Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164642 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Kirana Mahaputra
"Latar Belakang: Cisplatin sebagai agen kemoterapi merupakan salah satu modalitas terapi pada kanker padat seperti kanker ovarium. Sejumlah studi membuktikan adanya efek samping hepatotoksik cisplatin. Hal ini dapat mengakibatkan kemoterapi tidak efektif, karena dosis cisplatin dikurangi atau bahkan dihentikan pemberiannya. Dewasa ini, obat berbasis tanaman banyak diteliti, salah satunya kurkumin. Kurkumin mempunyai efek hepatoprotektif namun bioavailabilitasnya sangat rendah. Sejumlah penelitian membuat formula nanokurkumin untuk meningkatkan bioavaibilitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian nanokurkumin pada gambaran histologis jejas liver yang diinduksi oleh cisplatin pada tikus model kanker ovarium. Metode: Penelitian ini menggunakan bahan biologis tersimpan dari penelitian sebelumnya. Terdapat 5 kelompok perlakuan; kontrol, DMBA; DMBA+Cisplatin; DMBA+Cis+kurkumin; dan DMBA+Cis+nanokurkumin. Pewarnaan Masson Trichrome dipakai untuk mengamati akumulasi kolagen sebagai penanda fibrosis. Selanjutnya dilakukan kuantifikasi jaringan kolagen /Collagen Proportionate Area (CPA), serta skoring fibrosis hati (skor ISHAK). Hasil: Induksi DMBA dan terapi cisplatin dapat mengakibatkan fibrosis hati, ditandai dengan deposisi kolagen yang lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Pemberian nanokurkumin menunjukkan adanya perbaikan secara histologis berupa fibrosis periportal yang ringan dan skor fibrosis yang lebih rendah secara signifikan (p<0.05) dibanding kelompok lainnya. Pemberian nanokurkumin juga menunjukkan persentase akumulasi kolagen (CPA) yang rendah, namun tidak signifikan (p>0.05) secara statistik. Kesimpulan: Pemberian nanokurkumin pada model kanker ovarium yang diterapi dengan cisplatin pada tikus menunjukkan efek hepatoprotektor dengan memperbaiki skor fibrosis dan mengurangi akumulasi kolagen pada jaringan liver. Diperlukan penelitian lebih lanjut yang membandingkan beragam dosis dan formulasi untuk mengetahui efikasi nanokurkumin yang paling baik sebagai hepatoprotektor pada model kanker ovarium yang diterapi dengan cisplatin.

Background: Cisplatin as a chemotherapy is one of the main modalities of therapy in patients with solid tumours like ovarian cancer. Studies have proven the hepatotoxicity of cisplatin, which causes dose reduction and even termination. Nowadays, herbal based drug is intensively studied, one of them is curcumin. Curcumin is known to have a hepatoprotective effect, albeit with very low bioavailability. To solve this, many research have formulated nanocurcumin to increase its bioavailability. This research aims to find out the effect of nanocurcumin in liver fibrosis induced by cisplatin in ovarian cancer of rat’s model. Method: Our study uses stored biological materials from previous study. The groups are; Control; DMBA; DMBA+Cisplatin; DMBA+Cisplatin+Curcumin; DMBA+Cisplatin+Nanocurcumin. Liver fibrosis is observed with Masson Trichrome stain to view collagen accumulation as fibrosis marker. Afterwards, quantification of collagen fibers (CPA) and liver fibrosis grading (ISHAK) is done. Results: Induction of DMBA with cisplatin treatment causes liver fibrosis, indicated by higher collagen deposition compared to the normal group. Administration of nanocurcumin shows improvement in histological structure such as milder periportal fibrosis and significantly lower liver fibrosis grade (p<0.05) compared to other groups. Administration of nanocurcumin also results in lower collagen percentage (CPA), however it is statistically insignificant (p>0.05). Conclusion: Administration of nanocurcumin in rat ovarian cancer model treated with cisplatin shows hepatoprotective effect by reducing both fibrosis grade and collagen accumulation in the liver. Further study is required with varying dose and formulations to know the nanocurcumin’s best efficacy as hepatoprotector in ovarian cancer model treated with cisplatin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar
"Latar belakang: Cisplatin diketahui sebagai agen kemoterapi yang paling sering digunakan dalam terapi keganasan hematologi dan tumor padat. Namun, efek samping cisplatin nefrotoksisitas menjadi masalah utama, sebab pemberian cisplatin sesuai dengan dosis terapeutik saja sudah menimbulkan kerusakan ginjal.
