Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173288 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farrel Dyco Fitrahardy
"Latar belakang: Infark Miokard (MI) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Salah satu mekanisme yang mendasari terjadinya MI ialah adanya produksi reactive oxygen species (ROS) berlebihan atau keadaan stres oksidatif. Berbagai tata laksana diupayakan untuk dapat mengatasi penyakit ini salah satunya adalah pengobatan herbal. Tanaman Centella asiatica telah dikenal memiliki berbagai efek farmakologikal yang bermanfaat, salah satunya adalah sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak air daun Centella asiatica terhadap parameter stres oksidatif, khususnya aktivitas SOD dan kadar MDA jaringan jantung tikus yang telah mengalami MI. Metode: Penelitian ini menggunakan sampel jaringan jantung tikus tersedia di laboratorium yang merupakan bagian dari penelitian besar berjudul “Efek Kardioproteksi Tanaman Herbal Indonesia (Moringa oleifera, Centella asiatica, Andrographis paniculata) melalui Aktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi pada Model Infark Miokard Tikus yang diinduksi Isoproterenol.”. Pada penelitian ini digunakan tiga kelompok dari enam kelompok yang digunakan di penelitian besar tersebut. Kelompok pertama ialah normal tanpa perlakuan, kelompok kedua (Iso) diberi isoproterenol dengan dosis 85 mg/kgBB. Kelompok ketiga (Iso + ekstrak CA) diberi isoproterenol dosis 85 mg/kgBB dan ekstrak air daun Centella asiatica dosis 200 mg/kgBB. Kadar protein jaringan dihitung menggunakan uji Bradford. Aktivitas SOD jaringan diperiksa menggunakan EZSOD Assay Kit sementara kadar MDA diperiksa menggunakan metode TBARS. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak ditemukan adanya perbedaan kadar MDA yang signifikan antar ketiga kelompok (p=0,105). Pada hasil pemeriksaan SOD, ditemukan penurunan yang tidak signifikan pada kelompok Iso (p=0,106) dibandingkan kelompok normal. Pada kelompok Iso + ekstrak CA ditemukan penurunan aktivitias SOD yang tidak signifikan (p=0,490) dibandingkan kelompok Iso. Kesimpulan: Pada penelitian ini, belum dapat dibuktikan bahwa ekstrak air daun Centella asiatica memiliki efek kardioprotektif terhadap aktivitas SOD dan kadar MDA jaringan jantung tikus.

Introduction: Myocardial infarction (MI) is one of the common causes of morbidity and mortality in the world. One of the underlying mechanisms of MI is due to excessive production of oxygen reactive species (ROS) in cells and tissues. This phenomenon is also known as oxidative stress condition. Many therapies are being developed to overcome MI such as medicinal herbs. Centella asiatica has been known for its useful therapeutic potential. For instance, it has some antioxidant compounds which can help reduce free radicals by scavenging them. Thus, this study aimed to analyze the effects of Centella asiatica water extract against SOD activity and MDA levels in isoproterenol-induced myocardial infarction in rats. Method: In this study, we used available rat heart tissues in the laboratory which were part of the previous study. Subjects were devided into three treatment groups as follows: normal, Iso, and Iso + extract CA. Isoproterenol were administered at 85 mg/kg BW and Centella asiatica water extract were administered in the third group at 200 mg/kg BW on the previous study. Bradford tests were performed to measure the concentration of total protein in samples. Activity of SOD were assessed by EZ-SOD Assay Kit. While levels of MDA were assessed by the TBARS assay method. Result: According to the findings of the study, there were non-significant differences in MDA levels among subjects in three groups (p=0,105). There was a non-significant decrease in activity of SOD (p=0,106) in the Iso group compared to the normal group. Also, there was a non-significant decrease in activity of SOD (p=0,490) in the Iso + extract CA group compared to the Iso group. These results are not in accordance with previous studies.Conclusion: In this study, it has not been proven that Centella asiatica water extract has cardioprotective effects against activitiy of SOD and MDA levels in isoproterenol-induced myocardial infarction in rats. This is probably due to some different treatments from previous studies. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabiila Maryam
