Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214681 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochammad Arief Wicaksono
"Tulisan ini membahas tentang berkurangnya signifikansi ritual dan aktivitas pertanian yang terjadi di masyarakat Lio pada Desa Nggela, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Saya berpandangan bahwa dalam kurun waktu empat dekade terakhir, telah terjadi peruhahan dominasi mode produksi pada masyarakat Nggela seiring dengan munculnya sumber-sumber penghasilan baru di luar pertanian, mulai dari mode produksi perkebunan tanaman komoditas, tenunan, dan pariwisata. Perubahan dominasi mode produksi ini berimplikasi pada perubahan-perubahan sosial pada aturan dan implementasi adat, ritual, serta pola perkawinan dan kekerabatan yang cenderung mengarah pada kondisi semakin berkurangnya signifikansi ritual serta relevansinya dengan aktivitas pertanian. Selain berfokus pada aspek perubahan cara produksi dan hubungan produksi dalam kerangka mode produksi, saya juga menggunakan pendekatan produksi sosial, praktik, dan sejarah untuk melihat bagaimana peristiwa-peristiwa yang terjadi menimbulkan dinamika internal yang berimplikasi pada hubungan-hubungan antara manusia, alam, tenaga kerja, dan hubungan antarmanusia itu sendiri di Nggela. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: pertama, masyarakat Nggela masih terikat pada prinsip-prinsip kekerabatan dan di dalamnya terdapat lebih dari satu produksi. Kedua, kisah asal-usul masih menjadi dasar legitimasi otoritas pemimpin adat di Nggela. Ketiga, perubahan-perubahan yang terjadi pada pola perkawinan dan kekerabatan serta fenomena migrasi keluar, meskipun tidak secara langsung menyebabkan perubahan pada mode produksi pertanian, tetapi menciptakan kondisi yang mengarah pada perubahan tersebut. Keempat, perubahan mode produksi tidak hanya terjadi pada produksi material, tetapi juga perlu diproblematisasi perihal produksi sosialnya. Kelima, sejumlah peristiwa yang terjadi dalam empat dekade terakhir meniumbulkan dinamika internal yang menyebabkan stransformasi sosial-ekonomi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode etnografi dengan teknik pengamatan terlibat dan wawancara mendalam.

This paper discusses the less significance of rituals and agricultural activities among the Lio in Nggela Village, Ende, Flores, Eastern Nusa Tenggara. In my idea, in the last four decades, there has been a shift in the dominance of production modes in the Nggela people along with the emergence of new sources of income outside of agriculture, ranging from modes of production of commodity crop plantations, weaving, and tourism. This change in the dominance of mode of production has implications for social changes in the rules and implementation of customs, rituals, marriage and kinship patterns that tend to lead to conditions of diminishing ritual significance and relevance to agricultural activities. In addition to focusing on aspects of changing ways of production and production relations within the framework of modes of production, I also use social production, practice, and historical approaches to see how the events that occur give rise to internal dynamics that have implications for the relations between humans, nature, labor, and human relations themselves in Nggela. The results of the study are as follows: first, the Nggela people are still bound to the principles of kinship and in it there is more than one modes of production. Second, the origin story is still the basis for the legitimacy of the authority of indigenous leaders in Nggela. Third, the changes that occur in the patterns of marriage and kinship and the phenomenon of outward migration, although not directly causing changes in the mode of agricultural production, but creating conditions that lead to such changes. Fourth, changes in the mode of production do not only occur in material production, but also need to be problematized regarding social production. Fifth, a number of historical moment that have occurred in the last four decades have caused internal dynamics that have led to socio-economic transformation.This research was conducted using ethnographic methods with participant observation techniques and in-depth interviews. