Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114836 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amino Aytiwan Remedika
"Perubahan iklim telah terjadi sepanjang sejarah. Di atmosfer, kadar karbon dioksida sudah sangat meningkat sejak seratus tahun terakhir. Perubahan ini berdampak pada kesehatan global melalui berbagai cara. Di dalam tubuh, meningkatnya kadar karbon dioksida juga dapat ditemukan dalam berbagai kondisi, salah satunya adalah dalam lingkungan suatu tumor. Saat hiperkapnia terjadi, hipoksia diasosiasikan untuk terjadi juga. Dalam keadaan hipoksia, hypoxia-inducible factor (HIF) diekspresikan, termasuk HIF2α. HIF2α merupakan gen yang penting dalam pertumbuhan tumor. Pada saat terdapat perubahan dalam tubuh, tubuh merespon dengan mengeluarkan respon imun sebagai perlindungan diri. Salah satu komponen dari respon imun adalah PBMC. Penelitian ini pertujuan untuk menemukan bagaimana efek dari peningkatan karbon dioksida pada ekspresi gen HIF2α dalam PBMC. PBMC diisolasi menggunakan sentrifugasi dari darah. Selanjutnya, sel dikultur dan diberi beberapa perlakuan (5% CO2 24 jam, 15% CO2 24 jam, 5% CO2 48 jam, and 15% CO2 48 jam). Setelah itu, RNA diisolasi dan diukur menggunakan RT-qPCR. Data yang didapatkan lalu dianalisis. Hasil menunjukkan signifikansi pada grup 5% dan 15% CO2 24 jam, sementara pada grup 5% dan 15% CO2 48 jam hasilnya tidak signifikan. Pada perbandingan antara grup 15% CO2 24 jam dan 48 jam tidak ditemukan hasil yang signifikan pula. Sebagai kesimpulan, eksperimen menunjukkan berkurangnya ekspresi gen HIF2α dalam PBMC setelah paparan CO2 tinggi. Namun, paparan yang lebih lama menunjukkan bahwa ekspresi gen HIF2α mengalami sedikit peningkatan.

Climate change has been occuring throughout the history. In the atmosphere, the carbon dioxide level has increased to a great number since the past century. This change in climate is found to be affecting global health in various ways. In the body, increased carbon dioxide level can also be found which leads to a hypercapnic condition which is found in a wide variety of conditions including in a tumor microenvironment. As hypercapnia happens, it correlates with the occurrence of hypoxia, or reduced oxygen level. In response to hypoxic stress, hypoxia-inducible factor (HIF) is expressed, including HIF2α. HIF2α is a gene critical in tumor development. In addition, when there are harmful changes in the body, there are immune responses as a defense. The components of the immune response include the PBMCs. This research intends to find how increased carbon dioxide level can affect HIF2α expression in PBMCs. The PBMCs are isolated by centrifugation from the blood. afterwards, they are cultured and treated under different conditions (5% CO2 24 hours, 15% CO2 24 hours, 5% CO2 48 hours, and 15% CO2 48 hours). After treatment, the RNA is isolated and measured using RT-qPCR. The data collected is then analysed. The 5% and 15% CO2 24 hours groups has a significant result, while the 5% and 15% CO2 48 hours groups are found to be insignificant. In addition, comparison As a conclusion, from the experiment there was a decreased HIF2α expression after increased exposure of CO2. However, longer exposure showed a slight increase in the expression."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amino Aytiwan Remedika
"Perubahan iklim telah terjadi sepanjang sejarah. Di atmosfer, kadar karbon dioksida sudah sangat meningkat sejak seratus tahun terakhir. Perubahan ini berdampak pada kesehatan global melalui berbagai cara. Di dalam tubuh, meningkatnya kadar karbon dioksida juga dapat ditemukan dalam berbagai kondisi, salah satunya adalah dalam lingkungan suatu tumor. Saat hiperkapnia terjadi, hipoksia diasosiasikan untuk terjadi juga. Dalam keadaan hipoksia, hypoxia-inducible factor (HIF) diekspresikan, termasuk HIF2α. HIF2α merupakan gen yang penting dalam pertumbuhan tumor. Pada saat terdapat perubahan dalam tubuh, tubuh merespon dengan mengeluarkan respon imun