Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195886 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donald Arinanda Manuain
"Kanker payudara dan kanker paru secara berturutun merupakan kasus terbanyak dan ketiga terbanyak diantara berbagai jenis kanker yang ada di Indonesia. Radioterapi sebagai salah satu modalitas utama penanganan kanker diperlukan untuk mengatasi kedua jenis kanker ini. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan untuk mengetahui besaran tingkat utilisasi radioterapi untuk kanker payudara dan paru berdasarkan data dari senter radioterapi di Indonesia pada tahun 2019. Tingkat utilisasi radioterapi (TUR) terbagi atas tingkat utilisasi radioterapi optimal, yaitu tingkat utilisasi radioterapi berdasarkan panduan laksana yang diperlukan dan tingkat utilisasi radioterapi aktual, yaitu tingkat utilisasi radioterapi yang didapatkan oleh pasien dalam kenyataan sehari-hari. Pada studi ini dari total 8.625 kasus kanker payudara dan 2.088 data kasus kanker paru didapatkan bahwa TURo kanker payudara adalah 66,33% (50,7 – 78,2%) dan TURo kanker paru adalah 86,97% (72,8 – 90,2%) Sedangkan TURa kanker payudara adalah 33,6% dan TURo kanker paru adalah 18,2% Berdasarkan keduanya dapat dilakukan perhitungan persentase yang tidak terpenuhi untuk kanker payudara adalah 49,25% (33,6 – 56,95%) dan kanker paru sebesar 78,98% (74,90 – 79,74%). Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk identifikasi faktor yang mempengaruhi tingkat utilisasi radioterapi dalam upaya menutup kesenjangan antara TURo dan TURa.

Breast cancer and lung cancer respectively are the most common cases and the third most cancer cases in Indonesia. Radiotherapy as one of the main modalities of cancer treatment is needed to treat these two types of cancer. This research is a descriptive study conducted to determine the utilization rate of radiotherapy for breast and lung cancer based on data from radiotherapy centers in Indonesia in 2019. The radiotherapy utilization rate (RTU) is categorized into the optimal radiotherapy utilization rate, namely the radiotherapy utilization rate based on the provided guidelines and the actual radiotherapy utilization rate, namely the radiotherapy utilization level obtained by the patient in daily practice. In this study, from a total of 8,625 cases of breast cancer and 2,088 data of lung cancer cases, it was found that optimal RTU for breast cancer was 66.33% (50.7 – 78.2%) and optimal RTU for lung cancer was 86.97% (72.8 – 90.2%) while the actual RTU for breast cancer was 33.6% and the actual RTU for lung cancer was 18.2%. The percentage of unmet need for breast cancer was 49.25% (33.6 – 56.95%) and lung cancer was 78.98% (74.90 – 79.74%). Further research can be carried out to identify factors that affect radiotherapy utilization rates in an effort to close the gap between optimal and actual RTU."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kotambunan, Charity
"Tujuan: Membahas perhitungan Tingkat Utilisasi Radioterapi optimal (TURo), aktual (TURa) serta kebutuhan tidak terpenuhi (kesenjangan) antar keduanya untuk kanker serviks dan ovarium di Indonesia. Metodologi: Studi deskriptif desain potong lintang, metode total sampling dengan mengambil data sekunder dari registrasi kanker dan/atau rekam medis internal RS partisipan yang memiliki pusat radioterapi di Indonesia tahun 2019. Hasil: Dari 33 RS partisipan total data kanker serviks dan ovarium adalah 4937 dan 1583. Rata-rata pasien berusia 48-52 tahun (7-91 tahun). Domisili pasien sebagian besar dari Pulau Jawa. Stadium III adalah yang terbanyak untuk kedua kanker serviks (39,4%) dan ovarium (20,8%). Tatalaksana kanker serviks didominasi oleh radioterapi saja dan radioterapi-kemoterapi (28,5% dan 27,4%), sementara kanker ovarium terbanyak adalah kemoterapi-pembedahan (43,8%). Nilai TURo, TURa, dan kebutuhan tidak terpenuhi untuk kanker serviks yaitu 97,2% (90,9-97,4%), 61,24%, dan 36,7% (32,62-37,13%) dan untuk kanker ovarium 1,89% (1,39-4,60%), 4,83%, dan -155,56% (-247,48%-(-5)%). Kesimpulan: TUR masih memiliki kesenjangan yang cukup besar antara aktual dan optimal pada kanker serviks. Sebaliknya, kanker ovarium terkesan adanya utilisasi berlebihan namun kesenjangan terlihat pada eskalasi cakupan yang lebih luas. Diperlukan usaha peningkatan aktualisasi TUR mendekati nilai optimalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi TUR harus dieksplorasi secara universal meliputi segi pasien, klinisi dan sistem kesehatan.