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masalah yang paling mendasar dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai bentuk dan fungsi ritual dan kepercayaan masyarakat Ende, serta nilai-nilai yang terkandung dalam ritual dan kepercayaan masyarakat Ende?, dengan menggunakan landasan teori yaitu seperti teori klasik, teori integrasi, teori interaksi simbolik dan teori akulturasi. Untuk memperoleh data yang relevan dan akurat terkait dengan permasalahan tersebut, digunakan metode kualitatif. Sumber data terdiri dari data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi, serta data sekunder diperoleh melalui perpustakaan. Analisis data bersifat kualitatif yang dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan. Hasil analisis data disajikan dengan deskripsi. Sebagai sebuah penelitian yang bersifat Ilmiah Populer, maka penelitian ini bertujuan tidak semata-mata mengetahui, mengidentifikasikan, serta mendeskripsikan fokus bahasan, akan tetapi juga akan dapat memberikan gambaran atau informasi yang utuh kepada masyarakat pada umumnya tentang ritual dan kepercayaan masyarakat Ende, sehingga diharapkan dapat memunculkan sikap cinta terhadap budaya sendiri. Hasil penelitian menunjukkan : Pertama, beberapa bentuk kepercayaan yang dikenal dalam masyarakat Ende adalah :(1) Wujud Tertinggi Keilahian; (2) Bobo-Mamo Embu-Kajo; dan (3) Nitu Pa'i. Kedua, ritual adat yang masih hidup dan berkembang pada masyarakat Ende umumnya dan masyarakat Wolotopo Timur khususnya adalah sebagai berikut : (1) Upacara Adat Membuka Lahan Kebun Baru; (2) Upacara ka poo; (3) Upacara ka poka; (4) Upacara joka ju; (5) Upacara Mure atau upacara mohon curah hujan; dan (6) Upacara Mopo. Sedangkan fungsi ritual adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Lio-Ende yang berkaitan dengan tata berladang, pada intinya adalah: (1) Penghormatan terhadap Maha Pencipta/Dewa Tertinggi, serta roh Leluhur; (2) Memohon kesuburan dan kelimpahan panen; (3) Fungsi untuk menumbuhkembangkan sikap solidaritas; (4) Konservasi sumberdaya alam. Di dalam keseluruhan bentuk kepercayaan dan ritual masyarakat Ende di dalamnya mengandung nilai-nilai luhur yaitu : (1) Nilai sangat menghargai dan mencintai alam; (2) Nilai kebajikan, berhati suci, sikap hidup saling tolong menolong, saling menghargai sesama, membentuk moral bangsa yang berakhlak mulia, bermartabat dan berkeadilan; dan (3) Nilai mencintai tanah airnya sendiri."
JNANA 18:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Salim
"Studi ini bertujuan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi kemunculan organisasi pengamanan swakarsa sekaligus untuk mengetahui eksistensinya di masyarakat Lombok. Fenomena perubahan dalam masyarakat tradisional yang terjadi sejak tahun 1999, ditandai dengan kehadiran berbagai kelompok pengamanan masyarakat secara terorganisir dengan keanggotaan yang besar. Organisasi pengamanan ini juga menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial keagamaan bagi anggota dan masyarakat. Realitas tersebut dapat dipandang sebagai gejala baru dari perubahan masyarakat, yang tentu saja membutuhkan pemahaman.mendalam dan menyeluruh.
Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran terhadap dokumen-dokumen dan berita-berita koran. Kesimpulan yang diperoleh adalah kemunculannya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor antara lain pertama faktor ekonomi yaitu kerugian harta benda, akibat pencurian. Kondisi ini mendorong masyarakat melakukan upaya pembelaan diri secara kolektif dan terorganisir dalam rangka mempertahankan harta benda yang dimiliki. Kedua; faktor ketidakmampuan aparat Polisi memberikan rasa aman kepada masyarakat akibatnya muncul ketidakpercayaan. Ketiga, adanya dukungan Tuan Guru sebagai tokoh agama sekaligus tokoh informal karismatik untuk melawan kemungkaran, menegakkan amar ma?ruf nahi mungkar sesuai perintah agama dengan memberantas pencuri dan perampok yang selalu mengancam dan meresahkan masyarakat. Terakhir kemunculan Pam Swakarsa tersebut, tidak terlepas dari pengaruh reformasi yang membuka iklim kebebasan bagi masyarakat untuk mendirikan suatu organisasi. Sedangkan eksistensinya adalah menjaga keamanan lingkungan di wilayah basis masing-masing organisasi dan melakukan penyadaran hukum bagi para pencuri dan perampok yang tertangkap.
