Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148010 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Ghina Fatina
"Sekuritisasi kerap kali menjadi faktor penentu bagi aktor politik untuk memformulasikan kebijakan yang bertujuan untuk mempertahankan keamanan negaranya. Atas dasar hal tersebut skripsi ini mengangkat tema kebijakan imigrasi dan kaitannya dengan sekuritisasi dan geopolitik, yang mengambil studi kasus Kebijakan Imigrasi Zero-Tolerance pada masa pemerintahan Donald Trump di tahun 2018. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sekuritisasi dan teori geopolitk perbatasan. Temuan dari penelitian ini adalah tata letak geografis antara Amerika dan Meksiko membangkitkan sekuritisasi pemerintah Amerika untuk mempertahankan wilayahnya dari imigran ilegal yang terus berdatangan dari Meksiko. Sekuritisasi ini menjadi dorongan bagi pemerintah untuk menghasilkan sebuah kebijakan imigrasi yang mengatur hal tersebut demi mempertahankan keamanan dan stabilitas Amerika. Sehingga dapat dilihat bahwa sekuritisasi dan tata letak geografis sebuah negara terhadap negara lainnya menjadi faktor pendorong dari sebuah formulasi kebijakan.

Securitization is often a determining factor for political actors to formulate policies aimed at maintaining the security of their country. On this basis, this thesis raises the theme of immigration policy and its relation to securitization and geopolitics, which takes the case study of Zero-Tolerance Immigration Policy during Donald Trump's reign in 2018. The theory used in this research is the theory of securitization and border geopolitical theory. The findings of this study are that the geographical layout between America and Mexico evoked securitization of the American government to defend its territory from illegal immigrants who continued to arrive from Mexico. This securitization is an encouragement for the government to produce an immigration policy that regulates this in order to maintain American security and stability. So, it can be seen that the securitization and geographical layout of a country against other countries are the driving factors of a policy formulation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurhasanah
"Penelitian ini membahas tinjauan politik dan keamanan tembok perbatasan Amerika Serikat-Meksiko pada masa pemerintahan Donald Trump (2017-2019). Penulis memilih era pemerintahan Trump karena dalam perpolitikan AS, kebijakan sekuritisasi perbatasan mengalami tightening (penegangan) pada masa Trump. Penulis meneliti pembangunan tembok perbatasan dalam kaitannya dengan keamanan dalam negeri AS. Kemudian penulis menganalisis sikap dua partai dominan di AS yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua konsep yang berkaitan satu sama lain yaitu Konsep Kedaulatan Negara, dan Konsep Keamanan Nasional. Penulis menggunakan metode analisis kualitatif eksploratif. Hasil temuan menunjukkan bahwa ditinjau dari aspek keamanan, kebijakan Trump membangun tembok perbatasan AS-Meksiko kurang relevan karena imigran ilegal dari Amerika Latin yang datang ke AS tidak terbukti meningkatkan tingkat kejahatan di dalam AS. Tinjauan politik menunjukkan bahwa kedua belah pihak baik Partai Demokrat dan Partai Republik sama-sama menganggap bahwa keamanan perbatasan itu penting. Namun pihak Partai Demokrat tidak setuju dengan gagasan tembok. Ketidaksetujuan tersebut didasarkan pada beberapa alasan diantaranya: pertama, hingga saat ini Trump tak kunjung melakukan implementasi pembangunan tembok sesuai dengan janji kampanyenya pada tahun 2016 untuk membangun tembok konkrit. Kedua, tembok bukan merupakan alat keamanan yang efektif. Ketiga, tembok perbatasan dinilai mustahil karena melewati topografi yang beragam. Keempat, kebijakan tembok merupakan masalah bukan solusi karena Trump menempatkan imigran dalam posisi yang lebih vulnerable. Bagaimanapun kedua belah pihak sama-sama melakukan politisasi tembok. Partai Republik mempertahankan pembangunan tembok demi elektabilitas Trump pada pemilu presiden AS tahun 2020, sedangkan Partai Demokrat berusaha menyeimbangkan suara di negara-negara bagian berbasis imigran.