Tujuan penelitian: Membuktikan efek kurkumin yang bersifat renoprotektif terhadap kerusakan ginjal yang diinduksi cisplatin melalui penurunan ekspresi endothelin-1 (ET-1). Endothelin-1 merupakan peptida yang berkaitan dengan fungsi ginjal, karena memiliki peran sebagai vasokonstriktor poten dan sebagai hemodinamik di organ ginjal.
Metode: Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa organ tersimpan dari penelitian Ni Made Dwi Sandhiutami, S.Si, M.Kes, Apt. Sampel dibagi dalam 4 kelompok perlakuan, yaitu kelompok tikus normal (N), kanker ovarium tanpa perlakuan (Ca), kanker ovarium perlakuan cisplatin (Cis), dan kanker ovarium perlakuan cisplatin+curcumin (Cur). Induksi kanker ovarium dengan cara injeksi 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene (DMBA) melalui benang silk dan dirawat selama 20 minggu membentuk adanya tumor pada ovarium.
Hasil: Hasil yang diperoleh memperlihatkan kelompok Ca mengalami peningkatan ET-1 sebesar 2,8555±0,69981, kelompok Cis terjadi peningkatan ET-1 sebesar 6,0965±2,1558, namun pada kelompok Cis+Cur terjadi penurunan ekspresi ET-1 sebesar 2,1616±0,71623. Meskipun, data pada pemeriksaan ekspresi ET-1 tidak berbeda bermakna secara statistik, namun pemberian kurkumin dapat dikatakan bermakna secara kondisi klinis karena menurunkan ekspresi ET-1 sebesar 64,5%. Pada pemeriksaan serum kreatinin, hanya kelompok tikus normal (N) dengan kelompok tikus kanker ovarium dengan perlakuan cisplatin (Cis) yang berbeda bermakna dan signifikan.
Kesimpulan: Cisplatin bersifat nefrotoksisitas meskipun dalam dosis terapi, serta pemberian kurkumin bermanfaat sebab dapat bersifat renoprotektif bagi kerusakan ginjal yang diinduksi cisplatin.

Introduction: Cisplatin is known as a chemotherapy agent that is most often used in the therapy of hematologic malignancies and solid tumors. However, the side effects of cisplatin nephrotoxicity are the main problem, because giving cisplatin in accordance with the therapeutic dose alone has caused kidney damage.
Purpose of the study: To prove the effect of curcumin which is renoprotective against cisplatin-induced renal damage through decreased expression of endothelin-1 (ET-1). Endothelin-1 is a peptide related to kidney function, because it has a role as a potent vasoconstrictor and as a hemodynamic agent in the kidney.
Methods: The samples used in this study were stored organs from research by Ni Made Dwi Sandhiutami, S.Si, M.Kes, Apt. Samples were divided into 4 treatment groups, namely normal mice (N), ovarian cancer without treatment (Ca), ovarian cancer treated with cisplatin (Cis), and ovarian cancer treated with cisplatin + curcumin (Cur). Ovarian cancer induction by injection of 7,12-Dimethylbenz [a] anthracene (DMBA) through silk thread and treated for 20 weeks to form a tumor in the ovary.
Results: The results showed that the Ca group experienced an increase in ET-1 by 2.8555 ± 0.69981, the Cis group had an increase in ET-1 by 6.0965 ± 2.1558, but in the Cis + Cur group there was a decrease in ET-1 expression. equal to 2.1616 ± 0.71623. Although, the data on the examination of ET-1 expression were not statistically significant, but curcumin administration can be said to be clinically significant because it reduces the expression of ET-1 by 64.5%. In the serum creatinine examination, only the normal (N) group of mice with ovarian cancer mice treated with cisplatin (Cis) was significantly and significantly different.
Conclusion: Cisplatin is nephrotoxicity even in therapeutic doses, and curcumin administration is beneficial because it can be renoprotective for cisplatin-induced renal damage
"
2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antasena Andra Sidqi
"Latar belakang: Cisplatin merupakan pilihan utama terapi kanker ovarium saat ini, namun memiliki efek samping diantaranya adalah hepatotoksisitas. Salah satu patofisiologi hepatotoksisitas ini adalah melalui jalur inflamasi dan fibrosis. Kurkumin merupakan senyawa yang memiliki efek antiinflamasi dan antifibrosis, namun memiliki bioavailabilitas yang rendah. Pemberian nanopartikel kurkumin diteliti dapat meningkatkan bioavailabilitas kurkumin dalam tubuh.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nanokurkumin pada hepatotoksisitas akibat cisplatin, ditinjau dari kadar TNF-α dan TGF-β1 pada jaringan hati.