sebagai perlindungan diri. Salah satu komponen dari respon imun adalah PBMC. Penelitian ini pertujuan untuk menemukan bagaimana efek dari peningkatan karbon dioksida pada ekspresi gen HIF2α dalam PBMC. PBMC diisolasi menggunakan sentrifugasi dari darah. Selanjutnya, sel dikultur dan diberi beberapa perlakuan (5% CO2 24 jam, 15% CO2 24 jam, 5% CO2 48 jam, and 15% CO2 48 jam). Setelah itu, RNA diisolasi dan diukur menggunakan RT-qPCR. Data yang didapatkan lalu dianalisis. Hasil menunjukkan signifikansi pada grup 5% dan 15% CO2 24 jam, sementara pada grup 5% dan 15% CO2 48 jam hasilnya tidak signifikan. Pada perbandingan antara grup 15% CO2 24 jam dan 48 jam tidak ditemukan hasil yang signifikan pula. Sebagai kesimpulan, eksperimen menunjukkan berkurangnya ekspresi gen HIF2α dalam PBMC setelah paparan CO2 tinggi. Namun, paparan yang lebih lama menunjukkan bahwa ekspresi gen HIF2α mengalami sedikit peningkatan.

Climate change has been occuring throughout the history. In the atmosphere, the carbon dioxide level has increased to a great number since the past century. This change in climate is found to be affecting global health in various ways. In the body, increased carbon dioxide level can also be found which leads to a hypercapnic condition which is found in a wide variety of conditions including in a tumor microenvironment. As hypercapnia happens, it correlates with the occurrence of hypoxia, or reduced oxygen level. In response to hypoxic stress, hypoxia-inducible factor (HIF) is expressed, including HIF2α. HIF2α is a gene critical in tumor development. In addition, when there are harmful changes in the body, there are immune responses as a defense. The components of the immune response include the PBMCs. This research intends to find how increased carbon dioxide level can affect HIF2α expression in PBMCs. The PBMCs are isolated by centrifugation from the blood. afterwards, they are cultured and treated under different conditions (5% CO2 24 hours, 15% CO2 24 hours, 5% CO2 48 hours, and 15% CO2 48 hours). After treatment, the RNA is isolated and measured using RT-qPCR. The data collected is then analysed. The 5% and 15% CO2 24 hours groups has a significant result, while the 5% and 15% CO2 48 hours groups are found to be insignificant. In addition, comparison As a conclusion, from the experiment there was a decreased HIF2α expression after increased exposure of CO2. However, longer exposure showed a slight increase in the expression."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Rafly Dewantara
"Latar Belakang: Pemanasan global merupakan peristiwa terjadinya kenaikan suhu pada permukaan bumi. Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya kenaikan karbondioksida pada atmosfer sehingga mempengaruhi perubahan ikim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi sistem imun. Pada keadaan hiperkapnia terjadi penurunan pada pengeluaran sitokin dan kemokin serta hambatan pada proses fagositosis dan autofagi pada makrofag. Selain itu, dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan seperti sakit kepala dan muntah hingga terjadi penurunan kesadaran pada manusia. Terdapat berbagai respon yang ditunjukkan PBMC pada saat dipaparkan karbondioksida namun, penelitian ini difokuskan untuk melihat perubahan pH pada medium kultur sel PBMC. Tujuan: Mengetahui efek paparan karbondioksida terhadap perubahan pH pada medium kultur PBMC. Metode: Penelitian ini menggunakan sel PBMC yang telah diisolasi dan telah dipaparkan kadar karbondioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji masing-masing selama 24 jam dan 48 jam. Kemudian dilakukan pengukuran pH pada medium kultur sel PBMC pada masing-masing kelompok dengan menggunakan pH meter. Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat penurunan pH secara signifikan pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0.05). Paparan CO2 15 % terbukti menurunkan pH medium kultur PBMC secara signifikan pada 24 jam dan 48 jam dibandingkan dengan control (CO2 5%).