Purpose: To discuss the calculation of the optimal and actual Radiotherapy Utilization Rate (RURo and RURa) and unmet need (gap) between the two RUR for cervical and ovarian cancer in Indonesia. Methodology: This is a descriptive cross-sectional study with total sampling by taking secondary data from cancer registry and/or medical records of participating hospitals with radiotherapy centers in Indonesia in 2019.
Results: Out of the 33 participating hospitals, the total data on cervical and ovarian cancer were 4937 and 1583. The mean age was 48-52 years old (7-91). Most of the patients were from Java Island. Stage III was the most common for both cancers, 39.4% and 20.8%. The management of cervical cancer was dominated by radiotherapy alone and radiotherapy-chemotherapy (28.5% and 27.4%), while ovarian cancer most were chemotherapy-surgery (43.8%). RURo, RURa, and unmet needs for cervical cancer were 97.2% (90.9-97.4%), 61.24% and 36.7% (32.62-37.13%) and for ovarian cancer were 1.89% (1.39-4.60%), 4.83%, and -155.56% (-247.48%-(-5)%). Conclusion: RUR for cervical cancer still has a sizeable gap between actual and optimal. On the other hand, ovarian cancer gives the impression of overutilization but the gap was seen when escalating wider coverage. Efforts are needed to increase actualization rate close to its optimal value. The factors that affect RUR should be explored universally including the patient, clinician and health system aspects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmasari
"Latar Belakang: Radioterapi baik sebagai terapi tunggal maupun sebagai terapi kombinasi, memegang peranan yang penting dalam penatalaksanaan kanker payudara kiri. Eskalasi dosis dikatakan mampu meningkatkan kontrol dan menurunkan angka kekambuhan namun di sisi lain dapat meningkatkan angka toksisitas. Hingga saat ini masih terus dilakukan studi untuk menganalisis parameter dosimetri diantara teknik Three Dimensional Conformal Radiotherapy-Field and Field, Volumetric Modulated Arc Therapy, dan Helical Tomotherapy pada kanker payudara di departemen Radioterapi RSUPN-CM.
Metode: Studi eksperimental eksploratorik dengan melakukan intervensi pada 10 data CT plan pasien kanker payudara kiri yang diradiasi di Departemen Radioterapi RSUPN-CM. Dosis 50 Gy diberikan pada PTV dalam 25 fraksi. Cakupan PTV dievaluasi menggunakan Indeks konformitas CI dan indeks homogenitas HI. Menilai perbandingan PTV lokal D98, D95, D2, D50 dan supraklavikula dan menilai organ kritis sekitar target seperti paru kiri ipsilateral V20 le; 30, paru kanan contralateral V5 le; 50, jantung V25 le;10, payudara kanan contralateral Dmean < 5Gy.
Hasil: Dari hasil analisis statistik tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara 3DCRT-FIF, VMAT maupun HT dalam mencapai dosis D98 dan D95, pada D50 terdapat perbedaan yang bermakna antara 3DCRT-FIF dengan VMAT p=0,000, 3DCRT-FIF dengan HT p=0,000, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara VMAT dengan HT p=0,508. Dalam hal ini, ketiga teknik mampu memberikan cakupan dosis minimal yang baik pada volume target, meskipun begitu dari hasil penelitian ini teknik HT mampu memberikan nilai rerata D95 yang superior. Untuk D50 lokal ditemukan adanya perbedaan yang bermakna di 3 kelompok yang ada yaitu antara 3DCRT-FIF dengan VMAT p=0,000, 3DCRT-FIF dengan HT p=0,000, maupun VMAT dengan HT p=0,005. Didapat teknik HT memiliki nilai rerata D50 yang paling baik 50.01 0.25. Untuk D2 dari hasil analisis statistik ditemukan adanya perbedaan yang bermakna di 3 kelompok yang ada yaitu antara 3DCRT-FIF dengan VMAT p=0,005, 3DCRT-FIF dengan HT p=0,005, maupun VMAT dengan HT p=0,005.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata D98 dan D95, namun terdapat perbedaan bermakna pada cakupan dosis D2 dan D50 antara teknik 3DCRT-FIF vs VMAT, 3DCRT-FIF vs HT, dan VMAT vs HT, seluruhnya memperlihatkan perbedaan yang bermakna p < 0,05 . Rerata durasi penyinaran paling tinggi didapatkan dengan teknik HT dan paling rendah pada 3DCRT-FIF.

