Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150596 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cantika Prasna Pratistha
"Latar Belakang: Penyakit periodontal berkaitan dengan peradangan kronis yang mempengaruhi jaringan pendukung gigi, termasuk jaringan gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar dalam bentuk penyakit yang lebih parah. Etiologi dari periodontitis adalah karena adanya perubahan jumlah relative takson spesifik pada yang memicu penyakit ini. Salah satu patogen kunci dalam perubahan lingkungan mikroba ini adalah Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis. Asupan obat-obatan konvensional terkadang menyebabkan resistensi antibiotik, sehingga obat herbal digunakan bertahap sebagai alternatif. Salah satu herbal yang potensial ialah Cyperus rotundus L. atau rumput teki yang dikenal sebagai obat herbal yang umum digunakan untuk mengobati beberapa gangguan klinis. C. rotundus dilaporkan memiliki banyak aktivitas farmakologis, khususnya aktivitas antimicrobial. Studi in vivo dan in vitro membuktikan keefektifannya terhadap beberapa penyakit. Tujuan: Mengetahui dan menganalisis efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis serta membandingkan efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki dengan chlorhexidine (kontrol positif). Metode: Efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki terhadap bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis dilihat dari uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan konsentrasi ekstrak etanol rimpang rumput teki yang digunakan adalah 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,125%. Selanjutnya hasil tersebut dianalisis dengan uji statistik One Way Anova. Hasil: Ekstrak etanol rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dapat menghambat pertumbuhan, namun tidak dapat membunuh koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dengan nilai KHM 3,125% dan Porphyromonas gingivalis dengan nilai KHM 6,25%. Nilai KBM pada kedua bakteri tidak dapat ditetapkan. Melalui uji statistik One Way Anova didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan bermakna pada efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki dengan Chlorhexidine 0,2% (p < 0,05). Kesimpulan: Ekstrak etanol rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri, namun tidak dapat membunuh koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis sehingga dapat dipertimbangkan untuk menjadi agen antibakteri terhadap periodontitis.

Background: Periodontal disease is associated with chronic inflammation that affects the supporting tissues of the teeth, including the gingival tissues, periodontal ligament, and alveolar bone in more severe forms of the disease. The etiology of periodontitis is due to changes in the relative number of specific taxa that trigger this disease. One of the key pathogens in this changing microbial environment is Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Porphyromonas gingivalis. Intake of conventional medicines sometimes causes antibiotic resistance, so herbal medicines are used gradually as an alternative. One of the potential herbs is Cyperus rotundus L. or nut grass which is known as a herbal medicine that is commonly used to treat several clinical disorders. C. rotundus is reported to have many pharmacological activities, especially antimicrobial activity. In vivo and in vitro studies prove its effectiveness against several diseases. Objectives: To determine and analyze the effectiveness of ethanol extract of nutgrass rhizome (Cyperus rotundus L.) in inhibiting growth and killing bacterial colonies Aggregatibacter actinomycetemcomitans andPorphyromonas gingivalis and to compare the efficacy of ethanol extract of nutgrass rhizome with chlorhexidine (positive control). Methods: The effectiveness of the ethanol extract of nutgrass rhizome against the bacteria Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Porphyromonas gingivaliswas seen from the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test, and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test with the concentration of ethanol extract of the nutgrass rhizome used was 50%, 25%, 12.5%, 6.25 %, and 3.125%. Furthermore, these results were analyzed with the One Way ANOVA statistical test. Results: The ethanol extract of nutgrass (Cyperus rotundus L.) rhizome could inhibit growth but not kill the bacterial colonies Aggregatibacter actinomycetemcomitans with a MIC value of 3.125% and Porphyromonas gingivalis with a MIC value of 6.25%. MBC values for both bacteria could not be determined. Through the One Way ANOVA statistical test, it was found that there was a significant difference in the effectiveness of the ethanol extract of nutgrass rhizome and Chlorhexidine 0.2% (p < 0.05). Conclusion: The ethanol extract of nutgrass (Cyperus rotundus L.) rhizome can inhibit bacterial growth but cannot kill the bacterial colonies Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Porphyromonas gingivalis so that they can be considered antibacterial agents against periodontitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah
"Latar Belakang: Penyakit periodontal terjadi karena adanya keterlibatan mikroorganisme oral salah satunya adalah Fusobacterium nucleatum. Perawatan suportif penyakit periodontal dapat berupa penggunaan antiseptik sintetik atau alami seperti tanaman obat. Salah satunya adalah rosela yang dilaporkan memiliki khasiat antibakteri secara in vitro. Dalam upaya pengembangan bentuk sediaan, ekstrak etanol kelopak bunga rosela dibuat dalam bentuk sediaan gel.