This research discusses the political and security review of the United States-Mexico border wall during Donald Trumps administration (2017-2019). The author chooses Trump administration because on US politics, the border securitization policy undergoes tightening during the Trump era. The author examines the border wall establishment and its relation to US internal security. The author analyzes the attitude of the two dominant parties in the US namely the Democratic Party and the Republican Party. In this research, the author applies two concepts that related to each other namely the concept of State Sovereignty and the concept of National Security with explorative qualitative analysis method. The findings show that in the security aspect, Trump's policy establishing the US-Mexico wall is less relevant because illegal immigrants from Latin America who come to the US are not proven to increase crime rates within the US. In the political aspect, both the Democratic Party and the Republican Party consider border security as an important matter. However, the Democratic Party does not agree with the idea of the wall. The Democratic Party does not agree with the wall because of several reasons: first, Trump has yet started constructing the wall as his campaign promise in 2016 to build concrete walls. Second, the wall will not become an effective security tool. Third, the border wall is impossible to build because it passes through various topographies. Fourth, the wall rather becomes a problem instead of becoming solution. Trump has placed immigrants in a more vulnerable position. Nevertheless, both parties are conducting the politicization of the wall. The Republican Party maintain the idea of constructing wall for Trumps electability in the 2020 presidential election, while the Democratic Party is trying to balance the votes in immigrant-based states."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T55028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusdam Arrang Bua
"War on Terror merupakan alasan dasar dari intervensi Amerika Serikat (AS) di Afghanistan. Sebagai tujuan lanjutan dalam memerangi terorisme AS bersama masyarakat internasional berupaya untuk mendemokratisasi Afghanistan. Namun demikian, upaya tersebut menghadapi beberapa kendala. Salah satu diantaranya adalah peningkatan produksi opium/perdagangan narkotik dari tahun 2002 hingga 2003. Amerika Serikat merespon hal tersebut dengan mengimplementasikan strategi counternarcotics, setelah baik pemerintah Inggris maupun Afghanistan tidak dapat menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam upaya yang sama. Namun strategi tersebut gagal mencapai tujuannya. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat faktor eksternal dan internal yang menghambat pengimplementasian strategi. Faktor eksternal bersumber dari Taliban dan petani opium. Disisi lain, faktor internal bersumber dari Amerika Serikat sendiri yaitu ketidaksistematisan implementasi proses strategi dan kompleksitas proses pembuatan kebijakan terhadap upaya counternarcotics di Afghanistan.

War on Terror was foundational of U.S presence in Afghanistan. As a futher goals for combating terrorism, U.S along with international community have tried to democratize Afghanistan. However, the efforts faced some obstacles. One of them was the increase of opium production/drug trafficking from 2002 to 2003. This condition was responded by the implementation of U.S counternarcotics strategy, after both the British and Afghanisthan government were unable to create a significant achievement in the previous efforts. However the strategy failed to meet its end. This research finds that there are external and internal factors, which inhibit implementation of the strategy. The external factor comes from Taliban and opium farmer. On the other hand, the internal factors comes from the United States itself, which are the unsystematic of strategy process implementation and the complexity of policy making process toward the counternarcotics efforts in Afghanistan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ushwatul Jannah
"Tulisan ini menjelaskan tentang mengapa suatu negara tetap mempertahankan kerangka aliansi dengan negara lain, terlepas dari perlakuan negara tersebut yang cenderung menjatuhkan negara aliansinya. Analisis dalam tesis ini menggunakan teori dilema keamanan aliansi dari Snyder untuk menjelaskan alasan mengapa Korea Selatan memilih untuk menggunakan strategi cooperate dalam menghadapi dilema aliansi dengan Amerika Serikat dibawah masa pemerintahan Presiden Donald Trump tahun 2017 – 2021. Hasil dari penelitian yang menggunakan kualitatif-deskriptif ini menunjukkan bahwa pilihan Korea Selatan menggunakan strategi cooperate tersebut adalah untuk menghindari konsekuensi diabaikan (abandonment) oleh Amerika Serikat, sekutunya yang merupakan negara patron (pelindung). Penggunaan strategi cooperate ini selanjutnya di jelaskan dalam tesis ini karena dipengaruhi oleh 2 faktor penentu yaitu faktor possible of consequences dan faktor determinant of choices. Berdasarkan kedua sudut pandang faktor tersebut, Korea Selatan mempertahankan aliansi dengan Amerika Serikat selain karena takut akan risiko ditinggalkan, yaitu faktor kergantungan, kepentingan strategis, kejelasan kesepakatan dalam aliansi, serta tingkat kepentingan sekutu juga merupakan alasan Korea Selatan untuk mempertahankan aliansi dengan Amerika Serikat.

