Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181654 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natasha
"Studi ini mempelajari tentang hubungan kausalitas antara koalisi mayoritas dan batu bara. Guna mendapatkan gambaran secara menyeluruh, kami melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan text mining dan kuantitatif. Dalam hal ini, penggunaan metode text mining diperlukan guna menjelaskan fenomena pada metode kuantitatif. Perlakuan ini kami uji coba pada dua data set, yaitu data set ringkasan rapat DPR RI pada media daring (WikiDPR, Parlementaria Terkini, dan Tempo.co) dan data set ekspor batu bara dan koalisi mayoritas pada tingkatan DPRD RI (Data Bea Cukai Kemenkeu RI, Pemilu 2014-2019, dan BPS). Hipotesis yang kami bangun adalah penurunan volume ekspor batu bara ketika koalisi terbentuk. Studi ini berangkat dengan motivasi tunnelling effect (deduktif – induktif), yaitu pengukuran dampak dari kebijakan yang dihasilkan secara nasional (DPR RI) pada implementasi di tingkat provinsi (DPRD RI). Kami menggunakan metode Text Mining, Sentiment Analysis, dan Discourse Network Analysis untuk pendekatan text mining. Sementara itu, kami menggunakan Regression Discontinuity Design pada pendekatan kuantitatif. Studi ini menemukan adanya hubungan negatif, yaitu koalisi mayoritas tingkat DPRD RI tidak menurunkan volume ekspor batu bara. Temuan ini sejalan dengan hasil yang didapatkan pada pendekatan text mining, yaitu intensi yang dibangun oleh legislator di DPR RI yang mengerucut pada isu-isu perluasan lahan tambang pada tingkat daerah

This study investigates the causal relationship between majority coalition and coal. To obtain a complete picture, we conducted an analysis using both text mining and quantitative approaches. In this stance, the usage of text mining analysis is to explain pattern or phenomenon resulting in quantitative analysis. We use the method onto two datasets: published and open-source meeting summary text data from DPR RI on online media from 2014 to 2020 (WikiDPR, Parlementaria Terkini, and Tempo.co) also the coal export and coalition datasets of the DPRD RI from 2015 to 2021 (Customs Data of the Ministry of Finance of the Republic of Indonesia, General Commission of Election, and Statistics Indonesia). According to our hypothesis, when a coalition is formed, the volume of coal exported decreases. This study begins with the motivation of tunneling effects (deductive – inductive) on economic policy utilization, with the goal of determining the impact of national-level policies (DPR RI) to its provincial implementation (DPRD RI). We employ Text Mining, Sentiment Analysis, and Discourse Network Analysis in our text mining methods. Furthermore, we employ the Regression Discontinuity Design on a quantitative level. According to the findings of this study, the majority coalition in DPRD RI did not reduce the volume of coal exports. This finding is consistent with the findings of the text mining approach, in which we discovered that the type of discussion or conversation built by the legislator in the DPR RI was focused on the expansion of mining/smelter development also augmentation of production-distribution chain in the local area"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syihabuddin
"Penelitian ini berfokus pada Dinamika HIPMI Pasca Orde Baru. Sebagai wadah belajar dan kaderisasi pengusaha muda yang telah berpengalaman dalam mencetak kader-kader pengusaha-politisi di Era Orde Baru melalui partai Golkar yang menjadi induk politiknya, HIPMI sedikit banyak terkena imbas dari reformasi 1998. Sistem politik berubah dan mengikis jaringan sentral HIPMI selama ini dibirokrasi, partai politik, dan militer. Karenanya, menghadapi liberalisasi ekonomi dan politik pasca Orde Baru, HIPMI dituntut oleh keadaan untuk melakukan transformasi diri.
Transformasi ini ditandai dengan indepensi HIPMI dihadapan partai politik manapun, meskipun secara tradisi dan jaringan masih cukup kuat mengandalkan jaringan lama yang tertanam kuat di partai Golkar. Transformasi selanjutnya adalah corak bisnis yang digeluti oleh para pengusaha muda yang, seiring dengan liberalisasi ekonomi pasca Orde Baru, tidak hanya bisa mengandalkan proyek dari pemerintah semata, meski sebagai pendatang baru dalam dunia bisnis, mengerjakan proyek pemerintah berbasis ABPN/APBN masih menjadi pintu masuk ke dunia bisnis yang lebih luas. Modal ekonomi, intelektualitas, dan jaringan menjadi kunci bagi pengautan kaderisasi di HIPMI pasca Orde Baru. Dan HIPMI pasca Orde Baru selalu menuntut dirinya untuk membibitkan kader-kader pengusaha muda yang mandiri di hadapan negara.
