Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184633 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saffanah Zahira Hermawan
"Bahasa cinta dianggap sebagai popular psychology karena kurang memiliki bukti ilmiah. Meskipun begitu, Chapman (2010) mengklaim bahwa pasangan yang memiliki bahasa cinta yang sama lebih cocok sehingga mendapatkan rasa puas dalam hubungan. Penelitian ini bertujuan untuk menambahkan bukti ilmiah bagi konsep bahasa cinta dan melihat perbedaan tingkat kepuasan pernikahan pasangan suami istri di Indonesia yang memiliki bahasa cinta yang sama dan pasangan suami istri yang tidak memiliki bahasa cinta yang sama. 494 pasangan menikah yang berusia 20-40 tahun dan tinggal di Indonesia (N=988) mengikuti penelitian ini. Kepuasan pernikahan diukur menggunakan Satisfaction with Married Life (SWML) dan bahasa cinta diukur menggunakan Five Love Languages Scale (FLLS). Hasil uji komparatif menunjukkan adanya perbedaan tingkat kepuasan pernikahan yang signifikan antara pasangan suami istri yang memiliki bahasa cinta yang sama dan pasangan suami istri yang memiliki bahasa cinta yang berbeda (U = 8336.00, z = -2.710, p < 0.05). Effect size untuk analisis ini sebesar d = 0,4 dan tergolong small effect (d < 0,5) Hasil penelitian menyatakan bahwa pasangan suami istri yang memiliki bahasa cinta yang sama mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan pasangan suami istri yang memiliki bahasa cinta yang berbeda. Hal tersebut menyatakan bahwa kesamaan bahasa cinta memiliki kaitan dengan tingkat kepuasan pernikahan.

Love Language are considered popular psychology because it lacks scientific evidence. Even so, Chapman (2010) claims that couples who share the same love language are more compatible and they feel satisfied in their relationship. This study aims to add scientific evidence to the concept of love language and to see the difference in the level of marital satisfaction of married couples in Indonesia who have the same love language and married couples who don’t share the same love language. 494 married couples aged 20 - 40 years old and lives in Indonesia (N=988) participated in this study. Marital satisfaction was measured using Satisfaction with Married Life (SWML) and love language was measured using Five Love Languages Scale (FLLS). Comparative test results show that there is a significant difference in the level of marital satisfaction between married couples who have the same love language and married couples who have different love languages (U = 8336.00, z = -2.710, p < 0.05). The effect size for this analysis is d = 0,4 and it is classified as small effect (d< 0,5). The results of this study stated that married couples who have the same love language have a higher level of satisfaction than married couples who have different love language. This suggests that the similarity of love languages is related to the level of marital satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kyla Kansa
"Kepuasan hubungan dapat memberikan berbagai dampak positif untuk hubungan itu sendiri dan kehidupan individu yang terlibat di dalamnya. Mengekspresikan cinta melalui bahasa cinta dapat dipertimbangkan untuk memperoleh kepuasan hubungan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kaitan antara konsep bahasa cinta oleh Gary Chapman (2004) dengan kepuasan hubungan pada partisipan berusia 19-30 tahun yang sedang menjalani hubungan romantis; berpacaran atau bertunangan atau menikah. Bahasa cinta diukur dengan The Five Love Languages (FLL) Scale dan kepuasan hubungan diukur dengan Relationship Assessment Scale (RAS). Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara bahasa cinta dan kepuasan hubungan. Artinya semakin tinggi bahasa cinta, maka akan semakin tinggi pula kepuasan hubungan. Hasil korelasi setiap dimensi bahasa cinta menunjukkan dimensi waktu berkualitas berkorelasi paling tinggi dengan kepuasan hubungan, diikuti dengan perkataan afirmasi, pemberian hadiah, sentuhan fisik, dan tindakan melayani. Penelitian ini mengeksplorasi teori Bahasa Cinta dan dapat menjadi referensi untuk program intervensi terkait kepuasan hubungan terutama pada dewasa muda.