"ABSTRAK
Pendahuluan: Penuaan merupakan fenomena biologis dan universal yang tidak dapat dihindari. Stres oksidatif merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penuaan. Salah satu penanda stres oksidatif dalam tubuh adalah peningkatan kadar malondialdehid (MDA). Acalypha indica dan Centella asiatica mengandung antioksidan yang berpotensi mengurangi stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian Acalypha indica dan Centella asiatica dalam menurunkan kadar MDA pada otak tikus tua. Metode: Penelitian eksperimental ini menggunakan sampel homogenat jaringan otak Sprague Dawley yang disimpan di Laboratorium Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran. Homogenat otak berasal dari 5 kelompok tikus yaitu tikus kontrol tua, tikus tua diberi ekstrak Acalypha indica 250mg/kgBB, tikus tua diberi ekstrak pegagan 300mg/kgBB, tikus tua diberi Vitamin E 15U dan tikus kontrol muda. Kadar MDA dalam homogenat jaringan otak tikus diukur menggunakan metode Will. Hasil: Median kadar MDA otak kelompok tikus tua yang diberi Acalypha indica adalah 4,76 nmol/ml, tidak lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol tikus tua dan lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok tikus tua yang diberi vitamin E dan kelompok kontrol tikus muda. . Median kadar MDA otak tikus kelompok tua yang diberi pegagan adalah 2,67 nmol/ml, jauh lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol tikus tua dan tidak jauh lebih rendah dibandingkan kelompok tikus tua yang diberi vitamin E dan kelompok kontrol muda. tikus. Kesimpulan: Pemberian ekstrak pegagan mampu menurunkan kadar MDA pada otak mencit tua, sebaliknya pemberian ekstrak Acalypha indica tidak mampu menurunkan kadar MDA pada otak mencit tua.
ABSTRACT
Introduction: Aging is a biological and universal phenomenon that cannot be avoided. Oxidative stress is one of the factors that play a role in aging. One of the markers of oxidative stress in the body is increased levels of malondialdehyde (MDA). Acalypha indica and Centella asiatica contain antioxidants that have the potential to reduce oxidative stress. This study aimed to examine the effect of giving Acalypha indica and Centella asiatica in reducing MDA levels in the brains of old rats. Methods: This experimental study used a homogenate sample of Sprague Dawley brain tissue stored in the Laboratory of the Department of Biochemistry and Molecular Biology, Faculty of Medicine. Brain homogenates were derived from 5 groups of rats, namely old control rats, old rats given Acalypha indica extract 250mg/kgBW, old rats given gotu kola extract 300mg/kgBW, old rats given Vitamin E 15U and young control rats. MDA levels in the rat brain tissue homogenate were measured using the Will method. Results: Median brain MDA levels in the old group of rats given Acalypha indica was 4.76 nmol/ml, not significantly higher than the control group of old rats and significantly higher than the group of old rats given vitamin E and the control group of young rats. . Median brain MDA levels of the old group of rats given gotu kola was 2.67 nmol/ml, much lower than the control group of old rats and not much lower than that of the old group of rats given vitamin E and the young control group. rat. Conclusion: Giving gotu kola extract was able to reduce MDA levels in the brains of old mice, on the contrary giving Acalypha indica extract was not able to reduce MDA levels in the brains of old mice."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Putri Febrianti