Berpijak pada teori ekonomi politik relasi bisnis dan kekuasaan, teori modal sosial, dan kelas menengah, amatan terhadap kelembagaan dan perilaku anggota HIPMI dilakukan dan dikemukakan bahwa meski orde Politik telah berubah, namun peran tradisional HIPMI dalam politik Indonesia tetap sama: selain menjadi unit kaderisasi pengusaha pemula, HIPMI juga memerankan diri sebagai wadah kaderisasi politik sekaligus. Hal ini bukan persoalan salah atau benar dalam melihat perilaku kelembagaan HIPMI. Namun transformasi kelembagaan HIPMI yang telah kian matang, dengan perubahan perilaku bisnis yang beranjak menjauh dari negara, masih diikuti oleh tuntutan kesejarahan HIPMI: selain menyiapkan diri menjadi pengusaha yang sukses, HIPMI juga dituntut untuk siap menjadi pemimpin-pemimpin bangsa melalui jalur politik.
Demokrasi Indonesia yang masih mencari bentuknya yang ideal juga menyajikan dilemma dalam hubungan bisnis dan politik. Partai-partai politik semakin pragmatis dalam rekrutmen politiknya karena menghadapi ongkos politik yang mahal. Bagi HIPMI ini adalah peluang sekaligus tantangan dalam perannya sebagai kelas menengah di Indonesia. Di satu sisi, idealitas pembangunan kelas menengah berbasis komunitas bisnis yang kuat dan mandiri di hadapan negara menjadi tanggung jawab mereka, namun di sisi lain, ongkos politik yang begitu mahal memberi tawaran yang begitu besar bagi kelompok pengusaha untuk masuk dan bermain di dalamnya. Kaderisasi politik yang ramah terhadap kalangan usahawan ini mengidap hampir semua partai politik dan seolah menjadi tren dalam pentas politik Indonesia, sehingga membuka ruang yang begitu besar bagi organisasi yang bermotto “pengusaha pejuang, pejuang pengusaha ini”

This research is mainly focused on the post-New Order dynamism of the Indonesian Young Entrepreneurs Association (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia/HIPMI). As an organization which has a long experience on educating young generations of businessman-politicians through its political patron, Golongan Karya (Golkar), HIPMI has been to some extent affected by the 1998 reform. The changing political system erodes HIPMI’s central networking in bureaucracy, political parties, and military. As a consequence, HIPMI must adjust by transforming itself in view of the post-New Order political and economic liberalization.
HIPMI’s independence from any political party, albeit its ongoing dependence on its old tradition and networking both of which are deeply rooted in Golkar, marks this transformation. Another transformation is manifested in HIPMI’s type of business which, in line with the post-New Order economic liberalization, no longer depends solely on the government’s projects. However, the national budget (APBN)-based government’s projects remain the main entrance for the business new-comers to explore broader business opportunities. Economic capital, intellectuality, and networking play important role in strengthening the regeneration process of the post-New Order HIPMI which always urges itself to produce new, young entrepreneurs who are independent of the government.
Using business-power relation theory of political economy, social capital theory, and middle class theory to analyze the institutional and behavioral aspects of HIPMI members, this theses argues that although the political order has changed, and some of HIPMI’s members’ business role and networking have accordingly changed, the traditional role of HIPMI in Indonesian politic remains unchanged. In addition to its role as a medium for regeneration of new entrepreneurs, HIPMI plays another role as a medium for political regeneration. This does not have anything to do with right or wrong in analyzing HIPMI’s institutional behavior. HIPMI’s maturing transformation marked by its increasing distance from the government remains connected to its historical call: producing successful entrepreneurs as well as political leaders.
Indonesian democracy which is still in search for its ideal format poses a dilemma on business-politic relations. Political parties become more pragmatic in their political recruitment due to expensive political costs. This is an opportunity as well as challenge for HIPMI in its role as an Indonesian middle class. On one hand, the responsibility of building the middle class based on a strong and independent business free of the government’s influence lays on their shoulder. On the other hand, the expensive political costs pave their way to enter into politic. This businessmen-friendly climate of political regeneration is present in all political parties and apparently becomes a trend in Indonesian political contestation, providing a vast arena for HIPMI whose motto is “heroic entrepreneurs, entrepreneurial hero.”