Background: Radiotherapy as a main or combination therapy, holds an important role in the management of left breast cancer. Dose escalation is said to increase control and lower recurrence rate. On the other hand, dose escalation increases toxicity. Until now there is many study comparing dosimetry parameters between three different techniques; Three Dimensional Conformal Radiotherapy ndash; Field and Field 3DCRT-FIF, Volumetric Modulated Arc Therapy VMAT and Helical Tomotherapy HT and in relation to left breast cancer in radiotherapy department RSUPN-CM.
Method: This is an experimental study with intervention on 10 left breast cancer patients, CT planning data. All the subjects underwent radiation in radiotherapy department RSUPN-CM. 50 Gy dose in 25 fractions was given for PTV. Afterwards, PTV coverage was evaluated using conformity index CI and homogeneity index HI . Comparison of critical organs was evaluated using Dmax le; 50 Gy spinal cord, V25 le; 10 heart, V20 le; 30 lung ipsilateral and V5 le; 30 lung contraleteral and Dmean < 5 Gy right breast.
Results: From the statistical analysis there is no difference between 3DCRT-FIF, VMAT and HT in achieving D98 in local PTV. At the D95 value there is a difference between 3DCRT- and VMAT p = 0.022, 3DCRT-FIF with HT p = 0.005, but no value exists between VMAT and HT p = 0.508. In this case, one of the techniques employed gives a good minimum amount of volume targets, although the results of this technique HT are able to provide a superior D95% average. For D50% locally found, there are three groups that exist between 3DCRT-FIF with VMAT p = 0,000, 3DCRT-FIF with HT p = 0,000, and VMAT with HT p = 0,005. HT technique has the highest mean D50 50.01 0.25. For D2 of the analysis results found there were significant differences in 3 groups that existed between 3DCRT-FIF with VMAT p = 0,005, 3DCRT-FIF with HT p = 0,005, and VMAT with HT p = 0,005.
Conclusion: There is no D98% and D95%, but there is still a difference with D2% and D50% between 3DCRT-FIF vs VMAT, 3DCRT-FIF vs HT, and VMAT vs HT, all significant differences (p <0.05). The highest average duration of exposure with HT and lowest on 3DCRT-FIF."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Prabowo
"ABSTRAK
Latar belakang: Pada penelitian in vitro, kombinasi gefitinib dan radioterapi telah diamati memiliki efek sinergis dan anti-proliferasi terhadap KPKBSK. Tujuan: Mengetahui efikasi dan toleransi kombinasi radioterapi dan TKI pada pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR. Metode: Penelitian observasional kohort retrospektif analitik di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Data diambil dari Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan dan dilakukan dengan total sampling pada periode 1 Januari 2013 sampai Desember 2016. Hasil: Sampel penelitian 31 subjek, dengan karateristik pasien laki-laki 51.61 median usia 54,5 tahun, range usia 38-70 tahun dan pasien adenokarsinoma paru perempuan 48,38 median usia 57 tahun, range usia 38-77 tahun . Lokasi mutasi EGFR didapatkan mutasi pada exon 21 L858R sebanyak 61,30 , exon 21 L861Q 16,12 dan delesi ekson 19 sebanyak 22,58 . Dosis radioterapi yang diberikan 30-60 Gy. Keadaan klinis pada saat penelitian SVKS 35,5 , klinis progresif 22,6 dan lain-lain 41,9 . Toksisitas non hematologi yang terbanyak adalah skin rash diikuti diare dan paronikia dengan derajat ringan. Toksisitas hematologi tersering adalah anemia derajat 1-2 sebanyak 15 orang. Progression free survival PFS 185 hari IK95 ; 123,69-246,30 , overall survival OS 300 hari IK95 ;130,94-469,06 dan 1 years survival 45,2 . Kesimpulan: Kombinasi radioterapi dan gefitinib dapat meningkatkan PFS pada pasien adenokarsinoma paru dengan klinis SVKS dan meningkatkan OS pada pasien dengan klinis yang progresif.. Kata kunci: Adenokarsinoma, Efikasi, Gefitinib, Radioterapi
