Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69037 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naila Putri Hanifa
"Tulisan ini membahas mengenai perkembangan Teater Koma pada masa Reformasi pada tahun 1998 hingga 2009. Teater Koma yang berdiri pada tahun 1977 oleh Nano Riantiarno dan 12 pendiri lainnya. Teater Koma memadukan unsur teater tradisional dan modern. Pada masa Orde Baru, teater Koma mendapatkan banyak pelarangan pentas karena dianggap menganggu stabilitas nasional. Pada masa Reformasi salah satu dampak yang dirasakan adalah kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat ini justru membuat Teater Koma menjadi kurang produktif dan mengalami kemunduran. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana Teater Koma mempertahankan eksistensinya di era Reformasi pada tahun 19998 hingga 2009. Tulisan ini menggunakan metode sejarah dengan empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Berdasarkan telaah yang dilakukan, untuk tetap produktif memproduksi karya-karya baru yang menjadi cermin politik pada masa Reformasi yaitu dalam Trilogi Kisah Republik yang terdiri dari Republik Bagong, Republik Togog, dan Republik Petruk. Teater Koma membuktikan dedikasinya sesuai dengan namanya yaitu, "koma" yang artinya tidak pernah selesai.

This article discusses the development of the Koma Theater during the Reformation period from 1998 to 2009. The Koma Theater was founded in 1977 by Nano Riantiarno and 12 other founders. Teater Koma combines traditional and modern theater elements. During the New Order era, the Koma theater received many bans from performing because it was considered to disturb national stability. During the Reformation, one of the impacts felt was freedom of opinion. This freedom of expression actually makes Teater Koma less productive and suffers setbacks. The purpose of this paper is to find out how Teater Koma maintained its existence in the Reformation era from 19998 to 2009. This paper uses historical methods with four stages, namely heuristics, criticism, interpretation and historiography. Based on the research conducted, to remain productive in producing new works that became a political mirror during the Reformation period, namely the Trilogy of Acts of the Republic which consisted of the Republic of Bagong, the Republic of Togog, and the Republic of Petruk. Teater Koma proves its dedication to its name, namely, "koma" which means never ending."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nobertus Riantiarno, 1949-
Yogyakarta: Galang Press, 2001
792.095 98 NOB r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Dini Rahayu
"ABSTRAK
Teater Koma dibentuk pada tahun 1977 oleh N. Riantiarno dan kawankawan.
Mereka merupakan salah satu kelompok teater kontemporer Indonesia
yang paling sukses. Mereka berniat untuk menciptakan sebuah kelompok teater
yang berbeda dari sebelumnya. Dalam Teater Koma unsur gerak, tari dan nyanyi
bersatu menjadi sebuah karya yang dibalut dengan cara-cara produksi modern.
Di Indonesia, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai stabilitas
nasional turut mempengaruhi perkembangan bidang seni dan budaya pada
masanya. Kebebasan berekspresi ditekan dengan tujuan menghindari konflik
dalam negeri. Hal ini turut mempengaruhi perkembangan Teater Koma sehingga
banyak karya-karyanya yang mendapat masalah karena dianggap bersinggungan
dengan kebijakan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, para anggota datang dan pergi, Teater Koma
mengalami berbagai perkembangan. Meskipun terhadang batu bernama
?kebijakan pemerintah? dalam rangka mewujudkan stabitilas nasional. Namun
dengan dukungan seluruh anggota Teater Koma dan segenap seniman dari luar
kelompoknya, Terater Koma terus memperjuangkan hak demi terus berkarya.
Teater Koma, sebuah wujud kelompok teater kontemporer yang terus
bereksplorasi tanpa henti dengan menggabungkan berbagai unsur modern dengan
tradisional. Sampai kapanpun namanya akan tetap ?Koma?.

ABSTRACT
Teater Koma was formed in 1977 by N. Riantiarno and his friends. This is
one of the most successful Indonesia contemporary theater group. They created a
group of theater which different from the earlier. In Teater Koma, elements of
movements, dance and sing united into a masterpiece that wrapped by means of
modern theatrical method.
In Indonesia, New Order?s government policy of national stability was
also affected art and culture. The freedom of expression was pressured to avoid
national conflict. This also affected on the development of Teater Koma, that is
why many of its creations got in trouble, because it was collide with the policy.
Over time, members come and go, Teater Koma undergone various
developments. Even though they blocked by a rock called ?government policies?
in order to achieved national stability. But with all the supports of members and
artists, Theater Koma were continuing fight for their rights.
Teater Koma, a form of contemporary theater group that continues to
explore endlessly by combining modern with traditional elements. Its name will
forever remain "Koma" (In Indonesian the word koma is conjunctive, which
means that Teater Koma will always keep on continuing their works)."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42188
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S6842
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Savira Sofandy
"Penelitian ini membahas kategori dan fungsi tindak tutur ilokusi dalam lakon Wabah yang dipentaskan oleh Teater Koma. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam lakon Wabah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Sumber data dalam penelitian ini adalah dialog yang dituturkan oleh tokoh-tokoh pada lakon Wabah yang berdurasi 25:26 menit. Pengumpulan data dimulai dengan melakukan transkripsi data dan mengelompokkan data-data berdasarkan jenis tindak tuturnya. Penelitian ini menggunakan teori tindak tutur ilokusi Searle (dalam Leech, 1993). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat jenis tindak tutur yang ditemukan, yaitu tindak tutur direktif, asertif, komisif, dan ekspresif. Pada tindak tutur direktif, ditemukan tujuh fungsi komunikatif, yaitu menasihati, mengingatkan, menyuruh, melarang, menuntut, memohon, dan mengajak. Pada tindak tutur asertif, ditemukan dua fungsi komunikatif, yaitu menyatakan dan menyangkal. Pada tindak tutur komisif, ditemukan satu fungsi komunikatif, yaitu berjanji. Lalu, pada tindak tutur ekspresif, ditemukan dua fungsi komunikatif, yaitu mengeluh dan memuji.