"Beberapa sistem pengaturan yang melibatkan jantung, pembuluh darah, ginjal mendukung patofisiologi hipertensi. Stres oksidatif merupakan faktor yang menghubungkan sistem-sistem tersebut. Stres oksidatif terjadi karena ketidakseimbangan antara antioksidan dan produksi spesies oksigen reaktif (ROS). Salah satu biota laut yang bisa digunakan dalam pengobatannya berasal dari kuda laut dengan kandungan senyawa yang dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dan kaya akan kandungan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak kuda laut (Hippocampus comes L.) terhadap kadar SOD dan MDA darah dan ginjal pada mencit Ddy yang diinduksi Fenilefrin. Mencit dibagi menjadi 6 kelompok (n=4) secara acak yaitu kelompok normal, kontol negatif, kontrol positif (kandesartan sileksetil 2,1 mg/kgBB) dan kelompok uji ekstrak kuda laut (dosis 100, 200, 400 mg/kgBB) yang diberikan selama 14 hari. Seluruh hewan uji terlebih dahulu diinduksi fenilefrin (PE) selama 14 hari, lalu dilanjutkan diberikan perlakuan masing-masing selama 7 hari. Pengukuran kadar SOD dilakukan dengan Total Superoxide Dismutase (T-SOD) Activity Assay Kit (WST-1 Method), dan kadar malondialdehida (MDA) diukur menggunakan metode TBA. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kuda laut (Hippocampus comes L.) pada variasi tiga dosis yang berbeda tidak memiliki perbedaan bermakna terhadap kadar SOD (nilai p = 0,0936) dan MDA (nilai p = 0,2393) darah, kadar SOD (nilai p = 0,3257) dan MDA (nilai p = 0,3685) ginjal dari mencit yang diinduksi fenilefrin dibandingkan dengan kelompok normal, negatif, dan positif. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa ekstrak kuda laut (Hippocampus comes) tidak menyebabkan peningkatan kadar SOD dan tidak menurunkan kadar MDA pada darah dan ginjal mencit yang diinduksi fenilefrin.

Several regulatory systems involving the heart, blood vessels, kidneys, support the pathophysiology of hypertension. Oxidative stress is a factor that connects these systems with compounds that can prevent cardiovascular disease and is enriched by antioxidants. Blood pressure that exceeds normal limits can slow the development of kidney disease and prevent the heart from functioning properly. This research is conducted with the purpose to analyze the effect of administering seahorse (Hippocampus comes L.) extract towards the amount of SOD and MDA on blood and kidney of Phenylephrine-induced mice Ddy. The mice were divided into six groups (n=4) randomly: normal group (CMC Na 0.5%), negative control (CMC-Na 0.5%), positive control (candesartan cilexetil 2.1 mg/kgBW) and seahorse extract-tested group (dose 100, 200, 400 mg /kgBB) given for 14 days. All test animals were first induced by phenylephrine (PE) for 14 days, then continued with each treatment for 7 days. SOD levels were measured using the Total Superoxide Dismutase (T-SOD) Activity Assay Kit (WST-1 Method), while MDA levels were measured using TBA method. This research shows that administration of seahorse (Hippocampus comes L.) extract at three different dose did not cause significant differences in SOD (p value = 0.0936) and MDA (p value = 0.2393) levels from the blood, and SOD (p value = 0.3257) and MDA (p value = 0.3685) levels from the kidneys of mice induced with phenylephrine compared to the normal, negative, and positive groups. From these results it was found that seahorse extract (Hippocampus comes) did not cause an increase in SOD levels and did not reduce MDA levels in the blood and kidneys of mice induced with phenylephrine."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imma Fatayati
"Latar belakang: Akumulasi volume latihan fisik yang berlebihan (overtraining/OT), dalam jangka panjang dapat menimbulkan penurunan performa yang disebut overtraining syndrome (OTS). Patofisiologi OTS banyak dihubungkan dengan stress oksidatif, kondisi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen, yang dapat berujung pada gangguan kardiovaskular. Beberapa penelitan menunjukkan bahwa stres oksidatif dapat dihambat melalui suplementasi antioksidan. Hibiscus Sabdariffa Linn. (H. sabdariffa) adalah tanaman yang mengandung antioksidan tinggi.
Tujuan: Melihat efek OT terhadap tingkat stress oksidatif jantung tikus dan efek pemberian H. sabdariffa terhadap stress oksidatif jantung tikus OT.
Metode: Studi eksperimental menggunakan 25 tikus Wistar dewasa, 8-10 minggu, 300-350 gr, diacak menjadi lima kelompok: Kontrol (C), Kontrol+Hibiscus (C-Hib), Latihan Aerobik (A), Overtraining (OT) dan Overtraining+Hibiscus (OT-Hib). Dosis H. sabdariffa yang diberikan: 500 mg/kgBB/hari. Latihan fisik (A dan OT) dilakukan 5x/minggu selama 11 minggu. Dihitung kadar MDA, SOD dan GSH pada jantung tikus menggunakan spektrofotometri dan Nox2 pada jantung tikus menggunakan ELISA pada akhir Minggu 11.