Tujuan: Mengetahui potensi antibakteri gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela terhadap Fusobacterium nucleatum.
Metode:Uji zona hambat dilakukan dengan menghitung diameter zona hambat yang terbentuk pada kertas saring yang telah dipaparkan gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela pada media MHA yang sudah diinokulasi Fusobacterium nucleatum. Uji Total Plate Countdilakukan dengan menghitung jumlah koloni Fusobacterium nucleatumyang bertahan hidup setelah dipaparkan gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela.
Hasil: Uji zona hambat, gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela konsentrasi 15% memiliki zona hambat yang setara dengan gel klorheksidin. Pada uji Total Plate Count, adanya penurunan jumlah koloniFusobacterium nucleatumpada gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela konsentrasi 10%, 15%, dan 25% yang setara dengan gel klorheksidin 0,2%.
Kesimpulan: Gel ekstrak etanol kelopak bunga konsentrasi 10%, 15%,25% memiliki efek antibakteri terhadap Fusobacterium nucleatum.

Background:Periodontal disease occurs due to the involvement the presence of oral microorganisms, one of them is Fusobacterium nucleatum. Supportive treatment of periodontal disease can use synthetic or natural antiseptics such as medicinal plants. One of them is roselle which is reported to has antibacterial effect (in vitro). In developing the dosage form, roselle calyx ethanol extract is developed into gel form.
Objective: To determine the antibacterial effect of roselle calyx ethanol extract gel at 10%, 15%, and 25% concentration on Fusobacterium nucleatum.
Method: The inhibition zone test was carried out by counting the inhibition zone formed on paper disc that had been exposed to the roselle calyx ethanol extract gel on MHA media that had been inoculated by Fusobacterium nucleatum. Total Plate Count test was performed by counting the colonies of Fusobacterium nucleatumthat survived after being exposed to roselle calyx ethanol extract gel.
Result: In inhibition zone test, 15% concentration roselle calyx ethanol extract gel showed inhibition zone equivalent to chlorhexidine gel. Total plate count test showed that at 10%, 15%, and 25% concentration gel,Fusobacterium nucleatumcolonies have survived equivalent to chlorhexidine gel.