The present study explains why a country maintains an alliance framework with other countries, regardless of the country's treatment which likely brings down its allies. The analysis applied an alliance security dilemma theory by Snyder to clarify the reasons why South Korea preferred to use a cooperative strategy in dealing with the dilemma of alliance with the United States under the President Donald Trump administration of 2017-2021. The results of the present qualitative - descriptive study showed that South Korea’s preference to use the cooperative strategy aimed at avoiding a consequence of being neglected (abandonment) by the United States that is the patron ally (protector). The use of the cooperative strategy was later emphasized in this study as it was influenced by two determinants, namely the possible of consequences and the determinant of choices. Based on perspectives of these two factors, South Korea maintains an alliance with the United States apart from being apprehensive to be left, which is a dependency factor, strategic interests, clarity of the deal in the alliance and the ally’s level of interest are also the South Korea’s reasons to maintain an alliance with the United States."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartina Rosa. author
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh teks surat kabar yang memberitakan tuduhan antisemit kepada Ilhan Omar, anggota senat Amerika Serikat. Jika diteliti lebih lanjut, antisemit yang dituduhkan tersebut menarik untuk dikaji dengan keilmuan semantik dan pragmatik karena pergeseran makna yang tersirat di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk semantik dan pragmatik yang terdapat dalam wacana antisemit pada masa Trump. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Adapun teori yang digunakan sebagai rujukan utama dalam penelitian ini yaitu Analisis Wacana Kritis model Norman Fairclough, 1995 yang membagi analisisnya dalam tiga dimensi, yaitu teks, wacana, dan sosiobudaya. Penelitian ini menggunakan data yang bersumber dari ujaran kontroversial Ilhan Omar, surat kabar daring FOX News dan CNN Media. Hasil penelitian menunjukkan adanya pergeseran makna antisemitisme yang disebabkan oleh persepsi masyarakat yang berubah dari waktu ke waktu. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya di bidang sosial humaniora.

This research was motivated by a newspaper text that reported an antisemitic charge against Ilhan Omar, a member of the United States Congress. The alleged antisemite is interesting to be examined through the semantic and pragmatic point of view because of the shift of meaning implied in it. This study aims to analyze the semantic and pragmatic forms found in the antisemite discourse during Trump period in the United States. The method used is qualitative with a descriptive approach. The theory used as the main reference in this study is the Critical Discourse Analysis of Norman Fairclough, 1995 which divides its analysis into three dimensions, namely text, discourse, and socio-culture. This study uses data sourced from Ilhan Omar's controversial statements, online newspaper from FOX News and CNN Media. The result shows that the shift of the meaning of antisemitism is caused by people's perceptions that change from time to time. This research is expected to be a reference for future researchers in social humanities science."
