilai F hitung sebesar 717.97 yang lebih besar dari F tabel = 2.51 untuk taraf Selanjutnya hasil pengamatan terhadap return 7 portfolio yang diregresikan dengan variabel nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi (variabel prediktor) menunjukkan terdapat perbedaan sensitivitas dan pengaruh yang signifikan antara industri yang berbeda terhadap perubahan tiga variabel prediktor. Secara keseluruhan hasil analisis dengan menggunakan model APT ini memiliki kemampuan untuk melakukan estimasi sehingga model yang dihasilkan layak untuk digunakan sebagai model dalam penilaian aset."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Wibowo
"ABSTRAK
Pasar modal merupakan alternatif tempat investasi yang menguntungkan disamping pasar uang, obligasi, emas, tanah dan lain-lain. Pasar modal menarik untuk dianalisis karena instrumen pasar modal yaitu harga saham sering berfluktuasl sehingga merupakan sarana yang tepat bagi investor untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Salah satu kunci sukses dari investasi dalam saham di pasar modal adalah pengetahuan tentang pasar saham, trend dan tindakan yang tepat untuk memanfaatkan momentum pasar saham. Untuk mencapai tujuan tersebut, investor memerlukan sistem atau metode. yang cocok untuk menganalisis harga saham secara menyeluruh. Dalam analisis saham terdapat dua pendekatan, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Masing-masing pendekatan mempunyai cara yang berbeda dan kelebihan yang dapat digunakan dalam seleksi saham. Analisis fundamental menggunakan top down analysis, yaitu analisis makroekonomi, industri dan keadaan keuangan perusahaan. Dasar analisisnya adalah keadaan keuangan perusahaan tahun-tahun yang lampau dan proyeksinya yang meliputi forecast earnings, deviden dan sales growth. Analisis teknikal sebaliknya, hanya memperhatikan trend harga dengan memprediksikan harga saham yang akan datang dalam bentuk charting dan indikator saham yang terjadi. Analisis teknikal, selain digunakan dalam analisis saham, dapat juga dipakai pada analisis obligasi, pasar komoditi, pasar uang dan pasar derivatif.
Dalam karya akhir ini dibahas metode analisis teknikal. Model analisis yang dipakai adalah model simple moving average, relative strength index dan candlestick. Ketiga model ini dipakai karena dapat mewakili analisis teknikal secara umum yang meliputi charting, indikator dan oscillator. Masalahnya adalah manakah dari ketiga model tersebut atau kombinasi dari model-model tersebut yang paling efektif digunakan investor sebagai model pemilihan saham untuk investasinya.
Dengan menggu nakan analisis teknikal dari ketiga model inl, investor dapat memprediksi trend pasar baik bullish atau bearish, menghitung relatif return yang didapat tiap model, dan membandtngkan dengan kondisi ideal perdagangan yaitu model maximum profit untuk mendapatkan tingkat efisiensi tiap modeL Kondisi ideal perdagangan adalah keuntungan maksimum yang dldapat dengan membeli saham pada harga terendah dan menjual kembali saham pada harga tertinggi untuk setiap siklus transaksinya.
Pemilihan sa ham PT. Telkom didasarkan pada pertimbangan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta" Perolehan data didapat dari harga penutupan saham PT Te!kom. Periode data yang ditentukan adalah dari tanggal 14 November 1995 sampai dengan tanggal 3 Mel 1999. HasH analisis dengan menggunakan data tersebut sebagai masukan adalah untuk model simple moving average, candlestick dan relative strength index rnempero!eh return berturut-turut sebesar 52.62%, 40,58%, dan i 3,07"/o per tahun.
Kesimpulan yang didapat dari hasH analisis ini adalah model simple moving average dan candlestick dapat memprerliksi harga saham dengan baik, karena menunjukkan return yang tinggL Return kedua modet ini masih lebib tinggi jika dibandingkan dengan retum ratarata deposito pada kondisi ekonomi normal. Sedartgkan untuk model relative strength index menunjukkan return yang rendah, sehingga mode! rt:/ative strenglh index akan lebih baik digunakan jika digabungkan dengan model analisis lafn sebagai intOrmasi tambahan.