Dalam perkembangannya keberadaan Pam Swakarsa telah menjadi wadah untuk memperkuat kohesi sosial (silaturrahmi) warga masyarakat sebab kegiatan organisasi tersebut, telah berkembang menjadi kegiatan-kegiatan sosial keagamaan melalui dukungan Tuan Guru. Kegiatan-kegiatan itu antara lain, seperti bantuan dan santunan bagi anggota yang mengalami musibah, kecurian maupun meninggal dunia. Dan penyelenggaraan pengajian-pengajian serta majelis taklim. Kegiatan-kegiatan tersebut oleh masyarakat tradisional Lombok dipandang sebagai kegiatan yang sangat positif."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T7726
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 35(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nilan Loliyana
"Artikel ini menjelaskan Kiai Yazid melakukan perubahan signifikan terhadap kehidupan masyarakat pare melalui penguasaan bahasa asing. Kemahiran dibidang bahasa asing Kiai Yazid menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang ingin memperdalam ilmu agama dan bahasa. penguasaan Kiai Yazid juga mengundang banyak tokoh besar yang ingin bertemu untuk belajar bahasa Inggris maupun untuk berdiskusi. Berkembangnya kemampuan bahasa Kyai Yazid menjadi salah satu terselesaikannya penelitian Clifford Geertz dalam bukunya yang berjudul Religion of Java. Permasalahan yang diangkat dari penelitian ini yaitu, Mengapa terjadi perubahan masyarakat Pare dan bagaimana kyai Yazid melakukan perubahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan memanfaatkan sumber primer dan sumber sekunder yang terdapat dalam arsip, foto, kamus-kamus bahasa asing, surat kabar sezaman seperti koran-koran dari Jerman yang dikirim khusus untuk kyai Yazid, buku-buku yang merupakan bacaan atau tulisan kyai Yazid, serta sumber dari media cetak maupun media online. Data-data yang ada dimanfaatkan untuk memfalidasi kebenaran sumbernya melalui kritik sumber, dan proses penafsiran terhadap fakta yang telah melalui proses verifikasi sumber dan ditindaklanjuti dengan historiografi atau penulisan sejarah. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, perubahan wilayah kampung Inggris yang semula tidak berbeda dengan perkampungan biasa menjadi wilayah melek pendidikan yang menyerupai wilayah kampus, selain itu perubahan dilaksanakan melalui pengajaran bahasa asing dalam sistem pembelajaran dan penggunaan sistem getok tular yang berdampak terhadap norma sosial dan peluang usaha.

This article explains that Kiai Yazid made significant changes to the life of the Pare community through mastering foreign languages. Kiai Yazid's proficiency in foreign languages is the main attraction for those who want to deepen their knowledge of religion and language. Kiai Yazid's mastery also invited many big figures who wanted to meet to learn English and to discuss. The development of Kyai Yazid's language skills became one of the completions of Clifford Geertz's research in his book, Religion of Java. The problems raised from this research are, Why did the Pare community change and how Kyai Yazid made these changes. This study uses the historical method by utilizing primary and secondary sources contained in archives, photographs, foreign language dictionaries, contemporary newspapers such as newspapers from Germany which were sent specifically to Kyai Yazid, books which are the readings or writings of the kyai. Yazid, as well as sources from print and online media. The existing data is used to validate the truth of the source through source criticism, and the process of interpreting the facts that have gone through the source verification process and followed up with historiography or historical writing. The conclusion of this study is that the change in the English village area, which was originally no different from an ordinary village, became an educational literacy area that resembled a campus area, besides that the changes were carried out through foreign language teaching in the learning system and the use of the word-of-mouth system which had an impact on social norms and business opportunities."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Yulianto
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang pariwisata saba budaya baduy yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial pada masyarakat baduy dalam kampung Cibeo menggunakan pendekatan kualitatif. Hasilnya, telah terjadi perubahan sosial sebagai akibat kegiatan pariwisata saba budaya baduy yang digambarkan dalam tahapan fenomena pariwisata multiplier melalui periodesasi perubahan sosial: pra kunjungan wisatawan, kunjungan wisatawan, pasca kunjungan wisatawan dan menutup siklus kunjungan wisatawan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan sosial terjadi secara lambat, besar dan terencana melalui variasi aspek proses sosial, pola sosial, interaksi sosial atau organisasi sosial dan perubahan dari unsur ndash; unsur jaringan hubungan sosial yang meliputi adat, ritual, aturan dan prosedur.