ABSTRACT Background In vitro studies, combinations of gefitinib and radiotherapy have been observed to have synergistic and anti proliferative effects on lung adenocarsinoma.Objective To evaluate the efficacy and tolerance of combination radiotherapy and TKI in patients with pulmonary adenocarcinoma with EGFR mutation. Methods A cohorts retrospective observational analytical analytical at RSUP Persahabatan, Jakarta. In this study we use total sampling. Data was optained from January 2013 until December 2016. Results Data from 31 lung adenocarcinoma with EGFR mutations patients were collected , which is characterized male 51.61 median age 54.5 years, range 38 70 years and female patients 48.38 median age 57 years, range 38 77 year . Epidermal Growth Favtor Reseptor EGFR mutation in exon 21 L858R of 61.30 , exon 21 L861Q 16.12 and 19 exon delions of 22.58 . Radiotherapy dose were given 30 60 Gy. Clinical finding in this study SVCS 35,5 , progressive 22,6 and others 41,9 .The non hematological toxicities are skin rash, diarrhea and paronychia with mild degree. The common haematological toxicity is mild anemia 15 patients . Progression free survival PFS in radiation gefitinib are 185 days CI95 123,69 246,30 , overall survival OS are 300 days CI95 130,94 469,06 and 1 yeqrs survival 45,2 .Conclusion Combination therapy radiation gefitinib in Lung adenocarsinoma with SVCS increasing PFS and patient lung adenocarcinoma with progressive disease increasing OS.Keywords Lung adenocarcinoma, efficacy, gefitinib, radiation"
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vito Filbert Jayalie
"Tujuan: Menghitung Tingkat Utilisasi Radioterapi aktual (TURa) dan optimal (TURo) untuk kanker kolon dan rektum di Indonesia. Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang terhadap data sekunder registrasi/rekam medis kanker di rumah sakit (RS) dengan pusat radioterapi di Indonesia tahun 2019. Data dikumpulkan secara total sampling untuk menghitung TURo, TURa, dan persentase yang tidak terpenuhi. Hasil: Terdapat 32 RS yang datanya dapat diolah (1.211 dan 1.762 pasien kanker kolon dan rektum). Rata-rata pasien berusia sekitar 52-54 tahun (10-94 tahun), jenis kelamin laki-laki (51,1%) dan berasal dari Sumatera Utara atau Jawa Tengah. Sebagian besar datang dengan stadium lokal lanjut dan lanjut (III dan IV), tidak diradiasi (76,9%). TURa kolon 14 RS adalah 5,3% (0-33,3%), sedangkan TURo kolon 3,3 (3-3,7%) dengan persentase yang tidak terpenuhi -60,6% (-76,7 sampai -43,2%). Untuk TURa dan TURo rektum adalah 22,8% (0-100%) dan 41% (28-66%). Persentase yang tidak terpenuhi kanker rektum adalah 44,4% (18,6-65,5%). Kesimpulan: TURa kanker kolon terkesan sudah memenuhi TURo, tetapi ketika disesuaikan dengan data dalam lingkup yang lebih besar, masih terdapat celah yang belum terpenuhi. Untuk kanker rektum, masih diperlukan peningkatan utilisasi. Diperlukan penelitian lebih lanjut pada indikasi radiasi yang belum terlalu jelas. Selain itu, peningkatan TUR perlu mempertimbangkan faktor pasien, klinisi ataupun birokrasi.