Relationship satisfaction brought out positive consequences for the relationship itself and the individuals that are involved in the relationships. Expressing love through love languages given due consideration to obtain relationship satisfaction. This study explored the relationship between love languages by Gary Chapman (2004) and relationship satisfaction in the participants with the range of age 19-30 years old and being in the romantic relationship; dating or engaged or married. The Five Love Languages Scale is used for assessing love languages and Relationship Assessment Scale (RAS) is used for assessing relationship satisfaction.The result indicates the positive correlation between love languages and relationship satisfaction significantly. It means that the higher love languages, the higher relationship satisfaction. This study also correlated each of dimensions of the love languages with relationship satisfaction, and the highest correlation was quality time, followed by words of affirmation, receiving gifts, physical touch, and acts of service. This study explored theory of Love Languages and could be used as reference for interventions program that related to relationship satisfaction, especially in young adults."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Putri Anjani
"Sudah banyak penelitian yang meneliti tentang kepuasan pernikahan di era digital terutama pada platform media sosial seperti Facebook atau Twitter. Namun, hingga saat ini, penelitian tentang penggunaan Instagram dan hubungannya dengan kepuasan pernikahan masih sulit ditemukan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran romantic jealousy sebagai mediator dalam hubungan antara problematic Instagram use dan kepuasan pernikahan pada dewasa muda yang sudah menikah. Partisipan penelitian ini merupakan 223 pengguna Instagram pada usia dewasa muda berusia 20-40 tahun yang sudah menikah. Hasil analisis mediasi menunjukan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara problematic Instagram use dan kepuasan pernikahan melalui romantic jealousy (ab = -0,140, p < 0,05). Selain itu, terdapat pula efek langsung antara problematic Instagram use dan kepuasan pernikahan (c’ = -0,087, p = 0,280). Hal ini menunjukkan bahwa romantic jealousy memediasi secara penuh hubungan antara problematic Instagram use dan kepuasan pernikahan pada dewasa muda yang sudah menikah. Dengan demikian, penelitian ini dapat bermanfaat bagi dewasa muda yang sudah menikah untuk mengetahui batasan-batasan romantic jealousy pada penggunaan Instagram sehingga dapat menjaga kepuasan pernikahannya.

There have been many studies examining marital satisfaction in the digital era especially within the social media platform such as Facebook or Twitter. However, until recently, research on Instagram use and its relationship with marital satisfaction has been difficult to find. This study aims to see the role of romantic jealousy as a mediator in the relationship between problematic Instagram use and marital satisfaction in married young adults. The results of the mediation analysis show that there is an indirect effect between problematic Instagram use and marital satisfaction through romantic jealousy (ab = -0,140, p < 0,05). In addition, there is also a direct effect between problematic Instagram use and marital satisfaction (c’ = -0,087, p = 0,280). This shows that romantic jealousy fully mediates the relationship between problematic Instagram use and marital satisfaction in married young adults. Thus, this research can be useful for married young adults to know the boundaries of romantic jealousy on Instagram usage so that they can maintain their marital satisfaction."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shara Sani Susanti
"Di Indonesia kesepian merupakan fenomena yang sering dijumpai, terutama di usia dewasa muda. Bahkan, pada penelitian yang dilakukan oleh Into the Light yang dilakukan di bulan Mei – Juni 2021 dengan 5.211 partisipan menunjukkan bahwa 2 dari 5 partisipan lebih memilih mati daripada harus merasakan kesepian. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kesepian merupakan masalah yang serius. Penelitian- penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kelekatan dengan hewan bisa mengurangi tingkat kesepian, namun ada juga penelitian yang menunjukkan tidak ada hubungan antara keduanya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan antara tingkat kesepian pada dewasa muda yang tidak memiliki pasangan dan kelekatannya dengan hewan peliharaan. Penelitian ini dilakukan dengan metode korelasional. Partisipan dalam penelitian ini adalah dewasa muda berusia 19-25 tahun yang tidak memiliki pasangan dan memiliki hewan peliharaan anjing dan/atau kucing (N= 103). Untuk memenuhi tujuan, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan 2 alat ukur, yaitu UCLA Loneliness Scale version 3 dan Lexington Attachment to Pet Scale (LAPS). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat kesepian dan kelekatan dengan hewan tidak memiliki korelasi yang signifikan (r(103) = 0,82, p = 0,206). Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesepian individu dewasa muda yang tidak memiliki pasangan tidak berhubungan dengan tingkat kelekatan pada hewan peliharaan
Loneliness is a phenomenon often occurring in Indonesia, especially within your adults. In a research done by Into the Light in May - June 2021 with 5,211 participants, 2 out of 5 participants would rather choose to die than being lonely.Based on that data, we could concur that loneliness is a serious issue. Previous research has shown that attachment to animal could reduce the level of loneliness one might felt, but there are also research which shown that there are no correlation between the two. And for that reason, this research aims to understand the correlation between the loneliness levels in young adults that do not have romantic partners and their attachment with pets. This research was done with correlational method. The participants in this research are young adults age 19 to 25 that do not have romantic partners and taking care of pet(s) in the form of dog(s) and/or cat(s) (N= 103). To satisfy the condition, this research use quantitative method which used 2 measuring tools, which is UCLA Loneliness Scale version 3 and Lexington Attachment to Pet Scale (LAPS). The results shows that loneliness level and pet attachment does not significantly correlate with each other (r(103) = 0.82, p =206). And so this research shown that the loneliness level in young adults that do not have romantic partners does not correlate with the level of attachment to pets
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Shelley Tju
"Pandemi Covid-19 dapat menyebabkan trauma pada masyarakat yang terdampak, baik akibat dari karantina, masalah finansial, kematian massal, ketakutan akan menularkan kepada orang lain, hingga terpapar virus Covid-19 itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan tingkat trauma dan posttraumatic growth yang signifikan di antara masyarakat dewasa muda yang memiliki jumlah stresor terkait pandemi Covid-19 yang berbeda. Partisipan dalam penelitian ini adalah 138 individu dewasa muda dengan rentang umur 20–40 tahun (M = 24.47, SD = 4.52). Trauma diukur dengan alat ukur Impact of Event Scale Revised (IES-R) dan posttraumatic growth diukur dengan alat ukur Posttraumatic Growth Inventory (PTGI). Hasil pengujian one-way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat trauma yang signifikan (F(3, 134) = 3.028, p = 0.032) dan tidak terdapat perbedaan tingkat posttraumatic growth (F(3,134) = 1.256, p = 0.292) antar partisipan dengan jumlah stresor terkait pandemi Covid-19 yang berbeda.