Hal ini juga didukung dengan hasil konsentrasi H+ yang meningkat setelah paparan CO2 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Kesimpulan: Terdapat perubahan pH dan konsentrasi ion H+ pada medium kultur PBMC sebagai respon terhadap pemaparan karbondioksida 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Background: Global warming is an event of an increase in temperature on the earth's surface. This event occurs due to an increase in carbon dioxide in the atmosphere so that it affects climate change. Increased carbon dioxide can affect the immune system. In hypercapnia, there is a decrease in the release of cytokines and chemokines as well as inhibition of the process of phagocytosis and autophagy in macrophages. In addition, it can cause health problems such as headaches and vomiting to a decrease in consciousness in humans. There are various responses shown by PBMCs when exposed to carbon dioxide, however, this study focused on looking at changes in pH in the PBMC cell culture medium. Objective: To determine the effect of carbon dioxide exposure on changes in pH in PBMC culture medium. Methods: This study used PBMC cells that had been isolated and exposed to carbon dioxide levels of 5% as control and 15% as test for 24 hours and 48 hours, respectively. Then measured the pH of the PBMC cell culture medium in each group using a pH meter. The results obtained will be analyzed using SPSS. Results: There was a significant decrease in pH in the test group compared to the control group (P<0.05). Exposure to 15% CO2 was shown to significantly reduce the pH of the PBMC culture medium at 24 and 48 hours compared to the control (CO2 5%).
This is also supported by the results of the increased H+ concentration after exposure to 15% CO2 for 24 hours and 48 hours.
Conclusion: There are changes in pH and concentration of H+ ions in PBMC culture medium in response to exposure to 15% carbon dioxide for 24 hours and 48 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihya Fakhrurizal Amin
"Pendahuluan: Peningkatan karbondioksida pada atmosfer berdampak pada perubahan iklim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi tubuh manusia terutama pada sistem imun manusia, yang diketahui dapat menurunkan produksi sel T. Pada penelitian ini menggunakan subjek berupa sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) yang menjadi representatif dari sistem imun manusia. Berbagai respon mungkin akan ditunjukkan jika PBMC dipaparkan karbon dioksida dengan konsentrasi lebih tinggi dari normal, tetapi pada penelitian ini hanya spesifik melihat pada kadar hidrogen peroksida melalui pengukuran kadar DCFH-DA.
Metode: PBMC yang sudah diisolasi dari subjek dipaparkan karbon dioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji. Waktu pemaparan dilakukan selama 24 jam dan 48 jam. Pada waktu akhir waktu inkubasi untuk masing-masing kelompok akan dilakukan pengukuran kadar DCFH-DA dengan fluorometri. Hasil yang didapat berupa absorbansi/sel yang akan dianalisis lebih lanjut melalui SPSS versi 24.
Hasil: Didapatkan jumlah hidrogen peroksida lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol secara signifikan (p<0.05) saat diinkubasi selama 24 jam tetapi tidak signifikan pada waktu inkubasi 48 jam. Perbandingan konsentrasi hidrogen peroksida antara 24 dan 48 jam menunjukkan penurunan secara signifikan konsentrasi saat diinkubasi 48 jam jika dibanding 24 jam.
Kesimpulan: Paparan karbon dioksida selama 24 jam dapat meningkatkan produksi hidrogen peroksida dibandingkan kontrol, namun hal ini tidak terjadi pada PBMC yang dipaparkan karbondioksida selama 48 jam.