ABSTRACT
The research discusses Saba Budaya Baduy tourism activities cause social changes in the inner baduy society, Cibeo village used qualitative approach. The results showed the social changes occurred due to Saba Budaya Baduy tourism activies that described in multiplier tourism phenomena stagest through social change periodization pre tourist visit, tourist visit, post tourist visit and end of cycle tourist visit. The research concludes social changes occurred slowly, major and planned through variation aspects of social process, social pattern, social interaction or social organization and changes social relationship networks elements that covered customs, rituals, rules and procedures."
2017
T48040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yevita Nurti
"Sebagian ahli antropologi percaya bahwa budaya makan dan selera, yang telah menjadi kebiasaan makan sekelompok masyarakat, sangat sulit berubah, karena merupakan gagasan-gagasan dan tingkahlaku terpola yang telah dipelajari dan ditanamkan oleh para warga suatu masyarakat sejak dini, sejak manusia mengenal makanannya. Linton (1984) menyebutnya sebagai covert culture, yang merupakan inti dari kebudayaan yang sulit berubah dan sulit digantikan oleh unsur-unsur asing. Masuknya catering dalam acara baralek di kota Padang, sebagai agen perubahan, telah menyebabkan terjadinya perubahan makan pada orang Minangkabau. Perubahan tampak dalam hal jenis-jenis makanan yang disajikan (dari homogen ke heterogen atau diversifikasi), tatacara penyajian, cara mempersiapkan makanan dari komunal menjadi individual, ekonomi uang menjadi sangat penting dalam menentukan pilihan makanan, serta pilihan makanan tidak lagi mengacu kepada adat istiadat semata namun menjadi sesuatu yang dinegosiasikan.
Penelitian ini berusaha memahami proses terjadinya perubahan makan dalam acara baralek orang Minangkabau tersebut dan memahami bagaimana selera itu dikonstruksi secara sosial. Untuk memahami proses terjadinya perubahan budaya makan dan selera ini dilakukan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebetulnya budaya makan dan selera bukanlah sesuatu yang statis, alamiah dan sulit berubah, melainkan suatu proses dinamis dan produk konstruksi sosial, yang dipengaruhi oleh berbagai kekuatan dalam masyarakat. Perubahan nilai, nilai solidaritas dan nilai lamak (enak), cenderung terjadi pada generasi muda, karena disebabkan oleh maraknya industri makanan dan kreatifitas ahli masak catering yang cenderung mencari dan memodifikasi makananmakanan dari luar Minangkabau.
Akibat teoritis dari penelitian ini adalah bahwa apa yang dikatakan antara lain, oleh : Linton (1984), Foster & Anderson (1988:315), Sanjur (1982:286), Kardjati, Kusin dan With (1977), Saptandari (2004:3), bahwa budaya makan merupakan salah satu inti kebudayaan yang sulit berubah tidak selalu benar. Perubahan budaya makan ini setidaknya memperlihatkan bahwa manusia sebagai subjek harus dilihat sebagai pelaku yang aktif dan kreatif, yang mampu mengubah lingkungannya berdasarkan kebutuhannya.

Some anthropologists believe that the culture of eating and taste, which has become a habit of eating a bunch of people, it is very difficult to change, because it is the ideas and patterned behavior that has been studied and invested by the citizens of a society from an early age, since man knows his food. Linton (1984) referred to it as a covert culture, which is the essence of culture is difficult to change and difficult to replace by foreign elements. Inclusion in event catering Baralek in Padang, as agents of change, has led to a change in eating the Minangkabau people. Changes seen in terms of the types of food served (from homogeneous to heterogeneous or diversification), presenting the procedures, how to prepare food from communal to individual, economic, money is very important in determining the choice of food, and the food choices are no longer refers solely to the customs however be something negotiated.