Aims: To calculate the actual and optimal Radiotherapy Utilization Rate (RTUa and RTUo) of colon and rectal cancer in Indonesia. Methodology: This cross-sectional study used secondary cancer registry/medical records from hospitals with radiotherapy centers in Indonesia in 2019. Total sampling was used for data collection to calculate RTUa, RTUo and percentage of unmet needs. Results: Out of 32 hospitals (1,211 and 1,762 colon and rectal cancer patients), the mean age was 52-54 years old (10-94), male (51.1%), from North Sumatra or Central Java province. Most patients came with locally advanced and advanced stages (III and IV), not irradiated (76.9%). RTUa of colon in 14 hospitals was 5.3% (0-33.3%), whereas RTUo was 3.3 (3-3.7%). The unmet needs was -60.6% (-76.7 to -43.2%). For rectal, the RTUa and RTUo were 22.8% (0-100%) and 41% (28-66%). The unmet needs for rectal was 44.4% (18.6-65.5%). Conclusion: Despite the impression of fulfilling the RTUo of colon cancer, gaps are to be filled when adjusted with a broader scope of data. Moreover, for rectal cancer, there was still an unmet need for utilization. Further research is needed, especially in cancer with obscure radiotherapy indications. The increase in RTU should also consider patient, clinician and bureaucratic factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Salsabila
"Radioterapi merupakan salah satu cara digunakan untuk mengobati kanker pada manusia. Perawatan radioterapi yang ideal memberikan radiasi dosis tinggi ke tumor tetapi dosis minimal ke jaringan normal di sekitarnya. Teknik Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) dipilih karena dapat memungkinkan untuk menyelamatkan lebih banyak jaringan normal jika dibandingkan dengan teknik lainnya. Treatment Planning System (TPS) merupakan kunci untuk memaksimalkan distribusi dosis pasien dalam pelaksanaan radioterapi. Akan tetapi ketidakpastian geometris selalu ada dalam proses perencanaan dan pelaksanaan radioterapi. ICRU 50 merekomendasikan penerapan margin ke Planning Target Volume (PTV) sebagai kompensasi atas ketidakpastian geometri. Nilai margin untuk PTV akan dihitung dengan menggunakan persamaan yang dirokemendasikan oleh Stroom dan van Herk.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai margin untuk PTV melalui nilai kesalahan sistematik dan acak yang diperoleh dari data pasien yang menjalani perawatan radioterapi kanker payudara. Kriteria yang digunakan adalah pasien yang mendapatkan perawatan untuk kanker payudara, mendapatkan penyinaran dengan teknik IMRT menggunakan pesawat Halcyon di Instalasi Pelayanan Terpadu Onkologi Radiasi RSCM, verifikasi geometri
dilakukan menggunakan citra EPID, dan memiliki 25 fraksi perawatan. Pengambilan data pergeseran dilakukan melalui perangkat lunak TPS Eclipse. Data yang diperoleh adalah data pergeseran isocenter yang dikoreksi secara online dalam tiga arah yaitu arah vertikal (anterior–posterior), longitudinal (cranial-caudal), dan lateral (left-right). Nilai kesalahan sistematik didapatkan melalui standar deviasi dari rata-rata pergeseran pasien, sedangkan nilai kesalahan acak didapatkan melalui rata-rata dari standar deviasi pergeseran pasien. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai margin untuk PTV berdasarkan persamaan margin untuk
PTV rekomendasi Stroom dan van Herk. Nilai margin untuk PTV yang diperoleh dievaluasi kepada beberapa pasien dengan melakukan planning dan contouring ulang. Hasil dari planning dan contouring ulang akan dibandingkan dengan hasil dari penerapan margin yang disarankan oleh dokter.

Radiotherapy is one of the methods used to treat cancer in humans. The ideal radiotherapy
treatment delivers a high dose to the tumor but a minimal dose to the surrounding normal tissue.
The Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) technique was chosen because it can help save more normal tissue when compared to other techniques. The Treatment Planning System (TPS) is the key to maximizing the patient dose distribution in the implementation of radiotherapy. However, geometric uncertainty always exists in the process of planning and implementing radiotherapy. ICRU 50 recommends applying a margin to the Planning Target
Volume (PTV) as compensation for geometric uncertainty. The margin value for PTV will be
calculated using the equation recommended by Stroom and van Herk. This study aims to determine the margin value for PTV through systematic and random errors obtained from data on patients undergoing radiotherapy treatment for breast cancer. The criteria used were patients who received treatment for breast cancer, received radiation with the IMRT technique using a Halcyon aircraft at the Radiation Oncology Integrated Service Installation of RSCM, geometric levers were carried out using EPID images, and had 25 treatment fractions. data retrieval is done through the TPS Eclipse software. The data obtained is isocenter shift data which is
corrected online in three directions, namely vertical (anterior-posterior), longitudinal (cranial-caudal), and lateral (left-right) directions. The systematic error value is obtained through the standard deviation of the shift mean, while the random error value is obtained through the average of the shift standard deviation. These values are used to obtain the margin value for
PTV based on the margin equation for PTV recommended by Stroom and van Herk. Margin values for PTV obtained by some patients by planning and contouring. The results of the replanning and re-contouring will be compared with the results of applying the margins recommended by the doctor.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Hidayanti Wulansari
"ABSTRAK
Dosis di atau dekat interface massa sulit diprediksi secara akurat oleh treatment planning system (TPS) yang menggunakan algoritma perhitungan dosis sederhana. Kesalahan prediksi ini dapat menyebabkan dosis yang diserap massa mengalami kenaikan atau penurunan. Selain kesalahan prediksi dosis di interface massa, adanya gerak pada saat penyinaran berlangsung juga dapat menyebabkan dosis yang diterima massa berubah. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan verifikasi dosis di interface massa hasil perencanaan TPS Pinnacle3 dengan algotitma adaptive cone convolution terhadap hasil pengukuran langsung menggunakan film Gafchromic EBT3. Verifikasi dilakukan pada fantom CIRS statik dan dinamik amplitudo gerak 5 mm, 10 mm, dan 20 mm yang dipindai menggunakan teknik fast CT dan slow CT. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa, algoritma adaptive cone convolution sebagian besar menaksir dosis lebih rendah -0,63% hingga 9,14% untuk pemindaian fast CT dan 0,16% hingga 19,80% untuk pemindaian slow CT di titik interface massa fantom statik. Pada fantom dinamik, algoritma menaksir dosis lebih tinggi hingga -89% untuk hasil pemindaian fast CT dan beragam mulai -16,51% hingga 40,51% untuk hasil pemindaian slow CT. Perbedaan dosis yang diterima interface massa ini menyebabkan dosis yang diterima massa mengalami penurunan pada hasil pemindaian fast CT, kecuali amplitudo gerak 10 mm, dan mengalami kenaikan pada hasil pemindaian slow CT untuk amplitudo gerak fantom yang semakin besar

ABSTRACT
In lung cancer cases, the Treatment Planning System (TPS) difficult predict the dose at or near mass interface. This error may affect the minimum or maximum dose received by lung cancer. In addition, the error of the target dose also increased during radiotherapy for target motion. The objectives of this work to verify dose plan at mass interface calculated by adaptive cone convolution algorithm in Pinnacle3. The measurements were done using Gafchromic EBT 3 film in static and dynamic CIRS phantom with amplitude in superior-inferior motion of 5 mm, 10 mm, and 20 mm. Static and dynamic phantom scanned with fast CT and slow CT before planned. The results show that adaptive cone convolution algorithm mostly predict mass interface dose lower than measured dose -0,63% to 8,37% for static phantom in fast CT scanning and -0,27% to 15,9% for static phantom in slow CT scanning. On dynamic phantom, algorithm was predict mass interface dose higher than measured dose up to -89% for fast CT and varied from -16,51% until 40,51% for slow CT. This interface dose differences causing the dose mass decreased in fast CT, except 10 mm motion amplitude, and increased in slow CT for greater amplitude of motion"
2016
T46475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Ibrahim Anhar
"Kanker payudara merupakan jenis kanker paling banyak kedua di dunia dan menjadi penyebab kematian tertinggi pada Wanita. Pengobatan menggunakan modalitas radioterapi merupakan salah satu teknik pengobatan utama dalam kasus kanker payudara. Teknik perencanaan radioterapi yang dapat digunakan untuk kasus kanker payudara adalah teknik 3DCRT dan IMRT. Verifikasi dosis merupakan salah satu tahapan penting dalam proses radioterapi untuk memastikan distribusi dosis yang diterima sesuai dengan perencanaan. Penelitian ini adalah melakukan verifikasi distribusi dosis perencanaan radioterapi menggunakan simulasi Monte Carlo. Verifikasi dilakukan pada kasus kanker payudara dengan teknik 3DCRT dan IMRT yang menggunakan modalitas linac foton 6 MV. Perencanaan radioterapi dilakukan dengan 25 fraksi penyinaran serta besar dosis setiap fraksi adalah 2 Gy. Oleh karena itu, total dosis yang diterima pasien adalah 50 Gy. Teknik 3DCRT dilakukan perencanaan menggunakan 2 lapangan penyinaran, sedangkan IMRT menggunakan 9 lapangan penyinaran. Hasil kalkulasi dosis dari treatment planning system (TPS) akan dilakukan verifikasi terhadap hasil perhitungan Monte Carlo. Parameter Gamma Indeks (GI) digunakan untuk menilai perbedaan distribusi dosis pada PTV dan OAR antara hasil kalkulasi TPS terhadap Monte Carlo.