Hasil: Pada kelompok OT-Hib kadar MDA secara bermakna mengalami penurunan, kadar GSH secara bermakna mengalami peningkatan, didukung dengan kadar SOD yang cenderung meningkat, namun tidak signifikan, dan Nox2 mengalami peningkatan yang tidak signifikan.
Kesimpulan: Overtraining menyebabkan kondisi stres oksidatif pada jaringan jantung tikus dan pemberian suplementasi H. sabdariffa memiliki potensi menangani stres oksidatif pada jantung tikus overtraining

Background: Accumulation of overtraining/OT volume, in the long run can lead to decreased performance called overtraining syndrome (OTS). Pathophysiology of OTS is associated with oxidative stress, a condition of imbalance between free radicals and endogenous antioxidants, which can lead to cardiovascular disorders. Some research shows that oxidative stress can be inhibited through antioxidant supplementation. Hibiscus Sabdariffa Linn. (H. sabdariffa) is a plant that contains high antioxidants.
Objective: This study was to look at the effect of OT on rat heart oxidative stress levels and the effect of giving H. sabdariffa to oxidative stress in OT rats.
Methods: The study was an experimental study using 25 adult Wistar rats, 8-10 weeks, 300-350 gr, randomized into five groups: Control (C), Control + Hibiscus (C-Hib), Aerobic Exercise (A), Overtraining (OT ) and Overtraining + Hibiscus (OT-Hib). Dosage of H. sabdariffa given: 500 mg/kg/day. Physical exercise (A and OT) is given 5x/week for 11 weeks. Calculated levels of MDA, SOD and GSH using spectrophotometry and Nox2 using ELISA at the end of Week 11.
Results: In the OT-Hib group, MDA levels significantly decreased, GSH levels significantly increased, supported by SOD levels which tended to increase, but were not significant, and Nox2 experienced an insignificant increase.
Conclusion: Overtraining can causes oxidative stress conditions in rat heart tissue, and supplementation of Hibiscus sabdariffa Linn. can handle oxidative stress in overtraining rat's heart.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dama Aliya Izza
"Pajanan radikal bebas yang terlalu tinggi pada tubuh dapat menyebabkan keadaan stres oksidatif. Stres oksidatif mengarah pada timbulnya berbagai penyakit terutama penyakit tidak menular yang saat ini menduduki prevalensi penyakit tertinggi di Indonesia. Untuk mencegah penyakit tersebut, dibutuhkan agen protektif berupa antioksidan. Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) merupakan tumbuhan yang memiliki kandungan antioksidan salah satunya adalah flavonoid. Pada penelitian ini, ekstrak daun pandan wangi digunakan untuk melihat efek hepatoprotektif dengan mengukur aktivitas alkali fosfatase (ALP) dan alanin aminotransferase (ALT) pada plasma tikus jantan yang diberi CCl4. Dua puluh empat ekor tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan yaitu kontrol normal, kelompok CCl4, kelompok pandan, dan kelompok pandan + CCl4. Pemberian pandan dilakukan selama 7 hari dengan dosis 85- mg/kgBB dan CCl4 diberikan pada hari ke 8 dengan dosis 0,55 mg/kgBB. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian ekstrak daun pandan wangi tidak menunjukkan penurunan pada aktivitas ALP, namun menunjukkan penurunan pada aktivitas ALT hanya saja penurunan tersebut tidak bermakna secara statistik (p < 0,05). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun pandan wangi dengan dosis 85 mg/kgBB selama 7 hari tidak memberikan efek hepatoprotektif pada hati tikus jantan yang diberi CCl4 karena dosis terlalu rendah.