This study attempts to understand the process of change the culture of eating in the event Baralek the Minangkabau people and understand how it tastes is socially constructed. To understand the process of cultural change in eating and appetite research was conducted using qualitative methods of data collection techniques participation observation and deep interviews. The results showed that the culture actually eat and taste is not something static, natural and very difficult to change, but rather a dynamic process and product of social construction, which is influenced by various forces in society. Changes in value, the value of solidarity and values lamak (delicious), tends to occur in young people, because it is caused by the rise of the food industry and catering creative cooks who tend to search for and modify foods from outside the Minangkabau.
Theoretical result of this research is that what is said Linton (1984), Foster & Anderson (1988:315), Sanjur (1982:286), Kardjati, Kusin & With (1977), Saptandari (2004:3), that the culture of eating is one of the hard core of culture change is not always true. Change the culture of eating this at least shows that the human being as a subject should be seen as an active and creative actors, who are able to change their environment based on their needs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1483
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Partrijunianti Gularso
"ABSTRAK
Pada tahun 1981, Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah No.43 th 1981, dan dalam kurun waktu 18 tahun, Depok menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 1999 berdasarkan UU No 15, atas dasar tuntutan dan aspirasi masyarakat maka Kotif Depok diangkat menjadi Kodya Daerah Tk II Depok dan ditetapkan pada tgl 20 April 1999.Perkembangan kota Depok semakin pesat dan meluas ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya.Pembangunan perumahan, pembangunan perkantoran, pembangunan pusat-pusat perbelanjaan, pembangunan pasar tradisional semi modern, dan bermacam-macam pembangunan pelayanan umum dilaksanakan hampir di seluruh wilayah secara bersamaan. Dengan semakin meluasnya perkembangan pembangunan di segala bidang, sudah barang tentu membutuhkan lahan untuk mengaktualisasikannya.Lahan penduduk kampung yang semula merupakan lahan pertanian, dan perkebunan buah-buahan, menjadi menyusut karena dijual untuk kepentingan tersebut.Kondisi ini berdampak pada terjadinya suatu perubahan di berbagai aspek kehidupan penduduk kampong Rawakalong yang mengaku dirinya sebagai orang Betawi di wilayah Kodya Depok. Mereka kemudian mengubah pekerjaannya semula sebagai petani, menjadi pekerjaan lain di sector informal seperti bekerja sebagai tukang ojek, srabutan, tukang bangunan, dan pemilik rumah petak yang disewakan. Pekerjaan di sector informal tidak memberikan penghasilan tetap dan tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga, dan mereka merespons kondisi ini dengan cara adaptif dimana para suami mengijinkan isteri mereka untuk bekerja di luar rumah dengan beberapa syarat yang tidak jauh menyimpang dari kebudayaan mereka. Dan pekerjaan yang banyak dilakukan oleh para perempuan di kampung ini adalah sebagai pekerja rumahtangga. Bentuk respons lainnya terjadinya konflik antara pasangan suami dan isteri karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Konflik yang berkepanjangan bisa berakhir dengan suatu perceraian, dan kemudian terjadi perkawinan baru dengan perempuan lain. Oleh karena itu kawin?cerai menjadi suatu hal yang biasa terjadi di kampong ini. Untuk memperoleh data penelitian dilakukan penelitian kualitatif, terhadap beberapa orang informan yang bisa mencakup berbagai usia dan status perkawinan dengan cara observasi, wawancara mendalam dan menggunakan pengalaman hidup mereka (life history method).