The Covid-19 pandemic can cause trauma to the people who are affected, be it because of the quarantine, financial problems, mass death, the fear of transmitting the virus to others, up to close encounter with the Covid-19 virus itself. This study aimed to see if there is any significant difference in the level of trauma and posttraumatic growth among young adults who had different amounts of Covid-19 related stressors. The participants in this study are 138 young adults aged 20–40 years old (M = 24.47, SD = 4.52). Trauma was measured with Impact of Event Scale Revised (IES-R) and posttraumatic growth was measured with Posttraumatic Growth Inventory (PTGI). One-way ANOVA analysis revealed that there is a significant difference in the level of trauma (F(3, 134) = 3.028, p = 0.032) and there is no significant difference in the level of posttraumatic growth (F(3,134) = 1.256, p = 0.292) between participants with different amounts of Covid-19 pandemic related stressors."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasmi Anindyojati
"Cinta terbagi ke dalam tiga komponen yakni intimacy, passion, dan commitment. Cinta merupakan aspek penting dalam suatu hubungan, baik pacaran ataupun pernikahan. Selain itu, kesiapan menikah merupakan variabel yang penting bagi keputusan untuk menikah dan merupakan prediktor yang signifikan untuk kepuasan pernikahan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara cinta dan kesiapan menikah pada dewasa muda yang menjalani long-distance relationship. 52 orang dewasa muda menjadi partisipan dalam studi ini dengan mengisi kuesioner yang mengukur cinta dan kesiapan menikah. Cinta diukur menggunakan alat ukur Triangular of Love Scale berdasarkan teori cinta Sternberg yang terdiri dari 3 subscale yaitu intimacy, passion, dan commitment. Kesiapan menikah diukur dengan menggunakan Inventori Kesiapan Menikah. Adapun area-area kesiapan menikah yang diukur adalah komunikasi, keuangan, anak dan pengasuhan, pembagian peran suami-istri, latar belakang pasangan dan relasi dengan keluarga besar, agama, area minat dan pemanfaatan waktu luang. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dan positif antara cinta dan kesiapan menikah pada dewasa muda yang menjalani long-distance relationship. Selain itu, melalui analisis tambahan ditemukan perbedaan mean kesiapan menikah yang signifikan berdasarkan bentuk komunikasi (telepon, instant messaging dan jejaring sosial) dan terdapat perbedaan mean commitment yang signifikan berdasarkan jenis kelamin.