2019: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Faliana Sewaka
"Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor yang mendorong dikeluarkannya kebijakan imigrasi Amerika Serikat Deferred Action for Childhood Arrivals di bawah Presiden Barack Obama di tahun 2012. Kebijakan ini memiliki tujuan untuk menyelamatkan pemuda, yang masuk dan menetap di AS secara ilegal, dari deportasi selama dua tahun setelah lolos kebijakan ini. Kebijakan DACA diperkenalkan oleh pemerintahan Presiden Obama pada akhir pemerintahan periode pertamanya dan menuju pemilihan presiden AS tahun 2012. Kebijakan ini memiliki serangkaian kualifikasi yang secara umum menaruh fokus kepada batas usia, durasi menetapnya di AS, rekam jejak pendidikan, dan catatan kriminal yang baik dari para pemohon yang mengajukan untuk kebijakan DACA. Kebijakan imigrasi ini mengundang banyak kontroversi karena dianggap tidak pernah disetujui oleh Kongres AS dan bertentangan dengan hukum imigrasi AS. Menggunakan konsep National Interest dan teori Rational Choice, penulis membuktikan bahwa kebijakan imigrasi ini didorong oleh dua faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor kalkulasi politik Presiden Obama menuju pemilihan presiden AS tahun 2012.

This Bachelor rsquo s thesis discusses about factors that supported the issuance of United States immigration policy Deferred Action for Childhood Arrivals under President Obama in 2012. The policy was aimed to save youngsters, who were brought by their parents and have stayed in the U.S. illegally, from deportation for two years upon receiving the benefit from the policy. DACA was introduced nearing the end of President Obama rsquo s first term and towards U.S. presidential election in 2012. The policy came with a set of qualifications for applicants that mostly focused on age restrictions, duration of stay in the U.S., history of commitment towards education, and good criminal records. The policy itself spurred a lot of controversy, since it had never been approved by the Congress and is against the U.S. immigration law. Using the National Interest concept and the Rational Choice theory, the writer found that the immigration policy was driven by two factors which were the economic factor and the political calculation factor by President Obama towards U.S. presidential election in 2012."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Yuni Lestari
"Program Zero Waste City merupakan kebijakan mengenai pengelolaan sampah yang ditujukan kepada Kota Depok dari tahun 2016-2021. Program tersebut bertujuan untuk membersihkan seluruh daerah di Kota Depok dari segala jenis sampah. Setelah satu tahun diimplementasikan, Kota Depok mendapat Penghargaan Adipura untuk Kategori Kota Metropolitan. Namun, ditemukan bahwa masih terdapat daerah di Kota Depok yang belum terbebas dari sampah, yaitu Kecamatan Bojongsari. Kecamatan Bojongsari merupakan salah satu daerah di Kota Depok yang masih memiliki permasalahan terkait sampah. Jika dilihat dari predikat sebagai Kota peraih Penghargaan Adipura, tentunya hal tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana implementasi kebijakan program Zero Waste City di Kecamatan Bojongari dilihat dari beberapa variabel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-positivist. Penulis melakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan dan studi kepustakaan, serta melakukan analisis secara kualitatif. Teori yang digunakan oleh penulis adalah Model Implementasi menurut Van Meter dan Van Horn. Hasil dari penelitian ini adalah belum optimalnya implementasi kebijakan program Zero Waste City di Kecamatan Bojongsari karena terdapat beberapa indikator yang belum terpenuhi.

The Zero Waste City program is a policy on waste management aimed in Depok City from 2016-2021. The program aims to clean all areas in Depok City from all types of garbage. After one year of implementation, Depok City received the Adipura Award for the Metropolitan City Category. However, it was found that there were still areas in Depok City that had waste, namely the District of Bojongsari. District of Bojongsari is one of the areas in Depok City that still has problems related to waste. If viewed from the title of the Adipura Award-winning City, of course this raises questions about how the implementation of the Zero Waste City program in the District of Bojongari is seen from several variables. The method used in this study is post-positivist. The researcher collected data by conducting in-depth interviews and supported by documents as the secondary data, with qualitative way of analysis. The theory used in this research is The Implementation of Van Meter and Van Horn. This research shows that the implementation of Zero Waste City program policy is not optimal because there are several indicators that have not been fulfilled."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Aulia
"Skripsi ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai proses rekonstruksi citra Donald J. Trump dan empat usulan kebijakannya sebagai calon presiden Amerika Serikat oleh Fox and Friends dalam pemilihan presiden 2016. Sedangkan perspektif teoritis yang digunakan sebagai dasar analisis mengacu pada framing theory yang digunakan. diprakarsai oleh Robert Entman. Dalam perspektif yang diambil, dapat dibuktikan bahwa proses framing menunjukkan positioning Donald J. Trump pada sebuah wacana politik dalam peliputan kebijakan. Proses tersebut akan menjelaskan struktur pembentukan citra Donald J. Trump selama masa kampanye. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi literatur dan analisis dokumen pada sampel liputan acara. Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa peristiwa tersebut telah direkonstruksi dalam menggambarkan citra Donald J. Trump dan kebijakannya.