Conclusion: Roselle calyx ethanol extract gel at 10%, 15%, and 25% concentration have antibacterial effect to Fusobacterium nucleatum.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Maisarah
"Latar belakang: Penyakit periodontal merupakan penyakit tidak menular dengan prevalensi tinggi. Gejala paling umum yang terjadi adalah perdarahan periodontal. TikTok merupakan salah satu sosial media dengan perkembangan yang paling signifikan pada saat ini. Sosial media sendiri menjadi platform yang kuat untuk memberikan informasi terkait kesehatan dan konten pendidikan. Tujuan: Untuk menganalisis reliabilitas publikasi, kualitas informasi perawatan, tingkat kejelasan (Understandability) dan tingkat ketindaklanjutan (actionability) video. Metode: Cross sectional yang mengikuti pedoman PRISMA flow diagram berdasarkan konten video TikTok yang diunggah dalam satu tahun terakhir. Semua video dicatat kategori pengunggah video (individu, professional Kesehatan, profit companies), durasi video, kategori durasi video (singkat, sedang, panjang), jumlah hari sejak diunggah, jumlah likes, jumlah komentar, jumlah shares,jumlah views, viewing rate, skor GQS serta tingkat kejelasan dan ketindaklanjutan video berdasarkan skor Patient Education Materials Assesment Tool (PEMAT). Skor GQS merupakan total dari skor DISCERN reliabilitas publikasi dan kualitas informasi perawatan . Hasil : Dari 82 video yang dianalisis, sebanyak 49 video (59,8%) diunggah oleh pengguna profesional. Secara umum, video dikategorikan “buruk” menurut Global Quality Scale dengan nilai mean reliabilitas senilai 20,16. Video yang bersumber dari professional Kesehatan menunjukkan reliabilitas, kualitas informasi perawatan, kejelasan (actionability) dan ketindaklanjutan (actionability) paling tinggi. Namun, komen, shares, dan view terbanyak terdapat pada video TikTok yang diunggah oleh individu (non- profecional).Viewing rate paling tinggi dimiliki oleh video sebuah yang diunggah oleh kategori profit companies, dilanjutkan oleh kelompok individu, dan kemudian diikuti oleh profeisonal kesehatan. . Ketidaklengkapan diamati karena seluruh video tidak menyebutkan sumber informasi yang disajikan dan tidak memberikan referensi kepada pengguna untuk mencari informasi tambahan tentang perawatan gusi beradarah. Kualitas informasi terbaik ditemukan pada video berdurasi panjang, disusul dengan video berdurasi sedang, dan kemudian video berdurasi pendek, namun durasi video tidak mempengaruhi jumlah likes, komen, views, viewing rate, kejelasan (understandability) , maupun tingkat ketindaklanjutan (actionability). Kesimpulan: Video perawatan gusi berdarah yang baik adalah yang diunggah oleh professional kesehatan, namun video yang memiliki jumlah likes, views, komen, shares, dan viewing rate yang tinggi berasal dari kelompok non-profesional (individual dan profit companies) sehingga diperlukan adanya kolaborasi dari ketiga kategori pengunggah untuk menghasilkan video dengan kualitas informasi yang lebih baik dan lebih menarik untuk dilihat dan standar penilaian khusus untuk pembuatan konten kesehatan.

Background: Periodontal disease is a non-communicable disease with a high prevalence. The most common symptom that occurs is periodontal bleeding. TikTok is one of the social media platforms with the most significant developments at the moment. Social media itself is a powerful platform for providing health-related information and educational content. Purpose: To analyze the reliability of publication, the quality of maintenance information, the level of clarity (understandability), and the level of follow-up (actionability) of the video. Method: cross-sectional following the PRISMA flow diagram based on TikTok video content uploaded in the past year. All videos record the video uploader category (individual, health professional, for-profit company), video duration, video duration category (short, medium, long), number of days since uploaded, number of likes, number of comments, number of shares, number of views, view rate, GQS scores, and video clarity and followability levels based on Patient Education Material Assessment Tool (PEMAT) scores. The GQS score is the sum of the DISCERN scores for publication reliability and quality of care information. Results: Of the 82 videos analyzed, 49 videos (59.8%) were uploaded by professional users. In general, videos are considered "poor" on the Global Quality Scale with a mean reliability score of 20.16. Videos sourced from health professionals show the highest reliability, quality of care information, clarity (actionability), and follow-up (actionability). However, the most comments, shares, and views are on TikTok videos uploaded by individuals (non- professionals). Videos uploaded by profit companies have the highest viewing rate, followed by individual groups, and finally by health professionals. Incompleteness is monitored because the entire video does not mention the source of the information presented and does not provide references for users to find additional information about bleeding gums services. The best quality of information is found in long videos, followed by medium videos, and then short videos, but the video duration does not affect the number of likes, comments, views, viewing rate, understandability, or actionability. Conclusion: Good videos for treating bleeding gums are uploaded by health professionals, but videos that have a high number of likes, views, comments, shares, and viewing rates come from non-professional groups (individuals and profit companies), so collaboration from the third category of uploaders is needed to produce videos with better information quality that are more interesting to view and that meet specific standards for health content creation"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelcy Theresia Gotama