Metode: Penelitian in vivo dilakukan pada tikus betina galur Wistar yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan (1 kelompok normal/sham, dan 4 kelompok diinduksi DMBA untuk mendapatkan model kanker ovarium). Tikus model kanker ovarium diberikan perbedaan perlakuan lagi yaitu satu kelompok tidak diterapi, satu kelompok diterapi cisplatin 4 mg/kgBB secara intraperitoneal, satu kelompok diterapi cisplatin dan kurkumin konvensional 100 mg/kgBB oral, dan satu kelompok diterapi cisplatin dan nanopartikel kurkumin 100 mg/kgBB per oral. Setelah satu bulan pemberian terapi, tikus dikorbankan dan disimpan beku organ hatinya. Pengukuran kadar TNF-α dan TGF-β1 jaringan hati dilakukan dengan metode ELISA.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan pada kadar TNF-α (p=0.675), dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok terapi kurkumin dan nanokurkumin pada kadar TGF-β1 (p=0.992). Simpulan: Pemberian nanokurkumin tidak memengaruhi kadar TNF-α dan TGF-β1 di jaringan hati tikus model kanker ovarium yang mendapat terapi cisplatin.

Introduction: Cisplatin is currently the main choice for ovarian cancer therapy, but it has side effects including hepatotoxicity. One of the pathophysiology of cisplatin-induced hepatotoxicity is through inflammation and fibrosis. Curcumin is a compound that has anti-inflammatory and antifibrosis effects, but has a low bioavailability. The administration of curcumin nanoparticles under study can increase the bioavailability of curcumin in the body. Goals: This study aims to determine the effect of nanocurcumin on cisplatin-induced hepatotoxicity, in terms of levels of TNF-α and TGF-β1 in liver tissue.
Methods: In vivo research was carried out on female Wistar rats divided into 5 treatment groups (1 normal/sham group, and 4 groups induced by DMBA to obtain ovarian cancer models). The ovarian cancer model mice were further classified where one group got no treatment, one group treated with cisplatin 4 mg/kgBW intraperitoneally, one group was treated with cisplatin and conventional curcumin 100 mg/kgBW orally, and one group was treated with cisplatin and curcumin nanoparticles 100 mg/kgBW orally. After one month of therapy, the mice were sacrificed and kept their liver frozen. The measurement of TNF-α and TGF-β1 levels in liver tissue was carried out by the ELISA method.
Results: There was no significant difference between treatment groups in TNF-α levels (p = 0.675), and there was no significant difference between the curcumin and nanocurcumin therapy groups in TGF-β1 levels (p = 0.992).
Concluson: Nanocurcumin therapy did not affect TNF-α and TGF-β1 level in liver tissue in ovarian cancer model mice receiving cisplatin therapy.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farrasy Ammar
"Latar Belakang: Cisplatin, agen kemoterapi utama dalam terapi kanker ovarium,
memiliki sifat hepatotoksik karena menginduksi stres oksidatif. Kurkumin dapat
meningkatkan kadar atau aktivitas antioksidan endogen seperti enzim superoksida
dismutase dan glutation. Formulasi nanopartikel kurkumin dapat meningkatkan
bioavailabilitas kurkumin dan distribusinya pada organ target. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh nanokurkumin terhadap hepatotoksisitas
akibat cisplatin melalui regulasi antioksidan endogen SOD dan GSH. Metode: 25
ekor tikus galur Wistar betina dibagi ke dalam 1 kelompok sham dan 4 kelompok
model kanker ovarium yang diinduksi DMBA pada penelitian in-vivo ini. Empat
kelompok tersebut adalah kelompok tanpa terapi, cisplatin 4 mg/KgBB
intraperitoneal, cisplatin dengan kurkumin konvensional 100 mg/KgBB per oral,
atau cisplatin dengan nanopartikel kurkumin dalam kitosan 100 mg/KgBB per oral.
Setelah perlakuan selama 1 bulan, hepar tikus diambil dan disimpan beku.