Too much exposure of free radicals in the body can cause oxidative stress. Oxidative stress leads to some non communicable diseases which currently occupy the highest prevalence in Indonesia. To prevent the disease, protection agent, namely antioxidant is required. Fragrant pandan leaves (Pandanus amaryllifolius) is a plant which have antioxidant content, one of which is flavonoid. In this research, fragrant pandan leaves extract is used to see the hepatoprotective effect by measuring the activity of alkaline phospatase (ALP) and alanine aminotransferase (ALT) in plasma rats given CCl4. 24 Sprague-Dawley rats divided into four groups of treatments, namely normal control, CCl4 group, pandan group and pandan + CCl4 group. Pandan extract was given for 7 days at a dose 85 mg/kgBW and CCl4 was given on the 8th days at a dose 0,55 mg/kgBW. Based on the result of this reasearch, fragrant pandan leaves extract did not lower ALP activity. However, it lowered ALT activity, although it was not statistically significant (p < 0,05). In conclusion, the administration of fragrant pandan leaves extract at a dose 85 mg/kgBW had not proved to give hepatoprotective effect on the liver of in male rats given CCl4 because the dosage is too low."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendy Asmaradhana Sahara
"Biaya penanganan penyakit neurodegeneratif sangat tinggi. Penyebab penyakit ini adalah penuaan yang dikaitkan dengan stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan kerusakan protein yang menghasilkan karbonil. Centella asiatica (CA) berpotensi sebagai antioksidan yang dapat menurunkan kejadian stres oksidatif, termasuk di otak. Penelitian eksperimental ini menggunakan 36 ekor tikus Rattus norvegicus yang dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan CA usia 12, 24, serta 36 minggu. Kelompok perlakuan CA diberi ekstrak CA 300 mg/kgBB selama 30 hari. Kadar karbonil diukur menggunakan uji spektrofotometer. Kadar karbonil otak tikus 36 minggu lebih tinggi bermakna dibandingkan tikus 12 minggu (p=0,004) dan 24 minggu (p=0,016). Kadar karbonil otak tikus 24 minggu yang diberi ekstrak CA lebih tinggi bermakna dibandingkan tikus kontrol 24 minggu (p=0,026). Kadar karbonil otak tikus 12 dan 36 minggu yang diberi ekstrak CA tidak berbeda bermakna dibandingkan tikus kontrol 12 minggu (p=0,956) dan 36 minggu (p=0,602). Kadar karbonil otak tikus dipengaruhi oleh usia tikus, lebih tinggi secara bermakna pada kelompok usia 36 minggu dibandingkan dengan kelompok usia 12 dan 24 minggu. Ekstrak CA 300 mg/kgBB menyebabkan peningkatan kadar karbonil pada otak tikus usia 24 minggu, namun tidak pada usia 12 dan 36 minggu.

The cost of treating neurodegenerative diseases is very high. The cause of this disease is aging caused by oxidative stress. Oxidative stress causes the breakdown of proteins that produce carbonyls. Centella asiatica (CA) may be an antioxidant that can reduce oxidative stress, including in the brain. This experimental study used 36 Rattus norvegicus rats which were divided into six groups, namely the control group and the CA treatment group aged 12, 24, and 36 weeks. The brain carbonyl levels of 36 weeks rats were higher than those of 12 weeks (p=0.004) and 24 weeks (p=0.016) rats. Brain carbonyl levels of 24 weeks rats that were given CA extract were higher than those of 24 weeks control rats (p=0.026). Brain carbonyl levels of rats 12 and 36 weeks given CA extract were not significantly different from control rats at 12 weeks (p=0.956) and 36 weeks (p=0.602). Brain carbonyl levels were affected by the age of the rats, significantly higher in the 36 weeks age compared to the 12 and 24 weeks age. CA extract 300 mg/kgBW caused an increase in carbonyl levels in the brains of rats aged 24 weeks, but not at the age of 12 and 36 weeks."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leroy David Vincent