Introduction: Increased carbon dioxide in the atmosphere has an impact on climate change. Increased carbon dioxide can affect the human body, especially in the human immune system, which is known to reduce the production of T cells. So as to represent the human immune system, this study uses the subject of Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells. Various responses might be demonstrated if PBMCs were exposed to carbon dioxide concentrations higher than normal, but in this study only specifically looked at hydrogen peroxide levels by measuring DCFH-DA levels.
Method: PBMC which had been isolated from the subject were exposed to 5% carbon dioxide as a control and 15% as a test. Exposure time is 24 hours and 48 hours. At the end of the incubation time for each group, measurement of DCFH-DA with fluorometry will be carried out. The results obtained in the form of absorbance / cells will be further analyzed through SPSS version 24.
Result : There was a significant increase in the amount of hydrogen peroxide compared to the control (p <0.05) when incubated for 24 hours but not significantly at 48 hours incubation time. Comparison of hydrogen peroxide concentrations between 24 and 48 hours shows a significant decrease in concentration when incubated 48 hours when compared to 24 hours (p<0.05).
Conclusion: Exposure to carbon dioxide for 24 hours can increase hydrogen peroxide production compared to control, but there is no significant change in hydrogen peroxide production was observed in 48 hours of carbon dioxide.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfian Aby Nurachman
"Latar Belakang: Global warming atau peristiwa meningkatnya suhu rerata bumi disebabkan oleh peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO2) pada atmosfer bumi. Peningkatan kadar karbondioksida ini berpengaruh terhadap kesehatan melalui berbagai cara. Dalam tubuh kondisi kadar karbondioksida yang tinggi atau hiperkapnea dapat memberikan pengaruh pada tubuh salah satu nya adalah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Dengan menggunakan sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC), kadar ROS terutama superoksida yang diproduksi akibat paparan CO2 tinggi dapat dideteksi dengan menggunakan dihydroethidium (DHE) assay.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek pemaparan pada kadar CO2 tinggi terhadap perubahan produksi superoksida pada sel PBMC.
Metode: Sel PBMC diinkubasi pada kadar CO2 yang berbeda yaitu kadar tinggi sebesar 15% dan kontrol 5% CO2. Produksi superoksida pada sel tersebut dapat dilihat menggunakan DHE assay dengan melihat perubahan nilai absorbansi pada fluorometer. Hasil yang didapatkan adalah nilai absorbansi per sel yang menggambarkan kadar superoksida untuk tiap satu sel PBMC.
Hasil: Pemaparan sel PBMC pada kondisi tinggi CO2 (15% CO2) selama 24 jam dan 48 jam secara signifikan meningkatkan produksi superoksida bila dibandingkan dengan kontrol (5% CO2) pada sel PBMC. Namun terdapat penurunan yang signifikan antara paparan tinggi CO2 selama 48 jam bila dibandingkan dengan paparan tinggi CO2 selama 24 jam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa paparan tinggi CO2 dapat meningkatkan laju produksi superoksida pada sel PBMC. Selain itu terdapat penurunan kadar superoksida pada sel PBMC apabila lama paparan CO2 tinggi lebih dari 24 jam.
Kesimpulan: Pemaparan kadar CO2 tinggi pada sel PBMC selama 24 jam dan 48 jam akan meningkatkan laju produksi ROS terhadap kontrol. Penurunan kadar superoksida pada inkubasi CO2 tinggi selama 48 jam menunjukan ada nya pengurangan kadar superoksida apabila lama inkubasi lebih dari 24 jam.

Background: Global warming or the increase in the average temperature of the earth is caused by an increase in the concentration of carbon dioxide (CO2) in the earth's atmosphere. Increased levels of carbon dioxide affect health in various ways. In the body of conditions high carbon dioxide levels or hypercapnea can give effect to the body one of them is an increase in the production of Reactive Oxygen Species (ROS) which can cause oxidative stress. By using Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells, ROS levels, especially superoxide produced due to high CO2 exposure can be detected using dihydroethidium (DHE) assay.