Pengukuran aktivitas SOD, kadar GSH, dan kadar GSSG dilakukan dengan metode
spektrofotometri. Hasil: Uji statistik pada kadar GSH, GSSG, dan aktivitas SOD
menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok ko-kemoterapi
kurkumin konvensional dibanding monoterapi cisplatin (p<0.05). Tidak ada
perbedaan yang bermakna antarkelompok pada rasio GSH/GSSG (p>0.05) dan
tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kedua kelompok ko-kemoterapi pada
semua variabel (p>0.05). Kesimpulan: Kurkumin konvensional dan nanokurkumin
setara dalam meregulasi antioksidan endogen SOD dan GSH pada tikus model
kanker ovarium yang mendapat cisplatin.

Introduction: As the primary chemotherapeutic agent of choice for ovarian cancer,
cisplatin has hepatotoxic properties via oxidative stress induction. Curcumin can
increase the levels and activities of endogenous antioxidants like superoxide
dismutase enzyme and glutathione. Formulation of curcumin nanoparticles
increases its bioavailability and target organ distribution. This research aims to
elucidate the effects of nanocurcumin on cisplatin-induced hepatotoxicity via
regulation of endogenous antioxidants, SOD and GSH. Method: 25 Wistar female
rats were grouped into 1 sham group and 4 DMBA-induced ovarian cancer model
groups in this in-vivo study. Four cancer model groups were further divided into
no-treatment, 100 mg/KgBW intraperitoneal cisplatin therapy, cisplatin with oral
100 mg/KgBW conventional curcumin, and cisplatin with oral 100 mg/KgBW
curcumin nanoparticle in chitosan group. The liver of the rats were taken and frozen
after one month of treatment. Spectrophotometry was used to measure the activities
of SOD, levels of GSH, and levels of GSSG. Results: Statistic tests on levels of
GSH, GSSG, and activity of SOD showed significant increase in the curcumin cochemotherapy
against cisplatin monotherapy (p<0.05). There was no significant
difference within the groups of GSH/GSSG ratio (p>0.05) and no significant
difference was found between the curcumin co-chemotherapy and nanocurcumin
co-chemotherapy groups in all the variables (p>0.05). Conclusion: Conventional
curcumin and nanocurcumin administration are similar in regulating endogenous
antioxidants SOD and GSH on rats with ovarian cancer model treated with cisplatin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Bramantyo
"Latar Belakang: Limfadenektomi memainkan peranan penting dalam operasi surgical staging kanker ovarium. Limfadenektomi merupakan prosedur yang kompleks dan berpotensi menyebabkan berbagai komplikasi intra- dan pascaoperasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa subtipe histologi dan derajat histopatologi kanker ovarium yang berbeda memiliki kejadian metastasis kelenjar limfe yang berbeda pula, sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan klinis.
Tujuan: Mengetahui prevalensi metastasis kelenjar limfe pada pasien kanker ovarium tipe epitel stadium klinis 1 pada berbagai subtipe histologi dan derajat histopatologi.
Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang pada pasien kanker ovarium tipe epitel stadium klinis 1 yang menjalani limfadenektomi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada tahun 2014-2023. Data yang dikumpulkan mencakup karakteristik demografi, subtipe histologi, derajat histopatologi, dan status metastasis kelenjar limfe. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji chi-square atau uji Fisher's exact.
Hasil: Terdapat 106 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Peningkatan stadium akibat metastasis kelenjar limfe ditemukan pada 6.6% subjek. Metastasis kelenjar limfe paling banyak ditemukan pada subtipe histologi serosum derajat tinggi (15.4%) dan derajat diferensiasi buruk (10.6%). Hubungan yang signifikan secara statistik ditemukan antara kejadian metastasis kelenjar limfe dengan derajat diferensiasi (P=0.043), namun tidak dengan subtipe histologi. Tidak terdapat subjek dengan derajat diferensiasi baik-sedang yang mengalami metastasis kelenjar limfe.
Kesimpulan: Keputusan untuk melakukan limfadenektomi perlu dipertimbangkan kembali saat melakukan operasi surgical staging pada kanker ovarium tipe epitel stadium klinis 1 dengan derajat diferensiasi baik-sedang. Penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dibutuhkan untuk kesimpulan yang lebih kuat.

Background: Lymphadenectomy plays an integral role in the surgical staging of ovarian cancer. However, it is a complex procedure that is potentially associated with intra- and post-operative complication. Some studies showed that distinct histologic subtype and grade have different frequencies of lymph node metastases and these might have potential implication for clinical decision making.