"Luka pada kulit dapat disebabkan oleh trauma, hasil tindik pada badan, dan bahkan prosedur operasi. Luka akan diperbaiki melalui beberapa tahapan dan proses untuk mengembalikan struktur kulit kembali normal. Namun, proses tersebut tidak selalu berjalan dengan normal dan dapat berkembang menjadi jaringan parut atau jaringan keloid sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas fibroblas. Peningkatan aktivitas fibroblas ini akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan energi dan oksigen sehingga keadaan hipoksia dapat terjadi dan menyebabkan pembentukan ROS yang dapat berujung pada keadaan stres oksidatif. Antioksidan bekerja untuk mengatasi masalah ini dan salah satu antioksidan adalah katalase. Riset ini bertujuan untuk melihat efek kondisi tersebut terhadap aktivitas katalase di jaringan keloid dan dibandingkan dengan jaringan normal sebagai kontrol yaitu prepusium. Sampel eksperimen adalah jaringan keloid yang didapatkan melalui insisi pada operasi dan jaringan prepusium melalui sirkumsisi masing-masing sejumlah 9 sample. Aktivitas spesifik katalase diukur melalui penurunan kadar H2O2 yang diuraikan oleh katalase dan dibaca serapannya dengan spectrophotometer pada panjang gelombang 280nm. Setelah mendapatkan data, data tersebut dianalisis secara statistik dengan software SPSS. Uji normalitas menunjukan distribusi data yang tidak normal sehingga dilanjutkan dengan uji non parametric yaitu tes MannWhitney. Hasil analisis dengan tes Mann-Whitney menunjukan hasil yang tidak signifikan (p value = 0.021) walaupun terdapat penurunan aktivitas spesifik katalase pada jaringan keloid jika dibandingkan dengan prepusium yaitu 0.528 dan 0.386 (U/mg protein) pada prepusium dan keloid. Hal ini dapat dikarenakan perbedaan reaksi catalase dalam kondisi akut dan kronik dimana stres oksidatif yang sudah terjadi di jaringan keloid dapat menyebabkan katalase tidak mampu mengkompensasi ROS pada jaringan dan keadaan stres oksidatif tersebut. Selain itu. terdapat juga kemungkinan peran dan intervensi dari antioksidan enzimatik yang lain. Kesimpulan penelitian terdapat penurunan aktivitas katalase namun secara statistik penurunan tersebut tidaklah signifikan.

Skin sores can be caused by trauma, body piercing results, and even surgical procedures. The wound will be repaired through several stages and processes to restore the structure of the skin back to normal. However, the process does not always run normally and can develop into scar tissue or keloid tissue as a result of increased fibroblast activity. This increase in fibroblast activity will cause an increase in energy and oxygen requirements so that hypoxia can occur and cause the formation of ROS which can lead to a state of oxidative stress. Antioxidants work to overcome this problem and one of the antioxidants is catalase. This research aims to see the effect of these conditions on the activity of catalase in keloid tissue and compared with normal tissue as a control, namely the prepusium. Experimental samples are keloid tissue obtained through incisions in surgery and prepusium tissue through circumcision of 9 samples each. The specific activity of catalase is measured by decreasing the H2O2 levels described by catalase and its absorption is read with a spectrophotometer at 280nm wavelength. After getting the data, the data is analyzed statistically with SPSS software. The normality test shows that the data distribution is not normal so it continues with the non parametric test, the Mann Whitney test. The results of the analysis with the Mann-Whitney test showed insignificant results (p value = 0.021) although there was a decrease in the specific activity of catalase in keloid tissue when compared with the prepusium which was 0.528 and 0.386 (U / mg protein) in the prepusium and keloid. This can be due differences in catalase reactions in acute and chronic conditions where oxidative stress that has already occurred in the keloid tissue can cause the catalase to be unable to compensate for ROS in the tissue and the oxidative stress state. Other than that. there are also possible roles and interventions of other enzymatic antioxidants. The conclusion of the research is that there is a decrease in catalase activity but statistically the reduction is not significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Gittanaya Anindyanari