Objective: This study was conducted to see the effect of exposure to high CO2 levels on changes in superoxide production in PBMC cells.
Methods: PBMC cells were incubated at different CO2 levels, namely a high level of 15% and a control of 5% CO2. Superoxide production in these cells can be seen using the DHE assay by looking at changes in absorbance values on the fluorometer. The results obtained are absorbance values per cell that describe the levels of superoxide for each one PBMC cell.
Results: Exposure of PBMC cells under high CO2 conditions (15% CO2) for 24 hours and 48 hours significantly increased superoxide production when compared to controls (5% CO ¬ 2) on PBMC cells. However, there was a significant decrease between 48 hours of high CO2 exposure compared to 24 hours of high CO2 exposure. From this it follows that high exposure to CO2 can increase the rate of superoxide production in PBMC cells. In addition there is a decrease in superoxide levels in PBMC cells if the duration of high CO2 exposure is more than 24 hours.
Conclusion: exposure to high CO2 levels in PBMC cells for 24 hours and 48 hours will increase the rate of superoxide production to control. Decrease in superoxide levels in incubation of high CO2 for 48 hours shows that there is a reduction in superoxide levels if the incubation time is more than 24 hours
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Supriyanto Adiputro
"ABSTRAK
Lokasi pengamatan adalah ruas jalan yang terpilih, pompa bensin, terminal bis, dan taman-taman kota, serta kebun pembibitan dan percobaan Dinas Pertamanan.
Pengambilan data lapangan dengan Systematic Purposive Sampling dengan rumus (P-1) (U-1) > 15 untuk menentukan jumlah sampel. Faktor-faktor yang diperhitungkan adalah bibit tanaman, konsentrasi gas karbon dioksida, pengaturan larutan unsur Kara, faktor suhu, dan kelembaban udara. Selanjutnya sampel tanaman diidentifikasi jenisnya di laboratorium LBN Bogor. Untuk analisis data selain dilakukan secara statistik parametrik dan nonparametrik, juga dilakukan pengamatan secara visual terhadap jenis-jenis tanaman untuk menentukan indeks nilai penting.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Kelompok tanaman yang banyak dipergunakan oleh pemerintah DKI Jakarta sebagai tanaman penghijauan meliputi tanaman berkayu, tanaman perdu, tanaman hias, dan rumput-rumputan; (2) Dari keempat kategori tanaman tersebut di atas, terdapat 10 jenis yang dominan berupa tanaman berkayu keras. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman angsana (Pterocarpus indices) dan akasia (Acacia auriculiformis) merupakan jenis yang mempunyai indeks nilai penting tertinggi; (3) C02 dalam konsentrasi tertentu dibutuhkan oleh tumbuhan dalam pembentukan karbohidrat melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya dibutuhkan dalam pembentukan bagian-bagian tumbuhan lainnya antara lain dinding sel; (4) Emisi gas CO dan CO2 di beberapa wilayah DKI Jakarta masih berada di bawah ambang batas peruntukan; (5) Hasil penghitungan gas CO2 yang bervariasi antara 1005,87 ug/m3 sampai 8669,36 ug/m3, akibat pengaruh beberapa faktor, yaitu iklim, kelas stabilitas udara, dan arus kendaraan bermotor atas jumlah unit kendaraan bermotor."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ainu Safira Corni
"[ABSTRAK
Penelitian ini mengevaluasi kinerja absorpsi gas CO2 dari campurannya dengan
CH4 melalui membran kontaktor superhidrofobik. Kinerja kontaktor membran
superhidrofobik ini ditinjau dari empat parameter utama dengan variasi laju alir
pelarut DEA (100, 300 dam 500 mL/menit) dan jumlah serat membran kontaktor
(2000 dan 8000). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan laju alir pelarut
DEA meningkatkan kinerja kontaktor membran superhidrofobik, dalam hal
koefisien perpindahan massa, fluks dan efisiensi penyerapan CO2. Sedangkan
kenaikan jumlah serat membran akan menurunkan koefisien perpindahan massa
dan fluks CO2. Namun, meningkatkan efisiensi penyerapan CO2 dan acid loading.