This study discusses the categories and functions of illocutionary speech acts in Teater Koma's drama. This research aims to describe the types of illocutionary acts found in the drama entitled Wabah. This research is qualitative research with a descriptive-analytical approach. The data source in this study is the dialogue spoken by the characters in the drama Wabah, which lasts 25:26 minutes. Data collection begins by transcribing and grouping the data based on the categories of speech acts. This study uses Searle's speech act theory (in Leech, 1993). The results of this study indicate that there are four categories of speech acts found, namely directive, assertive, commissive, and expressive speech acts. In directive speech acts, seven communicative functions are found; advising, reminding, ordering, forbidding, demanding, begging, and inviting. In assertive speech acts, two communicative functions are found; stating and denying. In commissive speech acts, one communicative functions are found; promises. Then, in expressive speech acts, two communicative functions are found: complaining and praising."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hindrayanto Indarto
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan upaya untuk mencari kebenaran terdapatnya ciri-ciri kepribadian yang karakteristik pada pasien glaukoma primer, yang ditandai dengan ketegangan dan kecemasan yang berlebihan, kecenderungan hipokhondriakal serta terdapatnya ciri-ciri obsesif-kompulsif dalam perilakunya.
Penelitian ini termasuk penelitian komparatif. Data yang diteliti dikumpulkan secara prospektif yang dipersiapkan dengan baik. Dapat digolongkan pula dalam peneletian primer observasional dan transversal serta termasuk jenis survei laboratorium karena dilaksanakan di klinik.
Hasil penelitian menunjukkan terdapatnya aspek emosional yang khas yang menyertai glaukoma primer pasien. Kapan situasi emosional tersebut mulai timbul ataukah sebelum ataukah sesudah timbulnya glaukoma sukar ditentukan. Mungkin juga merupakan bagian dari sindrom lain yang berdiri sendiri, untuk dapat menerangkan dengan memuaskan dibutuhkan penelitian lebih lanjut yang lebih mendalam dan bersifat longitudinal.
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Waluyo
"Abstrak
artikel ini membahas kebebasan pers di indonesia sehingga era reformasi. tonggak awal kebebasan pers dimulai pada masa kolonial hindia belanda dulu yang memperkenalkan penerbitan pers kepada bangsa pribumi. dan kemudian pada masa pergerakan nasional , masa kemerdekaan dan masa presiden sukarno. masa presiden suharto dan era reformasi. namun dalam praktiknya media pers yang i terbitkan harus sepengetahuan dari pemerintah kolonial hingga kini juga harus sejalan politik media dengan pemerintah. benag merah ternyata media masih di kontrol oleh pemerintah, meskipun regulasi telah membebaskan bagi penerbitan pers untuk memberitakan bagi kepentingan publik. kebebasan pers dalam era reformasi relatif makin terbentuk wujudnya yang dirasakan manfaatnya bagi publik"
Jakarta: Peneliti Bidang Studi Media and Network Society pada BPPKI Jakarta, 2018
384 KOMAS 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Waluyo
"Abstrak
artikel ini membahas kebebasan pers di indonesia sehingga era reformasi. tonggak awal kebebasan pers dimulai pada masa kolonial hindia belanda dulu yang memperkenalkan penerbitan pers kepada bangsa pribumi. dan kemudian pada masa pergerakan nasional , masa kemerdekaan dan masa presiden sukarno. masa presiden suharto dan era reformasi. namun dalam praktiknya media pers yang i terbitkan harus sepengetahuan dari pemerintah kolonial hingga kini juga harus sejalan politik media dengan pemerintah. benag merah ternyata media masih di kontrol oleh pemerintah, meskipun regulasi telah membebaskan bagi penerbitan pers untuk memberitakan bagi kepentingan publik. kebebasan pers dalam era reformasi relatif makin terbentuk wujudnya yang dirasakan manfaatnya bagi publik"
Jakarta: Peneliti Bidang Studi Media and Network Society pada BPPKI Jakarta, 2018
384 KOMAS 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Waluyo
"Abstrak
artikel ini membahas kebebasan pers di indonesia sehingga era reformasi. tonggak awal kebebasan pers dimulai pada masa kolonial hindia belanda dulu yang memperkenalkan penerbitan pers kepada bangsa pribumi. dan kemudian pada masa pergerakan nasional , masa kemerdekaan dan masa presiden sukarno. masa presiden suharto dan era reformasi. namun dalam praktiknya media pers yang i terbitkan harus sepengetahuan dari pemerintah kolonial hingga kini juga harus sejalan politik media dengan pemerintah. benag merah ternyata media masih di kontrol oleh pemerintah, meskipun regulasi telah membebaskan bagi penerbitan pers untuk memberitakan bagi kepentingan publik. kebebasan pers dalam era reformasi relatif makin terbentuk wujudnya yang dirasakan manfaatnya bagi publik"
Jakarta: Peneliti Bidang Studi Media and Network Society pada BPPKI Jakarta, 2018
384 KOMAS 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bagian Neurologi FK UI, 1983
616.849 KOM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>