"Latar belakang: Ketidak seimbangan dalam kadar antioksidan dan level radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Puasa sudah terbukti dapat meningkatkan kadar antioksidan dan menurunkan produksi radikal bebas, yang akan menghasilkan penurunan stres oksidatif. Selain itu, durasi waktu puasa juga mempengaruhi dampak puasa dalam menurunkan stres oksidatif. Banyak penelitian yang sudah membahas efek puasa tersebut, namun, belum diteliti pada jaringan jantung. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk meneliti perbedaan efek durasi puasa terhadap kadar katalase pada jaringan jantung kelinci New Zealand White. Metode: Sampel dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan perlakuan yang dilakukan selama satu minggu. Kelompok pertama, kelompok kelinci dengan pemberian pakan yang normal. Kelompok kedua, kelompok puasa intermiten dengan 16 jam periode puasa dan 8 jam periode makan. Kelompok terakhir, kelompok puasa berkepanjangan dengan 40 jam periode puasa dan 8 jam periode makan. Selanjutnya, absorbansi aktivitas katalase dan kadar protein diukur dengan spectrofotometer. Pembagian aktivitas katalase dengan kadar protein dilakukan untuk mendapatkan aktivitas spesifik katalase. Hasil: Rata-rata dari aktivitas spesifik katalase pada kelompok kontrol adalah 1,104 ± 0,244 UI/mg protein, rata-rata pada kelompok puasa intermiten adalah 0,892 ± 0,093 UI/mg protein, dan rata-rata pada kelompok puasa berkepanjangan adalah 1,126 ± 0,098 UI/mg protein dengan perbedaan yang tidak signifikan (p > 0,05). Kesimpulan: Perlakuan puasa intermiten dan puasa berkepanjangan selama satu minggu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas spesifik enzim katalase pada jantung kelinci New Zealand White.

Introduction: An imbalance in the antioxidant and free radical levels will develop oxidative stress. Fasting has increased antioxidant levels and decreased free radical production, ultimately reducing oxidative stress. Furthermore, the duration of fasting is also known to have a role in decreasing oxidative stress. Previous studies have been done on the effect of fasting on oxidative stress, however, none has been done on the heart. Hence, this study is aimed to discover the difference of fasting duration on its effect towards catalase level in New Zealand White rabbits. Method: Samples are divided into three groups based on their treatment for a week. First, the control group with a regular feeding schedule. Second, intermittent fasting group with 16 hours of the fasting period and 8 hours of the feeding period. Lastly, prolonged fasting with 40 hours of fasting and 8 hours of feeding periods. Then, a spectrophotometer is used to calculate the catalase activity and protein level. A division of catalase activity by protein level is done to obtain specific catalase enzyme activity. Result: The mean of specific catalase activity in the heart of the control group sample are 1.104 ± 0.244 UI/mg protein, the mean in the intermittent fasting group are 0.892 ± 0.093 UI/mg protein, and the mean in the prolonged fasting group is 1.126 ± 0.098 UI/mg protein with an insignificant difference (p > 0.05). Conclusion: Neither intermittent nor prolonged fasting conducted in a period of one week will have significant effect on the specific catalase activity level in the heart of New Zealand White rabbit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Yakub
"Penelitian ini membahas tingkat karbonil sebagai penanda dari stress oksidatif di ginjal akibat terpapar oleh hipoksia hipobarik akut interminten. Hipoksia hipobarik rentan terjadi kepada penerbang (pilot) yang sering terpapar oleh kondisi ini. Sebagai salah satu organ penting, ginjal rentan terpapar oleh stress oksidatif akibat hipoksia hipobarik. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. Sampel jaringan yang dipakai adalah jaringan ginjal tikus jantan galur wistar. Sampel ini lalu dikelompokkan ke dalam empat perlakuan dengan perbedaan frekuensi paparan hipoksia hipobarik dari hypoxia chamber dan satu kelompok kontrol. Metode Cayman?s Protein Carbonyl Assay yang telah dimodifikasi oleh departemen biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia digunakan dalam percobaan ini. Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat perbedaan karbonil yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p<0.05). Bedasarkan hasil pada penilitian ini, dapat disimpulkan terdapat peningkatan stres oksidatif secara signifikan pada keadaan hipoksia hipobarik akut intermiten di jaringan ginjal tikus.