Masing-masing model analisis mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan antara satu model dengan model lainnya. Kelebihan model simple moving average adaiah model ini relatif sederhana dan basil analisisnya cukup baik. Kelebihan model candlestick ada!ah dapat digunakan untuk mengidentifikasikan pola yang terjadi sebagai support dan resistance daJam memprediksi barga saham, Sedangkan kelebihan model relative strength index adalab dapat digunakan untuk menentukan supply dan demand pada sabam tersebut.
Disamping kelebihan tersebut terdapat juga beberapa ke!emahan dari masing-masing modeL Kelemahan simple moving average adalah tidak di!akukan pembobotan pada data yang terbaru sedangkan data terbaru mempunyai .nilai informasi yang iebih baik dari data lama. Kelemahan candlestick adalah sulitnya dalam ·pengelompoklcan pola. Pola yang terbentuk di model candlestick sangat bervariasi sebagai akibat jenis variasi candlestick yang banyak Sedangkan kelemahan relative strength index adaiah pada umumnya basil re111rnnya rendah. Kesimpulan umum dari basil analisis dengan rnempergunakan metode analisis teknikat adalah pasar saham akan tetap sempurna meskipun semua investor menggunakan metode analisis teknikal dalam melak:ukan analisis pasar. Distorsi harga dalam pasar saham dapat terjadi sebagai akibat prediksi harga saham yang hanya berdasarkan pada sinyal bullish dan sinyal bearish.
Dengan basil analisis di atas. rekomendasi yang diberikan dari penggunaan metode analisis teknikal untuk memprediksi harga pasar adalah sebaiknya investor memakai model simple moving average. Keputusan investasi yang dilakukan investor dengan menggunakan model simple moving average akan menghasilkan return yang tinggi~ apalagi jika penggunaannya digabungkan dengan model candlestick dan model relative strength index."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Basar D.P.
"Pada bulan November 1996, PT Bank Negara Indonesia, Tbk. (Bank BNI) sebagai bank BUMN menawarkan 25% dari jumlah modal sahamnya (1,085,032,000 lembar saham) ke publik dan ini merupakan privatisasi perbankan yang pertama di Indonesia. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan permodalan guna mendukung kegiatan operasional dan menjamin kinerja yang sehat dari Bank BNI dalam memasuki abad mendatang.
Seperti diketahui Bank Indonesia selaku Otoritas Moneter telah mengeluarkan beberapa regulasi seperti ketentuan Giro Wajib Minimum dari 2 persen menjadi 3 persen dan kemudian menjadi 5 persen, persyaratan rasio kecukupan modal (CAR), dan Iain-Iain mendorong bank-bank untuk semakin memperkuat daya saingnya.
Pasar modal merupakan salah satu aiternatif sumber dana bagi perusahaan untuk meningkatkan permodalannya, demikian juga halnya di Indonesia. Hai ini tidak terlepas dari kondisi pasar modal Indonesia yang dari tahun ke tahun semakin menarik dan 'menggairahkan' baik bagi perusahaan pencari modal maupun bagi pihak penanam modal (investor).
Seperti pengalaman sebelumnya, going public dari perusahaan BUMN yang selalu menarik minat para investor di pasar modal, demikian juga dengan penawaran umum dari saham Bank BNI, dimana hal ini tidak terlepas dari faktor harga perdana saham yang dilepas, yaitu Rp 850 saja.
Beberapa pendekatan teoritis dalam penentuan harga saham perdana dibahas daam Karya Akhir ini, seperti: Dividend Discount Model dan Earnings Approach dengan beberapa model. HasiInya, ternyata terdapat 'diskon harga perdana' apabila hasil perhitungan (teoritis) tersebut dibandingkan dengan model Present Value of Earnings yang digunakan oleh pihak penjamin emisi.
Terlepas dari terlalu rendah atau tidaknya harga perdana saham Bank BNI, ada beberapa pertimbangan non-teknis yang mungkin mendasari ditetapkan harga perdana tersebut, seperti: pertimbangan kesuksesan kinerja harga saham di pasar sekunder, pemerataan bagi investor kecil, dan Iain-lain. Akan tetapi, esensi tujuan dari suatu go public khususnya bagi kepentingan stakeholders harus ditempatkan pada prioritas utama.
Dalam Karya Akhir ini juga dilakukan sedikit analisa pergerakan harga saham Bank BNI di pasar sekunder untuk kurun waktu 6 (enam) bulan pertama seterah dicatatkan. Diharapkan, ulasan dalam Karya Akhir ini dapat memberikan acuan dan masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan go public di masa mendatang."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>