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Jannah
"Tulisan ini merupakan kajian terhadap Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) dalam kerangka pemikiran Karl Polanyi berjudul The Great Transformation: The Political and Economic Origins of Our Time. Polanyi secara khusus mengkritik kesesatan ekonomistik pasar bebas yang mengakibatkan tercerabutnya sistem ekonomi dari relasi manusia. Konsekuensi yang ditimbulkan adalah pereduksian makna hidup manusia pada aspek ekonomis semata. Terisolasinya kegiatan ekonomi akibat aturan-aturan logis dan otonom menyampingkan pertimbangan-pertimbangan subjektif dari kehendak masyarakat. PEL menjadi pendekatan alternatif atas sistem ekonomi berbasis pada pemeliharaan nilai-nilai yang menjadi kekayaan sosial masyarakat. Pendekatan dalam ekonomi lokal memperluas pemaknaan sistem ekonomi sebagai upaya reflektif atas kesadaran moral natural kolektif untuk mengemban tanggung jawab sosial. Penelitian dilakukan dengan metode kepustakaan sebagai upaya refleksi kritis terhadap penilaian etis atas proses PEL. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa PEL menjadi rekonstruksi sistem ekonomi berbasis moralitas yang memungkinkan terbentuknya sistem ekonomi yang lebih partisipatoris dan terkoordinasi.

This writing is a study about the Local Economic Development (LED) in the framework of Karl Polanyi’s Book The Great Transformation: The Political and Economic Origins of Our Time. Polanyi specifically criticizes the economists digression in the free market that resulted in the uprooting of the economic system of human relations. The consequence is the reduction of the meaning of human life to the purely economic aspect. The isolated economic activities caused by logical and autonomic law that disregards the subjective considerations of the will of society. LED has become an alternative approach to the economic system based on maintaining the values that become the social wealth of society. The approach of local economy widens the meaning of economic systems as a reflective effort on collective natural moral awareness to assume social responsibility. This study was conducted using the library method as an effort to critically reflect on the ethical assessment of the LED process. In the end, it can be concluded that LED is the reconstruction of a morality-based economic system that enables the formation of a more participatory and coordinated economic system."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Didin S. Damanhuri
Bogor: IPB Press, 2010
338.9 DID e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Didin S. Damanhuri
Bogor: IPB Press, 2014
330.959 8 DID e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Arsil
"Di Indonesia, dalam suasana yang demokratis, pemerintahan koalisi ditemui dalam semua sistem pemerintahan yang pernah berlaku. Realitas koalisi di Indonesia menunjukkan berbagai masalah baik dalam pembentukkannya maupun pengelolaannya, masalah yang dihadapi telah mengancam bahkan merusak stabilitas pemerintahan. Dalam pemerintahan yang dibentuk berdasar koalisi, potensi instabilitas memang lebih tinggi. Praktik penerapan koalisi di negara-negara bersistem parlementer di Eropa Barat menunjukkan bahwa stabilitas pemerintahan dijaga melalui aturan-aturan hukum yang memagari setiap tahapan pemerintahan. Proses politik yang terjadi dalam pembentukan dan mekanisme berlangsungnya koalisi sangat terpengaruh kepada aturan yang berlaku. Negara-negara bersistem presidensial di Amerika Latin juga menghadapi masalah ancaman stabilitas pemerintahan akibat dari dinamika koalisi yang tinggi. Di sistem presidensial Amerika Latin, aturan hukum menjadi alat untuk mendesain suasana yang kondusif bagi pembentukan dan pengelolaan koalisi dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahan. Praktik pemerintahan koalisi sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia dan Praktik pengaturan terkait koalisi di negara-negara parlementer Eropa Barat serta negara-negara presidensial di Amerika Latin digunakan oleh penelitian normatif ini sebagai bahan pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Kedua pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan jawaban bagi stabilitas pemerintahan dalam pembentukan dan pengelolaan pemerintahan koalisi di sistem presidensial Indonesia berdasar UUD NRI Tahun 1945. Desain aturan hukum untuk menjaga stabilitas pemerintahan koalisi yang terbentuk di Indonesia memperhitungkan realitas sistem kepartaian dan pemerintahan di Indonesia, karakter sistem presidensial dan perkembangan sistem parlementer dalam menjaga stabilitas sebagai tempat berasalnya konsep pemerintahan koalisi. Desain untuk stabilitas tersebut antara lain didapat dari penggabungan pemilihan umum serentak dengan sistem pemilihan presiden plurality atau majority with reduced threshold, pelembagaan koalisi pemerintahan yang sejajar dengan koalisi legislatif, dan penggunaan kekuasaan konstitusional presiden di bidang legislatif sebagai instrumen untuk membangun dan mengelola koalisi pemerintahan.