Objective: To evaluate the prevalence of lymph node metastasis in patients with clinically stage 1 epithelial ovarian cancer of various histologic subtype and grade.
Methods: This was a cross sectional study including clinically stage 1 epithelial ovarian cancer patient who underwent lymphadenectomy at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, during the period of 2014-2023. Demographics, histologic subtype, tumor grade, and lymph node status were collected. Comparisons were made with Chi square or Fisher's exact test.
Results: A total of 106 subjects were included in the study. Upstaging due to lymph node metastases were found in 6.6% of subjects. Lymph node metastases were most common in high-grade serous histology (15.4%) and poorly differentiated tumor grade (10.6%). However, a significant association with lymph node metastases rate was found only on tumor grade (P=0.043) and not histologic subtype. Furthermore, no subjects with well-to-moderately differentiated tumor had lymph node metastases.
Conclusions: The decision to perform lymphadenectomy should be reconsidered when performing surgical staging in patients with well-to-moderately differentiated clinically stage 1 epithelial ovarian carcinoma. Additional studies with larger samples are needed for exact conclusion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Maryani
"Kanker ovarium yaitu kanker yang terbentuk di jaringan pada ovarium. Studi kasus kontrol berbasis rumah sakit ini menilai hubungan riwayat reproduksi, penggunaan hormon, dan riwayat kanker pada keluarga dengan kejadian kanker ovarium pada pasien rawat jalan RSKD Jakarta tahun 2013, menggunakan alat kuesioner dan rekam medik pasien. Peneliti merekrut 71 penderita kanker ovarium sebagai kasus dan 140 responden sebagai kontrol yang seluruhnya terdiri dari penderita kanker serviks. Hasil penelitian menemukan bahwa semakin banyak jumlah kehamilan semakin besar efek protektif (1-2 kali (OR= 0.18, 95% CI= 0.05-0.59) dan ≥ 3 kali (OR= 0.06, 95% CI= 0.02-0.20)) dibandingkan tidak pernah hamil. Pola tersebut juga terlihat pada jumlah melahirkan. Pernah menyusui anak pun memberikan perlindungan terhadap kanker ovarium (OR=0.17, 95% CI= 0.08-0.39) dan efek protektif meningkat seiring dengan panjangnya durasi (1-24 bulan (OR= 0.31, 95% CI= 0.12-0.80) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.13, 95% CI= 0.06-0.31)) dibandingkan tidak pernah menyusui anak. Perlindungan pun timbul dari riwayat pernah menggunakan kontrasepsi oral (OR=0.37, 95% CI= 0.20-0.68), dan efeknya meningkat seiring dengan tingginya episode (1 episode (OR= 0.39, 95% CI= 0.20-0.76) dan ≥ 1 episode (OR= 0.32, 95% CI= 0.10-0.99)), panjangnya durasi (1-24 bulan (OR= 0.46, 95% CI= 0.23-0.93) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.25, 95% CI= 0.09-0.69)), serta pendeknya rentang waktu sejak terakhir menggunakan kontrasepsi oral_umur saat didiagnosis (< 15 tahun (OR= 0.33, 95% CI= 0.13-0.80) dan ≥ 15 tahun (OR= 0.41, 95% CI= 0.20-0.87)) dibandingkan tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral. Sebaliknya, ada peningkatan risiko terkena kanker ovarium akibat pernah mengalami infertilitas (OR= 2.09, 95% CI= 1.06-4.13) dibandingkan tidak pernah mengalami infertilitas, dan adanya riwayat kanker ovarium pada keluarga (OR= 7.55, 95% CI= 1.53-7.35) dibandingkan tidak ada riwayat kanker ovarium pada keluarga. Oleh karena itu, perlu adanya upaya peningkatan promosi kesehatan mengenai faktor protektor dan faktor risiko tersebut kepada masyarakat.