Koefisien perpindahan massa dan fluks CO2 tertinggi yang didapatkan pada
penelitian ini berturut-turut adalah 2,31 x 10-4 cm/s dan 7,15 x 10-6 mmol/cm2s pada
laju alir DEA 500 mL/menit dan jumlah serat membran 2000. Sedangkan efisiensi
penyerapan CO2 tertinggi adalah 72% pada laju alir DEA 500 mL/menit dan jumlah
serat membran 8000.
ABSTRACT
This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000.;This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000.;This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000., This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62292
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrasno Kartohardjono
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rikiyar Magfur
"Lapangan Subang terletak di Desa Pelawad, Karawang, Jawa Barat termasuk wilayah kerja PT. Pertamina EP Asset 3. Berdasarkan data analisa kadar CO2 pada fase gas sangat tinggi yaitu, 50,66% mol. Pada kondisi saat ini associated gas tidak memilik nilai ekonomis karena langsung dialirkan ke flare untuk dibakar. Oleh karena itu diperlukan penangan khusus untuk memisahkan CO2 dari aliran associated gas agar kadar nilai CO2 maksimal sebesar 5% mol dan kadar air di bawah 7 lb/MMSCF sehingga dapat dikirim ke sales point. Pada penelitian ini, dilakukan simulasi proses pengolahan dengan teknologi solid adsorption yang menggunakan peranti lunak Simulator Adsorption V.10 dan dibandingkan dengan simulasi proses pengolahan dengan teknologi solvent absorption yang menggunakan piranti lunak Unisim. Keluaran dari simulasi ini akan menghasilkan beberapa aspek yaitu jumlah pelarut, konsentrasi penggunaan pelarut dan dimensi dari bed adsorbent pada laju alir gas umpan. Selain itu dilakukan perbandingan secara kualitatif dari kedua teknologi pengolahan gas yang mengandung CO2 tersebut. Berdasarkan hasil simulasi AGRU diperoleh laju alir gas produk yang mengandung kadar CO2 4,49% mol dengan menggunakan larutan amine yang memiliki konsentrasi 35%wt MDEA, 9%wt MEA dan 56%wt Air. Dan hasil simulasi PSA diperoleh laju alir gas produk yang mengandung kadar CO2 4,98% mol dengan menggunakan dimensi bed adsorbent (D:H) adalah 1m:3,5m. Dan dari hasil analisis keekonomian diperoleh 9,32% IRR, NPV USD -396.119 dan payback period 11 tahun untuk teknologi AGRU. Dan 31,82% IRR, NPV USD 5.927.106 dan payback period 3,35 tahun untuk teknologi PSA. Sehingga teknologi PSA lebih ekonomis untuk diterapkan di Lapangan Subang.