This thesis is intended to answer research questions regarding the process of reconstructing the image of Donald J. Trump and his four policy proposals as a candidate for president of the United States by Fox and Friends in the 2016 presidential election. Meanwhile, the theoretical perspective used as the basis for the analysis refers to the framing theory used. initiated by Robert Entman. In the perspective taken, it can be proven that the framing process shows Donald J. Trump's positioning on a political discourse in policy coverage. This process will explain the structure of the image formation of Donald J. Trump during the campaign period. Furthermore, this study uses a qualitative method with literature studies and document analysis on the sample coverage of the event. Thus, the conclusion that can be drawn from this research is that the event has been reconstructed in describing the image of Donald J. Trump and his policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Budi Pambagyo
"Program pendidikan internasional adalah sebuah alat diplomasi publik yang sejatinya memiliki posisi penting bagi suatu negara (terlebih negara adidaya) dalam rangka memperluas kepentingan nasional mereka. Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu negara adidaya yang mengendalikan dan mengoptimalkan program pendidikan internasional baik yang bersifat satu arah ataupun dua arah sebagai alat diplomasi dalam waktu yang cukup lama dimulai dari Fulbright (1946); KL-YES (2002); hingga YSEALI (2013). Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat tahun 2016 secara tidak langsung mengancam berbagai kebijakan luar negeri Pemerintah AS terdahulu yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip kebijakan ‘Make America Great Again’ dan ‘America First’ seperti Program YSEALI yang mana hanya bersifat satu arah dan cenderung tidak mendahulukan kemajuan kualitas pemuda AS; tidak sesuai dengan pengajuan untuk mengurangi dana program pendidikan internasional dalam anggaran fiskal tahun 2018 yang disampaikan oleh Donald Trump; serta sifatnya yang serupa dengan Program Inisiatif Let Girls Learn milik Michelle Obama yang diberhentikan kemudian. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya untuk membahas mengenai peranan politik birokrasi yang melatarbelakangi keberlanjutan program diplomasi publik AS konteks pendidikan YSEALI dibawah Pemerintahan Trump. Adapun konsep dan teori yang memandu penelitian ini yakni konsep ‘diplomasi publik’ milik Joseph S. Nye, Jr. dan teori ‘model pengambilan keputusan politik birokrasi’ milik Graham T. Allison yang mana dikemas dalam metodologi penelitian bersifat kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatif. Penelitian ini beranggapan bahwa faktor politik birokrasi disamping Donald Trump berperan penting dalam keberlanjutan YSEALI sebagaimana faktor tersebut tetap melihat YSEALI sebagai salah satu agenda kebijakan luar negeri AS dalam sektor diplomasi publik konteks pendidikan yang penting dalam mencapai kepentingan nasional AS.