This study discussed about carbonyl concentration level as marker of stress oxidative in kidney due to acute intermittent hypobaric hypoxia exposure. Hypobaric hypoxia is prone to occur in aviators (pilots) who usually expose to this condition. As one of important organs, kidney is prone to be exposed by stress oxidative due to hypobaric hypoxia. This study uses experimental design. The sample used in this study was kidney tissue from male rats wistar. This sample then grouped into four different exposed groups which is differed in frequency of hypobaric hypoxia given in hypoxic chamber and a control group. The method used to measure carbonyl concentration was the method from Cayman's Protein Carbonyl Assay Procedure which then modified by biochemistry department Universitas Indonesia. The result from this experiment revealed that there was a significant difference of carbonyl concentration between exposed and control group (p<0.05). This study concluded that there was a significant increase of stress oxidative in acute intermittent hypobaric hypoxia condition in kidney tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan Untuk mengevaluasi efek ekstraks Sargassum echinocarpum sebagai pencegahan disfungsi sel endotel aorta torasis tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. Metode Hewan uji dibagi lima kelompok, kelompok normal, diabetes dan diabetes yang diberi ekstrak rumput laut coklat (150, 300, dan 450 mg/kg BB per hari) diberikan selama 12 minggu setelah tikus mengalami diabetes. Diabetes diinduksi dengan streptozotocin (45 mg kg-1, i.p.) yang terlarut 0,1 M bufer sitrat, pH 4,5. Hewan uji dinyatakan diabetes pada hari kesepuluh setelah injeksi dan kadar gula darah menunjukkan > 200 mg dL-1. Setelah masa perlakuan, serum darah diambil untuk uji antioksidan enzim dan aorta torasis untuk uji relaksasi. Hasil Aktivitas superoksida dismutase (SOD), katalase (Kat), dan Glutation peroksidase (GSH-px) serum menurun. Pada tikus diabetes (3,31+ 0,12;67,17 + 0,62;35,10 + 0,83) dibanding kontrol (9,97 + 0,12;185,31 + 0,23;116,38 + 0,88).Pemberian ekstrak pada tikus diabetes meningkatkan aktivitas SOD, Kat, dan GSH-px serum. Respons vasodilatasi terhadap asetil kolin mengalami penurunan signifikan dibanding tikus kontrol. Perbaikan respon terlihat pada tikus diabetes yang diberi ekstrak Sargassum echinocarpum . Kesimpulan Ekstrak Sargassum echinocarpum memperbaiki stres oksidatif dan mencegah disfungsi endotel diabetes. Hal ini berkaitan sifat antioksidan ekstrak.

Abstract
Aim This study aimed to elicit the protective effect of Sargassum echinocarpum extract on endothelial dysfunction in thoracic aorta of streptozotocin-induced diabetic rats. Methods The animals were divided into 5 groups. The first was normal, the second was diabetic non treated animals. The third to fifth groups were the diabetic animals which given Sargassum echinocarpum extract (150; 300, and 450 mg kg-1 body weight, respectively) by oral gavage and extract treatment was given for 12 weeks. Diabetes was induced by single administration of streptozotocin (45 mg kg-1, i.p.), dissolved in freshly prepared 0.1 M citrate buffer, pH 4.5. Diabetes was confirmed ten days latter in streptozotocin induced animals showing blood glucose levels > 200 mg dL-1 (11.1 mmol L-1) as monitored in the blood from tail vein using glucometer. After the treatment period, the blood serum acquired was used for antioxidant enzymes assays and the thoracic aorta was used for vasorelaxation assay. Results There was a significant decrease in the activity of superoxide dismutase (SOD), catalase (CAT) and glutathione peroxidase (GSH-px) in diabetic rats (3.31+ 0.12;67.17 + 0.62;35.10 + 0.83) comaped to control rats (9.97 + 0.12;185.31 + 0.23;116.38 + 0.88). Administration of Sargassum extract increased the activity of SOD, CAT, and GSH-px. The diabetic rats exhibit endothelial dysfunction as shown by loss of vasodilatory response to acethylcholine (ACH). This was restored by administration of Sargassum extract. Conclusion Sargassum echinocarpum extract ameliorates oxidative stress and reverses the endothelial dysfunction associated with diabetes. This effect appears to be due to its antioxidant properties"
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>