ABSTRACT
In 1981, the government established the Administrative Town of Depok through Government Decree No.43 of 1981, and within 18 years, Depok showed considerable development. In 1999, based upon Legislation No.15 as well as the aspirations of its citizens, the Administrative Town of Depok was elevated to the Regional Municipality of Depok on April 20, 1999. The rate of development of Depok increased and spread to the surrounding areas. The development of housing, office complexes, retail centers, semi-modern traditional markets, and other public service facilities went underway almost at once throughout the area. The increase in growth and development in every area required space. Land held by kampong residents that was previously utilized as farmland and orchards decreased in area through their sale for development projects. The impact took the form of change in many aspect of life among the people of the kampong of Rawakalong,who identify themselves as Betawi of the Municipality of Depok. The people left their farmwork for other occupations in the informal sector, such as motorcycle taxis (ojek ), construction work, and tenement leasing. Work in the informal sector does not provide a steady income, nor does it cover family needs, and their response is adaptive. Husbands allow their wives to takes jobs outside the home, under certain conditions that do not break from their cultural norms. The job must often sought by the women of the kampong is as domestic help. Another response involves conflict between spouses, due to an inability to adapt to the changes occurring . A prolonged conflict may end in divorce, which may lead to re-marriage. Thus divorce and re-marriage has become common in this kampong. Data was collected through qualitative research among informant of varying age and marital status, with observation, in-depth interviews and the use of the life-history method."
Depok: 2012
D1305
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Emmed Madjid Prijoharjono
"This article discusses the relevance of applying the concepts of source of origin and system of precedence, that provide legitimacy for the Mosalaki of Lio in their construction and production as well as reproduction of power in everyday life, especially in their traditional political system. The data analyzed in this article is the result of fieldwork undertaken in the villages of Nggela and Tenda, District of Wolojita, the Regency of Ende Lio, Flores, with qualitative methods, specifically through the techniques of in-depth interviews and participant observation. The Mosalakis, as a matter of a fact, dominate the traditional political system as rulers of adat and adat land. Their practices of power are manifested mainly in ritual activities and the management of traditional land rights. The legitimated rights are transmitted through patrilineal descent, and is based upon source of origin and system of precedence, that are embeded in Lio culture."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Octaperdana
"Manu adalah bahasa Sumba dari Ayam kampung yang merupakan persembahan penting dalam ritual adat orang Kampung Tarung. Karena itu, menyediakan manu bukanlah hal yang sederhana dan selalu menyimpan cerita yang menarik. Pada kenyataannya banyak orang Kampung Tarung yang tidak mampu membeli manu untuk kebutuhan ritual. Ironisnya mereka lebih memilih untuk membeli manu dari pada menternak dan merawatnya dari kecil padahal kebanyakan orang mampu dan memiliki sumber daya menternak manu sendiri. Penelitian ini berfokus kepada bagaimana orang Tarung menyelesaikan masalah kekurangan manu ketika mereka membutuhkannya untuk keperluan ritual. Penelitian menggunakan metode etnografi dan menggunakan konsep materialis yang dikembangkan oleh Marvin Harris sebagai dasar pemikiran dan penjelasan. Penelitian berusaha menjawab teka-teki di balik permasalahan hutang dan uang yang menjadi mekanisme penyediaan hewan suci di tengah perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Kampung Tarung. Solidaritas sosial di antara warga Kampung Tarung dengan kampung lain ternyata membantu warga Tarung untuk menyelesaikan persoalan penyediaan manu di tengah perubahan pola relasi dan ekonomi warga

Manu means domestic chicken in Sumbanese language that is an essential offering in the traditional rituals of Tarung Villagers in West Sumba. Therefore, providing manu is not a simple matter that uncovers interesting stories. In reality, many Tarung Villagers cannot self-fulfilled the needs of manu for their rituals. Ironically most of the villager prefers buying manu rather than breeding even though most of them are able and have enough resource for raising chickens as livestock. This thesis focuses on how Tarung People solve shortages of manu for ritual needs using the concept of materialism developed by Marvin Harris as a basis for thinking and explanations. Here, this thesis aims to answer riddles related to the problem of debts and the using of money for exchange and transaction as a mechanism for Tarung people to provide the sacred animal. Amid social change that occurs in the Tarung community, social solidarity among the villagers and relation with people from other villages turned out to accommodate citizens of Tarung Village to solving the problem of providing manu for the rituals offerings."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>