"Latar Belakang: Penyakit periodontal merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut utama di Indonesia, dengan prevalensi sebesar 74,1% pada tahun 2018. Salah satu penyebab utama dari periodontitis merupakan akumulasi biofilm yang mengalami pematangan menjadi plak di daerah permukaan gigi, khususnya subgingiva yang kaya akan bakteri anaerobik seperti Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola. Maka dari itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Hingga saat ini, agen antiplak gold standard di bidang kedokteran gigi ialah Chlorhexidine 0,2%. Namun, penggunaan Chlorhexidine dalam jangka panjang dapat menyebabkan beberapa efek samping. Oleh karena itu, dicarilah alternatif dari Chlorhexidine sebagai agen antibakteri—salah satunya yaitu kulit semangka. Kulit semangka merupakan bagian buah semangka yang tinggi akan zat fitokimia yang memiliki kemampuan antibakteri, seperti saponin, tanin, alkanoid, flavonoid, dan terpenoid, namun khasiatnya belum banyak diteliti di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui dan menganalisa aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dalam menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola, dan membandingkannya dengan kemampuan antibakteri gold standard anti-plaque agent yaitu Chlorhexidine 0,2%.
Metode: aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) dan Treponema denticola (ATCC 35405) diamati melalui uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dengan mengukur Optical Density dari sampel menggunakan microplate reader dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan mengukur secara visual koloni bakteri yang terbentuk setelah dipaparkan ekstrak dengan konsentrasi 30%, 20%, dan 10%. Selanjutnya hasil dioleh secara statistik.
Hasil: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola dengan nilai KHM 10% dan KBM 10%. Uji komparatif secara statistik dengan uji One-Way Anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dengan Chlorhexidine 0,2%.
Kesimpulan: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola sehingga dapat dipertimbangkan sebagai alternatif agen antibakteri untuk mencegah penyakit periodontal.

Background: Periodontal disease is one of the main oral and dental health diseases in Indonesia, with a prevalence of 74,1% in 2018. The etiology of periodontal disease is multifactorial. One of the main causes is the accumulation of dental biofilm which matures, forming plaque on tooth surfaces, particularly the subgingival area that has an abundance of anaerobic bacteria such as Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola. Hence, preventive measures has to be implemented in order to preserve oral and dental health. One way to do so is by regular usage of oral rinses. Chlorhexidine 0,2% is considered to be the gold-standard antiplaque agent in today’s dental field. However, long-term use of Chlorhexidine may lead to several side effects. As a result, researchers have begun looking for alternatives to Chlorhexidine as an antibacterial and antiplaque agent—one of which is watermelon peel. Watermelon peel is rich in phytochemicals which possess antibacterial properties, such as saponin, tannin, alkanoid, flavonoid, and terpenoid; however, its benefits have not been studied much in Indonesia.
Goal: To analyze the antibacterial activity of watermelon (Citrullus lanatus) peel extract in preventing the growth and eliminating bacteria colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola as well as comparing them to the antibacterial activity of Chlorhexidine 0,2% as gold standard.
Method: the antibacterial activity of watermelon peel extract against the bacteria Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) and Treponema denticola (ATCC 35405) is observed through the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test by measuring the Optical Density (OD) of the studied samples through a microplate reader, as well as the Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test by visually counting the number of colonies formed after being exposed to the extracts at 30%, 20%, and 10% concentration. Afterwards, the data collected is statistically.
Results: Watermelon peel extract is capable of inhibiting as well as eliminating bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola with MIC score of 10% and MBC score of 10%. Statistical comparative test reveals that there’s no significant difference between the antibacterial activity of all sample groups of watermelon peel extract and Chlorhexidine 0,2%.