Breast cancer is the second most commonly diagnosed type of cancer in the world and also the number one leading cause of death for women. Radiotherapy comes as one of the preferred choices for the treatment of breast cancers. Radiotherapy for breast cancer uses 3DCRT and IMRT techniques as the modality of choice for treatment. One of the most crucial steps in planning a radiotherapy treatment is dose verification to ensure the quality of the therapy is guaranteed. This research was conducted in order to verify the dose distribution to breast canser radiotherapy for 3DCRT and IMRT techniques using Monte Carlo simulation. The 3DCRT and IMRT are performed by using linac as the radiation modality with an energy of 6X, 2 Gy of dose per fraction for 25 fractions resulting in total dose of 50 Gy, the 3DCRT technique utilized 2 fields of radiation while IMRT used 9 fields. The data acquired through Treatment Planning System will then be verified against the Monte Carlo calculation. The results for this research are the comparisons for the dose distributions received by the PTV and the OARs around the target volume, the passing rates of the gamma index for each radiotherapy techniques are also calculated for verification purposes."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Asparul Mijar
"Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi distribusi dosis radioterapi pada kasus kanker payudara dengan Teknik EDW menggunakan simulasi monte carlo. Menggunakan fantom Rando female sebagai objek untuk mendapatkan nilai CT dengan pendekatan jaringan tubuh manusia. Penelitian dilakukan dengan 2 tahap. Tahap 1 commissioning Monte Carlo pada lapangan 10 × 10 dengan sudut wedge 25. Tahap 2 simulasi Monte Carlo menyesuaikan perencanaan pada TPS untuk kasus kanker payudara pada fantom rando. Evaluasi pada dosis titik dilakukan dengan membandingkan nilai dosis pada simulasi Monte Carlo dengan TPS dan pengukuran TLD. Hasil dari commissioning menunjukkan seluruh nilai profile pada kedalaman 10 cm berada dalam batas toleransi IAEA TRS 430. Hasil perbandingan pada fantom rando dengan pengukuran TPS dan TLD untuk organ Breast atas berturut-turut adalah 2,08% dan 5,45% sedangkan untuk Breast bawah adalah 4,59% dan 5,98%, untuk jantung adalah 12,76% dan 13,68%, dan untuk paru-paru adalah 12,76% dan 13,68%. Berdasarkan hasil tersebut hasil simulasi memiliki akurasi data yang cukup baik jika dibandingkan dengan pengukuran pada TPS dan pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan TLD.

The research was conducted to evaluate the radiation dose distribution in breast cancer cases using the Electron Dynamic Wedge (EDW) technique through Monte Carlo simulations. The research comprised two phases: Phase 1 involved commissioning Monte Carlo for 10 x 10 field with a 25-degree wedge angle, while phase 2 entailed Monte Carlo simulations to adapt planning on the Treatment Planning System (TPS) for breast cancer cases in the Rando phantom. Point dose evaluation involved comparing dose values in Monte Carlo simulations with those in the TPS and Thermoluminescent Dosimeters (TLD) measurements. Commissioning results demonstrated that all profile values at a depth of 10 cm fell within the tolerance limits of IAEA TRS 430. Comparisons on the Rando phantom between TPS and TLD measurements for the upper breast organ yielded percentages of 2.08% and 5.45%, respectively. For the lower breast, the percentages were 4.59% and 5.98%. Comparisons for the heart resulted in percentages of 12.76% and 13.68%, while for the lungs, they were 12.76% and 13.68%. Based on these findings, the simulation results indicated reasonably good accuracy when compared to both TPS measurements and measurements conducted using TLD."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S28596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>