Love is consisted of three components which are intimacy, passion and commitment. Love is a prominent aspect in a relationship, dating or marriage. Besides that, readiness for marriage is an important variable for decision to marry and also a significant predictor toward marital satisfaction. This research is conducted to examine the relationship between love and readiness for marriage in young adults who are having long-distance relationship. 52 young adults has participated in this research by taking questionnaire which measure love and readiness for marriage. Love is measured by Triangular of Love scale based on Sternberg theory of love which is consisted by three subscales, intimacy, passion, and commitment. Readiness for marriage is measured by Readiness for Marriage Inventory. The measured readiness of marriage area are communication, finance, child and parental care, a division of husband-wife role, the background of spouse and relation to big family, religion, interest and leisure time activity. The result of this research shows a significantly positive correlation between love and readiness for marriage in young adults who are having ling-distance relationship. An additional analysis finds a significant difference of mean in readiness for marriage based on communication forms (telephone, instant messaging, and social network) and a significant difference of mean commitment based on gender."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Brilliana Salsabila
"ABSTRACT
Dewasa muda dihadapkan pada berbagai tuntutan, seperti memilih teman hidup, belajar hidup bersama pasangan dengan membentuk sebuah keluarga, dan mengelola rumah tangga. Ketiadaan hubungan romantis atau tidak terbentuknya hubungan intim dengan orang lain dapat menjadi salah satu faktor penyebab utama berkembangnya rasa kesepian yang dirasakan seseorang. Selain itu, kecenderungan seseorang untuk mengalami kesepian sangat dipengaruhi oleh hubungan masa lalunya dengan orang tua. Pengasuhan yang diberikan orang tua dan pengalaman mengenai kualitas hubungan interpersonal
yang didapat individu selama masa kecil sangat mempengaruhi pembentukan rasa kesepian pada individu di masa dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara tipe attachment saat dewasa dan dimensi kesepian pekerja dewasa muda yang tidak menjalin hubungan romantis. Variabel attachment diukur menggunakan Adult Attachment Scale (AAS) dan variabel kesepian diukur menggunakan Social Emotional and Loneliness Scale. Terdapat 323 partisipan dalam penelitan ini dengan kriteria, yaitu berusia 20-40 tahun, tidak sedang menjalin hubungan romantis, dan bekerja di DKI Jakarta. Hasil analisis statistik one-way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor yang signifikan pada ketiga dimensi kesepian, yaitu kesepian sosial, keluarga dan romantis antara kelompok tipe attachment secure, anxiety, dan avoidance. Hal ini berarti tipe attachment yang dimiliki individu dapat mempengaruhi dimensi kesepian yang ia miliki di masa dewasa.

ABSTRACT
Young adults are faced with various demands, such as choosing a life partner, learning to live with a partner by forming a family, and managing a household. The absence of a romantic relationship or the formation of an intimate relationship with another person can be one of the main factors causing the development of loneliness felt by someone. In addition, a persons tendency to experience loneliness is greatly influenced by his past relationships with parents. Parental care and experience regarding the quality of interpersonal relationships
what an individual gets during childhood greatly influences the formation of loneliness in individuals in adulthood. Therefore, this study aims to determine the differences between attachment types as adults and the lonely dimensions of young adult workers who do not have romantic relationships. Attachment variable is measured
using the Adult Attachment Scale (AAS) and the loneliness variable was measured using the Social Emotional and Loneliness Scale. There were 323 participants in this study with the criteria, namely aged 20-40 years, not currently in a romantic relationship, and working in DKI Jakarta. One-way ANOVA statistical analysis results show that there are significant score differences in the three dimensions of loneliness, namely social, family and romantic loneliness between groups of attachment types secure, anxiety, and avoidance. This means that the type of attachment that an individual has can affect the dimension of loneliness he has in adulthood.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Safitri
"Di Indonesia, terdapat pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf. Ta’aruf adalah proses perkenalan berdasarkan nilai agama Islam berupa adanya batasan durasi perkenalan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan tidak diperkenankan adanya kontak fisik. Proses ta’aruf juga mensyaratkan adanya mediator bagi calon pasangan untuk berkenalan. Sementara itu diketahui bahwaand religiusitas individu dan durasi mengenal pasangan sebelum menikah berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada masyarakat Barat. Berdasarkan studi literatur, belum ada penelitian yang melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan dalam konteks pernikahan melalui ta’aruf.
Maka penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada 62 individu yang menikah melalui ta’aruf. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan campuran (F = 3,569, p < 0.05, two-tailed.) Analisis data tambahan menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan independen (F = 3,807, p < 0.05, two-tailed.) pada pria yang ta’aruf, sementara tidak demikian pada subjek penelitian wanita (F = 2,943, p > 0.05, two-tailed.)