In Indonesia, in a democratic atmosphere, the coalition government is found in every government systems ever applied. In the era of parliamentary government, a coalition government is inevitable due to the fact that the parliament was fragmented so that no single party held an absolute majority of the seats. In the era of presidential government, a coalition government is also an option for the elected president even tough coalition was not the source of legitimacy for the ruling government. President who ruled in a highly fragmented multiparty situation chose to form a coalition to ensure the stability of the government. In reality, coalition in Indonesia showed various problems both in terms of the establishment and management. Problems encountered have threatened and even destabilized the government. In a government established under coalition, government stability is is likely to have more problems. Coalition practiced in countries applying parliamentary system in Western Europe show that government stability is maintained through legal rules that hedged every stage of governance. Political processes that occur in the establishment and the mechanism of coalition course are greatly affected by the prevailing rules. Latin American countries applying presidential system also face threats in the government stability due to the high dynamics of the coalition, just like the case in Western Europe. It can be seen on their experience designing a coalition through prevailing rules and laws. Coalition practiced by the government throughout the history of Indonesia and ruling practices in relations to coalitions in Western European countries applying the parliamentary system and Latin American countries applying the presidential system are used by these normative research as a source of historical approach and comparative approach. Both of these approaches are used to get an answer to the stability of the government in establishing and managing a coalition government in Indonesia’s presidential system based on Indonesia’s 1945 Constitution. Legal rulings designed to maintain the stability of the coalition government, take the reality of the party system and the Indonesian government, the characteristics of the presidential system and the development of parliamentary system into account in maintaining stability as the source of the concept of a coalition government. Designs to create the stability are among others received by combining simultaneous election with plurality presidential election or majority presidential election with reduced threshold, government coalition institutionalization parallel to legislative coalition, employment president’s legislative constitutional power as an instrument to form and manage the government coalition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Illiyina
"Tesis yang merupakan kajian interdisipliner antara kajian lembaga negara dengan kajian politik ini membahas perkembangan koalisi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat dalam era reformasi. Penelitian ini menganalisis dinamika koalisi partai politik dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan fungsi legislatif di Indonesia. Dalam menganalisis dinamika koalisi partai politik dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia penulis menemukan bahwa konfigurasi partai politik dan koalisi partai politik yang terbangun turut mempengaruhi pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan pendekatan perundang-undangan (statutory approach), dan pendekatan kasus (case approach) ini merekomendasikan perlunya koalisi berbasis kesamaan ideologi dan haluan (platform) politik diantara partai politik yang berkoalisi, menata pelembagaan koalisi yang mapan, menata ulang format pemilu dalam arti luas.

This thesis is an interdisciplinary study between state organ studies and political studies that discusses the development of political party coalition in reformation era of the House of Representative of the Republic of Indonesia. In analyze the dynamic of political party coalition and its influence to application to the House of Representative function in Indonesia, the author find that the configuration of political party and political party coalition that was built also influences the function of the House of Representative of the Republic of Indonesia. The research conducted by statutory approach and case approach recommend that need to set up the coalition base on similarity ideology and political platform among political party in coalition, to institutionalizing of establish coalition and reformulation of general electoral design in broader sense."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31445
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Irawan
"Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh mutu modal manusia terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi, regional growth disparities, dan perkembangan ukuran provinsi-provinsi di Indonesia periode tahun 1994-2004. Dengan menggunakan metode fixed effect dan data panel provinsi-provinsi di Indonesia periode 1994-2007, penulis menemukan bahwa kontribusi mutu modal manusia relatif masih kecil dibandingkan dengan kontribusi modal dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi. Lebih jauh, fenomena regional growth disparities terjadi di Indonesia ditandai dengan perbedaan pertumbuhan tingkat output, pertumbuhan tingkat output per tenaga kerja, pertumbuhan output per kapita, dan pertumbuhan mutu modal manusia. Selain itu, ada 5 (lima) faktor penting determinasi mutu modal manusia berdasarkan model Barro dan Lee (1996). Faktor lamanya masyarakat mengeyam pendidikan, tingkat kemakmuran masyarakat, keterbukaan ekonomi daerah, dan besarnya pengeluaran pemerintah daerah di sektor pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat mutu modal manusia, sedangkan faktor pemerataan pendapatan (gini coefficient) berpengaruh negatif terhadap mutu modal manusia, artinya semakin tinggi tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat maka akan semakin rendah tingkat mutu modal manusia. Terakhir, mutu modal manusia juga mempengaruhi secara positif tingkat perkembangan ukuran provinsi (city size) di Indonesia.