Conclusion: Watermelon peel extract can inhibit the growth as well as eliminate bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola, which makes it a considerable alternative as antibacterial agent in order to prevent periodontal diseases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Rezka Nur Alima
"Periodontitis merupakan penyakit gigi dan mulut yang dipicu inflamasi kronis serta menjadi sebab utama kehilangan gigi. Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan komponen prominen pada etiologi periodontitis kronis yang membentuk “red complex” bersama dengan bakteri T. forysthia dan T. denticola. Porphyromonas gingivalis secara lokal dapat menginvasi jaringan periodontal dan menurunkan mekanisme pertahanan host, sementara Streptococcus sanguinis merupakan bakteri komensal oral yang berperan sebagai bakteri pioner kolonisasi bakteri pada pembentukan biofilm. Salah satu tanaman yang memiliki nilai ethnomedis dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah daun sirsak (Annona muricata L.) dengan senyawa aktif seperti alkaloid, fenol, flavanoid, dan tannin. Tujuan : Mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirsak terhadap bakteri Poprhyromonas gingivalis dan Streptococcus sanguinis. Metode : Ekstrak etanol daun sirsak disiapkan pada berbagai konsentrasi v/v (60%,50%,25%,12,5%,6,25%,3,125%), lalu dilakukan Uji Kadar Hambat Mininum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) pada bakteri P. gingivalis dan S. sangunis. Hasil Penelitian : Nilai KHM pada bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis ditetapkan pada konsentrasi ekstrak 25% dan 12,5%, sementara KBM pada bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis adalah 50% dan 60%. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar hambat pada kelompok perlakuan bakteri P.gingivalis dan S.sanguinis dengan kontrol positif CHX 0,2% dengan uji Post-Hoc Tukey (p≤0.05). Kesimpulan : Ekstrak etanol daun sirsak efektif menghambat dan membunuh bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis.

Periodontitis merupakan penyakit gigi dan mulut yang dipicu inflamasi kronis serta menjadi sebab utama kehilangan gigi. Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan komponen prominen pada etiologi periodontitis kronis yang membentuk “red complex” bersama dengan bakteri T. forysthia dan T. denticola. Porphyromonas gingivalis secara lokal dapat menginvasi jaringan periodontal dan menurunkan mekanisme pertahanan host, sementara Streptococcus sanguinis merupakan bakteri komensal oral yang berperan sebagai bakteri pioner kolonisasi bakteri pada pembentukan biofilm. Salah satu tanaman yang memiliki nilai ethnomedis dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah daun sirsak (Annona muricata L.) dengan senyawa aktif seperti alkaloid, fenol, flavanoid, dan tannin. Tujuan : Mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirsak terhadap bakteri Poprhyromonas gingivalis dan Streptococcus sanguinis. Metode : Ekstrak etanol daun sirsak disiapkan pada berbagai konsentrasi v/v (60%,50%,25%,12,5%,6,25%,3,125%), lalu dilakukan Uji Kadar Hambat Mininum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) pada bakteri P. gingivalis dan S. sangunis. Hasil Penelitian : Nilai KHM pada bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis ditetapkan pada konsentrasi ekstrak 25% dan 12,5%, sementara KBM pada bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis adalah 50% dan 60%. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar hambat pada kelompok perlakuan bakteri P.gingivalis dan S.sanguinis dengan kontrol positif CHX 0,2% dengan uji Post-Hoc Tukey (p≤0.05). Kesimpulan : Ekstrak etanol daun sirsak efektif menghambat dan membunuh bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Axelsson, Per
Chicago: Quintessence Publishing, 2009
R 617.632 AXE m
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Natasya
"Hiperlipidemia salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner yang meningkatkan viskositas darah. Umbi kucai (Allium schoenoprasum L.) mengandung allisin yang berefek antihiperlipidemia. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol umbi kucai sebagai antihiperlipidemia pada tekanan darah tikus yang diinduksi diit tinggi kolesterol dan lemak. Tikus galur Sprague-Dawley sebanyak 36 ekor dibagi menjadi 6 kelompok. Semua kelompok kecuali kelompok normal diberikan diit tinggi kolesterol dan lemak. Kelompok normal, induksi, simvastatin, dosis 1, 2, dan 3 berturut-turut diberikan CMC 0,5%, CMC 0,5%, simvastatin, ekstrak umbi kucai 4,79 mg, 9,58 mg dan 19,16 mg/200g bb selama 56 hari. Tekanan darah sistol, diastol, dan tekanan arteri rata-rata diukur dengan alat pengukur tekanan darah non-invasif CODA® pada hari ke-0, ke-29 dan ke-57. Hasil analisis menunjukkan ekstrak etanol 80% umbi kucai pada dosis 9,58 mg/200g bb dapat mempengaruhi tekanan darah secara bermakna (p<0,05).