In Indonesia, there are couples who got married through the process of ta'aruf. Ta'aruf is acquaintanceship process based on the value of Islam which limit the duration of introductions and interactions between men women with no physical contact allowed. Ta'aruf also requires a mediator for the prospective couples to get acquainted. It is known that individual religiosity and acquaintance duration before marriage are associated with marital satisfaction. Previous research suggests that there are differences in marital satisfaction by couple types in Western society. However, there are no studies that look at the comparison of marital satisfaction by couple types in the context of marriage through ta'aruf.
This study aims to compare the marital satisfaction by couple types in 62 individuals who are married through ta'aruf. The results showed there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated, and mixed couples (F= 3.569, P<0.05, two-tailed.) Additional data analysis showed that there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent (F = 3.807, p <0.05, two-tailed.) among men who did ta'aruf. In contrast, there were no significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent among women ( F = 2.943, p> 0.05, two-tailed.)"
2014
S54541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Namira Pertiwi Isma
"Tesis ini membahas peran trait kepribadian Openness to Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism serta kepuasan pernikahan dalam memprediksi sikap terhadap infidelity. Penelitian dilakukan pada 438 partisipan berusia 22-40 tahun M=31.02, SD=4.3 yang telah menikah. Pengukuran menggunakan NEO-FFI, ENRICH Marital Satisfaction Scale dan Attitudes towards Infidelity Scale menunjukkan bahwa sikap terhadap infidelity dapat diprediksi secara signifikan oleh trait Neuroticism dan Conscientiouness, serta kepuasan pernikahan dan jenis kelamin partisipan. Berdasarkan hasil tersebut, didapatkan gambaran bahwa infidelity dapat diprediksi melalui faktor demografis, intrapersonal, dan interpersonal.

This study investigates the role of personality traits Openness to Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, and Neuroticism and marital satisfaction in predicting attitudes toward infidelity. The participants of the study are 438 married 22 40 years old M 31.02, SD 4.3 men and women. The result from the NEO FFI, ENRICH Marital Satisfaction Scale and Attitudes towards Infidelity Scale indicates that Conscientiousness and Neuroticism, followed by marital satisfaction and gender, are significant predictors of attitudes towards infidelity. From this result, it can be concluded that attitudes towards infidelity can be predicted by the demographic, interpersonal, and intrapersonal factors.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T48073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Komang Putri Pramudawardani
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara keberfungsian keluarga dan trust pada individu dewasa muda khususnya yang pernah diselingkuhi.. Pengukuran keberfungsian keluarga menggunakan Family Assessment Device FAD yang dikembangkan oleh Kabacoff, Miller, Bishop, Epstein, dan Keitner 1990 . Pengukuran trust menggunakan alat ukur Trust Scale yang disusun oleh Rempel, Holmes, dan Zanna 1985 . Partisipan penelitian berjumlah 309 individu usia dewasa muda dengan karakteristik memiliki pengalaman diselingkuhi. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara keberfungsian keluarga dan trust pada individu dewasa muda yang memiliki pengalaman diselingkuhi. Berdasarkan hasil statistik diperoleh nilai korelasi yaitu sebesar r 309 = 0,157

ABSTRACT
The purpose of this study was to find correlation between family functioning and trust in young adults especially who have experienced infidelity. Family functioning was measured with Family Assessment Device FAD developed by Kabacoff, Miller, Bishop, Epstein, and Keitner 1990 . Trust was measured with Trust Scale made by Rempel, Holmes, and Zanna 1985 . Participants of this research were 309 young adults who have experiences with infidelity. The result obtained in this research shows that there rsquo s a significant posistive correlation between family functioning and trust among young adults who have experiences with infidelity. The Pearson Correlation indicates positive significant correlation between family functioning and trust. Based on statistical result obtained correlation value of r 309 0.157."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>