Ovarian cancer is cancer that forms in tissues of the ovary. This hospital-based case-control study evaluated reproductive history, hormone use, and family history of cancer in relation to ovarian cancer on patient of RSKD Jakarta in 2013. Data were collected through questionnaires and medical record of patients. Researcher recruited 71 ovarian cancer cases and 140 controls that a whole consists of cervix cancer patients. The result found the a significant protection to ovarian cancer risk because of number of pregnancy 1-2 , number of pregnancy ≥ 3 (OR= 0.06, 95% CI= 0.02-0.20), parity 1-2 (OR= 0.23, 95% CI= 0.08-064), parity ≥ 3 (OR= 0.07, 95% CI= 0.03-0.20), ever breastfeeding (OR= 0.17, 95% CI= 0.08-0.39), breastfeeding during 1-24 months (OR= 0.31, 95% CI= 0.12-0.80), breastfeeding during ≥ 25 months (OR= 0.13, 95% CI= 0.06-0.31), ever use of oral contraceptive (OR= 0.37, 95% CI= 0.20-0.68), using oral contraceptive during 1-24 months (OR= 0.46, 95% CI= 0.23-0.93), using oral contraceptive during ≥ 25 months (OR= 0.25, 95% CI= 0.09-0.69), have time since last use of oral contraceptive_age of diagnose (OR= 0.33, 95% CI= 0.13-0.80), and have time since last use of oral contraceptive_age of diagnose (OR= 0.41, 95% CI=0.20-0.87). Conversely, ever infertility (OR= 2.09, 95% CI= 1.06-4.13), and family history of ovarian cancer (OR= 7.55, 95% CI= 1.53-7.35) increased ovarian cancer risk significantly. Therefore, the health promotion about protector factors and risk factors of ovarian cancer have to be increased."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Ari Madi Yanti
"Kanker Ovarium adalah pertumbuhan sel - sel yang abnormal pada satu atau dua bagian indung telur. Kanker ovarium merupakan penyakit ganas ginekologi kedua diseluruh dunia, pada tahun 2013 ditemukan 22240 pasien dimana 14.030 (15%) meninggal dunia akibat kanker ovarium tersebut. Laporan ini bertujuan memberikan gambaran tentang pelaksanaan praktik spesialis keperawatan maternitas dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, pelindung, pengelola, kolaborator, komunikator, konselor, koordinator, agen perubah dan peneliti dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kanker ovarium dengan menggunakan teori adaptasi Roy. Model teori keperawatan adaptasi Roy efektif dilakukan pada kedua kasus ibu dengan kanker ovarium, aplikasi teori tersebut membantu menyelesaikan masalah keperawatan di fase akut maupun di fase pemulihan. Pada klien kanker ovarium perlu adanya pengabungan teori Loss and Griving dengan adaptasi Roy untuk membantu klien mempertahankan keadaan psikologis klien dalam tahap menerima. Penulis mampu mencapai target kompetensi dalam praktik klinik keperawatan maternitas residensi dengan baik.

Ovarian cancer is the growth of abnormal cells in one or two parts of the ovary. Ovarian cancer is the second gynecological malignant disease throughout the world. In 2013 there were 22,240 patients that 14,030 (15%) died from the ovarian cancer. This report aimed to provide an overview of the implementation of maternity nursing specialist practice in carrying out its role as an educator~ a protector, a manager, a collaborator, a communicator, a counselor, a coordinator, an agent of change and a researchers in providing nursing care to the ovarian cancer clients using Roy adaptation theory. Roy adaptation nursing theory model was effectively performed in both cases of women with ovarian cancer, the application of the theory helped to solve the nursing problem in the acute phase and in the recovery phase. The combination of Loss & Grieving and Roy Adaptation Theory could help ovarian cancer clients to maintain their psychological state in the receiving phase. The author was able to achieve the target competencies in maternity nursing residency clinical practice successfully.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiah Tourik
"ABSTRAK
Latar belakang. Tumor ganas sel germinal ovarium jarang terjadi, hanya 5 dari keganasan ovarium. Terjadi pada remaja dan dewasa muda, dimana 65 kasus ditemukan pada stadium I. Disgerminoma merupakan jenis Histopatologi yang tersering, dengan kesintasan mencapai 100 . Pada non disgerminoma kesintasan mencapai 85 . Di Indonesia, khususnya RSCM belum ada laporan terbaru mengenai tumor ganas sel germinal ovarium.Tujuan. Mengetahui sebaran meliputi karateristik, penatalaksanaan dan kesintasan 3 tahun pasien tumor ganas sel germinal ovarium di RSCM tahun 2011 ndash; 2013.Metode. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang dengan mengambil data sekunder dari rekam medis dan mewawancarai pasien atau keluarga pasien via telepon atau kunjugan rumah.Hasil. Pada penelitian ini, dari 24 subjek penelitian, 54,2 ditemukan pada usia 20-40 tahun dan 58,3 subjek belum menikah. Sebanyak 83,3 datang dengan keluhan perut membesar. Secara histopatologi didapatkan jenis disgeminoma, tumor sel germinal campuran, sinus endodermal yolk sac dan teratoma imatur dengan proporsi masing-masing 50 , 25 , 16,7 dan 8,3 , sebagian besar kasus 50 ditemukan pada stadium I. Conservative surgical staging dan kemoterapi adjuvan tatalaksana pilihan. Terdapat 2 subjek jenis disgerminoma yang diberikan dengan kemoterapi neoadjuvan regimen Bleomycin, Etoposide, Cisplatin dan cyclophosmide-cisplatin memberikan respon yang baik. Kesintasan ge; 3 tahun pada jenis disgerminoma mencapai 83,3 , pada tumor sel germinal campuran 100 dan pada teratoma imatur mencapai 50 .Kesimpulan. Pada tumor ganas sel germinal ovarium conservative surgical staging diikuti kemoterapi lengkap merupakan pilihan terapi dengan kesintasan ge; 3 tahun mencapai > 70 .