Subang Field is located in Pelawad Village, Karawang, West Java, including the working area of PT. Pertamina EP Asset 3. Based on the analysis data, the CO2 content in the gas phase is very high, 50.66% mol. In the current condition, the associated gas has no economic value because it is directly release to the flame to be burned. Therefore a special handler is needed to separate CO2 from the gas stream so that the maximum CO2 content is 5% mol and the water content is below 7 lb/MMSCF so that it can be sent to sales gas point. In this study, a simulation process devide on two (2) solid adsorption technology that will simulated by Simulator Adsorption V.10 software and compared with the separation process solvent absorption technology that will simulated by Unisim software. The output of this simulation will result several aspects such as quantity of solvent, concentration of solvent and bed adsorbent dimensinon at feed gas flow rates. In addition, a qualitative comparison was made of the two gas processing technologies containing CO2. Based on the AGRU simulation, the gas product have a content of 4.49% mol CO2 by using an amine solution that has a concentration of 35%wt MDEA, 9%wt MEA and 56%wt water. Meanwhile PSA simulation, gas product have a content of 4.98% mol CO2 by using bed dimensions of the adsorbent (D:H) is 1m:3.5m. And then, from economic analysis obtained 9.32% IRR, NPV USD -396,119 and a payback period of 11 years for AGRU technology. And 31.82% IRR, NPV USD 5,927,106 and payback period of 3.35 years for PSA technology. So that PSA technology is more economical to be applied in the Subang Field."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrasno Kartohardjono
"Pemanasan global yang disebabkan oleh efek rumah kaca merupakan masalah yang penting untuk dibicarakan pada saat ini dan gas CO2 merupakan salah satu penyebabnya. Industri merupakan salah satu penghasil gas CO2 dalam jumlah cukup besar setiap harinya.
Proses pemisahan dengan menggunakan membran merupakan teknologi alternatif dalam pemisahan gas C02. Teknologi pemisahan gas dengan menggunakan membran pada kasus-kasus tertentu memberikan keuntungan-keuntungan yang lebih baik daripada dengan teknologi pemisahan lainnya.
Dalam penelitian ini akan digunakan Nylon Film (Oriented Nylon) sebagai membran untuk pemisahan gas CO2 dari campurannya dengan udara. Nylon Film yang digunakan berbentuk lembaran (flat) dari PT. EMBLEM ASIA.
Pengujian dilakukan dalam dua tahap yaitu pengujian pada kondisi ideal dan pengujian pada kondisi aktual. Pengujian pada kondisi ideal untuk mengetahui pengaruh tekanan, umpan terhadap permeabilitas gas-gas murni dan selektivitas gas C02/02 dan C02/N2. Sedangkan pengujian pada kondisi ideal adalah untuk memisahkan campuran gas yang mengandung 63,045% N2, 16,91% 02 dan 20,045 % CO2 dengan variasi stage cut.
Hasil pengujian pada kondisi ideal menunjukkan bahwa permeabilitas gas CO2 murni meningkat dengan naiknya tekanan umpan. Permeabilitas gas 02 dan N2 pada rentang 0,5 MPa sampai 0,8 MPa relatif konstan, sehingga selektivitas ideal C02/02 dan C02/N2 juga bertambah. Sedangkan pada rentang 0,8 MPa sampai 1,5 MPa, permeabilitas gas 02 dan N2 meningkat dengan naiknya tekanan umpan yang mengakibatkan turunnya selektivitas gas 002102 dan C02/N2. Selektivitas tertinggi yang diperoleh dari pengujian pada kondisi ideal yaitu pada tekanan umpan 0,8 MPa dengan selektivitas C02/02 sebesar 11,618 dan CO2/N2 sebesar 16,604.
Dengan menggunakan selektivitas ideal pada tekanan umpan 0,8 MPa dilakukan pemodelan maternatis untuk memperkirakan komposisi di sisi permeat dan di sisi tertolak pada kondisi aktual.
Hasil pengujian pada kondisi aktual dan pemodelan menunjukkan bahwa stage cut turut berpengaruh terhadap komposisi gas. Reaksi CO2 di sisi permeat hasil pemodelan dan pengujian pada kondisi aktual menurun dengan naiknya stage cut dan fraksi udara di sisi tertolak menurun dengan bertambahnya stage cut.
Dari hasil penelitian pada kondisi aktual didapat kondisi operasi optimum adalah pada stage cut sebesar 0,21. Umpan yang mengandung udara 79,95% dapat ditingkatkan kandungannya menjadi 83,1% di sisi tertolak."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP 2000 35
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>