Hyperlipidemia is one of risk factors for coronary heart disease that increased blood viscosity. Bulb chives (Allium schoenoprasum L.) contains allicin as antihyperlipidemia. The study aimed to determine the effect of ethanol extract of blub chives as antyhiperlipidemia on rats blood pressure induced with a high dietary cholesterol and fat. Thirty six Sprague-Dawley rats were divided into 6 groups. All groups except the normal group was given a high dietary cholesterol and fat. Normal group, induction, simvastatin, dose 1, 2, and 3 respectively was given 0.5% CMC, CMC 0.5%, simvastatin, bulb chives extract 4,79 mg, 9,58 mg and 19,16 mg/200 g mm during 56 day. Systole, diastole, and mean blood pressure was measured with a non-invasive blood pressure tools from CODA® on days 0, 29th and 57th. The analysis showed the extract of bulb chives at a dose of 9,58 mg/200 g mm influence blood pressure significantly (p <0,05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Summary:
* In-depth discussion of effective clinical management of oral wound healing * Detailed discussion on processes such as inflammation, reepithelialization and angiogenesis * Written by experts in the field "
Chichester, West Sussex: John Wiley & Sons, 2012
617.632 ORA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Ilham Hutomo
"Latar Belakang: Osteoporosis merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan massa tulang, sehingga menyebabkan perubahan mikroarsitektur tulang. Osteokalsin adalah protein penanda adanya pembentukan dan resorpsi tulang. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kadar osteokalsin dengan status periodontal pada perempuan berisiko osteoporosis. Metode: Studi potong lintang pada 70 perempuan pascamenopause. Dilakukan pemeriksaan status periodontal dan kadar osteokalsin dalam serum menggunakan metode ELISA. Hasil: Tidak terdapat perbedaan kadar osteokalsin antara subjek osteoporosis, osteopenia, dan normal. Terdapat hubungan antara kadar osteokalsin terhadap kehilangan perlekatan klinis pada subjek osteoporosis. Kesimpulan: Ada hubungan antara kadar osteokalsin dengan status periodontal pada subjek osteoporosis.

Background: Osteoporosis is defined as a bone disease characterised by a decrease in bone mass results in bone microarchitecture alteration. Osteocalcin is a valid biomarker for bone turnover and resorption. Aim: To analyze relationship between serum osteocalcin levels and periodontal status in osteoporotic risk women. Methods: A cross-sectional study was conducted on 70 postmenopausal women. Periodontal examination and serum osteocalcin levels was measured using ELISA method. Result: There is no difference of serum osteocalcin levels on osteoporotic, osteopenia, and normal subjects. Relationship between serum osteocalcin and clinical attachment loss was found on osteoporotic subjects. Conclusion: Relationship between serum osteocalcin levels and periodontal status was found on osteoporotic subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lillah Fitri
"Latar Belakang: Penatalaksanaan klinis pada pasien COVID-19 mencakup tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi serta perawatan suportif termasuk oksigen tambahan dan dukungan ventilasi mekanis. Pemberian terapi antivirus diharapkan dapat mengurangi tingkat keparahan dan mortalitas. Di antara terapi antivirus yang diberikan, favipiravir dan remdesivir merupakan terapi antivirus untuk pasien dewasa dengan COVID-19 derajat berat atau kritis yang direkomendasikan pemberiannya menurut Protokol Tata Laksana COVID-19. Tujuan dari penelitian ini adalahmembandingkan tingkat kesembuhan pasien COVID-19 yang diterapi dengan remdesivir dan favipiravir ditinjau dari CRP, viral clearance, dan NLR.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain kohort retrospektif. Kelompok yang mendapat paparan terapi antivirus favipiravir dan kelompok yang mendapat paparan terapi antivirus remdesivir diikuti sampai terjadinya outcome. Data yang akan digunakan adalah data sekunder dari rekam medis pasien COVID-19 yang dirawat di ruang Intensif Care Unit (ICU) dan High Care Unit (HCU) RSUD Tarakan dengan pemeriksaan RT-PCR positif berusia minimal 18 tahun yang mendapat terapi antivirus remdesivir dan favipiravir pada bulan April 2020 – September 2021.Uji statistik menggunakan chi square yang dilanjutkan dengan uji regresi logistik untuk menilai secara multivariat jika memenuhi persyaratan.