The international education program is a public diplomacy tool that actually has an important position for a country (especially superpower country) in order to expand their national interests. The United States (U.S.) has become one of the superpowers that controls and optimizes international education programs, both one-way and two-way as a tool of diplomacy for quite a long time, starting with Fulbright (1946); KL-YES (2002); to YSEALI (2013). The election of Donald Trump as President of the United States in 2016 indirectly threatened various foreign policies of the previous U.S. Government which were deemed not in line with the policy principles of 'Make America Great Again' and 'America First' such as the YSEALI program which was only one-way and tended not to prioritizing the quality advancement of U.S. youth; does not comply with the proposal to reduce international education program funding in the 2018 fiscal year budget submitted by Donald Trump; and similar in nature to Michelle Obama's Let Girls Learn initiative which was terminated later. Therefore, this study seeks to discuss the role of bureaucratic politics which is the background for the continuation of the U.S. public diplomacy program in the educational context of YSEALI under the Trump Administration. The concepts and theories that guide this research are the concept of 'public diplomacy' owned by Joseph S. Nye, Jr. and the theory of 'bureaucratic political decision-making model' owned by Graham T. Allison which is packaged in a qualitative research methodology with an explanatory research type. This research assumes that bureaucratic political factors besides Donald Trump play an important role in the sustainability of YSEALI as these factors still see YSEALI as one of the U.S. foreign policy agendas in the public diplomacy sector in the context of education which is important in achieving U.S. national interests."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Desita Damayanti
"Penelitian ini mengkaji tentang analisis dari dampak kebijakan imigrasi Amerika Serikat pada imigran Korea Selatan terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah barat Amerika Serikat dengan menggunakan model proyeksi kebijakan dan menjelaskan negara bagian mana yang berpotensi meningkatkan perekonomian. Data kuantitatif yang digunakan adalah data penduduk wilayah barat Amerika Serikat per County, jumlah imigran Korea Selatan per County, dan pertumbuhan pendapatan per kapita per County. Sementara itu, data kualitatif yang digunakan berupa berbagai literatur seperti berita internasional, jurnal ilmiah, publikasi pemerintah, dan laporan tentang imigrasi di Amerika Serikat seperti kebijakan, proses imigrasi, pertumbuhan ekonomi, dan imigran Korea Selatan yang tinggal di barat. wilayah Amerika Serikat. Metode yang digunakan adalah metode campuran kongruen dengan mengumpulkan dan menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif serta memperoleh informasi dari proses interpretasi. Sisi kuantitatif menggunakan uji statistik imigran Korea Selatan terhadap pertumbuhan ekonomi dan menggunakan analisis cluster-outlier dalam GIS. Sedangkan dari segi kualitatif, hasil uji kuantitatif akan dijabarkan dengan data kualitatif dengan cara interpretasi & triangulasi data secara keseluruhan. Hasil yang diperoleh didasarkan pada jumlah imigran Korea Selatan tertinggi dimana jumlah imigran yang tinggi berdampak pada cluster dan outlier dengan nilai pendapatan per kapita yang tinggi di setiap county di wilayah barat Amerika Serikat serta dari sumber bacaan. Dari segi validitas, terdapat kecenderungan di tiga lokasi, yaitu Los Angeles dan Santa Clara di California, di mana mayoritas imigran bekerja sebagai pebisnis, Honolulu di Hawaii, sebagian besar imigran bekerja sebagai petani tebu, dan King di Washington. , sebagian besar pendatang bekerja sebagai pekerja seni dan mahasiswa.

This study examines the analysis of the impact of the United States immigration policy on South Korean immigrants on economic growth in the western area of the United States by using a policy projection model and explains which states have the potential to increase the economy. The quantitative data used are population data of the western area of the United States per County, the number of South Korean immigrants per County, and the growth of income per capita per County. While the qualitative data is in the form of various kinds of literature such as international news, scientific journals, government publications, and reports on immigration in the United States such as policies, immigration processes, economic growth, and South Korean immigrants living in the western area of the United States. The method used is a congruent mixed method by collecting and combining quantitative and qualitative data as well as obtaining information from the interpretation process. The quantitative side uses a statistical test of South Korean immigrants on economic growth and uses cluster-outlier analysis in the GIS. Meanwhile, in terms of qualitative, quantitative test results will be elaborated with qualitative data by way of interpretation & triangulation of data as a whole. The results obtained are based on the highest number of South Korean immigrants where the high number of immigrants has an impact on clusters and outliers with high per capita income values in each county in the western area of the United States as well as from reading sources. In terms of validity, there is a tendency for three locations, these are Los Angeles and Santa Clara in California, where the majority of immigrants work as businesspeople, Honolulu in Hawaii, most of the immigrants work as sugarcane farmers, and King in Washington, most of the immigrants work as art workers and students."
Jakarta: Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>