Background.
ABSTRACT
Malignant ovarian germ cell tumor is a rare event, occurring in 5 of total ovarian malignancy. This type of malignancy affects young adult and 65 cases is detected in stage I. Dysgerminoma is the most common histopathology finding with survival rate of 100 . In non-dysgerminoma type, survival type reaches 85 . In Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, there is no recent report on malignant ovarian germ cell tumor. Methods. To determine prevalence of malignant ovarian germ cell tumor in term of characteristics, management, and 3-year survival rate in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from 2011 to 2013. Results. We collected data from 24 subjects. As many as 54.2 subjects were between 20 to 40 year old and 58.3 was single. Around 83.3 of total subjects came with chief complaint of abdominal enlargement. Histopathology finding confirmed dysgerminoma in 50 subjects, mixed ovarian germ cell tumor in 25 , endodermal sinus tumor or yolk sac tumor in 16.7 , and immature teratoma in 8.3 . Half of the cases were found in stage I. The main therapy was conservative surgical staging and adjuvant chemotherapy. In 2 subjects with dysgerminoma, neoadjuvant chemotherapy Bleomycin, Etoposide, Cisplatin, and cyclophosmide-cisplatin regimen resulted in good response. The 3-year survival rate was 83.3 in dysgerminoma, 100 in mixed ovarian germ cell tumor, and 50 in immature teratoma. Conclusion. In malignant ovarian germ cell tumor, conservative surgical staging followed by complete course of chemotherapy is the treatment of choice with 3-year survival rate exceeding 70 . "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Elsi Utami Mayor
"ABSTRAK
Laporan ini merupakan rangkuman kegiatan praktek residensi ners spesialis keperawatan maternitas selama satu tahun untuk menerapkan peran dan fungsi perawat maternitas dengan fokus penerapan teori model keperawatan konservasi Levine pada pasien dengan kanker ovarium sebelum operasi. Penerapan teori konservasi Levine ini bertujuan agar perawat dapat membantu perempuan dengan kanker ovarium melakukan konservasi menggunakan sumber daya yang dimilikinya dalam menghadapi penyakitnya, sehingga dapat beradaptasi dan mencapai keutuhan. Selain itu dilaporkan juga tentang kegiatan pencapaian kompetensi perawat spesialis maternitas sebagai pemberi asuhan, konselor, pendidik, advokat, kolaborator, peneliti dan change agent serta proyek inovasi yang dilakukan di lahan praktik. Laporan residen juga memaparkan pencapaian target kompetensi pada tiga lahan praktik dan usaha memodifikasi hanmbatan yang dihadapi selama praktik Kata kunci: kanker ovarium, konservasi, peran perawat maternitas

ABSTRACT
This report is a summary activities of maternity nursing resident in order to apply the roles and function of maternity nursing specialist which is focus on the implementing Levine rsquo s Conservation Model in nursing care of patient with pre operative ovarian cancer. Application of the theory conservation Levine can be used to patients with ovarian cancer to conserve their resources in the face of illness, so they are able to adapt and achieve the wholeness. This report describes the role of maternity nursing resident as a consultant, educator, researcher in nursing care, achievement of competencies on three clinical field and solving the problem during the process of clinical practice Keyword ovarian cancer, levine rsquo s conservation, maternity nursing "
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>