Hasil: Pada penelitian ini didapat hubungan bermakna antara antivirus yang digunakan pasien COVID-19 dengan tingkat kesembuhan (OR 0, 384; CI 95% = 0,234 – 0,606 ). Tingkat kesembuhan lebih baik berdasarkan CRP adalah 35,5% pada remdesivir dan 51,4% pada favipiravir (OR 0,690; CI 95% = 0,525-0,907), berdasarkan RNL adalah 14,2% pada remdesivir dan 41,1% pada favipiravir (OR 0,345; CI 95% = 0,220 – 0,541) dan berdasarkan viral clearence adalah 20 hari pada remdesivir dan 21 hari pada favipiravir untuk virus tidak lagi terdeteksi (OR 1,79; CI 95% = 0,804-1,730).
Kesimpulan : Tingkat kesembuhan lebih baik sebesar 14,2% pada kelompok remdesivir dibandingkan kelompok favipiravir yang sembuh lebih baik sebesar 37%. Remdesivir memberikan tingkat kesembuhan sebesar 0,384 kali lebih baik dari favipiravir.

Background: Clinical management of COVID-19 patients includes infection prevention and control measures as well as supportive care including supplemental oxygen and mechanical ventilation support. Giving antiviral therapy is expected to reduce the severity and mortality. Among the antiviral therapies given, favipiravir and remdesivir are antiviral therapies for adult patients with severe or critically ill COVID-19 that are recommended according to the COVID-19 Management Protocol. This study aims to compare the cure rates of COVID-19 patients treated with remdesivir and favipiravir in terms of CRP, viral clearance, and NLR.
Methods: This study is an observational study with a retrospective cohort design. The group exposed to antiviral therapy with favipiravir and the group exposed to antiviral therapy remdesivir were followed until the outcome. The data to be used is secondary data from medical records of COVID-19 patients treated in the intensive care unit (ICU) and High Care Unit (HCU) of Tarakan Hospital with positive RT-PCR examination aged at least 18 years who received antiviral therapy remdesivir and favipiravir in April 2020 – September 2021. Admission criteria included patients aged at least 18 years who had confirmed COVID-19 with positive RT-PCR who were receiving remdesivir or favipiravir therapy. Exclusion criterias were pregnancy and breastfeeding. Statistical test using chi square followed by logistic regression test to assess multivariately if it meets the requirements.
Result: In this study, there was a significant relationship between the antiviral used by COVID-19 patients and the recovery rate (OR 0,384; 95% CI = 0,234 – 0,606), The better recovery rate based on CRP was 35.5% for remdesivir and 51.4% for favipiravir (OR 0.690; 95% CI = 0.525-0.907), based on RNL was 14.2% for remdesivir and 41.1% for favipiravir ( OR 0.345; 95% CI = 0.220 – 0.541) and based on viral clearance, it took 20 days on remdesivir and 21 days on favipiravir for virus no longer detectable
Conclusion: There was a significant relationship of the recovery rate in the two antiviral groups. The recovery rate for COVID-19 was better by 14.2% in the remdesivir group compared to the favipiravir group which recovered better by 37%. Remdesivir provides a recovery rate of 0,384 times better than favipiravir.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>