This research comes to analyze the influence of human capital toward economic growth of Indonesian province, regional growth disparities, and the development of provinces size in Indonesia in 1994-2007. By using the fixed effect method and panel data of Indonesian province in Indonesia in 1994-2007, writer found that human capital contributes to economic growth of Indonesian provinces, but it is relatively small contribution compared to stock of capital and labor force as the other component of economic growth. Moreover, there is a regional growth disparities phenomenon in Indonesia due to the different level of output growth, output per worker growth, output per capita growth, and human capital growth. Besides those findings, there are five important factors to determine the human capital level based on Barro and Lee (1996). The first four factors, those are initial human capital, GDP per capita, the degree of economic openness, and government expenditure on education, influence positively the level of human capital. The last factor, on the other hand, gini coefficient influences negatively the level of human capital, which means that the equality of income distribution will increase the level of human capital. Last but not least, writer found that human capital also influences positively the development of provinces size in Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
S6705
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Amirul Subekan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memahami aspek ekonomi politik dalam pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial di Indonesia secara kualitatif dengan metode deskriptif-analisis, tinjauan literatur dan didukung dengan wawancara intensif. Reforma agraria merupakan agenda penting di masa pemerintahan Joko Widodo karena tercantum dalam Nawacita, untuk mencapai pemerataan ekonomi. Akan tetapi pasang surut dalam proses pelaksanaanya membuat program ini menjadi terhambat terlebih konflik agraria yang seharusnya berkurang dengan adanya reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS ini justru semakin bertambah setiap tahunnya. Tujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi ini dihambat dai faktor internal para pelaksana reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS. Lemahnya koordinasi dan perbedaan tingkat kepentingan antara tujuan negara dengan para pelaku pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS membuat program ini berjalan masih jauh dari harapan meskipun sudah menunjukkan progress yang cukup baik. Warisan buruk pemerintahan sebelum-sebelumnya juga berpengaruh dalam pelaksanaan saat ini. Dalam Penelitian, penulis membahas sisi sejarah dan ekonomi politik reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS dari pasca kemerdekaan hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo 2014-2019.

ABSTRACT
The purpose of this study is to understand the political economics of Indonesian agrarian reform and social forestry. Analysis was conducted qualitatively with descriptive analytic method, literature review, and supported with intensive interview. Agrarian reform is an important agenda of Joko Widodo rsquo s administration as it is included in Nawacita with the purpose to achieve equality in economic development. However, the ebbs and flows in its implementation process undermine the program. Moreover, the agrarian conflict ndash which is supposed to be decreasing as a result of implementing agrarian and social forestry reform RAPS ndash is increasing annually. The process in achieving the goal of achieving equality in the economic development has been furthermore undermined by internal factors of those in charge of implementing the agrarian and social forestry reform RAPS. Despite of having showed good progress, weak coordination and different interests between the state and the actors involved in the RAPS continue to be the core problems that undermine the success of the program. Inheritances of bad practices from previous governments also play a role in present day implementation. In this study, the writer analyzes the historical and political economy side of the RAPS from the post independence era to the era of Joko Widodos administration 2014 2019. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Rukmi Dwi Astuti
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh cita-cita Indonesia dalam mewujudkan swasembada daging sapi telah dimulai sejak tahun 2000. Indonesia secara berturut-turut mencanangkan program swasembada daging sapi ke dalam tiga periode: 2000-2005; 2005-2010; 2010-2014. Namun, di penghujung tahun 2014, pencapaian swasembada daging sapi di Indonesia dinyatakan belum tercapai. Maka, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor internal dan eksternal yang menyebabkan kegagalan program swasembada sapi pada periode tahun 2010-2014.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami praktik dan dinamika perdagangan internasional komoditas pangan strategis, serta gesekannya terhadap kepentingan nasional. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam dinamika ekonomi politik internasional, upaya swasembada pangan yang dilihat dari perspektif nasionalisme ekonomi berada dalam kepungan liberalisasi perdagangan internasional. Oleh karena itu, dibutuhkan integritas dari semua pihak yang berkepentingan agar suatu negara dapat mencapai swasembada pangan.

The background of this research is Indonesia's attempt to achieve beef self-sufficiency that has been started since 2000. Indonesia has launched beef self-sufficiency programs consecutively into three periods: 2000-2005; 2005-2010; 2010-2014. However, in the end of 2014, Indonesia still has not reached its target. Thus, this study is conducted to determine the internal and external factors that cause the failure in beef self-sufficiency program in the period 2010-2014.
This research aims to understand the practices and the dynamics of strategic food commodities international trade, as well as its friction against the national interest. The results of this research revealed that in the dynamics of the international political economy, the efforts to achieve food self-sufficiency, which are viewed from the economic nationalism perspective, were surrounded by the liberalization of international trade. Therefore, it takes the integrity of all the stakeholders so that a nation can achieve food self-sufficiency.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>